Anda di halaman 1dari 4

VISUM et REPERTUM

Visum adalah jamak (plural)dari visa, yang berarti dilihat dan repertum adalah jamak
dari repere yang berarti ditemukan atau didapati, sehingga terjemahan langsung dari VeR
adalah yang dilihat dan ditemukan. Ada usaha untuk mengganti istilah Ver ini ke bahasa
Indonesia seperti yang terlihat dalam KUHAP, dimana digunakan istilah keterangan dan
keterangan ahli untuk pengganti visum. Namun usaha demikian tidak banyak berguna
karena sampai saat ini ternyata istilah visum tetap saja dipakai oleh semua kalangan.
Dari rumah sakit pemerintah maupun swasta sampai kepuskesmas, setiap bulan ada
ratusan pemeriksaan yang harus dilakukan dokter untuk membuat visum yang diminta oleh
penyidik.Yang paling banyak adalah visum untuk luka karena perkelahian, penganiayaan dan
kecelakaan lalu lintas, selanjutnya visum untuk pelanggaran kesusilaan atau perkosaan,
kemudian diikuti visum jenazah. Visum yang lain visum psikiatri, visum untuk korban
keracunan, atau penentuan keraguan siapa bapak seorang anak (disputed paternity), biarpun
tidak banyak namun merupakan pelayanan yang dapat dilakukan dokter juga.
Dalam undang-undang ada satu ketentuan hukum yang menuliskan langsung tentang
Visum et Repertum, yaitu pada Staatsblad (Lembaga Negara) tahun 1937 No. 350 yang
menyatakan :
Pasal 1
Visa reperta seorang dokter, yang dibuat baik atas sumpah jabatan yang diucapkan pada
waktu menyelesaikan pelajaran di Negeri Belanda ataupun di Indonesia, merupakan alat bukti
yang syah dalam perkara-perkara, selama visa reperta tersebut berisikan keterangan mengenai
hal-hal yang dilihat dan ditemukan oleh dokter pada benda yang diperiksa.
Pasal 2
(1) Pada dokter yang tidak pernah mengucapkan sumpah jabatan baik di Negeri Belanda
ataupun di Indonesia, sebagai tersebut dalam pasal 1 di atas, dapat mengucapkan
sumpah sebagai berikut :
Saya bersumpah (berjanji), bahwa saya sebagai dokter akan membuat pernyataanpernyataan atau keterangan-keterangan tertulis yang diperlukan untuk kepentingan
peradilan dengan sebenar-benarnya menurut pengetahuan saya yang sebaik-baiknya.
Semoga Tuhan Yang Maha Pengasih dan Penyayang melimpahkan kekuatan lahir dan
batin.
Bila dirinci isi Staatsblad ini mengandung makna :

1. Setiap dokter yang telah disumpah waktu menyelesaikan pendidikannya di Negeri


Belanda ataupun di Indonesia, ataupun dokter-dokter lain berdasarkan sumpah
khsusus ayat (2) dapat membuat VeR.
2. Ver mempunyai daya bukti yang syah/alat bukti yang syah dalam perkara pidana
3. VeR berisi laporan tertulis tentang apa yang dilihat, ditemukan pada bendabenda/korban yang diperiksa
Pada seminar/lokakarya VeR di Medan tahun 1981 pengertian visum dirumuskan
lebih jelas, yaitu laporan tertulis untuk peradilan yang dibuat oleh dokter berdasarkan
sumpah/janji yang diucapkan pada waktu menerima jabatan dokter, memuat pemberitaan
tentang segala hal (fakta)yang dilihat dan ditemukan pada benda bukti berupa tubuh
manusia yang diperiksa dengan pengetahuan dan keterampilan yang sebaik baiknya dan
pendapat mengenai apa yang ditemukan sepanjang pemeriksaan tersebut. Dalam KUHAP
lapran dokter atas pemeriksaan pada korban yang dibuat oleh ahli kedokteran kehakiman
(SpF) disebut Keterangan ahli dan bila dibuat oleh dokter yang bukan SpF disebut
Keterangan. Tampaknya penyusunan undang-undang ini ingin menegaskan bahwa pada
perbedaan antara keterangan ahli dan keterangan. Pada visum jenazah sebutan
Keterangan ahli ini telah tepat, tetapi untuk visum lain seperti korban perkosaan yang
dibuat oleh SpOG disebuat Keterangan, pengertian ini menjadi rancu karena pada masa ini
SpOG yang lebih ahli dalam melakukan pemeriksaan korban perkosaan. Demikian pula
dengan Visum Psikiatri.
Nilai VeR
Dalam KUHAP kedudukan atau nilai VeR salah satu alat bukti yang syah.
KUHAP pasal 184
Alat bukti yang syah adalah :
a.
b.
c.
d.
e.

Keterangan saksi
Keterangan Ahli
Surat
Petunjuk
Keterangan terdakwa

Yang dimaksud dengan keterangan ahli dijelaskan dalam KUHAP pasal 186.
KUHAP pasal 186 Kererangan ahli ialah apa seseorang ahli nyatakan di sidang pengadilan.
Sedangkan Laporan atas hasil pemeriksaan dokter yang selam ini disebut VeR digolongkan
kedalam alat bukti surat dan ini dijelaskan dalam pasal 187.
Jenis VeR

1) Untuk orang hidup.


Yang termasuk visum untuk orang hidup adalah visum yang diberikan untuk korban
luka-luka karena kekerasan, keracunan, perkosaan, psikiatri dan lain-lain.
a. Visum Seketika (defenitif) adalah visum yang langsung diberikan setelah
korban selesai diperiksa. Dituliskan kesimpulan
b. Visum Sementara adalah visum yang diberikan pada korban yang masih dalam
perawatan. Biasanya visum ini diperlukan penyidik untuk menentukan jenis
kekerasan, sehingga dapat menahan tersangka atau sebagai petunjuk dalam
mengintrogasi tersangka. Dalam visum sementara ini belum dituliskan
kesimpulan.
c. Visum lanjutan adalah visum yang diberikan setelah korban sembuh atau
meninggal dan merupakan lanjutan dari visum sementara yang telah diberikan
sebelumnya.Dalam visum ini harus dicantumkan nomor dan tanggal dari
visum sementara yang telah diberikan. Dalam visum ini dokter telah membuat
kesimpulan. Visum lanjutan tidak perlu dibuat oleh dokter yang membuat
visum sementara, tetapi oleh dokter yang terakir merawat pasien.
2) Visum Jenazah
a. Visum dengan pemeiksaan luar
b. Visum dengan pemeriksaan luar dan dalam (autopsy
Bentuk dan susunan VeR
Konsep visum yang digunakn selama ini merupakan karya pakar bidanag kedokteran
kehakiman Prof. Muller, Prof Massutejo Mertodidjojo dan Prof. Sutomo Tjokroneroro sejak
puluhan tahun yang lalu (Nyowito Hamdani, Ilmu Kehakiman, Edisi Kedua 1992).
Konsep visum ini disusun dalm kerangka dasar yang terdiri dari :
1. Pro Yustitia
Berpedoman kepada peraturan Pos, maka bila dokter menulis Pro-Yustitia
dibagian atas visum, maka itu sudah dianggap sama dengan kertas materai. Penulisan
kata pro-Yustitia pada bagian atas dari visum lebih diartikan agar pembuat maupun
pemakai visum dari semula menyadari bahwa laporan itu adalah demi keadilan (ProYustitia).
2. Pendahuluan
Bagian pendahuluan berisi tentang siapa yang memeriksa, siapa yan g
diperiksa, saat pemeriksaan (tanggal, hari dan jam), di mana diperiksa, mengapa
diperiksa dan atas permintaan siapa visum itu dibuat.
3. Pemeriksaan
Mencantumkan apa yang dilihat dan ditemukan dokter. Pada bagian ini dokter
melaporkan hasil pemeriksaannya secara objektif. Misalnya didapati suatu luka,

dokter menuliskan dalam visum luka sayat berbentuk panjang, dengan panjang 10 cm,
lebar 2 cm dan dalam luka 4 cm, pinggir luka rata, jaringan dalam luka terputus tanpa
menyebutkan jenis luka.
Sebagai tambahan pada bagian pemeriksaan ini, bila dokter mendapatkan
kelainan yang banyak atau luas dan akan sulit menjelaskannya dengan kata kata,
maka sebaiknya penjelasan ini disertai dengan lampiran foto atau sketsa.
4. Kesimpulan
Menyimpulkan kelainan yang terjadi pada korban menurut keahliannya. Pada
koeban luka perlu penjelasan tentang jenis kekerasan, hubungan sebab akibat dari
kelainan, tentang derajat kualifikasi luka, berapa lama korban dirawat dan bagaimana
harapan kesembuhan. Pada korban perkosaan atau pelanggaran kesusilaan perlu
penjelasan tentang tanda-tanda persetubuhan, tanda-tanda kekerasan, kesadaran
korban serta bila perlu umur korban (terutama pada anak yang belum cukup umur)
5. Penutup
Bagian ini mengingatkan pembuat dan pemakai visum bahwa laporan tersebut
dibuat sejujur-jujurnya dan mengingat sumpah. Untuk menguatkan pernyataan itu
dokter mencantumkan Staatsblad 1937 No.350, atau dalam konsep visum yang baru
ditulis.
Lampiran foto
Lampiran foto terutama perlu untuk memudahkan pemakai visum memahami
laporan yang disampaikan dalam visum.Pada luka yang sulit disampaikan dengan
kata-kata, dengan lampiran foto akan memudahkan pemakai visum memahami apa
yang ingin disampaikan dokter.

VeR untuk kejadian yang telah lalu


Boleh dilakukan visum dalam kejadian yang telah lalu asalkan dalam hasil
pemeriksaan terlampir surat keterangan tidak keberatan dari korban kepada dokter
untuk melaporkan pemerisaan kepada penyidik, laporan demikian tidak disebut Ver
melainkan surat keterangan saja walaupun isinya tidak berbeda denga VeR. Korban
harus diperiksa ulang dan dokterr melaporkan hasil pemeriksaan (VeR) keadaan
korban sekarang, tentunya hasil pemeriksaa korban sekarang tidak sama dengan
keadaan pertama korban, keadaan bisa menyembuh atau semakin parah.

Anda mungkin juga menyukai