Anda di halaman 1dari 28

LEMBAR TUGAS

Judul praktikum

: Pengendalian Temperatur

Nama

: Taufiq ismail

Nim

: 1224401030

Kelompok

: IV B

Kelas/Semester

: 3C RP/ V

Laboratorium

: Komputasi Dan Pengendalian Proses

Anggota Kelompok

1. Elly Safwati
2. Nursidah
3.Cut Iza Mirna
4. Mursina Hayati

URAIAN TUGAS
-

Set point : 35 c

PB (Proporsional Band) : 115%

Integral : 5 detik

Derivative : 5 detik

Interval : 5 detik

Buket Rata,

2014

Mengetahui,
Ka. Laboratorium

Dosen Pembimbing

Ir.Syafruddin.M.Si

Ir.Syafruddin.M.Si

Nip : 19650819 199802 1 001

Nip : 19650819 199802 1 001

LEMBAR PENGESAHAN

Judul praktikum

: Pengendalian Temperatur

Mata Kuliah

: Pengendalian Proses

Nama

: Taufiq ismail

Nim

: 1224401030

Kelompok

: IVB

Kelas/Semester

: 3B RP/ V

Dosen Pembimbing

: Ir.Syafruddin.M.Si

Nip

: 19650819 199802 1 001

Ka. Laboratorium

: Ir.Syafruddin.M.Si

Nip

: 19650819 199802 1 001

Buket Rata,

2014

Mengetahui,
Ka. Laboratorium

Dosen Pembimbing

Ir.Syafruddin.M.Si

Ir.Syafruddin.M.Si

Nip : 19650819 199802 1 001

Nip : 19650819 199802 1 001

BAB II
PENDAHULUAN

1.1 TUJUAN PRAKTIKUM


1. Untuk menunjukkan karakteristik proporsional band (PB) pada suatu loop
pengendalian temperatur
2. Untuk menunjukkan PB (Proporsional Band) + Integral (I) pada suatu control loop
pengendalian temperatur
3. Untuk menunjukkan karakteristik PB (Proporsional Band) + I (Integral) + D (
Derivatif) dalam control loop pengendalian temperatur

1.2 ALAT DAN BAHAN


1.2.1 Alat yang digunakan

Seperangkat alat pengendalian temperatur

CPU

Printer

Infokus

1.2.2 Bahan yang digunakan

Air dan udara

Es batu

1.3 PROSEDUR KERJA


1. Kendalikan posisi valve seperti tabel
2. Cek tangki TN1 dan TN2 (level) 80%
3. Hubungkan sakelar ke arus listrik
4. Hidupkan switch power pada alat
5. Hidupkan PC
6. Hidupkan proyektor
7. Masukkan es ke dalam tangki TN2 dan ke dalam cooler tank
8. Hidupkan pompa P2 agar dingin disirkulasi dari tangki TN2 ke cooler tank
9. Tampilkan software alat pengendali temperatur pada PC sebagai lembar tugas
10. Set point air dingin keluar (SV) = 37C
3

11. Set temperatur air panas (40C) dengan cara pemanasan oleh heater dengan aksi
kontrol ON-OFF ,tungu hingga temperatur 40C
12. Alirkan udara tekan dan cek barometer ntuk membuka valve pneumatik
13. Masukkan data pada software sesuai dengan uraian tugas yang diberikan
14. Laju alir fluida dengan (F12)
15. Hidupkan pompa P1 pada set temperatur high (th) sesuai tugas
16. Setelah didapat data yang diperlukan ,step pompa P1
17. Lalu print data yang sudah didapat
18. Ulangi langkah 1-16 sesuai uraian tugas
19. Setelah selesai matikan pompa P1 dan P2 dan tutup valve udara pneumatik
20. Tekan tombol power pada panel control untuk men shutdown alat
21. Lepaskan sakelar dari arus listrik
Tabel 1.1 Tempeartur control initial valve positions
Open

Close

Leave alone

V1

V3

V2

V6

V4

V7

V9

V5

V8

V11

V10

V12

V13

Gambar 1.1 Rangkaian Peralatan Pengendalian Temperatur

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pendahuluan
Suatu industri kilang minyak (refinery) atau petrokimia (petrochemical) merupakan
suatu susunan beberapa unit peralatan proses (reaktor, penukar panas, pompa, kolom
destilasi, absorber, evaporator, tanki, dan sebagainya), yang saling terpadu dan bekerja secara
sistematik. Secara keseluruhan, suatu pabrik memiliki tujuan utama mengubah beberapa
material mentah menjadi produk tertentu dengan menggunakan sumber-sumber energi
tertentu dengan cara yang paling ekonomis.
Di dalam pengoperasiannya, suatu industri proses harus memenuhi beberapa
persyaratan berdasarkan pertimbangan berbagai macam kondisi dalam dinamika pengaruh
eksternal (disturbances). Persyaratan-persyaratan tersebut diantaranya adalah masalah
keamanan (safety), spesifikasi produksi, pengaruh terhadap lingkungan, batasan operasi
(operational constraints), serta masalah ekonomi.
Untuk menjamin semua persyaratan tersebut dapat dipenuhi, maka industri proses
perlu memiliki suatu sistem yang dapat memonitor dan mengendalikan semua proses yang
ada di dalamnya supaya tujuannya dapat terpenuhi. Hal ini dapat dilakukan melalui suatu
susunan peralatan instrumen (alat pengukur, kontroler, komputer, dan control valve) serta
campur tangan manusia (operator) yang bersama-sama membentuk sesuatu yang dinamakan
sistem kontrol.
Pada semua proses umumnya operator tidak hanya ingin mengetahui suatu harga
besaran fisik, tetapi juga selalu ingin mengaturnya pada suatu harga tertentu agar suatu proses
bekerja secara optimum. Blok diagram suatu system instrumentasi dan pengontrolan besaran
yang diukur yang terhubung secara lingkar tertutp (closes loop) dapat digambarkan seperti di
bawah ini.( Sumber : BPST,2007:127)

Gambar 2.1 Sistem Instrumentasi dan Pengontrolan ( Sumber : BPST,2007:127)


Sistem instrumentasi dengan pengontrolan lingkar tertutup adalah system yang sinyal
keluarannya berpengaruh secara langsung pada aksi kontrolnya. Sinyal penggerak yang
merupakan selisih antar sinyal masukan dan sinyal umpan balik diberikan ke controller untuk
memperkecil kesalahan dan membuat agar keluaran system mendekati harga yang
diinginkan.
Tujuan diadakannya suatu sistem kontrol adalah sebagai berikut :
a. Menekan pengaruh dari gangguan eksternal (external disturbances)
b. Menjamin stabilitas proses
c. Mengoptimumkan performansi proses.(Sumber : BPST,2007:128)

2.2 Elemen-Elemen Sistem Kontrol Proses


Elemen-elemen dalam suatu sistem kontrol proses dapat dibedakan menjadi : proses,
sensor (sensing element), transducers, transmitter, transmission lines, kontroler, final control
element (control valve). Seluruh elemen ini bersama-sama membentuk suatu sistem kontrol,
seperti diperlihatkan pada contoh sistem kontrol proses pada Gambar 2.2
Sistem ini terdiri dari sebuah tanki, sebuah level measuring device, sebuah kontroler, dan
sebuah control valve. Aliran liquid dialirkan melalui permukaan atas tanki, kemudian
dikeluarkan dari bawah tanki yang diatur oleh control valve.

Gambar 2.2 Contoh sederhana dari sebuah sistem kontrol proses.


(Sumber : BPST,2007:129)
Tangki beserta liquid di dalamnya merupakan sebuah proses. Level measuring device
sebagai sebuah sensor ketinggian sekaligus transducer, akan mengukur ketinggian cairan
tersebut serta mengubahnya menjadi besaran elektrik atau pneumatik. Jika level cairan dalam
tanki melebihi tinggi yang diinginkan (set point) maka controller akan memutuskan untuk
memperbesar aliran outlet. Berdasarkan perintah controller, final control element (control
valve) akan membuka (opening) untuk memperbesar aliran. Secara blok diagram system
control proses tersebut diatas dapat dilihat pada gambar 2.3

Gambar 2.3 Blok Diagram Sistem Kontrol Proses


(Sumber : BPST,2007:129)

1.

Proses
Proses adalah peralatan (equipment) bersama-sama dengan reaksi fisis ataupun kimia
yang terjadi di dalamnya.

2.

Sensor (Sensing Element)


Instrumen-instrumen pengukur (sensor) adalah instrumen-instrumen yang digunakan
untuk pengukuran (measurement). Variabel-variabel yang diukur adalah Process
Variables (PV). Instrumen ini juga digunakan untuk memperoleh informasi tentang
apa yang sedang terjadi di dalam suatu proses. Dalam suatu sistem kontrol dapat
dijumpai berbagai macam sensor yang berbeda dalam fungsinya. Sensor-sensor yang
digunakan akan berbada tergantung dari process variable yang akan diukur. Jenisjenis sensor tersebut adalah sebagai berikut: Pressure Sensor, Temperature Sensor,
Flow Sensor, Liquid Level Sensor dan Composition Sensor.

3.

Transducers / Transmitter
Beberapa sinyal pengukuran tidak dapat digunakan untuk aktuasi pengontrolan
sebelum dikonversi ke dalam besaran-besaran fisis tertentu (sinyal elektrik atau sinyal
pneumatik). Setelah dikonversi ke dalam sinyal elektrik atau pneumatik, sinyal hasil
pengukuran tersebut dapat ditransmisikan dengan mudah dan juga dapat dimengerti
oleh kontroller. Konversi ini dilakukan oleh suatu elemen yang disebut transducers /
transmitter. Sebagai contoh, strain gauges dapat mengubah sinyal pressure menjadi
sinyal elektrik.

4.

Transmission Lines
Saluran transmisi (transmission lines) membawa sinyal hasil pengukuran oleh sensor
dan telah diubah oleh transducer/transmitter ke kontroler atau dari kontroler ke final
control element. Saluran transmisi dapat berupa sinyal pneumatik (udara yang
terkompresi). Namun, seiring dengan berkembangnya kontroler elektronik analog dan
khususnya kontroler digital, saat ini kebanyakan menggunakan sinyal elektrik sebagai
saluran transmisinya. Sesuai dengan standard ISA (Instrument Society of America),
besarnya sinyal transmisi tersebut adalah :

Sinyal Pneumatik : 3 15 psig (0.2 1 kg/cm2)

Sinyal Elektrik : 4 20 mA.


psig = pounds per square inchies (gauge)

Tujuan dari standardisasi tersebut adalah untuk kemudahan pengguna dalam memilih
instrumen, juga kemudahan dalam perancangan, kalibrasi, dan pemeliharaan.

5.

Controller
Controller memperoleh informasi dari measuring device yaitu sinyal Process
Variable (PV), membandingkan dengan Set Point (SP), menghitung banyaknya
koreksi yang diperlukan sesuai dengan algoritmanya (P, PI, dan PID), dan kemudian
memutuskan atau mengeluarkan sinyal koreksi (Manipulated Variable / MV) untuk
ditransmisikan ke Control Valve. Controller dapat berupa controller mekanik
(pneumatic), controller elektronik atau controller digital yang terkomputerisasi
dengan kemampuan dapat melaksanakan tugas-tugas kontrol yang cukup rumit.

6.

Final Control Element (Control Valve)


Salah satu elemen pengendali akhir yang sering dijumpai adalah control valve.
Elemen ini mengimplementasikan keputusan yang diambil oleh kontroler. Misalnya,
apabila kontroler memutuskan untuk menaikkan laju aliaran (flow rate) suatu
fluida,

maka

control

valve

akan

membuka

atau

menutup

untuk

mengimplementasikannya.(Sumber:BPST,2007:131)

2.3. Algoritma Pengontrolan dari Controller


2.3.1 ON-OFF Control
Sistem ini merupakan loop control yang paling sederhana. Dalam aksi kontrol ini,
final control element hanya mempunyai dua keadaan operasi. Jika sinyal kesalahan positif,
controller mengirim sinyal hingga final control element (control valve) bergerak ke salah satu
posisi, dan jika sinyal kesalahan negatif akan bergerak ke posisi yang lain.
Secara matematis sistem ini dapat dituliskan sebagai berikut :
m(t) = M , untuk e(t) > 0
m(t) = M , untuk e(t) < 0
Sistem dengan algoritma ON-OFF ini akan memberikan keluaran yang berosilasi sebelum
mencapai harga set point-nya. (Sumber:BPST,2007:132)

2.3.2. Proportional Control (P Control)


Dalam aksi pengontrolan proporsional, alat pengoreksi akhir memiliki suatu daerah
posisi yang kontinu. Posisi tepatnya sebanding dengan besarnya kesalahan, dengankata lain,
output dari controller sebanding dengan inputnya.
Kontroler ini memiliki output untuk aktuasi (actuating output) yang proporsional terhadap
error:

10

m(t) = Kc(t) + ms
dengan:
m(t) = sinyal aktuasi
(t) = error
Kc = proportional gain dari kontroler
ms = sinyal bias (sinyal aktuasi ketika error (t) = 0)
Kontroler proportional dicirikan oleh proportional gain Kc atau dengan nilai proportional
band PB, dengan PB =
Kc = Perubahan Output / Perubahan Input
Dengan demikian, Proporsional Band adalah perbandingan antara perubahan input terhadap
perubahan output.
Dari persamaan di atas dapat ditentukan fungsi transfer suatu kontroler P
m(t) - ms = Kc(t)
misalkan,
m(t) - ms = m(t), maka m(t) = Kc(t).
Transformasi Laplace dari persamaan di atas menyatakan fungsi transfer kontroler
Proporsional

( Sumber : BPST,2007: 133)


Efek dari kontrol proporsional adalah menghilangkan osilasi yang timbul di sekitar set
point bila proportional band-nya diset (tuning) pada nilai atau keadaan yang tepat. Efek lain
dari kontrol ini adalah adanya offset pada hasil pengontrolannya. Offset ini terjadi akibat
harga setpoint tidak dapat dicapai sesudah suatu perubahan beban terjadi. Besarnya offset ini
tergantung pada harga proportional band-nya. Semakin besar harga proportional bandnya
maka akan semakin besar offsetnya, sebaliknya semakin kecil harga proportional bandnya
maka semakin besar kemungkinan osilasi terjadi (peredaman osilasi kecil).
Respon untuk jenis proporsional controller terhadap perubahan beban dapat dilihat pada
Gambar 2.4

11

Gambar 2.4 Respon Proportional Controller terhadap Perubahan Beban


( Sumber : BPST,2007: 133)
2.3.3. Proportional Integral Control (PI Control)
Dalam aksi pengontrolan proporsional plus integral, posisi alat pengoreksi akhir
(control valve) ditentukan oleh dua hal :

Besarnya sinyal kesalahan, ini adalah bagian proporsional

Integral waktu dari sinyal kesalahan, artinya besarnya kesalahan dikalikan dengan
waktu dimana kesalahan tersebut terjadi, ini adalah bagian integral.

Kontroler tipe ini juga dikenal sebagai kontroler proportional-plus-reset. Hubungan antara
sinyal aktuasi dengan error adalah sebagai berikut:

( Sumber : BPST,2007: 134)


Dengan I adalah konstanta integral time atau reset time dalam satuan menit.
Karakteristik penting pada controller jenis ini adalah konstanta waktu integral. Konstanta ini
merupakan parameter yang dapat diatur dan kadang-kadang mengacu sebagai minutes per
repeat. Tetapi didalam industri yang digunakan sebagai acuan adalah kebalikan dari
konstanta waktu yang dikenal sebagai reset rate. Untuk mengerti cara kerja kontroler PI,
misalkan terdapat perubahan error sebagai fungsi step dengan besar . Pada awalnya, error =
0, karena itu output dari kontroler adalah Kc sebagai akibat kontribusi dari bagian integral
adalah nol. Setelah periode I , kontribusi bagian integral adalah:
12

( Sumber : BPST,2007: 134)


ini berarti aksi kontrol integral telah mengulang respon dari aksi kontrol proporsional.
Pengulangan ini terjadi setiap periode I menit seperti yang ditunjukkan oleh gambar berikut
ini. Inilah yang menyebabkan I dinamakan reset time.

Gambar 2.5. Respon Kontroler PI terhadap Perubahan Error berupa Step


( Sumber : BPST,2007: 134)
Aksi kontrol integral menyebabkan output c(t) berubah selama error tidak sama
dengan nol. Oleh karena sifat inilah, kontroler yang demikian dapat menghilangkan error
bahkan pada kondisi error yang kecil.
Fungsi transfer untuk kontroler PI adalah

.
Efek dari penambahan Integral pada controller ini akan menghilangkan offset yang
terjadi akibat proportional control, karena adanya integral terhadap waktu. Jadi offset akan
terkoreksi dengan berjalannya waktu, artinya untuk menghasilkan respon yang tidak

13

mempunyai offset maka memerlukan selang waktu tertentu. Efek lain dari penambahan
integral adalah lebih lambatnya respon sistem, selain itu pada sistem ini akan terjadi osilasi
pada saat bagian integral menghilangkan offset, serta timbulnya overshoot apabila ada
perubahan beban. Respon untuk jenis proportional + integral controller terhadap perubahan
beban dapat dilihat pada Gambar 2.6

Gambar Respon PI Controller terhadap Perubahan Beban


( Sumber : BPST,2007: 135)
Jenis PI controller ini dalam aplikasinya pada industri dapat menangani hampir setiap
situasi kontrol proses. Perubahan beban yang besar dan variasi yang besar pada set point
dapat dikontrol dengan baik tanpa osilasi yang berkepanjangan, tanpa offset permanen dan
cepat ke keadaan seharusnya setelah gangguan terjadi.

2.3.4. Proportional Integral Derivative Control (PID Control)


Dua karakteristik proses yang sangat sulit pengontrolannya, dimana control PI tidak
lagi memadai, yaitu: proses dengan beban berubah dengan sangat cepat dan proses yang
memiliki kelambatan yang besar antara tindakan korektif dan hasil yang muncul dari tindakan
tersebut.
Dalam aksi pengontrolan proportional plus integral plus derivative (PID), posisi alat
pengoreksi akhir (control valve) ditentukan oleh dua hal:

Besarnya sinyal kesalahan, ini adalah bagian proporsional

14

Integral waktu dari sinyal kesalahan, artinya besarnya kesalahan dikalikan dengan
waktu dimana kesalahan tersebut terjadi, ini adalah bagian integral.

Laju perubahan kesalahan terhadap waktu. Perubahan kesalahan yang cepat


menyebabkan suatu aksi korektif yang lebih besar dari perubahan kesalahan.

Ini adalah bagian derivative. Kontroler jenis ini dikenal juga sebagai kontroler proportionalplus-reset-plus-rate. Output dari kontroler ini dinyatakan sebagai:

( Sumber : BPST,2007: 136)


Dengan D adalah konstanta derivative time dalam satuan menit. Karakteristik
tambahan dengan adanya derivative control dikenal sebagai rate time (konstanta waktu
derivative).
Dengan adanya bagian derivatif,

, kontroler PID mengantisipasi apa yang akan terjadi pada

error pada masa sesaat yang akan datang dan kemudian melakukan aksi kontrol yang
sebanding dengan kecepatan perubahan error saat ini. Berdasarkan sifat ini, aksi kontrol
derivatif kadang-kadang mengacu sebagai anticipatory control.
Walaupun demikian, aksi kontrol derivatif memiliki beberapa kelemahan seperti berikut ini :
1. Untuk respon dengan error konstan dan tidak nol, kontroler ini tidak memberikan aksi
kontrol karena
2. Untuk respon yang bergejolak, dengan error yang hampir nol, kontroler ini dapat
memperoleh nilai derivatif yang besar, yang menghasilkan aksi kontrol yang besar,
meskipun seharusnya tidak perlu.
Fungsi transfer untuk kontroler PID adalah sebagai berikut:

( Sumber : BPST,2007: 136)

Efek dari PID controller ini adalah bila pada proses kesalahannya sangat besar, maka
controller PI akan membutuhkan waktu yang panjang untuk mencapai set point-nya, tetapi
untuk controller PID akan mempercepat proses pencapaian set point tersebut. Rate time akan

15

berpengaruh terhadap respon controller, rate time yang terlalu besar mempercepat laju
pencapaian set point tetapi akan menyebabkan terjadinya osilasi di sekitar set point.
Respon proportional + integral + derivative (PID) controller terhadap perubahan beban
dapat dilihat pada Gambar 2.7

Gambar 2.7 Respon PID Controller terhadap Perubahan Beban.


( Sumber : BPST,2007: 137)

2.4 Temperature Control


Kontroler ini mengendalikan temperatur pada nilai setpoint-nya. Gambar berikut ini
memperlihatkan contoh dari mekanisme temperature control.

Gambar 2.8 Sistem Pengendalian Temperatur ( Sumber : BPST,2007: 140)

Penjelasan gambar:

Temperature Indicator, berupa termokopel mengukur temperature T aliran.


16

Nilai T akan dibandingkan dengan set point TSP, yaitu temperature yang diinginkan

Controler akan memutuskan/mengoreksi error dengan mengirimkan sinyal ke elemen


pengendali akhir

Berdasarkan sinyal ini control valve akan membuka atau menutup sampai keadaan
mantap tercapai

Mekanisme kontrol yang tepat adalah apabila T naik (turun), maka control valve akan
menutup (membuka).

2.5 Alat Penukar Kalor ( Heat Exchanger)


Alat penukar panas (heat exchanger) adalah suatu alat yang digunakan untuk
memindahkan panas antara dua buah fluida atau lebih yang memiliki perbedaan temperature
yaitu fluida yang bertemperatur tinggi kefluida yang bertemperatur rendah. Perpindahan
panas teesebut baik secara langsung maupun secara tidak langsung. Pada kebanyakan sistem
kedua fluida ini tidak mengalami kontak langsung. Kontak langsung alat penukar kalor
terjadi sebagai contoh pada gas kalor yang terfluidisasi dalam cairan dingin untuk
meningkatkan temperatur cairan atau mendinginkan gas.
Alat penukar panas banyak digunakan pada berbagai instalasi industri, antara lain pada :
boiler, kondensor, cooler, cooling tower. Sedangkan pada kendaraan kita dapat menjumpai
radiator yang fungsinya pada dasarnya adalah sebagai alat penukar panas.
Tujuan perpindahan panas tersebut di dalam proses industri diantaranya adalah :
a. Memanaskan atau mendinginkan fluida hingga mencapai temperature tertentu yang
dapat memenuhi persyaratan untuk proses selanjutnya, seperti pemanasan reaktan atau
pendinginan produk dan lain-lain.
b. Mengubah keadaan (fase) fluida : destilasi, evaporasi, kondensassi dan lain-lain.
Proses perpindahan panas tersebut dapat terjadi secara langsung maupun tidak
langsung. Maksudnya adalah :

Pada alat penukar kalor yang langsung, fluida yang panas akan bercampur
secara langsung dengan fluida dingin (tanpa adanya pemisah) dalam suatu
bejana atau ruangan tertentu. Contohnya adalah clinker cooler dimana antara
clinker yang panas dengan udara pendingin berkontak langsung. Contoh yang
lain adalah cooling tower untuk mendinginkan air pendingin kondenser pada
instalasi mesin pendingin sentral atau PLTU, dimana antara air hangat yang
didinginkan oleh udara sekitar saling berkontak seperti layaknya air mancur.
17

Pada alat penukar kalor yang tidak langsung, fluida panas tidak berhubungan
langsung dengan fluida dingin. Jadi proses perpindahan panas itu mempunyai
media perantara, seperti pipa, pelat atau peralatan jenis lainnnya. Untuk
meningkatkan efektivitas pertukaran energi, biasanya bahan permukaan pemisah
dipilih dari bahan-bahan yang memiliki konduktivitas termal yang tinggi seperti
tembaga dan aluminium. Contoh dari penukar kalor seperti ini sering kita jumpai
antara lain radiator mobil, evaporator AC.

Pertukaran panas secara tidak langsung terdapat dalam beberapa tipe dari penukar
kalor diantaranya tipe plat, shell and tube, spiral dll. Pada kebanyakan kasus penukar kalor
tipe plat mempunyai efektivitas perpindahan panas yang lebih bagus.

2.4.1 Heat Exchanger Tipe Plat


Heat exchanger tipe plat adalah jenis penukar panas yang menggunakan pelat logam
untuk mentransfer panas antara dua cairan. Ini memiliki keuntungan besar atas suatu penukar
panas konvensional dalam bahwa cairan yang terkena luas permukaan jauh lebih besar karena
cairan menyebar di plat. Ini memfasilitasi transfer panas, dan sangat meningkatkan kecepatan
perubahan suhu. Plat penukar panas yang sekarang umum dan versi dibrazing sangat kecil
yang digunakan dalam air panas bagian dari jutaan kombinasi boiler.
Konsep di balik penukar panas adalah penggunaan pipa atau pembuluh penahanan lain
untuk panas atau dingin satu cairan dengan mentransfer panas antara itu dan cairan lain. Dalam
kebanyakan kasus, penukar terdiri dari pipa melingkar berisi satu fluida yang melewati ruang
berisi cairan lain. Dinding pipa biasanya terbuat dari logam, atau zat lain dengan konduktivitas
panas yang tinggi, untuk memfasilitasi pertukaran, sedangkan casing luar ruang yang lebih besar
adalah terbuat dari plastik atau dilapisi dengan isolasi termal, untuk mencegah panas dari
melarikan diri dari exchanger.

18

Gambar 2.9 Plate Heat Exchanger

2.4.1.1 Kontruksi Heat Exchanger Tipe Plat


Pelat penukar panas (PHE) adalah desain khusus cocok untuk mentransfer panas
antara cairan menengah dan tekanan rendah. Dilas, semi-dilas dan penukar panas dibrazing
digunakan untuk pertukaran panas antara cairan bertekanan tinggi atau di mana produk yang
lebih kompak diperlukan.
Untuk konstruksi heat exchanger tipe plat yang dibuat, dapat ditunjukan pada gambar
dibawah;

Gambar 2.10 Skema Dalam Aliran HE tipe Crossflow

19

BAB III
DATA PENGAMATAN

3.1 DATA PENGAMATAN


3.1.1 Pengendalian proporsional
Temperatur fliuda dingin = 25,9c - 25c = 0,9c
Temperatur fluida panas = 40,2c - 36c = 4,2c
Laju alir = 5 lpm
set point = 35c
PB = 115%

Tabel 3.1 Data Pengendalian Proporsional


Time (detik)
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
55
60
65
70
75
80
85
90
95
100
105
110
115
120
125

TT01, PV (C)
24,8
24,9
26
27,4
28,7
29,7
30,5
31
31,5
31,5
31,8
32,1
32,2
32,2
32,3
32,3
32,4
32,4
32,2
32,5
32,6
32,7
32,7
32,8
32,9
32,9

Seet Point SV (C)


35
35
35
35
35
35
35
35
35
35
35
35
35
35
35
35
35
35
35
35
35
35
35
35
35
35

Control Valve MV (%)


48,1
48
47,1
45,8
44,7
43,8
43,2
42,7
42,3
42
41,8
41,7
41,7
41,6
41,6
41,5
41,5
41,5
41,4
41,4
41,3
41,3
41,2
41,2
41,1
41
20

130
135
140
145
150
155
160
165
170
175
180
185
190
195

33
34,8
34,8
34,7
34,7
34,7
34,7
34,7
34,6
34,6
34,5
34,5
34,4
34,4

35
35
35
35
35
35
35
35
35
35
35
35
35
35

40,9
40,8
40,8
40,7
40,7
40,6
40,6
40,5
40,5
40,5
40,5
40,5
40,5
40,6

3.1.2 Pengendalian Proporsional Integral


Temperatur fliuda dingin = 26,2c - 24c = 2,2c
Temperatur fluida panas = 39,6c - 35c = 4,6c
Laju alir = 5 lpm
set point = 35c
PB = 115%
I = 5 detik

Tabel 3.2 Data Pengendalian Proporsional (P) + Integral (I)


waktu (detik)
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
55
60
65

pv (c)
24,7
26,2
29,6
31,4
32,2
32,6
32,9
33
33,1
33,1
33,1
33,1
33,1
33,1

set point (c)


35
35
35
35
35
35
35
35
35
35
35
35
35
35

Control valve (%)


100
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100
21

70
75
80
85
90
95
100
105
110
115
120
125
130
135
140
145
150
155
160
165
170
175
180
185
190
195

33,1
33,1
33,3
33,4
33,6
33,7
34
34,2
34,3
34,3
34,3
34,5
34,7
34,8
34,8
34,7
34,7
34,7
34,7
34,7
34,6
34,6
34,5
34,5
34,4
34,4

35
35
35
35
35
35
35
35
35
35
35
35
35
35
35
35
35
35
35
35
35
35
35
35
35
35

100
100
100
100
100
99,5
98,4
97,1
95,8
95,5
93,1
91,6
89,8
88
86,3
84,7
83,1
81,4
79,7
78
76,5
75
73,5
72,1
70,7
69,3

3.1.3 Pengendalian Proporsional + Integral + Derivative


Temperatur fliuda dingin = 26,2c - 24c = 2,2c
Temperatur fluida panas = 39,6c - 35c = 4,6c
Laju alir = 5 lpm
set point = 35c
PB = 115%
I = 5 detik
D = 5 detik

22

Tabel 3.3 Data Pengendalian Proporsional (P) + Integral (I) + Derivatif (D)
waktu (detik)
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
55
60
65
70
75
80
85
90
95
100
105
110
115
120
125
130
135
140
145
150
155
160
165
170
175
180
185
190
195
200

pv (c)
24
24,4
27,9
29,9
30,8
31,1
31,3
31,4
31,4
31,5
31,5
31,5
31,5
31,5
31,4
31,4
31,4
31,4
31,4
31,3
31,3
31,3
31,3
31,2
31,2
31,2
31,2
31,2
31,1
31,1
31,1
31,1
31,1
31,1
31,1
31,1
30,9
30,9
30,9
31
31,1

set point (c)


35
35
35
35
35
35
35
35
35
35
35
35
35
35
35
35
35
35
35
35
35
35
35
35
35
35
35
35
35
35
35
35
35
35
35
35
35
35
35
35
35

Contro valve (%)


100
100
100
100
100
100
100
98,8
97,5
96,3
95
93,7
92,4
91,2
90
88,8
87,6
85,2
84,1
83
81,9
80,8
79,8
78,8
77,8
76,8
75,8
74,9
73,9
72
73
73
72,1
71,3
70,4
69,6
68,8
68
67,2
66,3
65,1
23

BAB IV
PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN

4.1 PEMBAHASAN
Dalam praktikum pengendalian temperatur, kami melakukan percobaan dengan tiga
aksi/mode/karateristik. Karakteristik pengendalian antara lain adalah Proporsional (P),
Proporsional plus Integral (PI) dan Proporsional plus Integral plus Derivatif (PID).
Proporsional disini berarti pengesetan nilai variable proses, dan proporsional plus integral
menjaga nilai variable tersebut supaya tidak menjauhi nilai set point dan proporsional integral
derivative adalah menjaga variable tersebut selama berlangsungnya proses ( mempertahankan
).
Pada percobaan ini, didapatkan perbedaan antara masing-masing karakterisitik sistem
pengendalian tersebut. Tujuannya adalah sama, yaitu untuk mengurangi kesalahan (offset).
Dengan mengikuti prosedur kerja yang ada, hal pertama yang kami lakukan adalah
menurunkan temperatur pada cold water tangki, hingga suhu cold water yang diinginkan
tercapai. Hal yang berbeda dilakukan pada tangki hot water. Pada tangki ini, air dipanaskan
dengan menekan tombol heater, matikan tombol heater jika suhu yang diinginkan tercapai.
Lalu memasukkan nilai P,I dan D sesuai dengan lembaran penugasan dan setelah keluar data
dari computer, catat/print begitulah seterusnya.

24

4.1.1 Pengendalian Proporsional (P)

Proporsional Band (PB)


40
variabel proses (c)

35
30
25
20

Proporsional Band (PB)

15

set point (c)

10
5
0
0

50

100

150

200

250

waktu (detik)

Gambar 4.1 grafik pengendalian proporsional


Pada percobaan pertama kami melakukan dengan mode proposional dengan PB = 115%.
Dengan nilai PB yang semakin besar, maka semakin cepat waktu yang di perlukan proses
variable untuk mencapai set point. Kemudian dapat dilihat pada grafik dibawah ini yang
menunjukkan hubungan temperature yang dicapai dengan control valve.

4.1.2 Pengendalian PI

Proporsional Integral
40
variabel proses (c)

35
30
25
Proporsional Integral
(PI)

20
15

set point (c)

10
5
0
0

50

100

150

200

250

waktu ( detik)

Gambar 4.2 grafik pengendalian PI

25

Pada grafik diatas dapat di ketahui bahwa pengendalian tidak menghasilkan offset
seperti yang di hasilkan oleh pengendalian proporsional dan pada waktu 100 detik
pengendalian sudah mencapai harga set point. Hal ini dapat terjadi karena pada saat gangguan
proses terjadi pengendali proporsional menanggapi kesalahan atau gangguan dan kontrol
integral akan mendeteksi kasalahan dalam proporsional dan mencoba untuk menghilangkan
kesalahan, sehingga integral dari pengendali tersebut membawa titik kontrol kembali ke set
point.

4.1.3 Pengendalian PID

Proporsional Integral Derivative


40
variabel proses (c)

35
30
25
Pproporsional Integral
Derivative

20
15

set point (c)

10
5
0
0

50

100

150

200

250

waktu ( detik)

Grafik 4.3 pengendalian PID

Dari grafik diatas dapat di ketahui bahwa pengendalian menghasilkan error yang
sangat besar. hal tersebut tidak sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa pengendalian
PID respon yang di hasilkan cepat dan semakin lama waktunya maka responnya atau titik
kontrolnya akan semakin cepat mencapai set point. Kesalahan tersebut dapat terjadi karena
adanya human error dan effesiensi alat yang semakin menurun. Pada human error terjadi
kesalahan pembacaan temperatur pada termokopel dan juga pada RTD sehingga selisih suhu
yang dihasilkan tidak sesuai, yang mana selisih tersebut akan di kurangai dengan hasil
pembacaan variabel proses yang di hasilkan pada pebngendali.

26

4.1.4 Perbandingan pengendalian P, PI, PID

Perbandingan P, PI, PID


variabel proses (c)

40
35
30
25

Proporsional Band

20

PI

15

PID

10

set point (c)

5
0
0

50

100

150

200

250

waktu ( detik)

Gambar 4.3 grafik perbandingan P, PI, PID

Pada grafik di atas dapat diketahui perbandingan antara pengendali P,PI,PID. Pada
pengendali proporsional respon yang dihasilkan menghasilkan offset tapi tidak menimbulkan
osilasi. Pada pengandali PI, respon yang dihasilkan tidak menimbulkan offset seperti di
hasilkan pada pengendali proporsional namun timbulnya osilasi pada saat harga integralnya
di set. Sedangkan pada pengendali PID, respon yang di hasilkan tidak sesuai dengan teori,
yang mana seharusnya respon yang di hasilkan lebih cepat mencapai set point di bandingkan
dengan respon yang di berikan oleh PI. Hal ini dapat terjadi karena adanya human error dan
effesiensi alat yang menurun.

4.2 KESIMPULAN

Pada pengendali Proporsional Band semakin tinggi kenaikan suhu, maka


semakin kecil nilai control valvenya.

Harga output pada control PB memiliki offset yang lebih besar

Harga output pada PID sama dengan set point

Pengendalian temperature dengan Proposional Integral Derivatif merupakan


pengendali yang lebih baik daripada pengendali PB dan PI.

27

DAFTAR PUSTAKA

Buku Dasar Istrumentasi Dan Proses Kontrol . Bimbingan Profesi Sarjana Teknik (BPST)
Direktorat pengolahan angkatan XVII Balongan 2007.
Artikel non-personal, 5 April 2013, Pengendalian Proses, Wikipedia Bahasa Indonesia,
http://id.wikipedia.org/wiki/Pengendalian_proses, diakses pada 15 Maret 2014.
Artikel

non-personal,

15

April

2013,

PID,

Wikipedia

Bahasa

Indonesia,

http://id.wikipedia.org/wiki/PID, diakses pada 15 Maret 2014.

28

Anda mungkin juga menyukai