Brady selalu berlari terbirit-birit menuju ruang terapi. Menarik saya ke trapeze (alat olah
raga, titian kuda) dan merengek hingga saya menaruhnya di trapeze. Dia akan bergelantungan
dan berputar-putar sambil cekikikan. Semakin bertambah cepat. Mendorong badannya dengan
kaki. Setelah beberapa menit dia akan berhenti, menatap saya, tertawa, dan memulainya lagi.
Kegiatan ini akan diulang terus menerus. Dia melakukan hal yang sama pada trapeze yang
dibuat ayahnya di ruang bawah tanah. Dia akan berhenti, berlari ke sebrang ruangan,
memeriksan mainannya, bahkan mungkin akan bermain-main sebentar tetapi segera kembali
ke trapeze. Tidak pernah ada tanda-tanda pusing, hanya berjalan lurus, berhenti, melihat, dan
tidak ada nistagmus postrotary. Brady tidak menunjukkan salah satu tanda-tanda normal yang
mengkonfirmasi vestibular input yang normal. Secara konstan, butuh permainan yang
menstimulasi vestibular secara intens tetapi tanpa reaksi (tidak adanya nystagmus postrotary,
tanda-tanda sakit kepala, dll) terhadap input. Brady telah dikatakan sebagai seorang yang
hyposensitive. Kebutuhannya untuk terapi input vestibular berlangsung selama sekitar tiga
sampai enam bulan, diturunkan secara bertahap sesuai dengan terlihatnya reaksi normal
system saraf otonom. Yaitu apabila dia mulai menunjukkan beberapa nystagmus postrotary,
seperti terlihat pusing, tidak lagi berjalan lurus tapi berkelok-kelok dan tersandung ketika dia
melepaskan trapeze dan menuju ke kotak mainan. Hyposensitivity vestibular Brady
dimodulasi menuju input yang lebih normal. Input tampaknya membuat sistem 'kerusakan'
menjadi lebih normal dan minat pada tali mulai berkurang. Itu merupakan perangkat yang
menyenangkan tetapi tidak menimbulkan hilangnya kebutuhan. Ada tanda-tanda perubahan
dalam bermain yang lain, interaksi, dan kontrol motorik. Dia menjadi seorang anak yang
dapat duduk diam dan dapat berinteraksi untuk waktu yang lama, duduk dan bermain dengan
perhatian yang lebih lama. Pemusatan perhatian dilatih dengan soal pemecahan masalah dan
bermain organisasi. Dia menyukai bermain paralel dan mulai berbagi, bermain memberi dan
menerima. Koordinasi motorik menunjukkan peningkatan tonus antigravitasi tonik,
khususnya kontrol ekstensi, serta, posisi kepala dan control leher dalam posisi terlentang.
Perubahan ini terjadi sebagai respon intervensi penanganan sistem vestibular dan
perkembangan motorik yang tergantung pada proses vestibular. Masalah lain yang dibahas
secara bersamaan. Masalah proses sensory brady melampaui hiposensitivitas vestibular. Dia
sangat hipersensitif, dan juga menunjukkan tanda-tanda hipersensitivitas pendengaran.
Diagnosis Brady adalah PPD (Disorder Perkembangan mental Pervasif) dan perilaku awalnya
banyak yang mirip seperti anak autis. Intervensi ditujukan pada defisit sistem pengolahan
Diagnosis Multiaksial
AKSIS I
AKSIS II
: Retardasi Mental
AKSIS III
AKSIS IV
AKSIS V
A. Definisi Autisme
Autisme berasal dari kata autos yang berarti segala sesuatu yang mengarah pada
diri sendiri. Dalam kamus psikologi umum (1982), autisme berarti preokupasi terhadap
pikiran dan khayalan sendiri atau dengan kata lain lebih banyak berorientasi kepada
pikiran subyektifnya sendiri daripada melihat kenyataan atau realita kehidupan seharihari. Oleh karena itu penderita autisme sering disebut orang yang hidup di alamnya
sendiri.
Autisme merupakan salah satu kelompok gangguan pada anak yang ditandai
dengan munculnya gangguan dan keterlambatan dalam bidang kognitif, komunikasi,
ketertarikan pada interaksi sosial, dan perilakunya (Sadock, 2007).
B. PENGGOLONGAN AUTISM
1. Autism (autisme masa anak-anak).
2. Autisme atipikal atau Pervasive Develompmental Disorder-Not Otherwise
Specified atau PDD-NOS (Diagnosis ini dibuat jika anak tidak memenuhi semua
kriteria untuk diagnosis autis dan asperger, tapi ada kecacatan parah dan menetap
di area yang dipengaruhi ASD.
3. High Functioning Autism (Autisme dengan IQ tinggi).
4. Low Functioning Autism (Autisme dengan IQ rendah).
C. Criteria Diagnosis
Menurut DSM IV-TR (APA, 2000) kriteria diagnosis gangguan autisme
adalah:
A. Sejumlah enam hal atau lebih dari 1, 2, dan 3, paling sedikit dua dari 1 dan satu
masing-masing dari 2 dan 3:
1. Secara kualitatif terdapat hendaya dalam interaksi social sebagai manifestasi
paling sedikit dua dari yang berikut:
a. Hendaya di dalam perilaku non verbal seperti pandangan mata ke
mata, ekspresi wajah, sikap tubuh, dan gerak terhadap rutinitas dalam
interaksi social.
kurang memperlihatkan,
D. Penatalaksanaan Autisme
Program ini bertujuan untuk melatih anak agar bisa memenuhi kebutuhan dirinya sendiri.
Pertama anak dilatih untuk bisa makan sendiri. Yang kedua, anak dilatih untuk bisa
buang air kecil atau yang disebut toilet traning. Kemudian tahap selanjutnya melatih
mengenakan pakaian, menyisir rambut.
Sampai saat ini tidak ada obat-obatan atau cara lain yang dapat menyembuhkan
autisme. Meskipun demikian, obat-obat antidepresan yang bersifat seratogenik dapat
mengendalikan gejala-gejala stereotipi dan perubahan-perubahan iklim perasaan, tetapi
masih diperlukan suatu penelitian klinis lebih lanjut dan lebih terkendali dari obat-obat
ini (Kasran, 2003).
Terapi suportif
Dalam tatalaksana gangguan autisme, terapi perilaku merupakan yang paling
penting. Metode yang digunakan adalah metode Lovaas. Metode Lovaas adalah metode
modifikasi tingkah laku yang disebut dengan Applied Behavior Analysis (ABA).
Berbagai kemampuan yang diajarkan melalui program ABA dapat dibedakan menjadi
enam kemampuan dasar, yaitu:
1.
Kemampuan memperhatikan
Program ini terdapat dua prosedur. Pertama melatih anak untuk bisa
memfokuskan pandangan mata pada orang yang ada di depannya atau disebut
dengan kontak mata. Yang kedua melatih anak untuk memperhatikan keadaan atau
objek yang ada disekelilingnya.
2.
Kemampuan menirukan
Pada kemampuan imitasi anak diajarkan untuk meniru gerakan motorik kasar
dan halus. Selanjutnya, urutan gerakan, meniru gambar sederhana atau meniru
tindakan yang disertai bunyi-bunyian.
3.
Bahasa reseptif
Melatih anak agar mempunyai kemampuan mengenal dan bereaksi terhadap
seseorang, terhadap kejadian lingkungan sekitarnya, mengerti maksud mimik dan
nada suara dan akhirnya mengerti kata-kata.
4.
Bahasa ekspresif
Melatih kemampuan anak untuk mengutarakan pikirannya, dimulai dari
komunikasi preverbal (sebelum anak dapat berbicara), komunikasi dengan ekspresi
Kemampuan praakademis
Melatih anak untuk dapat bermain dengan benar, memberikan permainan yang
mengajarkan anak tentang emosi, hubungan ketidakteraturan, dan stimulus-stimulus
di lingkungannya seperti bunyi-bunyian serta melatih anak untuk mengembangkan
imajinasinya lewat media seni seperti menggambar benda-benda yang ada di
sekitarnya.
6.
Terapi medikamentosa
Menurut dr. Melly Budiman (1998), pemberian obat pada anak harus didasarkan
pada diagnosis yang tepat, pemakaian obat yang tepat, pemantauan ketat terhadap efek
samping dan mengenali cara kerja obat. Perlu diingat bahwa setiap anak memiliki
ketahanan yang berbeda-beda terhadap efek obat, dosis obat dan efek samping. Oleh
karena itu perlu ada kehati-hatian dari orang tua dalam pemberian obat yang umumnya
berlangsung jangka panjang. Obat-obat yang digunakan antara lain :
o
Antipsikotik : efektif untuk terapi anak autistic yang disertai dengan tantrum
(luapan emosi yang meledak) agresivitas dan perilaku yang membahayakan diri
sendiri, iritabel, stereotipik, hiperaktif dan gangguan komunikasi.
SSRI : sangat efektif untuk depresi, cemas dan obsesif, perilaku stereotipik, juga
meningkatkan perilaku secara umum menjadi lebih terkendali, minat yang terbatas,
inatensi, hiperaktif, labilitas mood, proses belajar, bahasa dan sosialisasi.
Methylphenidate :
ternyata menghasilkan zat caseo morfin dan glutheo morphin (semacam morfin atau
neurotransmiter palsu) yang mengganggu dan merangsang otak.
DAFTAR PUSTAKA
Mansjoer, A., Triyanti, K., Savitri, R., dkk, 2001, edisi 3, Kapita Selekta Kedokteran,
Media Aesculapius, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta