Anda di halaman 1dari 67

PENYAKIT KARAT TUMOR

PADA SENGON
Penulis

Dra. Illa Anggraeni


Neo Endra Lelana, S.Si, M.Si.

Penyunting

ISBN

Prof. Dr. Tapa Darma, M.Si


Dr. Ir. Bambang Tri Hartono, M.F.
Ir. C. Nungroho Sulistyo Priyono, M.Sc.
978-979-8452-40-6

Penerbit :
Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan
Gedung Manggala Wanabakti Blok I Lantai XI
Jl. Jenderal Gatot Subroto, Jakarta 10270
Telp. (021) 5730398, 5734333; Fax. (021) 5720189
Cetakan pertama :

Desember 2011

Petikan Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta


Ketentuan Pidana Pasal 72
1.
Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 49 Ayat (1) dan
ayat (2) dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1
(satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp. 1.000.000,00 (satu juta
rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda
paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
2.
Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan atau
menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak
Cipta atau Hak Terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana
dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling
banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

ii

Kupersembahkan buku ini bagi mereka para


pengelola hutan sengon dan tak lupa untuk :
1. Suamiku tercinta Drs. H. Agus Ismanto dan
anak-anakku tersayang
dr. Ardhea Jaludamascena dan
Bramadhya Fragil Jalananda.
2. Istriku tercinta Ika Prasasty, S.Si dan
anakku tersayang Ahmad Aulya Lathief

iii

SAMBUTAN KEPALA BADAN PENELITIAN


DAN PENGEMBANGAN KEHUTANAN
Setiap

buku

yang

diterbitkan

pasti

memberikan

sumbangan bagi khasanah ilmu pengetahuan dan teknologi.


Demikian pula halnya dengan buku Penyakit Karat Tumor
Pada Sengon yang ditulis oleh Dra. Illa Anggraeni dan Neo
Endra Lelana, S.Si, M.Si. Buku ini berisi informasi tentang
penyakit karat tumor dan teknologi pengendalian penyakit
karat tumor pada sengon. Dengan adanya buku ini para
pengelola hutan tanaman dan masyarakat awam akan
memiliki tambahan acuan tentang penyakit karat tumor.
Buku semacam ini seyogyanya semakin banyak
diterbitkan oleh Badan Litbang Kehutanan, karena secara
langsung dapat menjadi sumber informasi bagi para
pengelola hutan tanaman dan juga secara tidak langsung,
penerbitan buku oleh peneliti juga akan meningkatkan
eksistensi peneliti dan eksistensi institusi. Bagi peneliti, tidak
berlebih bila penerbitan buku dijadikan sebagai sebuah
milestone

pencapaian karier. Buku akan mengabadikan

nama penulisnya dan manfaat yang disebarkannya bagi


umat manusia akan terus bertambah dari waktu ke waktu.
Hal ini saya harapkan akan menjadi motivasi bagi para
peneliti untuk menulis buku.
Saya sampaikan penghargaan yang tinggi kepada Dra.
Illa Anggraeni dan Neo Endra Lelana S.Si, M.Si yang
menghasilkan buku ini. Kepada Pusat Litbang Peningkatan

Produktivitas Hutan, yang domainnya paling banyak dengan


pembangunan hutan tanaman saya harap agar secara terus
menerus

mendorong

penelitinya

untuk

menulis

buku

semacam ini.
Kepala Badan,

Dr. Ir. Tachir Fathoni, M.Sc.

vi

SAMBUTAN KEPALA PUSAT LITBANG


PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN
Deteksi dini dan identifikasi merupakan salah satu
faktor penting dalam penanganan penyakit yang efektif untuk
mencegah

ledakan

yang

dikemudian

hari

berpotensi

menyebabkan kerugian secara ekonomis yang besar.


Dengan demikian ada tuntutan pengelola hutan tanaman
yang berkaitan langsung dengan tanaman harus mempunyai
pengetahuan dan kemampuan tentang penyakit yang
menyerang tanamannya. Buku ini ditulis secara sederhana
namun dengan tidak mengorbankan informasi penting,
dengan harapan para pengelola hutan tanaman dan hutan
rakyat dapat memanfaatkan dalam aplikasinya.
Kehadiran buku ini diharapkan akan menambah
wawasan tentang informasi penyakit karat tumor dan teknik
pengendaliannya. Pemahaman yang benar dampak dan
kerugian yang disebabkan penyakit karat tumor dapat
mencegah potensi kehilangan yang sangat mahal.
Saya menyampaikan penghargaan yang tinggi kepada
penulis atas keberhasilannya. Mengingat kedua penulis
adalah peneliti Pusat Litbang Peningkatan Produktivitas
Hutan, maka penerbitan buku ini juga sebuah keberhasilan
Pusat Litbang Peningkatan Produktivitas Hutan.

vii

Semoga penerbitan buku ini akan diikuti penerbitanpenerbitan buku lainnya di bidang hutan tanaman sebagai
kontribusi komunitas litbang bagi pembangunan hutan
tanaman.
.
Kepala Pusat,

Dr. Ir. Bambang Trihartono, MF.

viii

KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT
atas selesainya penulisan buku Penyakit Karat Tumor pada
Sengon. Buku ini merupakan hasil kegiatan penelitian di
lapangan maupun di laboratorium dari penulis sebagai
Peneliti Perlindungan Hutan di Pusat Penelitian Dan
Pengembangan Peningkatan Produktivitas Hutan.
Penulisan

buku

ini

bertujuan

untuk

memberi

informasi mengenai penyakit karat tumor pada sengon dan


teknik

pengendaliannya

kepada

kalangan

peneliti,

akademisi, maupun praktisi kehutanan. Buku ini di buat


sesederhana mungkin agar para pengelola hutan mudah
memahami.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa
terima kasih kepada Kepala Badan Litbang, Kepala Pusat
Litbang Peningkatan Produktivitas Hutan beserta jajarannya
atas dukungannya dalam memfasilitasi penelitian dan
menerbitkan buku ini, peneliti dan teknisi Perlindungan
Hutan atas bantuannya serta pihak-pihak yang tidak dapat
kami sebutkan satu per satu.

Bogor,

Desember

2011

Penulis

ix

DAFTAR ISI
SAMBUTAN KEPALA BADAN LITBANG KEHUTANAN ...
SAMBUTAN KEPALA PUSAT LITBANG
PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN

v
vii

KATA PENGANTAR ........................................................ ix


DAFTAR ISI ..................................................................... xi
I.

PENDAHULUAN .......................................................

II.

SENGON DAN POTENSINYA .................................. 11


Sejarah Penanaman Sengon .................................... 11
Potensi Sengon ......................................................... 14

III. PENYAKIT KARAT TUMOR PADA SENGON ........... 21


Terjadinya Wabah Karat Tumor ................................. 21
Penyebab Penyakit Karat Tumor ............................... 25
IV. MANAJEMEN PENYAKIT KARAT TUMOR PADA
TANAMAN SENGON ................................................
Konsep terjadinya penyakit pada tanaman .................
Pengendalian penyakit karat tumor berbasis
ekologi .......................................................................
Pengendalian penyakit karat tumor secara kimiawi ...

35
35
37
40

V. PENUTUP ................................................................. 51
DAFTAR PUSTAKA ......................................................... 52

xi

1
PENDAHULUAN
Pembangunan

hutan

tanaman

merupakan

suatu

kegiatan penting untuk memenuhi berbagai fungsi produksi


dan perlindungan, dan apabila direncanakan dengan baik
dari hutan tanaman dapat
lingkungan.

Pembangunan

diperoleh pula kestabilan


hutan

tanaman

umumnya

dilakukan dengan pola tanam satu jenis (monokultur),


sehingga hutan tanaman merupakan suatu ekologi binaan
dengan budidaya pohon hutan, dan menerapkan silvikultur
intensif. Kesengajaan menyederhanakan ekosistem alam
menjadi ekosistem rekayasa seperti pola pertanaman
monokultur tersebut sangatlah rentan terhadap kerusakan
hutan yang disebabkan faktor biotik dan abiotik. Upaya
mengurangi

dan

menghindarkan

hutan

tanaman

dari

kerusakan menjadi bagian dari substansi strategi silvikultur


yang diletakkan sejak awal. Oleh karena itu tindakan
perlindungan hutan tidak dapat dianggap sebagai satu
penyelesaian masalah kerusakan sesaat, atau hanya
merupakan tindakan darurat, melainkan lebih diarahkan
untuk

mengenali

dan

mengevaluasi

semua

sumber

kerusakan yang potensial, agar kerusakan yang besar dapat


dihindari.
Perlindungan hutan mengutamakan pencegahan awal
terjadinya atau perkembangan suatu kerusakan hutan

melalui perencanaan silvikultur dan pengelolaan yang baik.


Apabila dapat diwujudkan maka prosedur itu akan lebih
efektif daripada pengendalian langsung setelah kerusakan
yang besar terjadi. Oleh karena itu teknik pencegahan dan
pengendalian Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) di
sektor kehutanan perlu segera mendapat perhatian khusus,
karena masalah OPT sektor kehutanan di Indonesia masih
kurang mendapat perhatian dibandingkan dengan kegiatan
perlindungan hutan yang lain. Upaya ini harus ditempuh
karena masalah OPT merupakan bagian integral dari
kegiatan

pengelolaan

hutan.

Para

ahli

kehutanan

mengatakan bahwa banyak faktor yang dapat menyebabkan


kerusakan hutan, baik yang berasal dari luar hutan maupun
faktor-faktor yang berhubungan dengan perkembangan
hutan itu sendiri. Faktor-faktor penyebab kerusakan hutan
dapat terdiri dari organisme hidup (biotik) atau faktor-faktor
lingkungan fisik (abiotik). Penyebab kerusakan hutan dari
organisme hidup salah satunya adalah penyakit hutan.
Penyakit hutan dapat menimbulkan kerugian antara lain
mengurangi kuantitas dan kualitas hasil dan meningkatnya
biaya produksi.
Sengon, yang saat ini menjadi komoditas kayu utama
terutama di hutan rakyat tentu tidak terlepas dari masalah
hama dan penyakit juga. Beberapa jenis hama, seperti hama
kupu kuning, boktor, ulat kantong dilaporkan banyak
menyerang tanaman sengon dan dapat menyebabkan
kerugian yang cukup signifikan. Sementara itu, sejak tahun
2003 sampai diterbitkannya buku ini, telah terjadi serangan

penyakit karat tumor pada tanaman sengon, di hampir


seluruh areal pertanaman sengon, terutama di Pulau Jawa.
Serangan penyakit ini telah mencapai tingkat epidemik dan
belum dapat teratasi. Pada tanaman muda, penyakit ini
dapat menyebabkan kematian dan pada tanaman siap
panen, penyakit ini dapat menyebabkan penurunan kualitas
kayu sehingga harga jual kayu sengon dapat menurun.
Beberapa laporan telah menyebutkan kerugian akibat
serangan

penyakit

karat

tumor.

Dalam

sebuah

wawancaranya dengan salah satu media masa, Kepala


Badan Litbang Kehutanan telah menyebutkan bahwa di
Propinsi Jawa Timur sendiri, potensi kerugian akibat
serangan penyakit ini dapat mencapai 24 trilyun rupiah.
Kondisi

ini,

jika

dibiarkan

akan

berdampak

pada

ketersediaan dan kesinambungan bahan baku untuk industri


kayu berbasis sengon.

KOTAK 1.1
PASAR SENGON SANGAT CERAH
Penantian H. Undang Syaefudin terbayar sudah, Mei
2008 ia memanen sengon setelah menunggu 5 tahun.
Populasi setiap hektar 600 pohon yang menjulang 16 20 m
dan berdiameter 25 cm. Pekebun di Ciawi, Kabupaten
Tasikmalaya, Jawa Barat itu sumringah lantaran rekeningnya
kian gemuk. Ia mengantongi Rp. 211.750.000 dari penjualan
3
kayu sengon. Nilai itu berasal dari penjualan 270m kayu
gelondongan berdiameter 19 cm. Harganya Rp. 650.000
3
3
per m . Pekebun berusia 46 tahun itu juga menjual 50 m
3
palet dengan harga Rp. 725.000 per m . Dengan biaya
perawatan setiap tahun rata-rata Rp. 1.200.000 per hektar,
Undang menangguk laba bersih Rp. 193.750.000. Itulah
sebabnya menjelang musim hujan ini, ia mempersiapkan
lahan 12 ha untuk penanaman sengon. Bila Undang
memanen semua pohon sengon alias tebang habis,
sementara Dian Hadiyanto memilih menjarangkan. Pekebun
di Kawalu, Tasikmalaya itu mengelola 4 ha masing-masing
ber-populasi 600 pohon sengon. Pada Juni 2008, ia
menjarangkan 150 pohon per ha sehingga tersisa 450 pohon
3
sengon per/ha. Pria 35 tahun itu memanen 250 m dari ratarata tinggi pohon 19 20 m dan diameter 25 cm dengan
3
harga Rp. 450.000 per m , maka Dian mengantongi Rp.
112.500.000. Sisa pohon akan dipanen 2 tahun mendatang.
3
Dian memprediksi memanen 300 m dari 450 pohon berumur
7 tahun pada 2010.
Jika harga jual tetap, ia bakal memperoleh Rp. 135
juta atau Rp. 540 juta dari lahan 4 ha. Di sentra sengon
Pandeglang, Provinsi Banten ada Asep Halimi yang
mewujudkan impian menghajikan 11 kerabatnya berangkat
ke Mekah bersama. Pekebun di Citeureup, Kabupaten
Pandeglang itu mampu mebiayai mereka lantaran baru saja
memanen 10 ha sengon senilai Rp. 322 juta.
Sengonisasi, sebelum pekebun ramai-ramai membudidayakan anggota famili Mimosaceae itu, Departemen
Kehutanan meluncurkan program sengonisasi pada 1989.
Tujuannya untuk menyelamatkan dan melestarikan hutan
serta lahan. Dari target 300.000 ha, realisasi penanaman
hanya 35.039 ha. Pekebun yang mendapat benih gratis
dalam program itu memanen sengon pada 1997 1998
ketika pohon berumur 7 8 tahun. Ikin Sodikin, pekebun di
Kotamadya Banjar, Jawa Barat, memanen 5-500 pohon pada
tahun 1997 hasil program sengonisasi. Ia memperoleh

2.000 m kayu senilai Rp. 250 juta. Omzet menjulang itulah


yang mendorong pria kelahiran 11 Januari 1954 getol
mengebunkan sengon di lahan 50 ha. Ia tak menyangka
bakal meraup pendapatan besar. Persis yang dialami
Shandy Lazuardi, pekebun di Cimanggis, Kotamadya Depok,
Jawa Barat. Sepuluh tahun silam ia iseng-iseng menanam 40
bibit sengon di lahan kritis. Ia praktis tak memberikan
perawatan berarti hingga Paraserianthes falcataria itu
tumbuh besar. Seorang pengepul kebetulan lewat kebun
sengon terpikat dan langsung menawar. Jadilah pohon
sengon itu ditebang oleh sang pengepul dan Lazuardi
mengantongi Rp. 24 juta. Kisah selanjutnya mudah ditebak,
alumnus IPB itu memper-luas penanaman sengon hingga
110.000 bibit.
Tak semua pekebun menapaki jalan mulus seperti
Undang Syaefudin, Dian Hadiyanto dan Asep Halimi.
Beragam rintangan menghadang pekebun sengon buat
meraup laba. Peluang memetik laba besar bakal terhambat
jika pekebun tak mengetahui informasi harga seperti dialami
Zaenal Abidin.
Mahasiswa pascasarjana Universitas Islam Negeri
Gunungjati Bandung itu pada pertengahan Juli 2008
memanen 1.000 pohon. Dengan tinggi rata-rata 20 m dan
3
diameter 30 cm, pohon-pohon itu menghasilkan 800 m .
Pengepul Cuma membayar total Rp. 25 juta. Artinya guru
3
Madrasah Ibtidaiyah itu menerima harga Rp. 31.250 per m .
Padahal saat itu harga sengon di tingkat pekebun mencapai
3
Rp. 450.000 per m . Meski demikian Zaenal Abidin tetap
merasa untung bibitnya tidak beli, biaya produksi rendah
paling hanya mencabuti gulma yang saya lakukan sendiri.
Ujar pekebun di Buniwati, Kecamatan Surade, Kabupaten
Sukabumi itu.
Menjadi pekebun sengon memang enak, cukup
telepon kapan saja dan tinggal terima uang tanpa menebang
kata Amir Rosdiana. Pemilik CV. Hasil Bumi itu biasa
menjemput kayu di lahan.
Begitu mendapat telpon, Amir langsung ke lahan,
3
mengukur lingkar batang 1,2 meter biasa mencapai 1 m , itu
artinya ia mesti membayar Rp. 450.000. Jika kayunya
sempurna, lurus tak cacat akibat dimakan ulat harganya
melambung Rp. 800.000 per pohon. Itu bersih diterima
pekebun tanpa potongan apapun. Amir mengolah kayu
sengon menjadi palet alias papan tipis berukuran 206 cm x
5,2 cm x 25 cm. Setiap pekan ia memproduksi 270 palet
untuk memenuhi permintaan perusahaan di Jakarta dan
Surabaya. Palet hanya salah satu bentuk pemanfaatan

sengon. Sayang Amir baru dapat menjemput kayu di


kawasan Priangan Timur-Banjar, Ciamis, Tasikmalaya dan
Garut. Pekebun di luar Priangan tak perlu khawatir, masih
banyak penampung sengon, beberapa diantaranya adalah
PT. Bina Inti Lestari, PT. Bineatama Kayone Lestari,
PT. Dharma Satya Nusantara, PT. Kutai Timber Indonesia,
dan PT. Sumber Graha Sejahtera. Menurut Ir. Himawan
Rahardjo dan PT. Dharma Satya Nusantara Temanggung,
sengon kayu multiguna. Kayu pohon asal Maluku itu antara
lain berfaedah sebagai bahan baku bangunan, lantai dan
pintu. Dharma Satya Nusantara Temanggung memproduksi
3
5.000 m kayu lapis per bulan. Kebutuhan bahan baku
3
3
mencapai 5.000 m log dan 10.000 m sawntimber.
Perusahaan yang mempekerjakan 2.000 karyawan itu
memerlukan 600.000 pohon berdiameter rata-rata 25 30
cm setara 600 ha per bulan. Himawan Raharjo bakal
meningkatkan produksi 2 kali lipat pada 2009; meningkat 5
kali lipat, lima tahun ke depan. Artinya kebutuhan bahan
baku juga bakal melonjak. Kesinambungan produksi Dharma
Satya Nusantara tergantung antara lain kepada produksi
pekebun di Magelang, Purworejo, Temanggung dan
Wonosobo. Maklum perusahaan itu tidak mengelola
perkebunan sendiri. Perusahaan di Temanggung Jawa
Tengah itu mengekspor hasil olahan sengon ke Taiwan,
Singapura, Jepang, Inggris, Belanda dan Australia. Jika
memperhitungkan kebutuhan kelompok Dharma Satya
Nusantara yang terdiri atas 4 perusahaan 3 lainnya di
Bekasi, Gresik dan Surabaya kebutuhan sengon bakal
melonjak. Grup Dharma Satya Nusantara meproduksi total
3
250.000 m lumber core alias papan laminating berukuran
3
204 cm x 102 cm x 3-5 cm, 300.000 m papan blok,
3
2
100.000 m kayu lapis, 200.000 pintu dan 500.000 m lantai
per tahun, semua berbahan baku sengon. Perusahaan yang
berdiri pada 29 September 1980 itu semula mengandalkan
hutan alam di Kalimantan pada tahun 1988 perusahaan itu
pindah ke Jawa. Tak bisa selamanya mengandalkan kayu
alam, kata Suyono M Raharjo dari Dharma Satya Nusantara.
Yang berteriak kekurangan bahan baku bukan cuma grup
Dharma Satya Nusantara, PT. Bu Jeon, produsen finger joint
juga kekurangan pasokan. Menurut Hendro Aluan, bagian
ekspor Bu Jeon, finger joint lembaran kayu setebal 3 cm,
bersambungan di ujung yang bergerigi, mirip jari. Faedahnya
sebagai bahan baku meja, komponen pintu, dan kerajinan
tangan. Di pasaran internasional harga joint finger US$400
3
3
US$415 per m . Dari kebutuhan 1.200 1.400 m balok kayu
3
sengon per bulan, hanya 600 m yang dapat terpenuhi.

Permintaan pasar internasional terhadap sengon yang terus


meningkat sebagai bentuk apresiasi terhadap kayu budidaya.
Dunia mengharapkan hutan Indonesia tetap lestari sehingga
kayu sengon hasil budidaya sebagai kayu alternative. Pantas
permintaan kayu olahan sengon terus melambung, lihatlah
PT. Bineatama Kayone Lestari pada 1993 ketika awal berdiri
Cuma mengekspor 5 kontainer barecore per bulan. Kini
hampir 2 windu berselang Taiwan meminta rutin 150
kontainer berecore per bulan. Itu diluar permintaan Timur
Tengah 10 kontainer per bulan. Di pasaran internasional
3
harga barecore US$220 setara Rp. 1,98 juta per m .
Barecore adalah papan berukuran 1,2 m x 2,4 m ketebalan
10 mm dan 13 mm. Menurut Edo Wijaya dari PT. Bineatama
Kayone Lestari, kebutuhan bahan baku untuk memproduksi
3
150 kontainer barecore mencapai 14.000 m . Taiwan juga
3
meminta 50.000 m sawntimber, tetapi baru terpasok 8.000
3
m . Gegap gempita industri pengolahan sengon berimbas di
hulu, para pekebun beramai-ramai membudidayakan kerabat
petai itu, selain lantaran pangsa pasar besar, harga jual juga
terus membaik. Menurut Heru Jhudiarto, direktur muda
penanaman dan lingkungan PT. Kutai Timber Indonesia,
harga sengon 6 tahun lalu Rp. 180.000 sekarang Rp.
3
670.000 per m . Menteri Kehutanan Malam Sambat Kaban
memprediksi harga sengon bakal meningkat. Harga sengon
akan terus meningkat hingga harga rasional yaitu masih lebih
murah dibandingkan harga kayu asal hutan alam. Sekitar 4
3
5 tahun lagi kira-kira Rp. I juta per m . Industri tak akan
bermain-main dengan harga itu karena permintaan ekspor
sangat tinggi. Pantas jika Habib Abdul Qodir Alhamid, pemilik
pondok pesantren di Maron, Probolinggo, mengkoordinir
penanaman sengon hingga 3.200 ha.
Begitu juga dengan PT. Nasional Plantation yang
mengebunkan 800 ha di Tulungagung, Jawa Timur. Menurut
komisaris National Plantation Radius Muntu, varietas yang
dikebunkan adalah solomon yang kini umurnya baru 10
bulan. Kutai Timber Indonesia (KTI) memilih mitra dengan
para pekebun, setiap tahun KTI memperluas lahan rata-rata
1.000 ha. Hendri Setiawan juga bermitra dengan pekebun
untuk mengembangkan 130 ha sengon di Cicurug,
Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Kemudahan memasarkan
menjadi daya tarik bagi pekebun. Jangankan menjual ratusan
atau puluhan pohon, ketika memerlukan dana segar untuk
membayar SPP anaknya, Mukidi cuma menjual 2 pohon
berumur 6 tahun berdiameter 20 cm. Sengon seperti ATM
berjalan kata pekebun di Temanggung, Jawa Tengah.
Sumber (Trubus, Agustus 2008)

Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa intensitas


dan ekstensitas (epidemi) penyakit karat tumor tidak selalu
sama dari waktu ke waktu dan dari satu tempat ke tempat
lainnya. Fluktuasi intensitas penyakit karat tumor ini
dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Seperti yang kita ketahui
bahwa terjadinya suatu penyakit itu sendiri pada dasarnya
merupakan hasil interaksi berbagai faktor yang saling
menunjang yaitu patogen, tanaman inang dan keadaan
lingkungan (segitiga penyakit). Selain itu manusia dapat
mempengaruhi inang, patogen dan lingkungan, manusia
berperan

dalam

menentukan

perkembangan

dan

pengendalian suatu penyakit. Keseluruhan interaksi ini dapat


digambarkan dalam segi-empat penyakit. Pemahaman pola
fluktuasi

intensitas

penyakit

karat

dalam

dimensi

ruang/tempat dan waktu yang berbeda serta pemanfaatan


pengertian pola penyakit tersebut untuk tujuan strategi
pengendalian penyakit. Sudah banyak diketahui berbagai
cara pengendalian penyakit hutan seperti fisik, mekanis,
kimia, biologi, silvikultur dan lain-lain. Oleh karena itu perlu
diketahui berapa besar keefektifan strategi pengendalian
yang berbeda itu dapat meniadakan kehilangan hasil dan
tetap mempertahankan produksi yang ekonomis. Perlu juga
diketahui besarnya pengaruh serangan patogen karat tumor
pada intensitas penyakit yang berbeda terhadap penurunan
produksi hasil. Untuk menjawab berbagai pertanyaan yang
timbul dalam kaitannya dengan masalah epidemiologi dan
pengendalian penyakit karat tumor, maka perlu dilakukan
penelitian dasar yang meliputi jenis patogen karat tumor,

aspek biologi patogen, dan perilaku penyakit karat tumor di


lapangan. Berdasarkan hal tersebut di atas maka tujuan dari
pembuatan buku ini adalah membahas patogen yang
meliputi gejala serangan patogen karat tumor di lapangan,
serta perilaku penyakit karat tumor yang meliputi cara
penyebaran serta siklus hidupnya. Berdasarkan hal tersebut
di atas maka dapat ditentukan teknik pengendalian karat
tumor yang tepat.
Buku ini akan menyampaikan tentang penyakit karat
tumor

pada

sengon

dan

cara

pencegahan

serta

pengendaliannya. Teknik pencegahan dan pengendalian


yang praktis memungkinkan petani sengon dapat melakukan
sendiri penanganan penyakit ini.

10
Hutan Rakyat Sengon

2
SENGON DAN
POTENSINYA
Sejarah penanaman sengon
Teysman pada tahun 1871 menemukan sengon di
pedalaman Pulau Banda, kemudian dibawa ke Kebun Raya
Bogor. Dari Kebun Raya Bogor inilah kemudian sengon
tersebar ke berbagai daerah mulai dari Jawa, Sumatera,
Kalimantan, Sulawesi dan Irian Jaya (Santoso, 1992). Nama
botanis: (Paraserianthes falcataria (L) Nielsen); syn. Albizia
falcata (L.) Backer, Albizia moluccana (Miq.), Falcataria
moluccana (Miq.) Berneby and J.W Grimes; subfamili
Mimosoideae; famili Fabaceae. Nama daerah :Albizia, bae,
bai, jeungjing, jeungjing laut, jing laut, rare, salawaku,
salawaku merah, salawaku putih, salawoku, sekat, sengon
laut, sengon sabrang, sika, sika bot, sikas, tawa sela, wai,
wahagom, wiekkie. Nama lain : Batai (Malaysia Barat,
Sabah,

Philipina,

Inggris,

Amerika

Serikat,

Perancis,

Spanyol, Italia, Belanda, Jerman); kayu machis (Sarawak);


puah (Brunei). Tanaman sengon pernah dijuluki sebagai
pohon ajaib (miracle tree) karena dapat tumbuh dengan
cepat dan dapat beradaptasi pada berbagai keadaan
lingkungan. Bila ditanam di tanah yang subur dan iklim yang
sesuai tingginya dapat mencapai 7 meter pada umur satu
tahun, pada umur 3 tahun dapat mencapai 18 meter dan

11

pada umur 9 atau 10 tahun tingginya mencapai 30 meter,


tinggi maksimum sengon sekitar 45 meter dengan diameter
100

cm.

Tanaman

sengon

bersifat

multifungsi

dan

memberikan dampak ganda, baik sebagai tanaman produksi


maupun sebagai tanaman konservasi dan reboisasi.
Ciri-ciri umum tanaman sengon ialah pohon berukuran
sedang sampai besar, tinggi dapat mencapai 40 m, tinggi
batang bebas cabang 20 m. Tidak berbanir, kulit licin,
berwarna kelabu muda, bulat agak lurus. Diameter pohon
dewasa bisa mencapai 100 cm atau lebih. Tajuk berbentuk
perisai, jarang, selalu hijau. Daun majemuk, panjang dapat
mencapai 40 cm, terdiri dari 8 15 pasang anak tangkai
daun yang berisi 15

25 helai daun. Buah berbentuk

polong, pipih, lurus dan tidak bersekat-sekat waktu muda


berwarna hijau, berubah kuning sampai coklat setelah
masak. Sementara itu benih berbentuk pipih, lonjong, 3 4
x 6

7 mm, warna hijau, bagian tengah coklat. Jumlah

benih berkisar 40.000 butir/kg.


Tanaman

sengon

tidak

memerlukan

persyaratan

tumbuh yang tinggi, artinya jenis ini mudah tumbuh pada


sembarang tanah, baik tanah tegalan atau tanah-tanah
hutan yang baru dibuka, bahkan di tanah tandus pun sengon
masih bisa tumbuh. Berdasarkan pengamatan di lapangan,
tanaman sengon dapat tumbuh baik pada tanah regosol,
aluvial, dan latosol bertekstur lempung berpasir atau
lempung berdebu dengan kemasaman tanah (pH) 6 7.
Sengon termasuk jenis tanaman tropis sehingga untuk
tumbuhnya memerlukan suhu sekitar 18 27 C, tumbuh di

12

dataran rendah sampai ketinggian 1.500 meter dari atas


permukaan laut.
Perbanyakan tanaman sengon umumnya dengan biji,
yang perlu diperhatikan adalah penggunaan benih harus
bermutu, artinya benih berasal dari pohon induk yang
memiliki sifat-sifat genetik yang baik. Tanaman sengon sehat
yang berumur 5-8 tahun dapat menghasilkan biji yang viabel
sekitar 12.000 biji per ha. Penanaman sengon harus diawali
dengan pengaturan jarak tanam yang ideal, dan sebaiknya
sengon ditanam pada awal musim penghujan karena bibit
sangat peka terhadap kekeringan. Sesudah bibit sengon
ditanam,

maka

perlu

dilakukan

pemeliharaan

untuk

memperoleh produksi dan mutu kayu sengon yang sesuai


dengan harapan. Pemeliharaan tanaman sengon meliputi
penyulaman,

penyiraman,

penyiangan,

pemupukkan,

penjarangan, serta pengendalian hama dan penyakit.


Ciri umum kayu sengon yaitu : Kayu teras berwarna
hampir putih atau coklat muda pucat (seperti daging) warna
kayu gubal umumnya tidak berbeda dengan kayu teras.
Teksturnya agak kasar dan merata dengan arah serat lurus,
bergelombang lebar atau berpadu. Permukaan kayu agak
licin atau licin dan agak mengkilap. Kayu yang masih segar
berbau petai, tetapi bau tersebut lambat laun hilang jika
kayunya menjadi kering. Kayu sengon termasuk kelas awet
IV/V dan kelas IV-V dengan berat jenis 0,33 (0,24-0,49).
Kayunya lunak dan mempunyai nilai penyusutan dalam arah
radial dan tangensial berturut-turut 2,5 persen dan 5,2
persen (basah sampai kering tanur). Kayunya mudah

13

digergaji, tetapi tidak semudah kayu meranti merah dan


dapat dikeringkan dengan cepat tanpa cacat yang berarti.
Cacat pengeringan yang lazim adalah kayunya melengkung
atau memilin. Kayu sengon dapat digunakan untuk berbagai
keperluan, diantaranya sebagai bahan konstruksi ringan,
kayu lapis, papan blok, venir lamina, kayu lamina, papan
partikel, dan papan gypsum.

Potensi sengon
Saat ini sengon banyak diusahakan di kawasan hutan
tanaman, perkebunan maupun di kebun-kebun milik rakyat
(hutan rakyat) di Pulau Jawa dan di luar Pulau Jawa.
Dari hasil

listing

Sensus

Pertanian

2003

(ST03),

menunjukkan bahwa di Indonesia tercatat sekitar 2,32 juta


rumah tangga yang mengusai tanaman sengon dengan
populasi pohon yang dikuasai mencapai 59,83 juta pohon
atau rata-rata penguasaan per rumah tangganya sebesar
25,84 pohon. Dari total sebanyak 59,83 juta pohon sengon,
sekitar 24,61 juta pohon atau 41,14 persen diantaranya
adalah merupakan tanaman sengon yang siap tebang. Hal
ini memberikan indikasi bahwa tanaman sengon di Indonesia
sebagian besar masih berumur muda (lihat Tabel 2.2.).
Seperti halnya tanaman akasia, bambu, jati, mahoni
dan pinus, tanaman sengon juga lebih banyak di tanam di
Jawa yaitu mencapai 50,08 juta pohon atau sekitar 83,69%
dari total populasi pohon di Indonesia, sedangkan sisanya
sekitar 9,76 juta pohon (16,31%) berada di luar Jawa.

14

Tanaman sengon di Jawa terkonsentrasi di tiga propinsi


berturut-turut adalah di Jawa Tengah (34,84%), Jawa Barat
(30,62%) dan Jawa Timur (10,88%), sementara di Luar Jawa
terdapat di dua propinsi yang cukup banyak yaitu di
Lampung (3,86%) dan Kalimantan Timur (2,20%).
Meskipun persentase jumlah rumah tangga yang
mengusai tanaman sengon di Jawa jauh lebih besar
dibanding di Luar Jawa yaitu mencapai 85,63 persen dari
total Indonesia, tetapi rata-rata pengusaan tanaman per
rumah tangga di Jawa hanya sekitar 25,25 pohon lebih
rendah dibanding dengan rata-rata pengusaan per rumah
tangga di Luar Jawa yang mencapai 29,33 pohon. Demikian
juga dengan kondisi tanaman, di Jawa persentase tanaman
sengon yang siap tebang terhadap total jumlah pohon
seluruhnya hanya 39,10 persen sedangkan di Luar Jawa
persentasenya mencapai 51,58 persen.
Rumah tangga pertanian tanaman sengon (rumah
tangga usaha BMU) di Indonesia pada tahun 2003 tercatat
sebanyak

406,48 ribu dengan populasi pohon yang

diusahakan sebanyak 34,18 juta. Dari 406,48 ribu rumah


tangga pertanian sengon, sebagian besar yaitu sekitar 87,44
persen (355,42 ribu) rumah tangga berdomisili di Jawa,
sedangkan sisanya sekitar 51,05 ribu di Luar Jawa. Dari
populasi pohon sengon yang diusahakan sebanyak 34,18
juta, sekitar 53,34 persen atau 18,23 juta pohon diantaranya
merupakan tanaman yang siap tebang.

Di Jawa populasi

pohon yang diusahakan mencapai 28,70 juta dengan kondisi


tanaman yang siap tebang sebanyak 14,21 juta pohon,

15

sementara di Luar Jawa populasi pohon yang diusahakan


hanya sekitar 5,48 juta dimana sekitar 4,03 juta pohon
adalah tanaman yang siap tebang.
Tabel 2.1. Luas areal hutan rakyat sengon dan produksinya
di beberapa Kabupaten di Jawa Barat tahun
2003
Kabupaten
Sukabumi
Ciamis
Tasikmalaya
Kuningan
Majalengka

Luas areal (ha)


3.544,80
17.369,30
9292,00
5.960,05
3.960,05

Sumber: Pasaribu dan Roliadi (2006)

16

Produksi kayu
(m3)
7.404,40
6.475,48
3.048,45
1.362,00
1.456,00

17

18

KOTAK 2.1
JADI JUTAWAN LEWAT SENGON
Bisnis kayu sengon (Albazia falcataria) cukup marak selama
beberapa tahun terakhir. Kebutuhan akan kayu sengon
memunculkan sejumlah petani sengon yang kemudian menjadi
jutawan bahkan milyader. Kepada Warta Kota sejumlah pengusaha
kayu yang dimintai konfirmasi membenarkan laporan Trubus,
majalah pertanian yang menyebutkan bahwa sejumlah petani di
Jawa telah berkembang menjadi jutawan karena kayu asal Maluku
itu. Sebab sejak tahun 2008 harga kayu sengon mengalami lonjakan
karena tingginya permintaan kayu sengon yang telah diolah dari
dalam dan luar negeri.
Seorang warga Jakarta yang memiliki lahan sengon di Jawa
Barat, Jawa Tengah dan Yogyakarta mengatakan, untuk tanah
seluas satu hektar seorang petani dapat menanam sekitar 200
batang sengon. Sejak 2008 harga satu batang sengon berusia lima
tahun ke atas bisa mencapai Rp. 800.000 Rp. 1 juta per batang.
Kalau hasil panen mencapai 1.000 1.500 batang anda bisa
bayangkan jumlah yang diterima pada saat panen, kata Nico warga
Ciputat. Untuk biaya atau modal, sejumlah petani sengon
mengatakan, untuk lahan seluas satu hektar seorang petani sengon
menghabiskan dana sekitar Rp. 75 juta Rp. 100 juta. Biaya itu
menyangkut sewa tanah, bibit, pupuk, pagar dan tenaga kerja
selama dua tahun. Untuk lahan milik sendiri biaya akan menjadi
lebih murah.
Peluang ekonomi yang menjanjikan itu juga ditangkap oleh
pemimpin Pondok Pesantren Al Amin, Sukabumi, KH. Abdul Basith.
Bahkan strategisnya sengon sebagai kayu yang memiliki fungsi
untuk memulihkan lingkungan yang gundul, KH Abdil Basith kini
mengembangkan pesantren khusus yang dinamai Pesantren
Konservasi. Selama dua tahun terakhir KH. Abul Basith yang pernah
mewakili kalangan pesantren pemerhati lingkungan hidup bertemu
Pangeran Charles dari Kerajaan Inggris itu rajin berkampanye di
Sukabumi dan sekitarnya, tentang besarnya manfaat menanam
sengon. Dengan dukungan perusahaan air kemasan Danone Aqua
dan pejabat terkait setempat, KH. Abdul Basith juga mendampingi
petani, khususnya di sekitar lahan kritis Gunung Salak untuk
bertanam sengon. Kalau saat ini sebuah keluarga muda miliki putra
atau putri yang duduk di kelas 1 SD, maka lima tahun lagi dia cukup
menjual sebatang pohon sengon untuk biaya masuk SMP.
Sumber: (Warta Kota,Willy Pramudya)

19

KOTAK 2.2
LAMPUNG BERPOTENSI JADI SENTRA POHON SENGON
Sekitar 3 juta ton pohon sengon ditanam di hutan se Provinsi
Lampung pada 2009. Dengan bertambahnya penanaman pohon
sengon, Provinsi Lampung berpotensi menjadi sentra pohon sengon
di luar Pulau Jawa. Sebelumnya hanya sekitar satu juta pohon
sengon yang tertanam di Lampung. Tahun ini penanaman pohon
sengon ditambah menjadi 3,39 juta ton, kata Kepala Dinas
Kehutanan Provinsi Lampung, Arinal Djunaedi, pada rapat
koordinasi pengelolaan hutan dalam rangka pengembangan hutan
rakyat, di Hotel Bukit Randu, Bandae Lampung, semalam. Menurut
Arinal lima tahu ke depan, pohon sengon tersebut siap panen dan
memiliki nilai ekonomi yang tinggi. Dengan jumlah pohon 2.500
batang per hektar dan investasi Rp. 35 juta hingga Rp. 40 juta,
setelah lima tahun keuntungan petani Rp. 660 juta dengan asumsi
3
harga kayu sengon Rp. 500.000 per m , kara Arinal. Penanaman
sengon lanjut Arinal perlu jaminan pasar. Oleh karena itu,
pengembangan sengon di Lampung bekerja sama dengan
Kelompok Tani dan Nelayan Andalan (KTNA). Selain itu, juga
bergabung dengan tiga perusahaan sebagai penampung hasil
sengon petani, yakni PT. Dinamika Maju Bersama (DMB), PT.
Andatu, dan CV. Kota Agung. Tujuannya agar petani tidak trauma
pada gerakan sengonisasi masa lalu yang sering dirugikan, ujar
Arinal. Sedikitnya 56% hutan di Lampung mengalami kerusakan.
Dampaknya fungsi dari segi ekonomi, ekologi, dan sosial menjadi
terganggu. Untuk itu, perlu ditingkatkan lagi Gerakan Lampung Hijau
Mananam Seribu Pohon. Jika program penanaman seribu pohon
berhasil, lima sampai tujuh tahun ke depan dapat dimanfaatkan
untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Sementara itu
Dirjen Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial Departemen
Kehutanan, Indriastuti mengatakan, sejalan dengan pesatnya
pembangunan di Lampung, maka kebutuhan bahan baku industri
kayu juga semakin meningkat. Di lain pihak, ketersediaan bahan
baku kayu semakin sulit, akibatnya hutan semakin rusak. Menurut
Indri, saat ini luas lahan kritis di dalam dan di luar kawasan hutan di
Lampung cenderung meningkat, yakni mencapai 509.844 ha dan
potensial kritis 998.161 ha. Kondisi ini terjadi akibat perambahan
hutan, kebakaran hutan dan lahan, ungkapnya. Untuk itu lanjut Indri,
pemerintah terus berupaya melakukan rehabilitasi hutan.
Kemampuan pendanaan masih sangat terbatas, selama kurun
waktu lima tahun hanya mampu merehabilitasi 101.162 ha, katanya.
Pembangunan hutan rakyat sengon sudah dilakukan di Negararatu,
Kotabumi, Payung Dadi (Lamteng), Tegineneng Pesawaran, Kota
Agung, Tanggamus, Jabon-Branti, Tanjung Bintang (LamSel).
Kemudian Pugung Raharjo (LampTim), Sekampung (LampTim) dan
Unit II Tulang Bawang.
Sumber: (Suara Karya, Dina Kristiana 26 Juni 2009)

20

3
PENYAKIT KARAT
TUMOR PADA SENGON
Terjadinya wabah karat tumor
Ada

satu

masalah

yang

dihadapi

dalam

pengembangan sengon sekarang ini, yaitu adanya Wabah


Penyakit Karat Tumor (gall rust) yang dapat mematikan
sengon dari tingkat semai sampai tingkat tegakan. Di
Indonesia penyakit karat tumor pertama kali dilaporkan pada
tahun 1996 di Pulau Seram, Maluku. Informasi tersebut tidak
mendapat perhatian dari kalangan pengelola hutan tanaman
sengon. Kemudian dilaporkan bahwa penyakit karat tumor
juga menyerang sengon sebagai pohon pelindung kopi di
Timor Lorosae dengan persentase serangan 57% - 90%.
Pada

tahun

2005

penyakit

karat

tumor

menyerang

pertanaman sengon di lokasi reboisasi bekas tambang nikel


di Sorowako, Sulawesi Selatan. Di Kabupaten Lumajang
juga terserang penyakit karat tumor, tepatnya di lokasi
pelaksanaan kegiatan GN-RHL/GERHAN tahun tanam 2003
seluas 300 ha, 2004 seluas 1.350 ha dan 2005 seluas 775
ha. Di Kabupaten Probolinggo (Kecamatan Krucil), dan
Kabupaten Banyuwangi (Kecamatan Kalibaru) tanaman
sengon milik masyarakat, perkebunan dan instansi lainnya
sebagai mitra/non mitra perusahaan plywood and wood
industry PT. Kutai Timber Indonesia (Surat PT. Kutai Timber

21

Indonesia/KTI No. 469/IX/KTIP/A-16/2006) juga terserang


penyakit karat tumor. Penyakit ini juga menyerang di
beberapa

kebun

dalam

lingkungan

PT.

Perkebunan

Nusantara XII (Persero) yaitu UUS Kertowono (Kabupaten


Lumajang), UUS Gunung Gumitir (Kabupaten Banyuwangi),
UUS

Jatirono

dan

UUS

Malangsari

(Kabupaten

Banyuwangi). Di Kabupaten Pacitan telah terjadi serangan


penyakit karat tumor

di 3 kecamatan seluas 75 ha pada

tanaman sengon milik rakyat. Di areal Perum Perhutani KPH


Kediri, BKPH Pare, RPH Pandantoyo telah terjadi serangan
penyakit karat tumor

pada sengon berbagai umur tanam

mulai dari bibit sampai tegakan siap tebang. Di Provinsi Bali


yaitu di Kabupaten Bangli, Tabanan, Badung dan Klungkung
penyakit karat tumor menyerang sengon milik rakyat.
Kabupaten

Ciamis

dan

Tasikmalaya

penyakit

tumor

menyerang sengon milik perusahaan swasta dan milik


rakyat.
Sejak tahun 2003 hingga sekarang penyakit karat
tumor terus menyebar dari Jawa Timur (Banyuwangi,
Jember, Lumajang, Probolinggo, Malang, Blitar, Kediri dan
Pacitan), Jawa Tengah (Purworejo, Magelang, Temanggung,
Wonosobo, Banjarnegara, dan Banyumas), Jawa Barat
(Ciamis, Tasikmalaya, Sumedang, Sukabumi) dan Banten.

22

KOTAK 3.1
JUTAAN POHON ALBASIA TERSERANG
KARAT TUMOR
Sekitar 1,2 juta pohon albasia atau sengon di
Kabupaten Ciamis terserang jamur karat tumor atau gall
rust. Akibat serangan karat tumor yang berupa cendawan
tersebut, menjadikan sebagian tanaman tidak dapat
diselamatkan.
Yang
kami
khawatirkan
adalah
penyebarannya yang sangat cepat, karena penyebarannya
melalui angin. Untuk pohon yang sudah besar, masih bisa
diselamatkan dalam arti ditebang dan kayunya tetap
dimanfaatkan. Sebaliknya yang kecil atau bibit, dicabut dan
diganti tanaman baru, tutur Kepala Dinas Kehutanan dan
Perkebunan (Dishut) Kabupaten Ciamis, Nurhastuti. Dia
memperkirakan karat tumor menyerang pohon albasia
tersebut,
berasal
dari
luar
Jawa
Barat
yakni
Provinsi Jawa Tengah. Hal itu didasarkan dari sebagian
bibit albasia yang didatangkan dari tempat tersebut
terserang jamur. Saat ini lanjutnya, serangan jamur albasia
tersebut sudah menyebar hingga 12 Kecamatan di Ciamis
bagian Utara. Misalnya di kecamatan Panumbangan,
Sukamantri, Panjalu, Lumbung, Kawali, Panawangan,
Cihaurbeuti, Rancah, Jatinegara, Radjadesa, Cipaku dan
sekitarnya. Total lahan yang terserang seluas 300 hektar.
Dia juga berharap tanaman yang sudah besar dan sudah
masanya, perlu secepatnya ditebang. Langkah tersebut
akan dapat mengurangi sebaran cendawan. Untuk
mengatasi penyebaran, dia juga menjelaskan tidak boleh
dibakar, sebaliknya harus dikubur. Camat Sukamantri,
Adang Darajat mengakui bahwa sebagian pohon albasia di
wilayahnya terserang karat tumor. Tanaman yang terserang
tidak hanya yang berukuran kecil atau bibit, tetapi juga yang
sudah berukuran besar. Kami berharap pihak yang
berwenang dapat segera mengambil langkah untuk
mengatasi serangan tersebut. Kalau dibiarkan maka akan
semakin banyak yang terserang jamur, apalagi salah satu
penyebabnya melalui udara.
Sumber: (Pikiran Rakyat)

23

KOTAK 3.2
TUMOR ANCAM BELASAN RIBU HEKTAR SENGON
Petani desa hutan di Kabupaten Wonosobo resah
setelah penyakit karat tumor menyerang sengon atau
albasia. Tingkat kerusakan yang ditimbulkan penyakit
itupun beragam. Para petani kian gelisah karena sudah
menanam banyak albasia (Paraserianthes falcataria).
Bahkan luasnya mencapai 19.619,45 ha dan tersebar di 13
kecamatan. Kepala desa Pungangan, kecamatan
Mojotengah, Warseno (38) mengatakan karat puru kali
pertama di desa Wonokromo, saat itu tanda-tanda
serangan tidak cepat diketahui. Warga baru tahu setelah
tumor tersebut berukuran separo kepalan orang dewasa,
ujarnya. Dia juga mengaku tanaman miliknya terserang
penyakit serupa. Ketika itu 2 dari 100 batang albasia yang
berumur satu tahun tiba-tiba melengkung. Ternyata setelah
diamati, ada tumor yang menempel di percabangan batang
pokok kayu, tumor sudah mengeras. Penyakit ini juga cepat
menyebar bahkan dalam sepekan telah mengganggu
pertumbuhan albasia. Terlebih jika petani tidak rajin
memantau albasia yang berumur 1 2 tahun. Para petani
juga mengatakan kesulitan membasmi penyakit tersebut.
Penggunaan fungisida juga dirasakan kurang efektif.
Kasi Pembinaan Sarana Produksi Endang Lis, Shut
menjelaskan, sebenarnya hama yang patut diwaspadai
adalah penggerek batang sengon (Xystrocera festiva).
Sebab banyak demplot penggergajian yang melaporkan,
kualitas kayu petani menurun. Sebab hama penggerek itu
menghasilkan lobang di bagian batang. Untuk parasit karat
puru, bila sejak dini sudah mengamati, petani secara cepat
bisa mencegahnya agar tidak menyebar ke tanaman
lainnya. Pada umumnya, parasit tersebut pada tanaman
muda, menempel pada sekitar batang baik di pucuk
maupun cabang.
Sumber: (Suara Merdeka, 28 April 2008)

24

Penyebab penyakit karat tumor


Penyebab penyakit karat tumor pada sengon ialah
jenis fungi
Jenis

Uromycladium tepperianum (Sacc.) McAlpine.

fungi

karat

umumnya

masuk

dalam

divisi

Basidiomycotina, kelas Urediniomycetes, ordo Uredinales,


famili Pileolariaceae. Seperti patogen karat yang lain maka
Uromycladium juga bersifat parasit obligat yang hanya dapat
hidup

apabila

memarasit

jaringan

hidup.

Pada

U.

tepperianum, spora yang memegang peran penting dalam


pembiakan dan pemencarannya adalah teliospora yang
dibentuk dalam jumlah besar. Teliospora mempunyai bentuk
spesifik yaitu mempunyai struktur yang berjalur (berabungrabung seperti payung), bergerigi dan setiap satu tangkai
terdiri dari tiga teliospora. Ukuran Teliospora yaitu lebar
berkisar antara 13-18 m dan panjang 17-26 m.
Fungi karat ini hanya memerlukan satu inang saja yaitu
tanaman sengon sehingga fungi ini daur hidupnya pendek
(mycrocyclus). U. tepperianum yang berdaur pendek adalah
sebagai berikut :
Piknia
(menghasilkan pikniospora)

Telia
(Menghasilkan teliospora)

Basidiospora
(menginfeksi tanaman)

25

Penularan penyakit dapat terjadi melalui penyebaran


teliospora dengan bantuan air (embun), angin, serangga dan
manusia. Untuk perkecambahan teliospora diperlukan air,
dan lamanya waktu berkecambah sangat tergantung pada
suhu

dan

kondisi

berkabut/gelap

juga

mempercepat

perkecambahan teliospora. Teliospora sendiri tidak dapat


menginfeksi

inang.

Teliospora

harus

berkecambah

membentuk basidiospora, yang terbentuk kurang lebih 10


jam setelah inokulasi. Basidiospora inilah yang dapat secara
langsung melakukan penetrasi menembus epidermis dan
membentuk hifa di dalam ataupun di antara sel-sel
epidermis, xilem dan floem. Setelah tujuh hari inokulasi, hifa
vegetatif karat tumor ini berkembang menjadi piknia sebagai
pustul coklat yang memecah epidermis.
Infeksi dapat terjadi pada biji, semai maupun tanaman
dewasa di lapangan. Semua bagian tanaman meliputi pucuk
daun, daun, tangkai daun, cabang, batang, bunga dan biji
dapat terinfeksi oleh fungi patogen tersebut. Pada semai
sengon, batanglah yang merupakan bagian tanaman yang
paling rentan terhadap serangan fungi karat. Fungi karat
masih bisa tetap hidup di musim kemarau/kering pada
bagian tanaman yang terserang. Pada waktu mulai musim
hujan serangan akan bertambah dan terus tersebar selama
musim hujan.

26

KOTAK 3.3
JAMUR KARAT TUMOR SERANG MAGELANG
Jamur karat puru atau karat tumor menyerang tanaman
albasia atau sengon milik warga di empat kecamatan di
Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Data luas serangan
secara keseluruhan baru kami kumpulkan, tetapi yang di
Kecamatan Pakis sementara ini mencakup seratus hektar, kata
Kepala Seksi Perlindungan dan Pengawasan Hutan Dinas
Pertanian Pemerintah Kabupaten Magelang, Darmanto, di
Magelang, Selasa (26/5). Empat dari 21 kecamatan di
Kabupaten Magelang yang telah mengalami serangan karat
puru adalah Pakis, Kaliangkrik, Sawangan dan Grabag.
Menurut Darmanto Jamur tersebut menyerang 11 desa di
Kecamatan Pakis. Mulai tahun ini kami menemukan serangan
jamur itu, sampai sekarang belum ada obatnya. Kemungkinan,
lanjut Darmanto, kondisi udara yang relative lembab menjadi
salah satu penyebab merebaknya serangan karat puru
terhadap albasia. Jamur itu menyerang bagian batang dan
ranting albasia sedangkan penyebarannya antara lain melalui
angina dan air. Kalau sudah kena, maka tanaman mati,
sebaiknya daerah yang sudah terkena untuk sementara waktu
tidak ditanam albasia, kata Darmanto. Ia juga mengaku, sulit
untuk meminta warga di daerah untuk tidak menanam albasia
terlebih dahulu selama beberapa waktu. Tanaman yang sudah
kena sebaiknya dipotong lalu dibakar atau dipendam, terang
Darmanto. Pihaknya dalam berbagai kesempatan telah
menyampaikan informasi tentang serangan jamur itu antara lain
kepada pihak petugas penyuluh pertanian, perangkat desa, dan
pegiat berbagai organisasi kemasyarakatan.. Masyarakat juga
telah diminta untuk memilih bibit albasia yang berkualitas agar
terbebas dari kemungkinan serangan jamur karat puru, kata
Darmanto
Sumber : (Surya Live - Sugeng Wibowo,2009)

27

Telium fungi Uromycladium tepperianum

Gejala pada semai sangat bervariasi dan kadang tidak


terlihat jelas. Infeksi fungi pada semai umur 2 3 minggu
menyebabkan daun mengeriting, melengkung dan tidak
berkembang secara normal, apabila disentuh daun terasa
kaku dan mudah rontok. Pada semai umur 6 minggu gejala
tampak pada batang dan pucuk yang melengkung, agak
kaku. Pada semai umur 3 bulan atau lebih kadang tumor
mulai membesar.

28

Gejala serangan pada semai terlihat dengan adanya


batang yang melengkung

Gejala di lapangan pada sengon menunjukkan gejala


yang khas, yaitu hiperplasia (pertumbuhan lebih) pada
bagian tumbuhan yang terserang. Gejala penyakit diawali
dengan adanya pem-bengkakan lokal (tumefaksi) di bagian
tanaman yang terserang (daun, cabang, dan batang). Lama
kelamaan

pembengkakan

berubah

menjadi

benjolan-

benjolan yang kemudian menjadi bintil-bintil kecil atau


disebut tumor (gall). Tumor yang timbul mempunyai bentuk
bervariasi mulai bulat sampai tidak beraturan dengan
diameter mulai dari beberapa milimeter sampai lebih besar
dari 10 cm. Tumor tersebut dapat berkelompok atau
menyebar pada bagian yang terserang. Tumor yang masih
muda berwarna hijau kecoklat-coklatan muda yang diselimuti
oleh lapisan seperti tepung berwarna agak kemerahmerahan yang merupakan kumpulan dari spora patogen,
sedangkan tumor yang tua berwarna coklat kemerahmerahan sampai hitam dan biasanya tumor sudah keropos
berlobang serta digunakan sebagai sarang semut atau
29

serangga lainnya. Apabila yang terserang penyakit bagian


tangkai daun majemuk atau tajuk maka bagian tersebut agak
membengkok karena adanya penebalan dan pembengkakan
kemudian

tajuk

daun

menggulung

berubah

bentuk

(malformasi) tanpa daun lagi. Serangan pada daun diawali


dengan bentuk daun agak mengeriting, tangkai daun
terbentuk tumor. Jika tanaman mengalami serangan yang
parah, maka seluruh bagian tanaman dipenuhi oleh tumor,
kemudian daun mengering mengalami kerontokan, diikuti
oleh batang dan cabang pohon dan akhirnya tanaman mati.
Berdasarkan kecepatan infeksi, mortalitas total karena
serangan karat tumor dan pengaruh karat tumor terhadap
kecepatan pertumbuhan, maka bibit sengon dengan sumber
benih dari Wamena lebih resisten dibandingkan dengan bibit
sengon dengan sumber benih dari tempat lain.

30

Daun mengeriting

Karat tumor pada daun mulai terbentuk

Karat tumor pada daun mulai menyebar

31

Penebalan daun akibat serangan karat tumor

Karat tumor terbentuk pada ujung daun majemuk

Karat tumor mulai membesar pada ranting daun

32

Karat tumor menyebar ke seluruh ranting daun

Karat tumor membesar

Karat tumor yang membentuk spiral pada pucuk


daun

33

Gejala karat tumor pada batang

34

4
MANAJEMEN
PENYAKIT KARAT TUMOR
PADA TANAMAN SENGON
Konsep Terjadinya Penyakit Pada Tanaman
Suatu tanaman menjadi sakit ketika tanaman terserang
patogen (penyakit) atau ketika terpengaruh oleh faktor
abiotik. Secara sederhana perkembangan penyakit pada
tanaman dapat digambarkan sebagai segitiga penyakit
berikut.

Patogen

Inang

Lingkungan

Segitiga penyakit

35

Pada tahap pertama terjadinya penyakit, setidaknya


ada dua komponen (tanaman inang dan patogen) yang
harus menjalin kontak dan berinteraksi. Jika pada saat
terjadinya kontak kondisi lingkungan terlalu dingin, terlalu
panas, terlalu kering atau kondisi ekstrem lainnya, maka
kemungkinan patogen tidak dapat menyerang tanaman.
Meskipun sudah terjadi kontak, namun penyakit tidak
berkembang. Agar penyakit dapat berkembang, diperlukan
komponen ketiga, yaitu kondisi lingkungan yang sesuai.
Hubungan antara ketiga komponen tersebut bersifat
dinamis. Masing-masing dari kondisi komponen tersebut
akan saling mempengaruhi derajat serangan patogen
terhadap individu tanaman maupun populasi tanaman. Suatu
spesies atau varietas tanaman dapat bersifat resisten atau
kurang resisten, terlalu tua atau muda bagi patogen,
sehingga dapat mengurangi atau meningkatkan kecepatan
perkembangan penyakit. Demikian juga dengan penyakit,
dapat mempunyai tingkat virulensi tinggi atau rendah
maupun terdapat dalam jumlah sedikit atau banyak. Yang
terakhir faktor lingkungan akan mempengaruhi pertumbuhan
dan toleransi tanaman inang dan juga mempengaruhi tingkat
virulensi dan kecepatan multiplikasi patogen.

36

Pengendalian Penyakit Karat Tumor


Berbasis Ekologi
Dengan memperhatikan hubungan antara patogen,
tanaman

dan

lingkungan

maka

saat

ini

banyak

dikembangkan konsep manajemen penyakit yang didasari


oleh konsep ekologi. Pendekatan pengendalian secara ad
hoc misalnya pemakaian pestisida dirasa kurang tepat
karena kurang mendekati kenyataan hidup yang kompleks
sekali dari sistem interaksi tanaman dan patogen dan
lingkungannya. Cara ini seringkali menimbulkan dampak
ekologis yang tidak diinginkan.
Saat ini sengon banyak ditanam secara monokultur.
Ekologi

semacam

ini

menyebabkan

tanaman

mudah

menderita berbagai kerusakan oleh faktor iklim maupun


patogen. Selain itu juga akan memudahkan terjadinya race
baru dari penyakit dan hal ini dapat saja terjadi pada kasus
penyakit karat tumor.
Terjadinya

epidemi

penyakit

merupakan

hasil

rangkaian panjang. Dengan diketahuinya rangkaian tersebut


dapat

diusahakan

penyakitnya

dengan

(1)

pencegahan

menjaga

agar

pengendalian
tidak

terjadi

perkembangan yang cepat (ledakan/outbreak), dan (2)


menurunkan tingkat populasi penyakit tersebut. Kedua
aspek ini dapat dicapai pada hutan tanaman sengon yaitu
dengan:

37

1. Mengusahakan varietas-varietas yang resisten atau


toleran. Hal ini akan menahan laju perkembangan
penyakit (r) atau menunda terjadinya suatu epidemic (t).
2. Pemusnahan inang atau bagian-bagian inang dengan
sanitasi

(pada

biji,

anakan,

tanaman

muda

yang

terserang).
3. Cara bertanam yang tepat (tindakan silvikultur). Misalnya
dengan penyesuaian kerapatan atau jarak tanam.
Berkaitan dengan praktek silvikultur sengon dalam
hubungannya dengan manajemen penyakit karat tumor,
beberapa hal dapat dilakukan seperti berikut ini:

1. Pembuatan persemaian sehat


Persemaian yang sehat akan menghasilkan tanaman
yang sehat. Kegiatan ini meliputi penggunaan benih
berkualitas, perawatan benih atau bibit dan pemeliharaan
persemaian secara intensif. Penggunaan benih setidak
tidaknya harus berasal dari pohon yang jelas asal-usulnya.
Perlakuan benih harus dilakukan dengan tepat untuk
mengurangi resiko terbawanya jamur melalui benih. Jamur
U. tapperianum dapat terbawa melalui biji, namun bukan
merupakan jamur yang berasal dari biji. Lokasi persemaian
hendaklah dipilih di tempat terbuka, pada ketinggian di
bawah 250 m dpl. Monitoring gejala penyakit karat tumor
harus dilakukan secara teratur sejak dini. Tindakan sanitasi
dengan cara menyingkirkan dan menimbun semai yang
terinfeksi jamur U. tepperianum perlu dilakukan untuk
meningkatkan kesehatan lingkungan semai.

38

2. Pertanaman sengon
Mengingat hampir seluruh pulau Jawa telah terinfestasi
spora jamur karat U. tepperianum, maka penanaman sengon
baru hanya dianjuran pada lokasi di bawah 300 m d.p.l.
Penanaman sebaiknya tidak dilakukan pada lokasi-lokasi
yang mempunyai sejarah epidemi. Penanaman sengon
sebaiknya tidak dilakukan secara monokultur melainkan
secara campuran. Tanaman campuran sebaiknya di pilih
dari

jenis-jenis

yang

bukan

keluarga

Leguminoceae.

Walaupun jamur U. tepperianum hanya diketahui menyerang


tanaman sengon saja, namun mengingat perilaku jamur
karat yang mudah membentuk ras patogenik baru, maka hal
ini dimaksudkan untuk mengurangi tingkat kecepatan
penyebaran penyakit di lapangan.

3. Pemeliharaan tanaman sengon


Pemupukan yang tepat sampai tanaman berumur 2
tahun perlu dilakukan. Hal ini untuk membuat tanaman
menjadi sehat dan meningkatkan resistensinya terhadap
penyakit. Selain itu monitoring secara teratur pada tanaman
muda di lapangan juga harus selalu dilakukan. Hal ini untuk
mendeteksi secara dini jika ada penyakit, sehingga langkah
pengendalian
kelembaban

dapat
dan

segera

sinar

dilakukan.

matahari

yang

Pengaturan
masuk

pada

pertanaman sengon perlu dilakukan. Hal tersebut dapat


dilakukan

melalui

diprioritaskan

penjarangan

untuk

tanaman.

mengeluarkan

Penjarangan

tanaman

yang

pertumbuhannya kurang baik atau telah menunjukkan gejala

39

karat tumor. Tanaman muda yang telah menunjukkan gejala


lanjut, dan tidak berpotensi untuk tumbuh secara normal
perlu disingkirkan dari pertanaman dan ditimbun dengan
tanah. Jika gejala karat tumor terletak di cabang maka perlu
dilakukan pemangkasan secara tepat. Pemangkasan yang
tidak tepat dapat menimbulkan infeksi yang berulang dan
dapat memperparah serangan karat tumor berikutya.

Pengendalian Penyakit Karat Tumor Secara


Kimiawi
Uji coba pengendalian karat tumor telah dilakukan di
beberapa tempat, diantaranya di Kediri dan Ciamis. Di Kediri
uji coba dilakukan dari bulan Maret sampai dengan bulan
Oktober 2008, pada tegakan sengon umur 1 tahun dengan
jarak tanam 2 m x 3 m yang terletak di petak 110a. Petak
percobaan masuk ke dalam wilayah Resor Polisi Hutan
(RPH) Pandantoyo, Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan
(BKPH) Pare, Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Kediri,
Perum Perhutani Unit II Jawa Timur. Secara administratif
RPH Pandantoyo berada di Kecamatan Ngancar, Kabupaten
Kediri. Lokasi penelitian ini terletak pada ketinggian 381
meter 561 meter di atas permukaan laut, bertopografi datar
sampai bergelombang dengan kimiringan di bawah 10
persen. Jenis tanah regosol vulkan dengan tekstur berpasir
dan lempung berdebu. Struktur tanah lepas, remah dan
mudah tererosi. Iklim menurut Schmidt dan Ferguson (1951)
termasuk tipe C dengan curah hujan rata-rata 2000 2200

40

mm per tahun. Kelembaban berkisar antara 56% 82,5%


dengan suhu minimum 20 C dan suhu maksimum 32 C.
Di Ciamis, percobaan pengendalian penyakit karat
tumor pada sengon dilaksanakan pada bulan April sampai
dengan bulan Oktober 2009. Percobaan dilakukan di kebun
sengon milik rakyat di Desa Sandingtaman Kecamatan
Panjalu, Kabupaten Ciamis Jawa Barat. Kecamatan Panjalu
berada di wilayah Ciamis bagian Utara yang secara
geografis berada pada posisi 8 Lintang Utara dan 11 lintang
Selatan, di bawah kaki Gunung Sawal. Tinggi tempat 750
1000 m di atas permukaan laut, dengan kelerangan 45%.
Jenis tanah podsolik merah kuning dan sebagian latosol.
Dari hasil uji coba tersebut maka pengendalian karat
tumor dapat menggunakan bahan-bahan sebagai berikut:
kapur

: belerang =

1:1

belerang : garam

= 10:1

kapur

= 10:1

: garam

Pengendalian karat tumor dapat dilakukan dengan


cara sebagai berikut:
1.

Setiap tanaman (pohon uji) dibersihkan dari karat tumor


dengan cara pemangkasan (wiwil),

2.

Karat tumor dikumpulkan

dan dimasukkan dalam

lubang kemudian lubang ditutup.


3.

Pemberian perlakuan di atas dengan cara melabur pada


seluruh permukaan batang utama dan penyemprotan
pada seluruh permukaan pohon.

41

4.

Perlakuan

dilakukan

setiap

dua

minggu

sekali,

penghitungan jumlah karat tumor pada setiap pohon


dilakukan satu bulan sekali.

Pemangkasan tumor (wiwil)

Pengumpulan tumor dalam lubang

42

Tumor dikubur dalam lubang

Melabur dan menyemprot setelah tumor dihilangakan

43

Tanaman yang telah dilabur dan disemprot

Untuk

mencegah

pertumbuhan

mikroorganisme

(termasuk jamur patogen karat tumor) dapat dicapai dengan


jalan

menghilangkan

satu

mempengaruhi

metabolisme

Pertumbuhan

adalah

atau

lebih

kondisi

mikroorganisme

pertambahan

yang

tersebut.

jumlah

sel

mikroorganisme dalam populasi, dan kecenderungan bagi


organisme mengalami pertambahan ukuran, masa serta
jumlah

dari

komponen-komponen

penyusunnya.

Pertumbuhan dan aktivitas mikroba sangat dipengaruhi oleh


kondisi fisik dan kimia lingkungan tempat tumbuhnya.
Dengan diketahui pengaruh lingkungan tersebut maka dapat
dipelajari bagaimana penyebaran mikroorganisme di alam,
sehingga

dimungkinkan

untuk

menemukan

metode

pengendalian dan pemusnahan organisme yang dianggap


merugikan. Ada beberapa faktor yang penting dalam
mengendalikan pertumbuhan dan perkembangan fungi.

44

Faktor-faktor tersebut antara lain cahaya, suhu, air, pH,


sumber karbon, vitamin, oksigen, gas CO2, bahan atsiri,
sumber nitrogen, hara mineral dan hormon.

KOTAK 4.1
KAPUR UNTUK TUMOR
Kapur dan garam ternyata efektif mengendalikan karat
tumor pada sengon, itu dibuktikan dalam riset Pusat Penelitian
dan Pengembangan Hutan Tanaman Bogor, di perkebunan PT.
Glenmore, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur. Sepuluh kg
kapur dan 1 kg garam dapur dilarutkan dalam 10 liter air.
Setelah tercampur sempurna, larutan dilaburkan pada batang
sengon. Aplikasi itu ampuh menekan pertumbuhan tumor
96,67%. Hasil itu diperoleh setelah 2 kali perlakuan dengan
interval 2 pekan terhadap 64 pohon uji. Sebelum pengolesan,
peneliti membersihkan tumor pada setiap pohon terserang,
caranya tumor yang menempel dipangkas. Tumor yang
terkumpul dikubur dalam tanah dengan kedalaman 1 2 meter
agar tidak menular. Selanjutnya larutan campuran kapur dan
garam dilaburkan atau disemprotkan di bagian batang utama
sengon. Untuk pelaburan sebaiknya konsentrasi larutan lebih
pekat. Sebelum disemprotkan, larutan disaring terlebih dahulu.
Setelah pelaburan, ternyata tumor tak muncul lagi. Padahal
lazimnya karat tumor datang lagi meski benjolan telah dibuang.
Pilihan lain, belerang dicampur kapur dengan perbandingan 1 :
1. Campuran kemudian dilarutkan dalam 10 liter air. Laburkan
atau semprotkan di batang utama sengon. Cara itu ampuh
menekan penyebaran tumor 96,06%. Metode pelaburan hanya
efektif untuk tanaman berumur 0 3 tahun. Setelah itu
pertumbuhan sengon yang menjulang tidak memungkinkan
perlakuan dilaksanakan. (Dra. Illa Anggraeni, peneliti
Perlindungan Hutan, Pusat Litbang Hutan Tanaman, Bogor).
Sumber: (Trubus 475- Juni 2009)

45

KOTAK 4.2
PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN
PENYAKIT KARAT PURU
(Siaran Pers Nomor : S.256/PIK-1?2009)
Dewasa ini penyakit karat puru/karat tumor pada tanaman
sengon telah menyerang semua provinsi di Pulau Jawas dan
sebagian Pulau Bali. Akibat epidemi penyakit ini telah
mengancam kelangsungan produksi dan pendapatan petani
hutan rakyat di Jawa serta mengakibatkan gangguan serius
terhadap penyediaan bahan baku dan kelangsungan industri
kehutanan berbasis kayu sengon (plywood, rough sawnwood).
Epidemi penyakit Karat puru/karat tumor (gall rust) yang
merusak seluruh bagian tanaman sengon (Paraserianthes
falcataria) disebabkan oleh fungi (Uromycladium tepperianum).
Upaya serius untuk pencegahan dan pengendalian penyakit
karat puru ini perlu dilakukan secara terpadu oleh Badan
Litbang Kehutanan, Ditjen BPK, Ditjen RLPS, Pusdiklat
Kehutanan, Pusbinluh, Pusinfo, Perum Perhutani, PT Inhutani 1
V, APHI, APKINDO, dsb. Upaya pencegahan dan
pengendalian dilakukan mencakup 3 (tiga) tahapan :
1. Praepidemi : yaitu dengan cara promotif meliputi
sosialisasi/diseminasi.
Penyuluhan
cara-cara
pencegahan, serta preventif dengan menghindari
tanaman monokultur. Cara ini meliputi kegiatan
silvikultur antara lain : pengaturan jarak tanam,
pemupukan yang tepat, pemangkasan, pengendalian
gulma secara selektif, menggunakan pola tanam
multikultur.
2. Epidemi : yaitu dengan cara eradikasi: tebang pohon
yang berpenyakit; isolasi : penjarangan pohon; terapi:
dengan pengobatan campuran belerang, kapur dan
garam dengan komposisi belerang 1 kg + kapur 1 kg
(1:1) + air 10/20 liter diaduk hingga rata. Bagian
tanaman yang terserang dibersihkan dari gallnya
kemudian disemprot/dioles larutan belerang kapur.
3. Pasca Epidemi : dengan cara rehabilitasi, pemuliaan
pohon (benih, bibit unggul tahan penyakit), dan
konversi jenis tanaman.
Jakarta, 18 Mei 2009
Kepala Pusat Informasi Kehutanan

46

Mekanisme

suatu

senyawa

antimikroba

dalam

menghambat pertumbuhan mikroba adalah dengan cara


sebagai berikut :
1.

Merusak dinding sel sehingga menyebabkan lisis atau


menghambat proses pembentukan dinding sel pada selsel yang sedang tumbuh.

2.

Mengubah permeabilitas membran sitoplasma yang


meng-akibatkan kebocoran nutrien dari dalam sel.

3.

Mendenaturasi protein sel.

4.

Merusak sistem metabolisme di dalam sel dengan


menghambat kerja enzim intraseluler.

Dalam penelitian ini mekanisme biokimia seperti


tersebut di atas diduga terjadi pada karat tumor yang diberi
perlakuan belerang, kapur, kapur : belerang (1:1), belerang
: garam (10:1) dan kapur : garam (10:1) dapat menekan
pertumbuhan karat tumor. Indikator dari dugaan tersebut
adalah menurunnya pertumbuhan karat tumor yang diberi
perlakuan. Beberapa formula belerang anorganik telah
terbukti sangat baik sebagai fungisida dan digunakan untuk
mengendalikan beberapa penyakit tanaman. Unsur belerang
dapat dipakai sebagai embusan, berupa tepung yang dapat
larut (wettable powder), pasta atau cairan yang banyak
digunakan untuk memberantas penyakit embun tepung
(powdery mildew), tetapi juga efektif terhadap penyakit karat
tertentu, bercak daun (leaf blight) dan busuk buah. Belerang
dipakai sebagai fungisida karena sifat fitotoksisitasnya,

47

artinya kerusakan/keracunan terhadap tanaman yang lebih


rendah daripada logam berat. Tepung belerang (Umumnya
digunakan dalam bentuk serbuk dengan partikel yang halus)
dipakai sebagai fungisida untuk pemberantasan penyakit
tepung.
Untuk

mengatasi

terjadinya

gumpalan

pada

pengembusan biasanya ditambah dengan bahan karier


seperti kaolin atau bentonit. Belerang fitotoksisitasnya lebih
rendah daripada logam berat dan dapat membunuh jamur
dengan jarak waktu tertentu dengan lebih dulu membentuk
gas. Oleh karena itu belerang bekerja baik bila temperatur
rata-rata lebih tinggi dari 20oC. Gas S02 yang terjadi akan
berubah menjadi SO3 dan H2SO4 di dalam air. Dalam
keadaan

tertentu

belerang

dapat

juga

menyebabkan

fitotoksis pada daun, pertumbuhan terhambat dan gugur


misal pada daun melon (Cucumis melo L.) yang sangat
peka. Sulfur atau belerang bekerja mengganggu transpor
elektron sepanjang sitokrom jamur dan kemudian direduksi
menjadi hidrogen sulfida (H2S) yang beracun terhadap
sebagian besar protein selular. Selain itu campuran kapur
dan belerang dengan perbandingan 1 : 1 juga dapat
menekan serangan penyakit karat tumor. Campuran kapurbelerang (Lime Sulfur) yang lebih dikenal dengan sebutan
Bubur California, dapat digunakan sebagai semprotan untuk
pohon

buah-buahan

yang

dalam

keadaan

istirahat

(dormancy), guna memberantas penyakit bercak (blight)


atau antraknosa (anthracnose), embun tepung atau kudis

48

(scab), bercak coklat (brown spot) pada buah berbiji keras


atau batu, penyakit daun pada peach (peach leaf). Bubur
California

selain

sebagai

fungisida

juga

mempunyai

pengaruh sebagai insektisida. Bubur California dapat dibuat


dengan jalan memasukkan tepung belerang ke dalam kapur
kemudian diberi air. Campuran ini mengandung polisulfidakapur (CaS.Sx) selain itu juga mengandung thiosulfat-kapur
(CaS2O3).

Kandungan belerang pada fungisida kapur-

belerang dapat bertindak sebagai akseptor hidrogen dalam


sistem metabolisme, yang bekerjanya mengganggu sistem
hidrogenasi dan dehidrogenasi yang normal dalam sel.
Fungisida kapur-belerang juga mengeluarkan uap yang
mampu menghambat perkecambahan konidia cendawan.
Sedangkan pemberian kapur secara tunggal berfungsi
sebagai protektan atau pelindung atau penutup, sehingga
batang, cabang maupun daun yang dilabur atau disemprot
dapat terhindar dari spora cendawan di udara yang akan
menempel.
Pengaruh satu jenis antimikroba terhadap fungi akan
berbeda-beda. Suatu antimikroba dapat bersifat fungistatis
(antifungi) yaitu merupakan keadaan yang menggambarkan
kerja suatu bahan yang menghambat pertumbuhan fungi.
Sedangkan fungitoksik (fungisidal) merupakan keadaan
yang

menggambarkan

kerja

suatu

bahan

yang

menghentikan pertumbuhan (membunuh) fungi. Dalam


penelitian ini bahan-bahan yang digunakan seperti belerang,
kapur dan garam ternyata bersifat fungistat yaitu bahan

49

yang hanya menghambat pertumbuhan patogen sementara,


bila bahan tersebut tidak diberikan maka patogen akan
tumbuh kembali.

50

5
PENUTUP
Serangan

karat tumor pada sengon di Indonesia

khususnya di Pulau Jawa terutama di Jawa Timur dan Jawa


Tengah telah mencapai tingkat epidemik. Hal ini akan
berdampak pada ketersediaan dan kesinambungan bahan
baku untuk industri kayu berbasis sengon.
Pengelolaan penyakit secara terpadu yang efektif dan
efisien

perlu

dilakukan

sesegera

mungkin.

Aplikasi

perpaduan antara cara mekanik (pemangkasan tumor


sebelum perlakuan) dengan bahan-bahan seperti belerang,
kapur, belerang-kapur, belerang-garam dan kapur-garam
terbukti efektif untuk menghambat pertumbuhan (fungistatik)
karat tumor pada sengon.

51

DAFTAR PUSTAKA
Agrios, G.N. 2005. Plant Pathology. 5th eds. Elsevier
Academic Press. USA.
Anggraeni, I. dan E. Santoso. 2003. Penyakit karat puru
pada sengon (Paraserianthes falcataria) di Pulau
Seram. Buletin Penelitian Hutan. No. 636/2003.
Puslitbang Hutan dan Konservasi Alam Bogor.
Anggraeni, I. 2008. Penyakit karat tumor (gall rust) pada
tanaman sengon (Paraserianthes falcataria) di RPH
Pandantoyo, BKPH Pare, KPH Kediri. Workshop
Serangan Karat Tumor pada Sengon. Balai Besar
Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman
Hutan. Yogyakarta 19 November 2008.
Anggraeni, I. 2008. Penyakit karat puru pada sengon
(Paraserianthes
falcataria)
dan
teknik
pengendaliannya. Booklet. Pusat Litbang Hutan
Tanaman. Bogor.
Anggraeni, I., B. Dendang dan N. E. Lelana. 2010.
Pengendalian penyakit karat tumor (Uromycladium
tepperianum (Sacc.) Mc. Alpin) pada sengon
(Falcataria mollucana (Miq.) Barneby & J.W.
Grimes) di Panjalu Kabupaten Ciamis Jawa Barat.
Jurnal Penelitian Hutan Tanaman 7 (5): 273-278.
Departemen Kehutanan Republik Indonesia. Pencegahan
dan pengendalian karat puru. Siaran pers No.
S256/PIK 2009. 18 Mei 2009.
Departemen Kehutanan dan Badan Pusat Statistik. 2003.
Potensi Hutan Rakyat Indonesia 2003. Jakarta
Dick, M. 1985. Uromycladium rusts of Acacia. Forest
Pathology in New Zealand No. 15. New Zealand

52

Forest Service. http//www.maf.govt.nz/sff/ . Diakses


pada 27-10-2008.
Djafaruddin. 2000. Dasar-dasar pengendalian penyakit
tanaman. Bumi Aksara. Jakarta.
Hadi, S. 2001. Patologi Hutan. Perkembangannya di
Indonesia. Fahutan IPB. Bogor.
http://www.biotifor.or.id/index.php?action=news.detail
&
id_news
= 12. Workshop Penanggulangan
Serangan Karat Tumor pada Tanaman Sengon.
Diakses 26 Juli 2009.
http://suaramerdeka.com/smcetak/index.php?fusection
=
berita cetak.detail beritacetak & id_b. 3/4/2009.
Tumor Ancam Belasan Ribu Ha Sengon. Diakses
26 Juli 2009.
http://addthis.com/bookmark.php? V = 20. Petani Sengon Vs
Karat Tumor. 10 Juni 2009. Diakses 26 Juli 2009.
http://sengon merah.co.cc/tag/sengon.merah/Karat Tumor
Serang Sengon. 1 April 2009. Diakses 26 Juli 2009.
http://4.bp.blogspot.com/-dsnxEmbbokI/SsuR-Do.htI
/AAAAAAAA
x
B4/.dp2k
x
EythA/s1600h/Sengonpun + bisa + tumor.jpg.
Diakses 26 Juli 2009.
http://4.bp.blogspot.com/-dsn
xEmbbok
I/SsuRDo.htI/AAAAAAAA
x
B4/.dp2k
x
EythA/s1600h/Sengonpun + bisa + tumor.jpg.
Serangan Tumor sengon meluas. Diakses 26 Juli
2009.
http://www.addthis.com/bookmark.php. v=10. Ribuan batang
albasia terserang karat tumor by Republika
Newsroom. Selasa, 26 Mei 2009. Diakses 26 Juli
2009.

53

Iskandar, M.I. 2006. Pemanfaatan kayu hutan rakyat sengon


(Paraserianthes falcataria (L) Nielsen) untuk kayu
rakitan. Prosiding Seminar Hasil Litbang Hasil
Hutan 2006 : 183-195.
Jakarta Global. 16 April 2009. Losses Growing as Fungus
Leaves Trial of Destruction. http://www.the
Jakartaglobe.com / home / article / 16659.html.
Diakses 26 Juli 2009.
Krisnawati, H., E. Varis, M. Kallio, and M. Kanninen. 2011.
Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen: Ecology,
Silviculture, Productivity. Center for International
Forestry Research.
Madigan MT., Martinko, JM., and Parker J. 1997. Biology of
Microorganism. New Jersey. Prentise Hall, Inc.
Nene, Y.I. 1971. Fungicide in plant diseases control. New
Delhi.
Old, K.M. 2002. Misi penelitian madre cacao. Laporan untuk
klien, No. 1119 Juni 2002. Klien : Dinas
Pembangunan Internasional Australia (Australian
Agency for International Development). Produk
Hutan dan Kehutanan CSIRO. Canberra.
Pasaribu, R.A. dan H. Roliadi. 2006. Kajian potensi kayu
pertukangan dari hutan rakyat pada beberapa
kabupaten di Jawa Barat. Prosiding Seminar Hasil
Litbang Hasil Hutan 2006 : 35-48.
Pelczar,

MJ. dan ECS. Chan. 1986. Dasar-Dasar


Mikrobiologi. Universitas Indonesia Press.Jakarta.

Rahayu, S. 2008. Penyakit karat tumor pada sengon.


Makalah Workshop Serangan Karat Tumor pada
Sengon. Yogyakarta 19 Nopember 2008.
Santoso, H.B. 1992. Budidaya Sengon. Penerbit Kanisius
Yogyakarta. Yogyakarta.

54

Surya live. Jamur karat tumor serang Magelang. 26 Mei


2009.
Triharso. 2004. Dasar-Dasar Perlindungan Tanaman.
Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Trubus. 2008. Pasar sengon sangat cerah.
Trubus.2009. Cegah elmaut datang. Trubus 475 Juni
2009/XL.

55

Tabel 2.2.

Populasi Pohon Tanaman Sengon Yang Dikuasai/ Diusahakan Rumah Tangga


Rumah Tangga Kehutanan
Uraian

RT Usaha BMU

Jumlah

Jumlah

Jml Phn

Jumlah

Jumlah

Jml Phn

RTK

Pohon

Siap Tebang

RT Usaha

Pohon

Siap Tebang

JAWA
a.

Absolut

b.

Persentase
Thd total

1 983 192

50 075 525

19 579 689

355 424

28 701
783

85,63

83,69

79,55

87,44

83,97

Siap tebang
c.

39,10

Rata-rata

25,25

9,87

332 780

9 758 776

5 033 539

14,37

16,31

20,45

14 205 763
77,91
49,49

80,75

39,97

51 051

5 481 076

4 027 273

12,56

16,03

22,09

LUAR JAWA
a.

Absolut

b.

Persentase
Thd total
Siap tebang

c.

Rata-rata

51,58
29,33

15,13

73,48
107,36

78,89

INDONESIA
34 182
a.

Absolut

b.

Persentase
Thd total

2 315 972

59 834 301

24 613 228

406 475

859

18 233 036

100,00

100,00

100,00

100,00

100,00

100,00

Siap tebang
c.

Rata-rata

Sumber:Dephut&BPS(2003).

41,14
25,84

10,63

53,34
84,10

44,86

BIODATA PENULIS
Dra. Illa Anggraeni dilahirkan di Malang, tanggal 7
April 1958. Menamatkan Sekolah Dasar di Mardi
Yuana di Sukabumi pada tahun 1970, Sekolah
Menengah Pertama Negeri I di Bogor pada tahun
1973, dan Sekolah Mengah Atas Negeri II di Bogor
pada tahun 1976. Gelar Sarjana Strata Satu (Dra.)
diperoleh pada tahun 1983 pada Fakultas Biologi
Universitas
Jenderal
Soedirman
(UNSOED)
Purwokerto. Pada tahun 1984 1991 menjadi guru
mata pelajaran Biologi Di SMAK Tunas Harapan Bogor. Juli tahun 1991
penulis diterima menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) di Badan
Penelitian dan Pengembangan Kehutanan dengan jabatan fungsional
calon peneliti Bidang Perlindungan Hutan. Tahun 1996 Asisten Peneliti
Muda, tahun 1998 Ajun Peneliti Muda, tahun 2000 Ajun Peneliti Madya,
tahun 2002 Peneliti Muda, tahun 2004 Peneliti Madya Gol.IV/b, tahun
2007 Peneliti Madya Gol.IV/c, tahun 2011 Peneliti Utama. Pada tahun
2003 2011 menjabat Ketua Kelompok Peneliti Perlindungan Hutan di
Pusat Penelitian dan Pengembangan Peningkatan Produktivitas Hutan
Bogor (Pusprohut). Penulis mendapat Penghargaan Satya Lancana Karya
Satya 10 tahun pada tahun 2007 dan Satya Lancana Karya Satya 20
tahun pada tahun 2011.

Neo Endra Lelana, S.Si, M.Si. saat ini


merupakan peneliti bidang Perlindungan Hutan
pada Pusat Penelitian dan Pengembangan
Peningkatan Produktivitas Hutan, Kementerian
Kehutanan. Penulis dilahirkan di Sukoharjo,
tanggal 6 Nopember 1978. Menamatkan Sekolah
Dasar di SDN Kleco 1 Surakarta pada tahun 1990,
Sekolah Menengah Pertama Negeri 2 di Surakarta
pada tahun 1993, dan Sekolah Mengah Atas
Negeri 7 Surakarta pada tahun 1996.
Gelar Sarjana diperoleh pada tahun 2002 pada Jurusan Biologi, Fakultas
MIPA, Universitas Sebelas Maret Surakarta (UNS) dan gelar Master
bidang Bioteknologi diperoleh pada tahun 2009 dari Institut Pertanian
Bogor (IPB). Pernah menjadi asisten penelitian bidang genetika molekuler
pada Laboratorium Pusat MIPA Universitas Sebelas Maret Surakarta
selama 2 tahun sebelum berkarir di Departemen Kehutanan pada tahun
2004. Pada tahun 2004-2009 mulai berkarir pada Kelti Biologi Pusat
Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan sebagai peneliti organisme
perusak kayu dan pengawetan kayu. Pada tahun 2009 bergabung pada
Kelti Perlindungan Hutan Pusat Penelitian dan Pengembangan
Peningkatan Produktivitas Hutan sebagai peneliti hama dan penyakit
tanaman hutan.

Anda mungkin juga menyukai