Anda di halaman 1dari 13

PENATALAKSANAAN UNDESCENDCUS TESTIS PADA ANAK

(THE MANAGEMENT OF UNDESCENDED TESTICLE IN CHILDHOOD)


Muhammad Faizi, Netty EP
Divisi Endokrinologi Bagian Ilmu Kesehatan Anak
FK UNAIR / RSU Dr. Soetomo Surabaya
Korespondensi
Muhammad Faizi
Divisi Endokrinologi Bagian Ilmu Kesehatan Anak
Jl. Prof. Moestopo 6-8 Surabaya 03170983162 E-mail:fay@pediatrik.com
ABSTRACT
Undescended testicle (UDT) or Cryptorchidism is defined as failure of the testis to descend from its intra-abdominal location
into the scrotum.
The incidence of UDT is associated with its prematurity (gestational age) and its maturity of the age. Overall, UDT is seen in
3.4% of full-term newborn boys, decreasing to 1% in boys aged 1 year. The prevalence rate is 30.3% in premature boys.
Spontaneous descent after the first year of life is uncommon.
Early diagnosis and management of the undescended testicle are needed to preserve fertility and improve early detection of
testicular malignancy, to prevent of testicular torsion or injury against the pubic bone, and also minimize psychological stress
associated with an empty scrotum. The rationale for treatment of the UDT is the prevention of potential sequelae by
repositioning of the testis within the scrotal sac.
Keyword : Undescended testicle, UDT, Cryptorchidism, orchiopexy, hCG, GnRH.

ABSTRAK
Undescendcus testis (UDT) atau Kriptorkismus adalah gangguan perkembangan yang ditandai dengan gagalnya penurunan
salah satu atau kedua testis secara komplit ke dalam skrotum.
Insiden UDT terkait erat dengan umur kehamilan, dan maturasi bayi. Pada bayi prematur sekitar 30,3 % dan sekitar 3,4 % pada
bayi cukup bulan. Peningkatan umur bayi akan diikuti dengan penurunan insiden UDT. Prevalensinya menjadi sekitar 0,8 %
pada umur 1 tahun dan bertahan pada kisaran angka tersebut pada usia dewasa.
Pemahaman tentang morfogenesis kelainan akibat UDT, faktor hormonal dan molekuler yang mempengaruhi, merupakan hal
yang harus diketahui dalam melakukan penatalaksanaan kasus-kasus dengan UDT.
Diagnosis dan terapi dini diperlukan pada kasus-kasus UDT mengingat terjadinya peningkatan risiko infertilitas, keganasan,
torsi testis, jejas testis pada trauma pubis, dan stigma psikologis akibat skotum yang kosong. Esensi terapi rasional yang dianut
hingga saat ini adalah memperkecil terjadinya risiko komplikasi tersebut dengan melakukan reposisi testis kedalam skrotum baik
dengan menggunakan terapi hormonal ataupun dengan cara pembedahan (orchiopexy).
Kata kunci : Undescended testicle, UDT, Cryptorchidism, orchiopexy, hCG, GnRH.

PENDAHULUAN
Undescendcus testis (UDT) atau biasa disebut Kriptorkismus merupakan kelainan bawaan
genitalia yang paling sering ditemukan pada anak laki-laki.

1,2

Sepertiga kasus anak-anak dengan UDT

adalah bilateral sedangkan dua-pertiganya adalah unilateral. Insiden UDT terkait erat dengan umur
kehamilan, dan maturasi bayi. Insiden meningkat pada bayi yang lahir prematur dan menurun pada bayibayi yang dilahirkan cukup bulan. Peningkatan umur bayi akan diikuti dengan penurunan insiden UDT.
Prevalensinya menjadi sekitar 0,8 % pada umur 1 tahun dan bertahan pada kisaran angka tersebut pada
usia dewasa.

3,4,5

Meskipun telah diteliti lebih dari 100 tahun, namun masih banyak aspek UDT yang belum dapat
2

dijelaskan dengan baik dan masih menjadi kontroversi. Termasuk diantaranya mengenai fisiologi
penurunan testis, etiologi dan petanda molekuler tentang fertilitas dan potensi keganasannya, hingga
2,3,4

terapi UDT.

UDT yang tidak diterapi jelas menimbulkan kerusakan bagi testis tersebut. Pemahaman

tentang morfogenesis kelainan akibat UDT, faktor hormonal dan molekuler yang mempengaruhi,
merupakan hal yang harus diketahui dalam melakukan diagnosis maupun terapi kasus-kasus dengan
2

UDT.

Diagnosis dan terapi dini diperlukan pada kasus-kasus UDT mengingat terjadinya peningkatan
risiko infertilitas, keganasan, torsi testis, jejas testis pada trauma pubis, dan stigma psikologis akibat
3,4,6

skrotum yang kosong.

Esensi terapi rasional yang dianut hingga saat ini adalah memperkecil

terjadinya risiko komplikasi tersebut dengan melakukan reposisi testis kedalam skrotum baik dengan
menggunakan terapi hormonal ataupun dengan cara pembedahan (orchiopexy).

3,6

DEFINISI
Undescendcus testis (UDT) atau Kriptorkismus adalah gangguan perkembangan yang ditandai
1,7

dengan gagalnya penurunan salah satu atau kedua testis secara komplit ke dalam skrotum.
EPIDEMIOLOGI

Dari laporan Scorer yang telah banyak dikutip penulis lain, telah diketahui bahwa insiden UDT
pada bayi sangat dipengaruhi oleh umur kehamilan bayi dan tingkat kematangan atau umur bayi. Pada
bayi prematur sekitar 30,3% dan sekitar 3,4% pada bayi cukup bulan. Bayi dengan berat lahir < 900 gram
seluruhnya mengalami UDT, sedangkan dengan berat lahir < 1800 gram sekitar 68,5 % UDT. Dengan
bertambahnya umur menjadi 1 tahun, insidennya menurun menjadi 0,8 %, angka ini hampir sama dengan
populasi dewasa (tabel 1).

3,4

Tabel 1: Data prevalensi UDT berdasarkan umur oleh Scorer dan Farrington ( 1971)
Age

Weight (g)
451-910
911-1810
1811-2040
2041-2490

Premature

Full term

Incidence (%)
100.0
62.0
25.0
17.0
Total 30.3
12.0
3.3
0.7
Total 3.4
0.7-0.8
0.76-0.95
0.7-1.0

2491-2720
2721-3630
3631-5210

1 year
School age
Adulthood

(Dikutip dari : Gill B, Kogan S. Cryptorchidism Current Concept. Pediatr Clin


North Am 1997; 44 (5): 1211-27)

Laporan serupa yang lain menyebutkan dari 7500 bayi baru lahir di Inggris, terdapat 5,0 % kasus
8

UDT pada saat lahir, dan menurun menjadi 1,7% pada umur 3 bulan. Setelah umur 3 bulan, bayi-bayi
yang lahir dengan berat <2000 gram, 2000 - 2499 gram, dan > 2500 gram, insiden UDT berturut-turut
menjadi 7,7%, 2,5%, and 1,41%.

EMBRIOLOGI DAN PENURUNAN TESTIS


Pada minggu ke-6 umur kehamilan primordial germ cells mengalami migrasi dari yolk sac kegenital ridge. Dengan adanya gen SRY (sex determining region Y), maka akan berkembang menjadi testis
pada minggu ke-7. Testis yg berisi prekursor sel-sel Sertoli besar (yang kelak menjadi tubulus
seminiferous dan sel-sel Leydig kecil) dengan stimulasi FSH yang dihasilkan pituitary mulai aktif
berfungsi sejak minggu ke-8 kehamilan dengan mengeluarkan MIF (Mllerian Inhibiting Factor), yang
menyebabkan involusi ipsilateral dari duktus mullerian. MIF juga meningkatkan reseptor androgen pada
membran sel Leydig. Sel- Pada minggu ke-10-11 kehamilan, akibat stimulasi chorionic gonadotropin
yang dihasilkan plasenta dan LH dari pituitary sel-sel Leydig akan mensekresi testosteron yang sangat
esensial bagi diferensiasi duktus Wolfian menjadi epididimys, vas deferens, dan vesika seminalis.

Penurunan testis dimulai pada sekitar minggu ke-10. Walaupun mekanismenya belum diketahui
secara pasti, namun para ahli sepakat bahwa terdapat beberapa faktor yang berperan penting, yakni: faktor
4

endokrin, mekanik (anatomik), dan neural. Terjadi dalam 2 fase yang dimulai sekitar minggu ke-10
kehamilan segera setelah terjadi diferensiasi seksual. Fase transabdominal dan fase inguinoscrotal.
Keduanya terjadi dibawah kontrol hormonal yang berbeda.

3,7,9

Fase transabdominal terjadi antara minggu ke-10 dan 15 kehamilan, di mana testis mengalami
penurunan dari urogenital ridge ke regio inguinal. Hal ini terjadi karena adanya regresi ligamentum

suspensorium cranialis dibawah pengaruh androgen (testosteron), disertai pemendekan gubernaculum


(ligamen yang melekatkan bagian inferior testis ke-segmen bawah skrotum) di bawah pengaruh
3,7,9,10

MIF.

Dengan perkembangan yang cepat dari regio abdominopelvic maka testis akan terbawa turun

ke daerah inguinal anterior.

(10)

. Pada bulan ke-3 kehamilan terbentuk processus vaginalis yang secara

bertahap berkembang ke-arah skrotum. Selanjutnya fase ini akan menjadi tidak aktif sampai bulan ke-7
kehamilan.

Fase inguinoscrotal terjadi mulai bulan ke-7 atau minggu ke-28 sampai dengan minggu ke-35
kehamilan. Testis mengalami penurunan dari regio inguinal ke-dalam skrotum dibawah pengaruh hormon
androgen. Mekanismenya belum diketahui secara pasti, namun diduga melalui mediasi pengeluaran
calcitonin gene-related peptide (CGRP). Androgen akan merangsang nervus genitofemoral untuk
mengeluarkan CGRP yang menyebabkan kontraksi ritmis dari gubernaculum.

3,7,9

Faktor mekanik yang

turut berperan pada fase ini adalah tekanan abdominal yang meningkat yang menyebabkan keluarnya
testis dari cavum abdomen, di samping itu tekanan abdomen akan menyebabkan terbentuknya ujung dari
9,10

processus vaginalis melalui canalis inguinalis menuju skrotum.


berlangsung sampai bayi usia 9-12 bulan.

Proses penurunan testis ini masih bisa

1,13

Gambar 1. A: Skema penurunan testis menurut Hutson. Antara minggu ke- 815 gubernaculum (G) berkembang
pada laki-laki, mendekatkan testis (T) ke-inguinal. Ligamentum suspensorium cranialis (CSL) mengalami regresi.
Migrasi gubernaculum ke-skrotum terjadi pada minggu ke- 28-35. B: Peranan gubernaculum dan CSL pada
diferensiasi seksual rodent. Pada jantan CSL mengalami regresi dan gubernaculum mengalami perkembangan;
sebaliknya pada betina CSL menetap, dan gubernaculum menipis dan memanjang. (Dikutip dari : Hutson JM,
Hasthorpe S, Heys CF. Anatomical and Functional of Testicular Descent and Cryptorchidism. Endocrine Reviews
1997; 18 (2): 259-75)

ETIOLOGI
Segala bentuk gangguan pada proses penurunan tersebut di atas akan berpotensi menimbulkan
2,9

UDT (seperti terlihat pada tabel 2).

Beberapa penelitian terakhir mendapatkan bahwa mutasi pada gen

INSL3 (Leydig insulin-like hormone 3) dan gen GREAT (G protein-coupled receptor affecting testis
descent) dapat menyebabkan UDT. INSL3 dan GREAT merupakan pasangan ligand dan reseptor yang
3,11,12

mempengaruhi perkembangan gubernaculum.

Mutasi atau delesi pada gen-gen tertentu yang lain

juga terbukti menyebabkan UDT, antara lain gen reseptor androgen yang akan menyebabkan AIS
(androgen insensitivity syndrome), serta beberapa gen yang bertanggung-jawab pada differensiasi testis
3

semisal: PAX5, SRY, SOX9, DAX1, dan MIS.

Tabel 2: Berbagai kemungkinan penyebab UDT


A

C
D

Androgen deficiency/blockade
Pituitary/placental gonadotropin deficiency
Gonadal dysgenesis
Androgen sythesis defect (rare)
Androgen receptor defect (rare)
Mechanical anomalies
Prune belly syndrome (bladder blocks inguinal canal)
Posterior urethral valves(bladder blocks inguinal canal)
Abdominal wall defects (low abdominal pressure/gubernacular rupture)
Chromosomal/malformation syndrome (? Connective tissue defect block
migration)
Neurological anomalies
Myelomeningocele (GNF dysplasia)
GFN/CGRP anomalies
Aquired (?) anomalies
Cerebral palsy (cremaster spasticity)
Ascending/retractile testes (? Fibrous remnant of processus vaginalis)

(Dikutip dari : Hutson JM, Hasthorpe S, Heys CF. Anatomical and Functional of Testicular
Descent and Cryptorchidism. Endocrine Reviews 1997; 18 (2): 259-75)

UDT dapat merupakan kelainan tunggal yang berdiri sendiri (isolated anomaly), ataupun
bersamaan dengan kelainan kromosom, endokrin, intersex, dan kelainan bawaan lainnya

(3,4,13)

. Bila

disertai dengan kelainan bawaan lain seperti hipospadia kemungkinan lebih tinggi disertai dengan
kelainan kromosom (sekitar 12 25 %).

Terdapat faktor keturunan terjadinya UDT pada kasus-kasus yang isolated, di samping itu testis
3,10

sebelah kanan lebih sering mengalami UDT.

Sekitar 4,0 % anak-anak UDT mempunyai ayah yang

UDT, dan 6,29,8% mempunyai saudara laki-laki UDT; atau secara umum terdapat risiko 3,6 kali terjadi
UDT pada laki-laki yang mempunyai anggota keluarga UDT dibanding dengan populasi umum.

KLASIFIKASI
7

Terdapat 3 tipe UDT :


1. UDT sesungguhnya (true undescended): testis mengalami penurunan parsial melalui jalur yang
normal, tetapi terhenti. Dibedakan menjadi teraba (palpable) dan tidak teraba (impalpable).
2. Testis ektopik: testis mengalami penurunan di luar jalur penurunan yang normal.
3. Testis retractile: testis dapat diraba/dibawa ke-dasar skrotum tetapi akibat refleks kremaster yang
berlebihan dapat kembali segera ke-kanalis inguinalis, bukan termasuk UDT yang sebenarnya.
Pembagian lain membedakan true UDT menurut lokasi terhentinya testis, menjadi: abdominal,
4

inguinal, dan suprascrotal (gambar 2). Gliding testis atau sliding testis adalah istilah yang dipakai pada
keadaan UDT dimana testis dapat dimanipulasi hingga bagian atas skrotum, tetapi segera kembali begitu
1,4

tarikan dilepaskan.

Gambar 2: Kemungkinan lokasi testis pada true UDT dan ektopik testis. (Dikutip dari : Gill B, Kogan S.
Cryptorchidism Current Concept. Pediatr Clin North Am 1997; 44 (5): 1211-27)

Gliding testis harus dibedakan dengan testis yang retraktil, gliding testis terajadi akibat tidak
adanya gubernaculum attachment, dan mempunyai processus vaginalis yang lebar sehingga testis sangat
mobile dan meningkatkan risiko terjadinya torsi.

1,4

Dengan melakukan overstrecht selama + 1 menit pada

saat pemeriksaan fisik (untuk melumpuhkan refleks cremaster), testis yang retraktil akan menetap di
dalam skrotum, sedangkan gliding testis akan tetap kembali ke-kanalis inguinalis.

KOMPLIKASI
Telah lama diketahui bahwa komplikasi utama yang dapat terjadi pada UDT adalah keganasan
testis dan infertilitas akibat degenerasi testis,
hernia inguinalis.

2,3,7,10

di samping itu disebut juga terjadinya torsi testis, dan

Risiko Keganasan
Teradapat hubungan yang erat antara UDT dan keganasan testis. Insiden keganasan testis sebesar
1-6 pada setiap 500 laki-laki UDT di Amerika. Risiko terjadinya keganasan testis yang tidak turun pada
anak dengan UDT dilaporkan berkisar 10-20 kali dibandingkan pada anak dengan testis normal.

2,3,7

Makin tinggi lokasi UDT makin tinggi risiko keganasannya, testis abdominal mempunyai risiko menjadi
3,7

ganas 4x lebih besar dibanding testis inguinal.

Orchiopexi sendiri tidak akan mengurangi risiko terjadinya keganasan, tetapi akan lebih mudah
2,3

melakukan deteksi dini keganasan pada penderita yang telah dilakukan orchiopexy.
Infertilitas

Penderita UDT bilateral mengalami penurunan fertilitas yang lebih berat dibandingkan penderita
UDT unilateral, dan apalagi dibandingkan dengan populasi normal.

2,3,7

Penderita UDT bilateral

mempunyai risiko infertilitas 6x lebih besar dibandingkan populasi normal (38% infertil pada UDT
bilateral dibandingkan 6% infertil pada populasi normal), sedangkan pada UDT unilateral berisiko hanya
2x lebih besar.

2,3

Komplikasi infertilitas ini berkaitan dengan terjadinya degenerasi pada UDT. Biopsi pada anakanak dan binatang coba UDT menunjukkan adanya penurunan volume testis, jumlah germ cells dan
spermatogonia dibandingkan dengan testis yang normal.

7,14

Biopsi testis pada anak dengan UDT

unilateral yang dilakukan sebelum umur 1 tahun menunjukkan gambaran yang tidak berbeda bermakna
dengan testis yang normal. Perubahan gambaran histologis yang bermakna mulai tampak setelah umur 1
tahun, semakin memburuk dengan bertambahnya umur.

6,7

Tidak seperti risiko keganasan, penurunan

testis lebih dini akan mencegah proses degenerasi lebih lanjut.

6,7,14

DIAGNOSIS
Anamnesis
Pada anamnesis harus digali adalah tentang prematuritas penderita (30% bayi prematur
mengalami UDT), penggunaan obat-obatan saat ibu hamil (estrogen), riwayat operasi inguinal. Harus
dipastikan juga apakah sebelumnya testis pernah teraba di skrotum pada saat lahir atau tahun pertama
kehidupan (testis retractile akibat refleks cremaster yang berlebihan sering terjadi pada umur 4-6 tahun).
Perlu juga digali riwayat perkembangan mental anak, dan pada anak yang lebih besar bisa ditanyakan ada
tidaknya gangguan penciuman (biasanya penderita tidak menyadari). Riwayat keluarga tentang UDT,
infertilitas, kelainan bawaan genitalia, dan kematian neonatal.

3,13

Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan sebaiknya dilakukan di ruangan yang tenang dan hangat. Pemeriksaan secara umum
harus dilakukan dengan mencari adanya tanda-tanda sindrom tertentu, dismorfik, hipospadia, atau
genitalia ambigua.

3,6,13

Pemeriksaan testis sebaiknya dilakukan pada posisi terlentang dengan frog leg position dan
jongkok. Dengan 2 tangan yang hangat dan akan lebih baik bila menggunakan jelly atau sabun, dimulai
dari SIAS menyusuri kanalis inguinalis ke-arah medial dan skrotum (gambar 3). Bila teraba testis harus
dicoba untuk diarahkan ke-skrotum, dengan kombinasi menyapu dan menarik terkadang testis dapat
didorong ke-dalam skrotum. Dengan mempertahankan posisi testis didalam skrotum selama 1 menit, otototot cremaster diharapkan akan mengalami fatigue; bila testis dapat bertahan di dalam skrotum,
menunjukkan testis yang retractile sedangkan pada UDT akan segera kembali begitu testis dilepas.
Tentukan lokasi, ukuran dan tekstur testis.

3,6

Gambar 3. Teknik pemeriksaan testis. A: Menyusuri kanalis inguinalis dimulai dari SIAS. B&C: Bila teraba testis,
menggiring testis dengan ujung-ujung jari. D: Memanipulasi ke-dalam skrotum. (Dikutip dari : Docimo SG,
Silver RI, Cromie W. The Undescended Testicle: Diagnosis and Management. Am Fam Physician 2000; 62: 203744)

Testis yang atropi atau vanishing testis dapat dijumpai pada jalur penurunan yang normal.
Kemungkinan etiologinya adalah iskemia masa neonatal akibat torsi. Testis kontra lateralnya biasanya
mengalami hipertrofi.

Lokasi UDT tersering terdapat pada kanalis inguinalis (72%), diikuti supraskrotal (20%), dan
5

intra-abdomen (8%). Sehingga pemeriksaan fisik yang baik akan dapat menentukan lokasi UDT tersebut.

Adanya UDT bilateral yang tidak teraba gonad/testis apalagi disertai hipospadia dan virilisasi,
harus dipikirkan kemungkinan intersex, individu dengan kromosom XX yang mengalami female pseudo3,13,15

hermaphroditism yang berat; atau Anorchia kongenital sebagai akibat torsi testis in utero.

Sedangkan

simple UDT merupakan hal yang seringkali dijumpai terutama pada bayi yang prematur, akan tetapi
13

masih dapat terjadi penurunan testis dalam tahun pertama kehidupannya.

Berikut adalah berapa petanda klinis pada UDT bilateral tidak teraba testis yang dapat dipakai
pegangan untuk menentukan kemungkinan penyebab pada pemeriksaaan fisik (tabel 3) :

13

Tabel 3: Interpretasi beberapa petanda klinis yang menyertai UDT bilateral tidak teraba testis
Tanda Klinis Penyerta
Kemungkinan Penyebab
Tanpa kelainan lain
Simple UDT, anorchia, female pseudo-hermaphroditsm
Mikro penis dengan atau tanpa hipospadia
Gangguan sintesis androgen partial atau Androgen
insensitivity syndrome
Anosmia dan mikro penis
Sindrom Kallmann
Gangguan intelektual atau dismorfik
Sindrom tertentu
Mikro penis dan defek midline
Defisiensi gonadotropin
Mikro penis dan hipoglikemi neonatal
Multiple pituitary hormone deficiency
Perawakan tinggi (testis mungkin teraba di Sindrom Klinefelter
inguinal, kecil dan padat)
(Dikutip dari : Cryptorchidism. Abnormal Genitalia. In: Wales JKH, Wit JM, Rogol AD, eds. Pediatric
Endocrinology and Growth. Edinburgh, London, New York: Saunders, 2003: 173-4)

Pemeriksaan Laboratorium
3

Pada anak dengan UDT unilateral tidak memerlukan pemeriksaan laboratorium lebih lanjut.

Sedangkan pada UDT bilateral tidak teraba testis dengan disertai hipospadia dan virilisasi, diperlukan
pemeriksaan analisis kromosom dan hormonal (yang terpenting adalah 17-hydroxyprogesterone) untuk
3,15

menyingkirkan kemungkinan intersex.

Setelah menyingkirkan kemungkinan intersex, pada penderita UDT bilateral dengan usia < 3
bulan dan tidak teraba testis, pemeriksaan LH, FSH, dan testosteron akan dapat membantu menentukan
apakah terdapat testis atau tidak. Bila umur telah mencapai di atas 3 bulan pemeriksaan hormonal tersebut
harus dilakukan dengan melakukan stimulasi test menggunakan hCG (human chorionic gonadotropin
hormone). Ketiadaan peningkatan kadar testosteron disertai peningkatan LH/FSH setelah dilakukan
stimulasi mengindikasikan anorchia.

1,3

Prinsip stimulasi test dengan hCG atau hCG test adalah mengukur kadar hormon testosteron pada
keadaan basal dan 24-48 jam setelah stimulasi. Respon testosteron normal pada hCG test sangat
tergantung umur penderita. Pada bayi, respon normal setelah hCHG test bervariasi antara 2-10x bahkan
20x. Pada masa kanak-kanak, peningkatannya sekitar 5-10x. Sedangkan pada masa pubertas, dengan
16

meningkatnya kadar testosteron basal, maka peningkatan setelah stimulasi hCG hanya sekitar 2-3x.
Tabel 4 adalah beberapa macam hCG test yang direkomendasikan Honour.

Test
1
2
3

16

Tabel 4: Beberapa macam hCG test yang bisa digunakan.


Age
hCG regimen
Timing of androgen samples
Infancy and childhood 1000 IU im daily x 3
Days 0 and 3
Infancy and childhood 1000 IU im twice weekly x Day 0 and 24 h after the last
(prolonged test)
6
injection
Adolescence
2000 IU im on days 0 and 3 Days 0, 3 and 5

(Dikutip dari : Honour JW, Savage MO. Testicular Endocrine Function. In: Ranke MB, ed. Diagnostics of
Endocrine Function in Children and Adolescents. Heidelberg, Leipzig: Johan Ambrosius Barth Verlag, 1996:
314-25)

Pemeriksaan Pencitraan
USG hanya dapat membantu menentukan lokasi testis terutama di daerah inguinal, di mana hal
3

ini akan mudah sekali dilakukan perabaan dengan tangan. Pada penelitian terhadap 66 kasus rujukan
dengan UDT tidak teraba testis, USG hanya dapat mendeteksi 37,5% (12 dari 32) testis inguinal; dan
17

tidak dapat mendeteksi testis intra-abdomen. Hal ini tentunya sangat tergantung dari pengalaman dan
kwalitas alat yang digunakan.
CT scan dan MRI mempunyai ketepatan yang lebih tinggi dibandingkan USG terutama
diperuntukkan testis intra-abdomen (tak teraba testis). MRI mempunyai sensitifitas yang lebih baik untuk
3,4,5

digunakan pada anak-anak yang lebih besar (belasan tahun).


keganasan testis.

MRI juga dapat mendeteksi kecurigaan

Baik USG, CT scan maupun MRI tidak dapat dipakai untuk mendeteksi vanishing
4,5

testis ataupun anorchia.

Dengan ditemukannya metode-metode yang non-invasif maka penggunaan angiografi (venografi)


untuk mendeteksi testis yang tidak teraba menjadi semakin berkurang. Metode ini paling baik digunakan
4,5

untuk menentukan vanishing testis ataupun anorchia.

Dengan metode ini akan dapat dievaluasi pleksus


5

pampiniformis, parenkim testis, dan blind-ending dari vena testis (pada anorchia). Kelemahannya selain
infasif, juga terbatas pada umur anak-anak yang lebih besar mengingat kecilnya ukuran vena-vena
gonad.

4,5

Laparoskopi
Metode laparoskopi pertama kali digunakan untuk mendeteksi UDT tidak teraba testis pada tahun
1976. Metode ini merupakan metode infasif yang cukup aman oleh ahli yang berpengalaman. Sebaiknya
dilakukan pada anak yang lebih besar dan setelah pemeriksaan lain tidak dapat mendeteksi adanya testis
3,4,6

di inguinal.

Beberapa hal yang dapat dievaluasi selama laparoskopi adalah: kondisi cincin inguinalis interna,
6

processus vaginalis (patent atau non-patent), testis dan vaskularisasinya serta struktur wolfian-nya. Tiga
hal yang sering dijumpai saat laparoskopi adalah: blind-ending pembuluh darah testis yang
mengindikasikan anorchia (44%), testis intra-abdomen (36%), dan struktur cord (vasa dan vas deferens)
yang keluar ke-dalam cincin inguinalis interna.

TERAPI
Tujuan terapi UDT yang utama dan dianut hingga saat ini adalah memperkecil risiko terjadinya
infertilitas dan keganasan dengan melakukan reposisi testis kedalam skrotum baik dengan menggunakan
3,6

terapi hormonal ataupun dengan cara pembedahan (orchiopexy)

10

Terapi Hormonal
Terapi hormonal pada UDT telah dimulai semenjak tahun 1940-an, terutama banyak digunakan di
Eropa.

3,9

Hal ini didasarkan fakta bahwa defisiensi aksis hipotalamus-pituitary-gonad merupakan


1,9

penyebab terbanyak UDT.

Hormon yang biasa digunakan adalah hCG, gonadotropin-releasing

hormone (GnRH) atau LH-releasing hormone (LHRH).

Hormon hCG mempunyai kerja mirip LH yang dihasilkan pituitary, yang akan merangsang sel
Leydig menghasilkan androgen. Cara kerja peningkatan androgen pada penurunan testis belum diketahui
3

pasti, tapi diduga mempunyai efek pada cord testis atau otot cremaster.

Berbagai regimen pemberian hCG telah direkomendasikan. Rekomendasi yang sering digunakan
adalah dari International Health Foundation dan WHO yang merekomendasikan pemberian 250 IU untuk
bayi < 12 bulan, 500 IU untuk umur 1-6 tahun, dan 1.000 IU untuk umur > 6 tahun, masing masing
3,4

kelompok umur diberikan 2x seminggu selama 5 minggu.

Angka keberhasilan terapi hCG berkisar 25-55 % pada penelitian tanpa kontrol, dan sekitar 621% pada penelitian buta acak. Faktor yang mempengaruhi keberhasilan terapi adalah: makin distal
lokasi testis makin tinggi keberhasilannya, makin tua usia anak makin respon terhadap terapi hormonal,
UDT bilateral lebih responsif terhadap terapi hormonal daripada unilateral.

3,4

GnRH hanya digunakan di Eropa, diberikan secara intranasal dengan dosis 1-1,2 mg per-hari
selama 4 minggu. Lebih simple dan tidak menimbulkan nyeri, di samping itu tidak ada efek samping,
1,3

akan tetapi tidak lebih efektif dari hCG.


Terapi Pembedahan

Apabila hormonal telah gagal, terapi standar pembedahan untuk kasus UDT adalah orchiopexy.
Keputusan untuk melakukan orchiopexy harus mempertimbangkan berbagai faktor, antara lain teknis,
risiko anastesi, psikologis anak, dan risiko bila operasi tersebut ditunda.

Mengingat 75 % kasus UDT akan mengalami penurunan testis spontan sampai umur 1 tahun,
1

maka pembedahan biasanya dilakukan setelah umur 1 tahun. Pertimbangan lain adalah setelah 1 tahun
akan terjadi perubahan morfologis degeneratif testis yang dapat meningkatkan risiko infertilitas.

Keberhasilan orchyopexy berkisar 67-100 % bergantung pada umur penderita, ukuran testis,
contralateral testis, dan keterampilan ahli bedah.

11

ALGORITMA

Undescended

Unilateral

Bilateral
Nonpalpable

Palpable
Surgery
Refer at 6 months

Normal
external
genitalia

Nonpalpable
Hypospadias
or ambiguous
genitalia
Refer

High
or low
testis

Low testis

Refer at
6 months

Hormone
theraphy

Refer

Evaluate intersexual
condition
Normal

Intersexual

Newborn

Palpable

Nonpalpable

Surgery

Measure LH,
FSH, MIS;hCG
stimulation test

Refer at
6 months

Hormone
theraphy,
(for low
testis)

Positive

Negative

Laparoscopic
or open
surgery

Probably
agonadal;
consider
surgery

Failure

Failure

Surgery

Palpable

Diagnostic
therapeutic
laparoscopy or open
surgery, option of
preoperative
hormone theraphy

Hormone
theraphy

Failure

Management
by diagnosis

Surgery

Older child on discovery

Gambar 4: Algoritma penatalaksanaan UDT pada anak. Anak yang lebih besar sebaiknya segera dirujuk saat
diagnosis ditegakkan. LH=luteinizing hormone; FSH=follicle-stimulating hormone; MIS=mullerian inhibiting
substance; hCG=human chorionic gonadotropin (Dikutip dari : Docimo SG, Silver RI, Cromie W. The Undescended
Testicle: Diagnosis and Management. Am Fam Physician 2000; 62: 2037-44)

KEPUSTAKAAN
1

Danon M, Friedman SC. Ambiguous Genitalia, Micropenis, Hypospadias, and Cryptorchidism.

In: Lifshitz F, ed. Pediatric Endocrinology. New York: Marcel Dekker, 1996: 281-301.
2

Kolon TF. Cryptorchidism. In: http://www.emedicine.com/med/topic2707.htm ( diakses 11

Nopember 2004 ).
3

Kolon TF, Patel RP, Huff DS. Cryptorchidism: diagnosis, treatment, and long-term prognosis.

Urol Clin North Am 2004; 31 (3): 469-80.


4

Gill B, Kogan S. Cryptorchidism Current Concept. Pediatr Clin North Am 1997; 44 (5):

1211-27.
5

Dogra VS, Mojibian H. Cryptorchidism. In: http://www.emedicine.com/radio/topic201.htm (

diakses 11 Nopember 2004 ).

12

Docimo SG, Silver RI, Cromie W. The Undescended Testicle: Diagnosis and Management. Am

Fam Physician 2000; 62: 2037-44.


7

Wilcox DT, Creighton S, Woodhouse CRJ, Mouriquand PDE. Urogenital Implications of

Endocrine Disorders in Children and Adolescents. In: Brook CGD, Hindmarsh PC, eds. Clinical
Pediatric Endocrinology. London: Blackwell Science Ltd, 2001: 222-6.
8

John Radcliffe Hospital Cryptorchidism Study Group. Cryptorchidism: a prospective study of

7500 consecutive male births, 1984-8. Archives of Disease in Childhood 1992; 67: 892-9.
(Abstract)
9

Hutson JM, Hasthorpe S, Heys CF. Anatomical and Functional of Testicular Descent and

Cryptorchidism. Endocrine Reviews 1997; 18 (2): 259-75.


10

Styne DM. The Testes Disorders of Sexual Differentiation and Puberty in the Male. In:

Sperling MA, ed. Pediatric Endocrinology. Philadelphia: Saunders, 2002: 570-73.


11

Ferlin A, Simonato M, Bartoloni L et al. The INSL3-LGR8/GREAT Ligand-Receptor Pair in

Human Cryptorchidism. J Clin Endocrinol Metab 2003; 88: 42739.


12

Kubotal Y, Temelcos C, Bathgate RAD, Smith KJ et al. The role of insulin 3, testosterone,

Mllerian inhibiting substance and relaxin in rat gubernacular growth. Molecular Human
Reproduction 2002; 8 (10): 9005.
13

Cryptorchidism. Abnormal Genitalia. In: Wales JKH, Wit JM, Rogol AD, eds. Pediatric

Endocrinology and Growth. Edinburgh, London, New York: Saunders, 2003: 173-4.
14

Zhang RD, Wen XH, Kong LS et al. A quantitative (stereological) study of the effects of

experimental unilateral cryptorchidism and subsequent orchiopexy on spermatogenesis in adult


rabbit testis. Reproduction 2002; 124: 95105.
15

Ritzen M, Hintz RL. Hypospadias/virilization. In: Hoechberg Z, Haifa, eds. Practical

Algorithms in Pediatric Endocrinology. Druck, Basel (Switzerland): Karger AG, 1999: 38-9.
16

Honour JW, Savage MO. Testicular Endocrine Function. In: Ranke MB, ed. Diagnostics of

Endocrine Function in Children and Adolescents. Heidelberg, Leipzig: Johan Ambrosius Barth
Verlag, 1996: 314-25.
17

Jack S. Elder. Ultrasonography Is Unnecessary in Evaluating Boys With a Nonpalpable Testis.

Pediatrics 2002; 110 (4): 748-51.

Anda mungkin juga menyukai