Anda di halaman 1dari 3

Aceh : Legenda dan Mitos tentang nama Aceh

Sumber:
http://acehdalamsejarah.blogspot.com/2009/02/acehlegenda-dan-mitos-tentang-nama.html
Posted by Sang Penunggu Istana Daruddunia

Aceh adalah nama sebuah Bangsa yang


mendiami ujung paling utara pulau sumatera yang terletak di antara samudera hindia dan selat
malaka.

Aceh merupakan sebuah nama dengan berbagai legenda dan mitos , sebuah bangsa yang sudah
dikenal dunia internasional sejak berdirinya kerajaan poli di Aceh Pidie dan mencapai puncak
kejayaan dan masa keemasan pada zaman Kerajaan Aceh Darussalam di masa pemerintahan
Sulthan Iskandar Muda hingga berakhirnya kesulthanan Aceh pada tahun 1903 di masa
Sulthan Muhammad Daud Syah.
Dan walau dalam masa 42 tahun sejak 1903 s/d 1945 Aceh tanpa pemimpin, Aceh tetap berdiri
dan terus berjuang mempertahankan kemerdekaannya dari tangan Belanda dan Jepang yang
dipimpin oleh para bangsawan, hulubalang dan para pahlawan Aceh seperti Tgk Umar, Cut
Nyak Dhien dan lain-lain dan juga Aceh mempunyai andil yang sangat besar dalam
mempertahankan Nusantara ini dengan pengorbanan rakyat dan harta benda yang sudah tak
terhitung nilainya hingga Aceh bergabung dengan Indonesia karena kedunguan dan kegoblokan
DDaud Beureueh yang termakan oleh janji manis dan air mata buaya Soekarno.
Banyak sekali tentang mitos tentang nama Aceh, Berikut beberapa mitos tentang nama Aceh
yang dirangkum dari berbagai catatan lama seperti yang saya kutip dari Web Forum Plasa.
1. Menurut H. Muhammad Said (1972), sejak abad pertama Masehi, Aceh sudah menjadi jalur
perdagangan internasional. Pelabuhan Aceh menjadi salah satu tempat singgah para pelintas.
Malah ada di antara mereka yang kemudian menetap. Interaksi berbagai suku bangsa kemudian

membuat wajah Aceh semakin majemuk.Sepeti dikutip oleh H.M.Said catatan Thomas Braddel
yang menyebutkan, di zaman Yunani, orang-orang Eropa mendapat rempah-rempah Timur dari
saudagar Iskandariah, Bandar Mesir terbesar di pantai Laut Tengah kala itu. Tetapi, rempahrempah tersebut bukanlah asli Iskandariah, melainkan mereka peroleh dari orang Arab
Saba.Orang-orang Arab Saba mengangkut rempah-rempah tersebut dari Barygaza atau dari
pantai Malabar India dan dari pelabuhan-pelabuhan lainnya. Sebelum diangkut ke negeri
mereka, rempah-rempah tersebut dikumpulkan di Pelabuhan Aceh.
2. Raden Hoesein Djajadiningrat dalam bukunya Kesultanan Aceh (Terjemahan Teuku Hamid,
1982/1983) menyebutkan bahwa berita-berita tentang Aceh sebelum abad ke-16 Masehi dan
mengenai asal-usul pembentukan Kerajaan Aceh sangat bersimpang-siur dan terpencar-pencar.
3. HM. Zainuddin (1961) dalam bukunya Tarich Aceh dan Nusantara, menyebutkan bahwa
bangsa Aceh termasuk dalam rumpun bangsa Melayu, yaitu; Mantee (Bante), Lanun, Sakai
Jakun, Semang (orang laut), Senui dan lain sebagainya, yang berasal dari negeri Perak dan
Pahang di tanah Semenanjung Melayu.Semua bangsa tersebut erat hubungannya dengan bangsa
Phonesia dari Babylonia dan bangsa Dravida di lembah sungai Indus dan Gangga, India.
Bangsa Mante di Aceh awalnya mendiami Aceh Besar, khususnya di Kampung Seumileuk, yang
juga disebut Gampong Rumoh Dua Blah.Letak kampung tersebut di atas Seulimum, antara
Jantho dan Tangse. Seumileuk artinya dataran yang luas. Bangsa Mante inilah yang terus
berkembang menjadi penduduk Aceh Lhee Sagoe (di Aceh Besar) yang kemudian ikut
berpindah ke tempat-tempat lainnya.Sesudah tahun 400 Masehi, orang mulai menyebut Aceh
dengan sebutan Rami atau Ramni. Orang-orang dari Tiongkok menyebutnya lan li, lanwu li,
nam wu li, dan nan poli yang nama sebenarnya menurut bahasa Aceh adalah Lam
Muri.Sementara orang Melayu menyebutnya Lam Bri (Lamiri). Dalam catatan Gerini, nama
Lambri adalah pengganti dari Rambri (Negeri Rama) yang terletak di Arakan (antara India
Belakang dan Birma), yang merupakan perubahan dari sebutan Rama Bar atau Rama Bari.
4. Rouffaer, salah seorang penulis sejarah, menyatakan kata al Ramni atau al Rami diduga
merupakan lafal yang salah dari kata-kata Ramana. Setelah kedatangan orang portugis mereka
lebih suka menyebut orang Aceh dengan Acehm.
5. Sementara orang Arab menyebutnya Asji. Penulis-penulis Perancis menyebut nama Aceh
dengan Acehm, Acin, Acheh ; orang-orang Inggris menyebutnya Atcheen, Acheen, Achin.
Orang-orang Belanda menyebutnya Achem, Achim, Atchin, Atchein, Atjin, Atsjiem, Atsjeh, dan
Atjeh. Orang Aceh sendiri, kala itu menyebutnya Atjeh.
6. Informasi tentang asal-muasal nama Aceh memang banyak ragamnya. Dalam versi lain, asalusul nama Aceh lebih banyak diceritakan dalam mythe, cerita-cerita lama, mirip dongeng. Di
antaranya, dikisahkan zaman dahulu, sebuah kapal Gujarat (India) berlayar ke Aceh dan tiba di
Sungai Tjidaih (baca: ceudaih yang bermakna cantik, kini disebut Krueng Aceh).Para anak buah
kapal (ABK) itu pun kemudian naik ke darat menuju Kampung Pande. Namun, dalam perjalanan
tiba-tiba mereka kehujanan dan berteduh di bawah sebuah pohon. Mereka memuji kerindangan
pohon itu dengan sebutan, Aca, Aca, Aca, yang artinya indah, indah, indah. Menurut Hoesein
Djajadiningrat, pohon itu bernama bak si aceh-aceh di Kampung Pande (dahulu), Meunasah
Kandang. Dari kata Aca itulah lahir nama Aceh.

7. Dalam versi lain diceritakan tentang perjalanan Budha ke Indo China dan kepulauan Melayu.
Ketika sang budiman itu sampai di perairan Aceh, ia melihat cahaya aneka warna di atas sebuah
gunung. Ia pun berseru Acchera Vaata Bho (baca: Acaram Bata Bho, alangkah indahnya). Dari
kata itulah lahir nama Aceh. Yang dimaksud dengan gunung cahaya tadi adalah ujung batu putih
dekat Pasai.
8. Dalam cerita lain disebutkan, ada dua orang kakak beradik sedang mandi di sungai. Sang adik
sedang hamil. Tiba-tiba hanyut sebuah rakit pohon pisang. Di atasnya tergeletak sesuatu yang
bergerak-gerak. Kedua putri itu lalu berenang dan mengambilnya. Ternyata yang bergerak itu
adalah seorang bayi. Sang kakak berkata pada adiknya Berikan ia padaku karena kamu sudah
mengandung dan aku belum.Permintaan itu pun dikabulkan oleh sang adik. Sang kakak lalu
membawa pulang bayi itu ke rumahnya. Dan, ia pun berdiam diri di atas balai-balai yang di
bawahnya terdapat perapian (madeueng) selama 44 hari, layaknya orang yang baru melahirkan.
Ketika bayi itu diturunkan dari rumah, seisi kampung menjadi heran dan mengatakan: adoe
nyang mume, a nyang ceh (Maksudnya si adik yang hamil, tapi si kakak yang melahirkan).
9. Mitos lainnya menceritakan bahwa pada zaman dahulu ada seorang anak raja yang sedang
berlayar, dengan suatu sebab kapalnya karam. Ia terdampar ke tepi pantai, di bawah sebatang
pohon yang oleh penduduk setempat dinamai pohon aceh. Nama pohon itulah yang kemudian
ditabalkan menjadi nama Aceh.
10. Talson menceritakan, pada suatu masa seorang puteri Hindu hilang, lari dari negerinya, tetapi
abangnya kemudian menemukannya kembali di Aceh. Ia mengatakan kepada penduduk di sana
bahwa puteri itu aji, yang artinya adik. Sejak itulah putri itu diangkat menjadi pemimpin
mereka, dan nama aji dijadikan sebagai nama daerah, yang kemudian secara berangsur-angsur
berubah menjadi Aceh.
11. Mitos lainnya yang hidup di kalangan rakyat Aceh, menyebutkan istilah Aceh berasal dari
sebuah kejadian, yaitu istri raja yang sedang hamil, lalu melahirkan. Oleh penduduk saat itu
disebut ka ceh yang artinya telah lahir. Dan, dari sinilah asal kata Aceh.
12. Kisah lainnya menceritakan tentang karakter bangsa Aceh yang tidak mudah pecah. Hal ini
diterjemahkan dari rangkaian kata a yang artinya tidak, dan ceh yang artinya pecah. Jadi, kata
aceh bermakna tidak pecah.
13. Di kalangan peneliti sejarah dan antropologi, asal-usul bangsa Aceh adalah dari suku Mantir
(Mantee, bahasa Aceh) yang hidup di rimba raya Aceh. Suku ini mempunyai ciri-ciri dan postur
tubuh yang agak kecil dibandingkan dengan orang Aceh sekarang. Diduga suku Manteu ini
mempunyai kaitan dengan suku bangsa Mantera di Malaka, bagian dari bangsa Khmer dari
Hindia Belakang.
Semoga bermamfaat untuk menambah wawasan kita tentang Aceh yang merupakan sebuah
negeri yang unik dalam sejarah sepanjang Abad.

Anda mungkin juga menyukai