Anda di halaman 1dari 30

xdesesBAB I

PENDAHULUAN
Status gizi balita merupakan hal terpenting yang harus diketahui oleh kita, khususnya
para orang tua. perlunya perhatian lebih dalam tumbuh kembang di usia balita di
dasarkan fakta bahwa kurang gizi yang terjadi pada masa emas ini, bersifat
irreversibel (tidak dapat pulih). Data tahun 2007 memperlihatkan 4 juta balita
indonesia kekurangan gizi, 700 ribu diantaranya mengalami gizi buruk.
Sementara yang mendapat program makanan tambahan hanya 39 ribu anak.
The United Nations Childrens Fund (UNICEF) pada tanggal 12 September 2008,
menyatakan malnutrisi sebagai penyebab lebih dari 1/3 dari 9,2 juta kematian pada anak-anak
dibawah usia 5 tahun di dunia. UNICEF juga memberitakan tentang terdapatnya kemunduran
signifikan dalam kematian anak secara global di tahun 2007, tetapi tetap terdapat rentang
yang sangat jauh antara negara-negara kaya dan miskin, khususnya di Afrika dan Asia
Tenggara.
Berdasarkan perkembangan masalah gizi, pada tahun 2005 sekitar 5 juta anak balita
menderita gizi kurang (berat badan menurut umur), 1,5 juta diantaranya menderita gizi buruk.
Dari anak yang menderita gizi buruk tersebut ada 150.000 menderita gizi buruk tingkat berat.
Prevalensi nasional Gizi Buruk pada Balita pada tahun 2007 yang diukur berdasarkan BB/U
adalah 5,4%, dan Gizi Kurang pada Balita adalah 13,0%. Prevalensi nasional untuk gizi
buruk dan kurang adalah 18,4%. Bila dibandingkan dengan target pencapaian program
perbaikan gizi pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) tahun 2015 sebesar
20% dan target MDG untuk Indonesia sebesar 18,5%, maka secara nasional target-target
tersebut sudah terlampaui. Namun pencapaian tersebut belum merata di 33 provinsi.
Sebanyak 19 provinsi mempunyai prevalensi Gizi Buruk dan Gizi Kurang diatas prevalensi
nasional, yaitu Nanggroe Aceh Darussalam (26,5%), Sumatera Utara (22,7%), Sumatera
Barat (20,2%), Riau (21,4%), Jambi (18,9%), Nusa Tenggara Barat (24,8%), Nusa Tenggara
Timur (33,6), Kalimantan Barat (22,5%), Kalimantan Tengah (24,2%), Kalimantan Selatan
(26,6%), Kalimantan Timur (19,2%), Sulawesi Tengah (27,6%), Sulawesi Tenggara (22,7%),
Gorontalo (25,4%), Sulawesi Barat (16,4%), Maluku (27,8%), Maluku Utara (22,8%), Papua
Barat (23,2%)dan Papua (21,2).

Dasar penentuan pemilihan masalah status gizi kurang pada balita

untuk Diagnosis

Komunitas di wilayah kerja Puskesmas Kelurahan meruya selata II pada periode ini adalah:
Data epidemiologi

Jumlah status gizi kurang pada balita di wilayah kerja Posyandu Kenanga II
sebanyak 12 kasus pada bulan september tahun 2014, menempati urutan pertama
dibandingkan

posyandu

lainnya di puskesmas meruya selatan II Kecamatan

Kembangan.
120
100
80
60

garis hijau

40

garis kuning

20

garis merah

Total

jumlah balita yang berat


badannya dibawah garis kuning
posyandu amarilys
29%

33%

posyandu risanti
posyandu delima
posyandu kenanga I
posyandu kenanga II

4%

posyandu rosmerah
33%

posyandu kemuning

balita Kenanga II
4(7%)

8(14%)

Garis Hijau
Garis Kuning
Garis Merah
45(79%)

Posyandu di wilayah puskesmas kelurahan Meruya selatan II


Hasil Survei Basic Six Puskesmas

Status gizi pada balita merupakan salah satu dari 6 upaya wajib pokok Puskesmas
meruya selata II, yaitu:
o Promosi kesehatan (penyuluhan dan pemberian makan tambahan pada
posyandu)
Pemberian makan tambahan salah satu upaya agar para ibu mengetahui variasi
makanan selingan untuk para balita mereka.
o Pemantauan antropometri balita setiap sebulan sekali untuk para balita yang
status gizinya baik dan satu minggu sekali untuk para balita yang memiliki
status gizi kurang dan buruk
o Pemberian 1 dus susu untuk para balita dengan status gizi kurang dan buruk
untuk sebulan sekali.
o Pemberian vitamin A untuk para balita di posyandu

Terdapat kesenjangan dari tolok ukur jumlah status gizi kurang pada balita pada
wilayah kerja Puskesmas Kelurahan meruya selatan II dengan hasil yang dicapai pada
tahun 2014, yaitu mencapai 21% sedangkan.

Tujuan
Tujuan Umum
Diturunkannya prevalensi jumlah balita dengan status gizi kurang
3

Tujuan khusus
1. Diketahuinya masalah utama di wilayah kerja puskesmas Meruya Selatan
II periode 9 Oktober 2014 8 November 2014
2. Diketahuinya masalah-masalah penyebab yang menyebabkan tingginya
insiden status gizi dibawah garis kuning di wilayah kerja puskesmas
Meruya Selatan II
3. Diketahuinya intervensi sebagai alternatif pemecahan masalah yang dapat
dilakukan dalam jangka pendek dan memiliki daya ungkit yang besar
dalam menunjang tujuan jangka menengah dan jangka panjang yang
diharapkan
4. Diketahuinya hasil dari intervensi yang dilakukan

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Gizi
Menurut Supariasa, gizi adalah proses organisme dengan mengkonsumsi makanan
secara normal melalui proses pencernaan, absorbsi, transportasi, penyimpanan, metabolisme
dan pengeluaran zat yang tidak diperlukan untuk mempertahankan hidup, pertumbuhan dan
fungsi normal organ-organ dalam tubuh, serta menghasilkan energi.
II.2. Zat Gizi
Zat gizi adalah bahan dasar yang menyusun bahan makanan. Zat gizi yang dikenal
ada lima, yaitu karbohidrat, protein, lemak, vitamin, dan mineral. Makanan setelah
dikonsumsi mengalami proses pencernaan di dalam alat pencernaan. Zat tersebut selanjutnya
diserap melalui dinding usus dan masuk ke dalam cairan tubuh.
Susunan hidangan di Indonesia dikenal empat sehat terdiri dari bahan makanan
pokok, lauk-pauk, sayur, dan buah. Bila hidangan tersebut ditambah dengan susu dalam
jumlah yang cukup dikenal dengan lima sempurna. Slogan empat sehat lima sempurna
dikenal sejak tahun 1950 yang menggambarkan susunan hidangan yang dapat memberikan
kesehatan yang baik. Pada tahun 1992 diselenggarakan kongres gizi internasional di Roma
yang membahas tentang pentingnya gizi seimbang. Salah satu rekomendasi kongres adalah
anjuran kepada setiap negara meyusun Pedoman Umum Gizi Seimbang (PUGS). Pedoman
Umum Gizi Seimbang di Indonesia pertama kali diperkenalkan dalam Widyakarya Pangan
dan Gizi V (1993), yang pada dasarnya lebih menyempurnakan slogan empat sehat lima
sempurna terdiri dari 13 pesan dasar, yaitu
1. Makanlah aneka ragam makanan;
2. Makanlah makanan untuk memenuhi kecukupan energi;
3. Makanlah makanan sumber karbohidrat setengah dari kebutuhan energi;
4. Batasi konsumsi lemak dan minyak sampai seperempat dari kecukupan energi;
5. Gunakan garam beryodium;
6. Makanlah makanan sumber zat besi;
7. Berikan ASI (Air Susu Ibu);
5

8. Biasakan makan pagi;


9. Minumlah air bersih, aman yang cukup jumlahnya;
10. Lakukan aktivitas fisik secara teratur;
11. Hindari minuman beralkohol;
12. Makanlah makanan yang aman bagi kesehatan;
13. Bacalah label pada makanan yang dikemas.

Fungsi umum zat gizi ialah:


1. Sebagai sumber energi atau tenaga;
2. Menyumbang pertumbuhan badan;
3. Memelihara jaringan tubuh, mengganti sel yang rusak;
4. Mengatur metabolisme dan mengatur keseimbangan air, mineral dan asam-basa di
dalam cairan tubuh;
5. Berperan dalam mekanisme pertahanan tubuh terhadap penyakit sebagai antibodi dan
antitoksin.

II.3. Status Gizi


Status gizi adalah keadaan tubuh yang merupakan hasil akhir dari keseimbangan
antara zat gizi yang masuk ke dalam tubuh dan juga perwujudan manfaatnya. Status gizi
adalah merupakan suatu ekspresi satu aspek atau lebih dari nutriture yang dibutuhkan
individu dalam suatu variable. Status gizi adalah ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam
bentuk variable tertentu, atau perwujudan dari nutriture dalam bentuk variable tertentu.
Gizi adalah suatu proses organisme menggunakan makanan yang dikonsumsi secara
normal melalui proses digesti, absorpsi, transportasi, penyimpanan, metabolisme dan
pengeluaran zat-zat yang tidak digunakan untuk mempertahankan kehidupan, pertumbuhan
dan fungsi normal dari organ-organ, serta menghasilkan energi.Status gizi ini menjadi
penting karena merupakan salah satu faktor resiko untuk terjadinya kesakitan dan kematian.
Status gizi yang baik pada seseorang akan berkontribusi terhadap kesehatannya dan juga
terhadapkemampuan dalam proses pemulihan.
Kelompok bayi dan anak balita adalah salah satu kelompok umur yang rentan
terhadap penyakit-penyakit kekurangan gizi, oleh sebab itu indikator yang paling baik untuk
mengukur status gizi masyarakat adalah dengan melalui pengukuran status gizi balita.

Bayi umur 0 4 bulan yang cukup mengkonsumsi hanya Air Susu Ibu (ASI) saja.
Bagi bayi berumur 0 4 bulan, ASI merupakan satu-satunya makanan tunggal yang penting
dalam proses tumbuh kembang dirinya secara wajar dan sehat.
Sejak dari masa janin, bayi, balita, remaja, dewasa dan lansia (lanjut usia), manusia
membutuhkan zat-zat yang berguna untuk membantu fungsi semua organ agar dapat berjalan
dengan baik, apakah zat itu karbohidrat, protein, lemak, vitamin, garam mineral dan air.
Karbohidrat, protein, dan lemak dibutuhkan sebagai sumber tenaga atau energi untuk bekerja.
Kalori yang dihasilkan untuk setiap 1 gram karbohidrat adalah sebesar 4 gramkalori, sedang
1 gram protein menghasilkan 4 gramkalori dan untuk setiap 1 gram lemak dapat
menghasilkan kalori sebesar 9 gram kalori. Vitamin dan mineral dibutuhkan sebagai pengatur
tubuh dengan jalan memperlancar proses oksidasi, memelihara fungsi normal otot dan syaraf,
vitalitas jaringan dan menunjang fungsi-fungsi tertentu. Selain itu, di dalam proses-proses
tersebut juga dibutuhkan air dan oksigen dari udara. Peranan air sangat penting sebagai
medium atau pelarut dari grtah-getah tubuh, peredaran darah dan proses proses dalam tubuh
lainnya.
Terjadinya gizi buruk pada anak bukan saja disebabkan oleh rendahnya intake
makanan terhadap kebutuhan makanan anak, tetapi kebanyakan orangtua tidak tahu
melakukan penilaian status gizi pada anaknya, sepertinya masyarakat atau keluarga hanya
tahu bahwa anak harus diberikan makan seperti halnya orang dewasa harus makan tiap
harinya.
II.3.1.Penilaian Status Gizi

Gambar 1. Katagori dan Ambang Batas Status Gizi Anak


a. Penilaian Status Gizi Secara Langsung
Penilaian status gizi secara langsung dapat dibagi menjadi empat penilaian yaitu,
antropometri, klinis, biokimia, dan biofisik.
1) Antropometri
Antropometri adalah berhubungan dengan berbagai macam pengnukuran dimensi tubuh
dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi. Berbagai jenis ukuran
tubuh antara lain berat badan, tinggi badan, lingkar lengan atas dan tebal lemak di
bawah kulit.
2) Klinis

Pemeriksaan klinis adalah metode yang sangat penting untuk menilai status gizi
masyarakat. Metode ini didasarkan atas perubahan-perubahan yang terjadi yang
dihubungkan dengan ketidakcukupan zat gizi.
3) Biokimia
Penilaian status gizi dengan biokimia adalah pemeriksaan spesimen yang diuji secara
laboratoris yang dilakukan pada berbagai macam jaringan tubuh. Jaringan tubuh yag
digunakan antara lain : darah, urine, tinja dan juga beberapa jaringan tubuh seperti hati
dan otot.
4) Biofisik
Penentuan status gizi secara biofisik adalah metode penentuan status gizi dengan
melihat kemampuan fungsi (khususnya jaringan) dan melihat perubahan struktur dan
jaringan.
b. Penilaian Status Gizi Secara Tidak Langsung
Penilaian status gizi secara tidak langsung dapat dibagi menjadi tiga penilaian yaitu, survei
konsumsi makanan, statistik vital dan faktor ekologi.
1. Survei Konsumsi Makanan
Survei konsumsi makanan adalah metode penentuan status gizi secara tidak langsung
dengan melihat jumlah dan jenis zat gizi yang dikonsumsi.
2. Statistik Vital

Pengukuran status gizi dengan statistik vital adalah dengan menganalisis data
beberapa statistik kesehatan seperti angka kematian berdasarkan umur, angka
kesakitan dan kematian akibat penyebab tertentu dan data lainnya yang berhubungan
dengan gizi.
3. Faktor Ekologi
Malnutrisi merupakan masalah ekologi sebagai hasil interaksi beberapa faktor fisik,
biologis, dan lingkungan budaya. Jumlah makanan yang tersedia sangat tergantung
dari keadaan ekologi seperti iklim, tanah, irigasi dan lain-lain.
II.3.2. Klasifikasi Status Gizi

Untuk mengetahui klasifikasi status gizi diperlukan ada batasan-batasan yang disebut dengan
ambang batas. Batasan setiap negara relatif berbeda, hal ini tergantung dari kesepakatan para
ahli gizi di negara tersebut, berdasarkan hasil penelitian empiris dan keadaan klinis.
a. Klasifikasi Gomez (1956)

Indeks yang digunakan adalah berat badan menurut umur (BB/U). Sebagai baku patokan
digunakan persentil 50.
Tabel Klasifikasi KEP menurut Gomez
Kategori (Derajat KEP)

BB/U ( % )

0 =Normal

> 90 %

1 = Ringan

89 75 %

2 = Sedang

74 60 %

3 = Berat

< 60 %

b. Klasifikasi Jelliffe
Indeks yang digunakan oleh Jellife adalah berat badan menurut umur.
Tabel 2.2 Klasifikasi KEP Menurut Jelliffe
Kategori BB/ U

( % Baku )

KEP I

90 80

KEP II

80 70

KEP III

70 60

KEP IV

< 60

10

c. Klasifikasi Menurut Depkes RI (1999)


Buku petunjuk teknis Pemantauan Status Gizi (PSG) anak balita tahun 1999 klasifikasi
status gizi dibagi menjadi 5 yaitu, Gizi lebih, gizi baik, gizi sedang, gizi kurang, dan gizi
buruk. Indeks yang digunakan adalah berat badan menurut umur (BB/U).

Tabel 2.3 Klasifikasi Status Gizi Masyarakat Depkes RI

Kategori

Cut of point (Laki-laki dan perempuan sama)

Gizi Lebih

>120 % Median BB/U baku WHO-NCHS,


1983

Gizi Baik

80 % - 120 % Median BB/U baku WHONCHS, 1983

Gizi Sedang

70 % - 79,9 % Median BB/U baku WHONCHS, 1983

Gizi Kurang

60 % - 69,9 % Median BB/U baku WHONCHS, 1983

Gizi Buruk

< 60 % Median BB/U baku WHO-NCHS,


1983

d. Klasifikasi Cara WHO


Indeks yang digunakan adalah BB/TB, BB/U, dan TB/U. Standard yang digunakan adalah
NCHS (National Centre For Health Statistics, USA).

BB/TB

BB/U

TB/U

Status Gizi

Normal

Rendah

Rendah

Baik, Pernah Kurang


gizi

11

Normal

Normal

Normal

Baik

Normal

Tinggi

Tinggi

Jangkung, Masih
Baik

Rendah

Rendah

Tinggi

Buruk

Rendah

Rendah

Normal

Buruk, Kurang

Rendah

Normal

Tinggi

Kurang

Tinggi

Tinggi

Rendah

Lebih, Obesitas

Tinggi

Tinggi

Normal

Lebih, Tidak
Obesitas

Tinggi

Normal

Rendah

Lebih Pernah Kurang

II.3.3.Faktor Yang Mempengaruhi Status Gizi


Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap status gizi balita terbagi menjadi dua yaitu
meliputi faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal merupakan faktor yang ada
dalam diri anak itu sendiri, yang meliputi status gizi kesehatan, umur, jenis kelamin, dan
ukuran tubuh. Status kesehatn berkaitan dengan adanya hambatan reaksi imunologis dan
berhubungan dengan terjadinya prevalensi dan beratnya penyakit infeksi, seperti kwarshiokor
atau marasmus sering didapatkan pada taraf yang sangat berat. Infeksi sendiri mengakibatkan
penderita kehilangan bahan makanan melalui muntah-muntah dan diare. Faktor umur sangat
penting dalam penentuan status gizi. Kesalahan penentuan umur akan menyebabkan
interpretasi status gizi menjadi salah. Hasil pengukuran tinggi badan dan berat badan yang
akurat, menjadi tidak berarti bila tidak disertai dengan penentuan umur yang tepat. Faktor
eksternal yang dapat mempengaruhi status gizi yaitu faktor yang datang atau ada dari luar
anak itu sendiri, yang meliputi pengetahuan ibu dan faktor ekonomi.
Departemen Kesehatan RI, pada tahun 2007 ada 18,4 Persen anak balita yang
kekurangan gizi, terdiri dari gizi kurang 13,0 persen dan gizi buruk 5,4 persen. Fenomena
kurang gizi sendiri disebabkan oleh kombinasi berbagai faktor, mulai dari kemiskinan,
kondisi lingkungan, buruknya layanan kesehatan, dan kurangnya pemahaman mengenai gizi.

12

Diusia sekolah, anak-anak bergizi buruk dan gizi kurang tidak akan dapat berfikir cerdas
karena sel-sel otaknya tidak tumbuh maksimal.Permasalahan gizi menurut Supariasa (2002)
menyebutkan bahwa terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi permasalahan gizi, yaitu :
a. Faktor Penyebab Langsung dari Masalah Gizi
1) Asupan makan
Apabila ketidak cukupan zat besi terlalu lama maka persediaan atau jaringan akan
digunakan untuk memenuhi ketidak cukupan itu. Apabila jika ini berlangsung lama maka
terjadi penurunan berat badan. Terjadinya perubahan yang dapat di deteksi dengan
pemeriksaan laboratorium. Terjadinya perubahan fungsi yang ditandai dengan tanda yang
khas, terjadi perubahan anatomi yang bisa dilihat dari munculnya tanda yang klasik.
2) Penyakit infeksi/status kesehatan
Proses riwayat alamiyah oleh karena penyakit yang diterapkan pada masalah gizi melalui
berbagai tahap yaitu diawali dengan terjadinya interaksi antara penjamu, sumber penyakit
dan lingkungan. Ketidak seimbangan faktorini, misalnya ketidak cukupan zat gizi maka,
simpanan zat gizi akan berkurang dan lama kelamaan simpanan akan menjadi habis.
Apabila keadaan ini dibiarkan maka akan terjadi perubahan faali dan metabolis dan
akhirnya akan memasuki ambang klinis. Proses itu menyebabkan terjadinya penyakit.
Tingkat kesakitannya dimulai dari sakit ringan sampai dengan sakit tingkat berat. Dari
kondisi ini akhirnya ada 4 kemungkinan yaitu, mati, sakit kronis, cacat dan sembuh
apabila ditanggulangi intensif.
b. Faktor Penyebab Tidak Langsung Masalah Gizi
1) Pengetahuan gizi
Pengetahuan gizi memegang peranan penting dalam penyediaan pangan yang baik untuk
mencapai keadaan gizi yang baik pula. Pengetahuan gizi didukung oleh pendidikan gizi
yang cukup. Pentingnya pengethuan gizi didasarkan pada kenyataan yaitu :
1.Tingkat pengetahuan gizi sangat penting peranannya dalam usaha peningkatan status
gizi.
2. Setiap orang akan cukup gizi jika makanan yang dimakan cukup untuk pertumbuhan
pemeliharaan dan energi tubuh.
13

3. Ilmu gizi yang dipelajari dapat meningkatkan pengetahuan gizi seseorang dimana ilmu
gizi tersebut dapat memberikan fakta-fakta yang perlu sehingga dapat menggunakan
pangan dengan baik bagi perbaikan gizi.
Kurang pengetahuan dan salah konsepsi tentang kebutuhan pangan dan nilai pangan
dalah umum dijumpai disetiap negara didunia. Penyebab penting dari gangguan gizi
adalah kurangnya pengetahuan tentang gizi dan kemampuan untuk menerapkan informasiinformasi tersebut dalam kehidupan sehari-hari.
Pengetahuan serta kesukaan ibu terhadap jenis makanan tertentu sanagat
berpengaruh terhadap hidangan yang disajikan,pada kenyataan sehari-hari sering dijumpai
anak yang kurang mempunyai selera makan.

2) Pendidikan gizi
Pendidkan adalah suatu alat yang dapat dipakai untuk memperbaiki dirinya dalm
melangsungkan kehidupan masyarakat. Semakin tinggi pendidikan seseorang akan
semakin tinggi pula tingkat poengetahuan akan kesehatan dan gizi keluarganya sehingga
mempengaruhi kualitas dan kuantitas zat gizi yang dikonsumsi oleh anggota keluarganya.
3) Pekerjaan
Status pekerjaan ibu digunakan untuk mengetahui penggunaan waktu sehari-hari ibu
balita, karena mengetahui status pekerjaan (ibu bekerja atau tidak) akan dapat dijadiakan
sebagai latar belakang penelitian perilaku dan sikap ibu tersebut
4) Ketersediaan pangan
Kemiskinan dan kekurangan persediaan pangan yang bergizi merupakan faktor penting
dalam masalah kurang gizi. Keterbatasan apapun yang diakibatkan kemiskinan dan
kekurangan pangan kecuali dlam keadaan tertentu, penggunaan yang lebih baik dari
pangan yang tersedia dapat dilakukan penduduk yang memehami penggunaanya untuk
membantu peningkatan status gizi, sehingga membantu penduduk untuk balajar cara
menanam, menyimpan dan menggunakan pangan untuk memperbaiki konsumsi makanan.
5) Pelayanan kesehatan

14

Pelayanan kesehatan dan kesehatan lingkungan adalah tersedianya air bersih dan sarana
pelayanan kesehtan dasar yang terjangkau oleh setiap keluarga yang membutuhkan
pelayanan kesehatan adalah akses atau keterjangkauan anak dan keluarga tahap upaya
pencegahan penyakit dan pemeliharaan kesehatan seperti : pemeriksaan kehamilan,
pertolongan persalinan, penimbangan anak, imunisasi penyuluhan kesehatan, serta sarana
kesehatan yang baik seperti posyandu, puskesmas, bidan, dan dokter rumah sakit serta air
bersih.

II.4. Gizi kurang


Gizi kurang pada anak disebut GTP (gizi kurang tenaga dan protein) disebut KKP
(kurang kalori protein). Gizi kurang pada anak sehingga menjadi kurang dan
pertumbuhannya terhambat terjadi karena kurang zat sumber tenaga dan kurang protein (zat
pembangun) diperolah dari makanan anak. Disamping dampak langsung terhadap kesakitan
dan kematian, gizi kurang juga berdampak terhadap pertumbuhan, perkembangan intelektual,
dan produktivitas. Anak yang kekurangan gizi pada usia balita akan tumbuh pendek dan
mengalami gangguan pertumbuhan dan perkembangan otak yang berpengaruh pada
rendahnya tingkat kecerdasan.
II.4.1.Penyebab Gizi Kurang
Penyebab langsung kurang gizi adalah makanan anak dan penyakit infeksi yang
mungkin diderita anak. Timbulnya gizi kurang tidak hanya karena makanan yang kurang
tetapi juga karena penyakit. Anak yang mendapat makanan yang cukup baik, tetapi sering
diserang diare atau demam akhirnya dapat menderita kurang gizi. Demikan juga pada anak
yang makan dengan tingkat tidak cukup baik, maka daya tahan tubuhnya dapat melemah.
Dalam keadaan demikian, mudah diserang infeksi yang dapat mengurangi nafsu makan dan
akhirnya dapat menderita kurang gizi. Dalam kenyataan keduanya secara bersama-sama
merupakan penyebab kurang gizi.
Penyebab tidak langsung yaitu ketahanan pangan di keluarga, pola pengasuhan anak
serta pelayanan kesehatan dan kesehatan lingkungan. Ketahanan pangan di keluarga adalah
kemampuan keluarga untuk memenuhi kebutuhan pangan seluruh anggota keluarganya dalam
jumlah yang cukup, baik jumlah maupun gizinya. Pola pengasuhan adalah kemampuan
keluarga dan masyarakat untuk menyediakan waktu, perhatian, dan dukungan terhadap anak
15

agar dapat bertumbuh dan berkembang dengan sebaik-baiknya secara fisik, mental, dan
sosial. Pelayanan kesehatan dan kesehatan lingkungan adalah tersedianya air bersih dan
sarana pelayanan kesehatan dasar yang terjangkau oleh setiap keluarga yang membutuhkan.
Ketiga faktor penyebab tidak langsung tersebut berkaitan dengan tingkat pendidikan,
pengetahuan dan keterampilan keluarga. Semakin tinggi pendidikan, pengetahuan, dan
keterampilan, terdapat kemungkinan semakin baik tingkat ketahanan pangan keluarga,
semakin baik pola pengasuhan anak, dan semakin banyak keluarga memanfaatkan pelayanan
kesehatan yang ada, demikian juga sebaliknya.
Berbagai faktor langsung dan tidak langsung diatas, berkaitan dengan pokok masalah
yang ada di masyarakat dan akar masalah yang bersifat nasional. Pokok masalah di
masyarakat antara lain berupa ketidakberdayaan masyarakat dan keluarga mengatasi masalah
kerawanan ketahanan pangan keluarga, ketidaktahuan pengasuhan anak yang baik, serta
ketidakmampuan memanfaatkan pelayanan kesehatan yang tersedia. Meningkatnya jumlah
anak yang bergizi buruk sejalan dengan meningkatnya jumlah keluarga miskin akibat krisis
ekonomi, politik, dan kesehatan lansia.

Gambar 2. Penyebab Gizi Kurang

16

BAB III
IDENTIFIKASI MASALAH

III.1. Analisis Situasi


Dasar penentuan masalah yang dipilih adalah tinggi insiden gizi kurang pada Posyandu
Kenanga II.
III.2. Scope Tempat
Posyandu Kenanga II dipilih karena dari tujuh Posyandu yang ada di Wilayah Kerja
Puskesmas Kelurahan Meruya Selatan II merupakan Posyandu dengan jumlah balita gizi
kurang terbanyak diantara seluruh Posyandu di Wilayah Kerja Puskesmas Kelurahan Meruya
Selatan II dan yang belum mendapatkan penanganan.

III.3. Identifikasi Masalah dengan Paradigma BLUM

Status Kesehatan : Tingginya jumlah balita dengan berat badan di bawah garis kuning
menurut Kartu Menuju Sehat (KMS) di Posyandu Kenanga II
1) Genetik :

Tidak ada masalah genetik yang berkaitan dengan status gizi balita

2) Medical care services :

Kurangnya jumlah tenaga medis selain kader untuk terjun ke masyarakat

Koordinator program posyandu merangkap beberapa program Puskesmas lain


(dari hasil wawancara dengan koordinator program posyandu didapatkan bahwa
koordinator tersebut juga memegang program Posbindu) sehingga hasilnya
kurang maksimal

3) Lifestyle :

Kurangnya pengetahuan ibu tentang pemberiaan makanan yang bergizi

Kurangnya kesadaran ibu tentang pemberian makanan yang bergizi

4) Lingkungan :
1) Fisik:

17

Letak pasar atau tempat belanja yang jauh dari tempat tinggal

Jauhnya menjangkau kendaraan umum untuk menuju pasar

2) Non Fisik:

Daya beli ibu yang kurang baik untuk membeli bahan makanan

III. 3. 1. Gambar Paradigma BLUM

Fisik :

Letak pasar atau tempat belanja


yang jauh dari tempat tinggal
Jauhnya
menjangkau
kendaraan umum untuk menuju
pasar

selain

Non Fisik :

Kurangnya jumlah tenaga medis


kader

untuk

terjun

masyarakat memberi penyuluhan

Daya beli ibu yang kurang


baik untuk membeli bahan
makanan

GENETIK

Koordinator

program

posyandu

merangkap

beberapa

program

Puskesmas

lain

wawancara
Tingginya

prevalensi

gizi

program

(dari

koordinator

posyandu

didapatkan

Kenanga II Kelurahan Meruya

LINGKUNGAN

Selatan II

MEDICAL CARE
SERVICES

LIFESTYL
E

Kurangnya pengetahuan ibu tentang pemberian makanan yang bergizi

Kurangnya kesadaran ibu tentang pentingnya makanan yang bergizi

hasil

dengan

kurang pada balita di Posyandu

Gambar 3. Identifikasi masalah dengan paradigma BLUM

III. 3. 2. Prioritas Masalah

ke

Setelah dilakukan analisis komponen paradigma BLUM kemudian dilakukan


penentuan prioritas masalah dilakukan dengan cara non-scoring (Delbeq) pada
tanggal 17 Oktober 2014 melalui diskusi dan wawancara dengan kepala puskesmas,

18

dokter puskesmas, dan perawat puskesmas selaku koordinator posyandu. Hasil diskusi
dan wawancara tersebut didapatkan prioritas masalahnya adalah lifestyle. Lifestyle
yang menjadi permasalahan utama berupa kurangnya pengetahuan serta kesadaran
orang tua terhadap pentingnya pemberiaan makanan yang bergizi pada balita.

Lifestyle dipilih dengan alasan:


a. Kurangnya pengetahuan ibu dalam memperhatikan gizi anak dan kurangnya
kemampuan orang tua dalam membujuk anak untuk makan. Hal ini disebabkan
karena kurang kesadaran orang tua dalam memperhatikan tumbuh kembang anak
Perubahan lifestyle berupa peningkatan pengetahuan orang tua dalam mengetahui
kandungan gizi yang baik untuk anak dan membangun semangat para orang tua untuk
bisa membujuk anak untuk makan
b. Melakukan perubahan lingkungan fisik membutuhkan tenaga dari warga dan waktu
yang cukup lama sementara pengetahuan dan partisipasi warga saat ini masih kurang
Genetik, Lingkungan dan Medical care services tidak diipilih karena:
a. Genetik tidak berkaitan dengan masalah di Posyandu Kenanga II
b. Medical care services dinilai cukup baik dalam upaya pengendalian gizi balita karena
sudah meliputi:

PMT setiap bulan di Posyandu

Pemantauan Berat Badan Berkala setiap bulan dengan pengadaan Posyandu

PMT pemulihan yang dianggarkan oleh pemerintah dengan kriteria tertentu

KP Ibu (Kelompok Peduli Ibu) setiap seminggu sekali untuk memberi


penyuluhan tentang cara menyusui yang benar, pemberian ASI eksklusif, cara
pemberian makanan yang baik untuk bayi

c. Lingkungan
Karena jarak pasar yang jauh masih dapat dijangkau dengan alat transportasi umum
meskipun harus berjalan kaki jauh untuk menjangkaunya.

19

BAB IV
IDENTIFIKASI MASALAH PENYEBAB DAN ALTERNATIF
PEMECAHAN MASALAH

Setelah dilakukan analisis komponen fish-bone kemudian dilakukan penentuan


prioritas masalah dilakukan dengan cara non-scoring (Delphi) pada tanggal 20
Oktober 2014 melalui diskusi dan wawancara dengan kepala puskesmas. Hasil diskusi
dan wawancara tersebut didapatkan prioritas masalahnya adalah lifestyle. Lifestyle
yang menjadi permasalahan utama berupa kurangnya pengetahuan ibu tentang
pemberiaan makanan yang bergizi pada balita yang disebabkan oleh kurangnya
informasi.

Fish Bone Diagram


Lifestyle yang menyebabkan tingginya angka insiden gizi kurang pada balita, yaitu:

20

1. Kurangnya pengetahuan ibu tentang pemberian makanan yang bergizi yang


disebabkan oleh:
a. Pendidikan yang rendah
b. Kurangnya informasi yang disebabkan oleh frekuensi penyuluhan yang
kurang
2. Kurangnya kesadaran ibu tentang pentingnya pemberian makanan yang bergizi yang
disebabkan oleh:
a. Kemalasan ibu dalam menyajikan makanan
b. Ibu malas untuk membujuk anaknya makan
c. Ibu kurang mencari informasi dikarenakan pandangan ibu kalau pergi ke
fasilitas kesehatan hanya bila sakit

21

BAB V
PERENCANAAN INTERVENSI

V.1 Penyusunan Intervensi


V.1.1. Intervensi I :
a. Kegiatan : Penyuluhan
Dasar penentuan kegiatan :
1. Sesuai dengan SOP yang sudah ada
2. Evidence based approach
3. Melibatkan peran seluruh stakeholders
b. Sasaran : Para ibu yang memiliki balita gizi kurang
c. Tempat : Posyandu Kenanga II kelurahan Meruya Selatan 2
d. Indikator penilaian * : hasil post test mencapai 90%
*Indikator untuk mengukur keberhasilan tujuan jangka pendek dapat diperoleh dari :
Ditentukan sendiri oleh anggota tim pelaksana dengan berkonsultasi dengan pembimbing

V.2 Log Frame Goals


Dalam bentuk Log Frame Goals yang berisi input, kegiatan, tujuan jangka pendek (selesai
proyek dilakukan), jangka menengah (1 tahun) dan jangka panjang (5 tahun)
V.2 Log Frame Goals untuk Intervensi
Masukan

Kegiatan/ Intervensi

Tujuan
Pendek
mgg)

(6 Menengah(1 Panjang
th)
(5 th)

22

Man

Penyuluhan
tentang Peningkatan
pentingnya pemberian pengetahuan
nutrisi yang baik pada para
ibu
anak balita
dalam
pemberian
dan
penyajian
makan pada
anak balita

Money
Material
Methods

Penurunan
angka
insiden
balita gizi
kurang pada
balita
di
Posyandu
Kenanga II

Tidak
adanya
insiden
gizi
kurang
pada
balita di
Posyandu
Kenanga
II

V.3 Planning of Action (POA)


Kegia
tan

Tujuan
Target

& Sasaran

Penyu Meningkatkan
luhan pengetahuan ibu
balita
gizi
kurang

Ibu
Balita
Gizi
Kurang

Biaya
Tempat
(Besar &
Sumber)

Waktu / Penanggu Rencana


Time
ng Jawab / Penilaian
Line
Pelaksana

Rp
50.000,
00
(pribadi)

5
Novemb
er 2014

Posyan
du
Kenang
a II

Feny
Laras
Deo

Keterangan

Pretest
dan Post
test
Kenaikan
berat
badan
setelah 10
hari
intervensi
dan
pos
gizi

Menilai
kemampuang
para ibu dalam
penyajian
makanan bergizi
agar
terjadi
peningkatan
berat
badan
balita

V.4 Timeline (Gnatt chart)


No

Kegiatan

Minggu
1

Perencanaan

Mencari masalah
sesuai data

23

Penetapan
indikator
Rencana
Intervensi
2

Pengorganisasian Koordinasi
dengan
kepala
puskesmas,
bagian KIA dan
kader gizi

Pelaksanaan

Kegiatan Survei
Penyuluhan Lisan
Pre test dan Post
test
Penimbangan

Pengawasan

Pelaksaan
Test dan Po

Pre

Penimbangan
Berat Badan
5

Evaluasi

Hasil dari Pre test


dan Post test
Hasil
penimbangan

24

BAB VI
PELAKSANAAN INTERVENSI

VI.1 Flow Chart Kegiatan

Puskesmas
Koas
Bidan
Kader

Daftar Anak Dengan Berat Badan di


Bawah Garis Kuning pada Kartu Menuju
Sehat

Pengetahuan Tentang Makanan Bergizi


untuk Anak Sangat Kurang

Pemberian Pengetahuan
Mengenai Pemberian dan
Penyajian Makanan Bergizi

Ya

Peningkatan
Berat Badan

Peningkatan Pengetahuan
Mengenai
Makanan
bergizi

Peningkatan Kesadaran
Pentingnya Pemberian
Makanan Bergizi

Tidak

Anak dengan Berat Badan di


Bawah Garis Kuning Tidak
Tertangani

Anak dengan Berat Badan di


Bawah Garis Kuning akan Jatuh ke
Berat Badan di Bawah Garis Merah
Penurunan Morbiditas Anak dengan Berat
Badan di Bawah Garis Kuning
Gizi Buruk

Infeks

Gangguan Tumbuh
Kembang

VI.2 Deskripsi Proses Intervensi Secara Detail


25

VI.3 Monitoring
VI.3.1. Jadwal Monitoring dan Pelaksana

VI.3.2. Kendala yang Dihadapi

VI.3.3. PDCA Cycle perbaikan yang dilakukan

26

BAB VII
HASIL INTERVENSI

7.1 Pengolahan Data


Data yang diperoleh melalui kuesioner.. diolah dengan
7.2 Penyajian Data

27

BAB VIII
EVALUASI KEGIATAN

8.1 Metode Evaluasi


8.2 Hasil Evaluasi

28

BAB IX
KESIMPULAN

Menjawab Tujuan Khusus

29

BAB X
SARAN

10. 1 Saran bagi Sasaran / Tempat Dilakukannya Intervensi


10. 2 Saran bagi Puskes
10. 3 Saran Stakeholders lain Selain Puskesmas
10. 4 Saran bagi Tim Selanjutnya

30

Anda mungkin juga menyukai