Anda di halaman 1dari 73

PROPOSAL

PERBEDAAN HASIL PEMERIKSAAN WAKTU PEMBEKUAN


DARAH DENGAN DAN TANPA PENAMBAHAN GETAH
TANAMAN MUNDU (Garcinia dulcis )

Oleh :
MUHAMMAD ZAKIR
NIM. P07134012026

KEMENTRIAN KESEHATAN RI
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MATARAM
JURUSAN ANALIS KESEHATAN MATARAM
2014

KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah swt. karena
berkat rahmatnyalah sehingga proposal karya tulis ilmiah dengan judul
Perbedaan Hasil Pemeriksaan Waktu Pembekuan Darah Dengan Dan
Tanpa Pemberian Getah Tanaman Mundu (Garcinia dulcis ) dapat
terselesaikan dengan baik dan tepat pada waktunya.
Terimakasih yang sebesar besarnya juga penulis sampaikan kepada:
1. Ibu Dra. Hj. Siti Wathaniah, M.Biomed selaku Direktur Poltekkes
Kemenkes Mataram.
2. Bapak Iswari Pauzi, SKM, M.Sc Selaku Ketua Jurusan Analis
Kesehatan Mataram
3. Seluruh Dosen Analis Kesehatan Mataram atas saran dan masukan
yang diberikan.
4. Kedua orangtuaku tersayang, kakak dan adik-adiku tercinta sebagai
motivator terbesar yang telah memberikan dan melakukakn segala
yang terbaik, terimakasih atas doa dan dukungannya.
5. Teman-teman seperjuangan, khususnya teman-teman kelompok B
dan sahabat terbaikku serta semua teman-teman yang selalu
memberikan semangat dan dukungannya.

6. Serta segala pihak yang senantiasa mendukung dan membantu


penulis dalam pembuatan proposal karya tulis ilmiah ini.
Penulisan proposal ini masih belum sempurna, sehingga
saran dan kritik sangat di harapkan penulis untuk penyempurnaan
lebih lanjut.
Mataram, januari 2014

Penulis

DAFTAR ISI
DAFTAR ISI
BAB

Teks

halaman

Halaman Judul .................................................................................. i


Kata Pengantar ................................................................................ iv
Daftar Isi ........................................................................................... vii
Daftar Tabel ..................................................................................... x
Daftar Gambar ................................................................................. xi
Daftar Lampiran ............................................................................... xiii
I

PENDAHULUAN .............................................................................. 1
A. Latar Belakang ........................................................................... 1
B. Perumusan Masalah ................................................................... 3
C. Tujuan Penelitian ........................................................................ 3
D. Hipotesis Penelitian .................................................................... 4
E. Manfaat Penelitian ...................................................................... 4

II

TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................... 6


A. Kerangka Teoritis ....................................................................... 6
1. Hemostasis .......................................................................... 6
2. Komponen penting dalam hemostasis .................................. 16
3. Mekanisme Hemostasis ........................................................ 22
..................................................................................................... 23

B. Kerangka Konsep ....................................................................... 27


III

METODE PENELITIAN .................................................................... 28


A. Tempat dan Waktu Penelitian ................................................... 28
B. Rancangan Penelitian .............................................................. 28
C. Jumlah Unit Eksperimen ........................................................... 29
D. Variabel Penelitian ................................................................... 30
E. Jenis dan Skala Data ............................................................... 30
F. Definisi Operasional ................................................................. 30
G. Alat dan Bahan ......................................................................... 31
H. Alur Penelitian .......................................................................... 32
I.

Data yang Dikumpulkan ........................................................... 33

J. Cara Pengumpulan Data .......................................................... 33


K. Rumus Perhitungan Alkohol Metode Destilasi .......................... 35
L. Pengolahan dan Analisis Data .................................................. 36
IV

HASIL PENELITIAN ......................................................................... 38


A. Gambaran Umum Penelitian .................................................... 38
B. Hasil Pemeriksaan Laboratorium .............................................. 38
C. Analisis Hasil Penelitian .......................................................... 40

PEMBAHASAN ............................................................................... 42

VI

PENUTUP ....................................................................................... 46
A. Kesimpulan ................................................................................ 46
B. Saran ......................................................................................... 46

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 47


LAMPIRAN .................................................................................................. 49

DAFTAR TABEL

No

Teks

Halaman

2.1 Perbandingan kandungan dari komposisi beras ketan


dan beras giling biasa 8
3.1 Hasil penentuan kadar alkohol pada tape ketan putih . 36
4.1 Hasil penetapan kadar alkohol pada tape ketan putih . 39
4.2 Distribusi kadar alkohol berdasarkan asal ragi tape . 40

4.3 Hasil uji levene Test kadar alkohol pada tape ketan putih .. 40
4.4 Hasil uji statistik kadar alkohol berdasarkan asal ragi . 40

DAFTAR GAMBAR

No

Teks

Halaman

2.1 Beras Ketan ........................................................................................... 7


2.2 Ragi Produksi Lombok ........................................................................... 19
2.3 Ragi Produksi Sumbawa ........................................................................ 20
2.4 Ragi Produksi Bima ............................................................................... 21

2.5 Ragi Produksi Solo ................................................................................ 21


2.6 Alat Destilasi Sederhana ........................................................................ 23
2.7 Rangkaian Alat Kromatografi Gas .......................................................... 25
4.1 Perbedaan asal ragi terhadar kadar
alkohol pada tape ketan putih ................................................................ 39

DAFTAR GAMBAR

DAFTAR TABEL

DAFTAR LAMPIRAN

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia dengan berbagai spesies flora. Sekitar 26% telah


dibudidayakan dan sisanya sekitar 74% masih tumbuh liar di hutanhutan. Indonesia telah membudidayakan lebih dari 940 jenis
spesies sebagai obat tradisional (Atoillah, 2007).
Dalam kehidupan masyarakat sendiri, masih banyak orang
yang menggunakan pengobatan-pengobatan tradisional sebagai
salah satu alternative untuk membantu dalam terapi penyembuhan
suatu penyakit. Beberapa jenis pengobatan alternative tersebut
lebih dominan menggunakan tanaman herbal sebagai bahan utama
pengobatn penyakit tertentu. Tanaman-tanaman yang digunakan
biasanya seringkali di jumpai di kehidupan sehari-hari dan ada juga
yang sulit untuk di temukan dalam kehidupan sehari hari karena
habitat tanaman tersebut sangat sulit untuk di temukan. Salah
satunya khasiat tanaman herbal iniadalah membantu dalam
memepercepat proses penyembuhan luka ( Widyawati, 2010).
Luka dalah rusaknya kestuan atau komponen jaringan,
diman secara sfecifik terdapat substansi jaringan yang rusak atau
hilang. Terjadinya luka pada kulit dan jaringan dalam kulit sangat
berpotensi dalam menimbulkan terjadinya perdarahan ( Anonim,
2009). Beberapa orang masih menganggap luka pada daerah luar

seperti kulit atau jaringan adalah hal yang biasa dan tidak perlu
untuk di oabti. Perilaku seprtti ini dapat berakibat fatal begi
penderita, karena terjadinya luka yang disertai dengan perdarahan,
jika tidak diobati dapat menimbulkan terjadinya infeksi oleh bakteri
dan jamur sehingga memperburuk keadaan penderita (Gould
Brooker, 2009).
Infeksi bakteri dan jamur dapat dengan sangat mudah
terjadi karena banyak tersebar di berbagai tempat seperti udara
misalnya sehingga dapat menyebabkan luka semakin parah,
karena dengan adanya infeksi ini, bakteri dan jamur akan menjadi
pathogen dan akan berkembang dan masuk kedalam jaringan kulit.
Keadaan seperti ini dapat dicegah bahkan diobati dengan
penanganan yang tepat sejak awal terjadinya luka sehingga
mempercepat proses penyembuhan luka ( Gould Brooker,2003).
Penyembuhan luka merupakan suatu proses yang kompleks
karena berbagai kegiatan bio-selulaer, bio-kimia terjadi secara
berkesinambungan. Penggabungan respon vaskuler, aktivitas
seluler dan terbentuknya bahan kimia sebagai subsstansi mediator
di daerah luka merupakan komponen yang saling terkait pad proses
penyembuhan luka. Setiap kejadian luka, mekanisme tubuh akan

mengupayakan

mengembalikan

komponen-komponen

jaringan

yang rusak tersebut dengan membentuk struktur baru dan


fungsional yang sama dengan keadaan sebelumnya. Sehingga
dapat disimpulkan bahwa proses penyembuhan luka meliputi 2
kategori yaitu, pemulihan jaringan yang merupakan regenerasi
jaringan pulih seperti semula baik struktur maupun fungsinya dan
proses repair yang merupakan proses pemulihan serta pergantian
daerah terjadinya luka oleh jaringan ikat ( Anonim, 2009).
Proses penyembuhan luka ini tidak hanya terbatas pada
proses regenerasi yang bersifat local, tetapi juga sangt di pengaruhi
oleh factor endogen seprti: umur, nutrisi, imunologi, pemakaian obat
obatan, kondisi metabolic koagulasi, kebersihan diri/personal
hygen, daerah terjadinya luka, ketegangan tepi luka dan factor
gangguan system imun yang merupakan dampak terjadinya infeksi
(Anonim, 2009). Jadi penanganan luka yang disertai perdarahan
harus mendapatkan pengobatan sejak dini agar dapat memantau
dalm proses penyembuhan luka serta menghindari terjadinya
infeksi yang dapat memperburuk keadaan sehingga luka semakin
parah ( A nonim, 2010).

Salah satu tanaman herbal yang mampu membantu dalam


menyembuhkan luka

ini adalah tanaman Mundu (Garcinia dulcis ).

Tanaman yang berasal dari family Clusiaceae (Guttiferae) ini seringkali


digunakan sebagai bahan makanan untuk dikonsunmsi dengan berbagai
macam olahan Buah mundu dapat dimakan langsung dan diolah menjadi selai
bahkan sebagai campuran jamu tradisional. Sedangkan kayu dan kulitnya,
dahulu sering dipakai sebagai campuran pembuat warna hijau alami. Selain

sebagai bahan makanan yang bisa dikonsumsi secara langsung,


tanaman ini sering digunakan

sebagai obat tradisional, baik dari

buah,biji,daun, akar dan getahnya. Buah dan getah dari tanaman mundu
ini seringkali digunakan sebagai bahan dalam membantu penyembuhan
bagian luar kulit ( widyawati,2010).
Berdasarkan survey yang dilakukan peneliti, masyarakat di
beberapa desa Kecamatan Terara khususnya di desa Jenggik, masih
menggunakan tanaman Mundu selain sebagai bahan makanan juga
sering diaplikasikan sebagai pertolongan dalam pengobatan luka.
Beberapa dari warga Jenggik kemampuan getah tanaman dalam
membantu proses pembekuan darah sangat cepat. Menurut warga di
kecamatan Terara ini, pengobatan luka dengan getah tanaman Mundu
sangat berhasiat dalam mengobati luka baru dan merupakan alternative

yang sngat baik yang ditunjukkan dengan hasil yang sangat efektif dalam
membantu dalam mempercepat oroses pembekuan darah.
Berdasarkan penjelasan warga, selain getah tanaman ini kulit
buah mundu yang sudah matang juga memeiliki khasiat yang sama dapat
membantu dalam proses penyembuhan luka diman kulit buah dari
tanaman ini dibakar kemudian abu dari tanaman ini ditaburkan pada
sobekan luka, akan tetapi karna sedikit lebih rumit, sehinnga getah dari
tanaman ini lebih sering dimanfaatkan dalam penyembuhan luka karena
lebih mudah dan langsung bisa di gunakan.
Sebagian masayarakat Jenggik yang bekerja di perkebunan
menuturkan

selain

buah

mundu

ini

dapat

dikonsumsi

untuk

menghilangkan haus, ketika terjadi luka getah dari tanaman ini sering
lebih di utamakan untuk mengobati luka daripada membeli obat luka. Hal
ini terjadi karena warga desa Jenggik menyatakn tidak mampu membeli
obat luka disertai letak layana kesehatan seperti Puskesmas yang cukup
jauh dari rumah mereka jika mereka mengalami luka yang disertai
dengan perdarahan. Selain itu, beberapa warga desa kecamtan Terara
ini berpendapat bahwa pengobatan luka dengan menggunakan getah
dari tanaman mundu lebih berkhasiat dalam mempercepat proses
penyembuahan luka daripada menggunakan obat luka yang dijual di
toko, apotek ataupun yang terdapat di Puskesmas. Selain itu merka juga
menuturkan tanaman ini mudah di dapatkan di wilayah Desa Jenggik, di

setiap kebun waraga tanaman ini tumvuh dan menjadi tanaman wajib di
setiap kebun warga.
Berdasarkan keterangan beberapa

sumber tersebut, peneliti

melakukan uji hemostasis sederhana terhadap getah tanaman mundu ini


dalam membantu mempercepat proses pembekuan darah. Dalam hal ini,
peneliti melakukan uji clotting time (CT) metode tabung dalam
mengetahui efektifitas penambahan getah tanaman mundu ini dalam
menghentikan perdarahan. Dalam uji hemostasis tersebut, peneliti
menambahkan sebnyak 5 tetes getah mundu kedalam tabung yang telah
terisi 1 ml darah sampel. Dalam

uji hemostasis ini, peneliti

membandingkan lamanya waktu pembekuan anatara sampel darah tanpa


penambahan getah tanaman mundu dan sampel darah dengan
penambahan getah tanamn mundu ini.
Berdasarkan hasil uji hemostasis tersebut diperoleh perbedaan
waktu yang sangat signifikan antara lama waktu koagulasi antara darah
tanpa

penambahan

getah

tanaman

mundu

dan

darah

dengan

penambahan getah tanaman mundu ini. Dari hasil uji tersebut ,


menunjukkan tanaman mundu (Garcinia dulcis ) ini lebih cepat
mengalami penggumpalan jika dibandingkan dengn darah tanpa
penambahan getah tanaman mundu ini.
Berdasarkan uraian diatas, peneliti ingin mengetahui seberapa
jauh perbedaan hasil pemeriksaan waktu pembekuan darah

dengan

dan tanpa penambahan getah tanaman mundu

(Garcinia dulcis )

sehingga mengetahui efektivitas gtah tanaman mundu (Garcinia dulcis )


ini dalam membantu mempercepat proses penyembuhan luka.

B. Perumusan Masalah
Berdasarkan urain latar belakang di atas dapat dirumuskan
masalah : Apakah ada perbedaan hasil pemeriksaan waktu pembukaan
darah dengan dan tanpa penambahan getah tanaman mundu (Garcinia
dulcis)
C. Tujuan Umum
1. Tujuan Umum
Mengetahui perbedaan hasil pemeriksaan waktu pembekuan
darah dengan dan tanpa penamabahan getah tanaman mundu (Garcinia
dulcis).

1. Tujuan Khusus
a) Mengukur waktu berbentuknya benang-benang fibrin
pada yang tidak ditambahkan getah tanaman jarak.

b) Mengukur waktu terbentuknya benang-benang fibrin pada


darah ditamabahakan getah tanaman mundu
c) Mendeskripsikan

perbedaan

waktu

terbentuknya

benang-benang fibrin pada darah deengan penamabahan


getah tanaman mundu dan tanpa penambahan getah
tanaman mundu.
D. Hipotesis
Ada perbedaan hasil pemeriksaan waktu pembekuan darah
dengan dan tanpa penamabahan getah tanaman mundu (Garcinia dulcis).
E. Manfaat Penelitian
1. Bagai peneliti
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi tambahan
pengetahuan, wawasan serta pengalaman mengenai hasil dari
pengaruh penamabahan getah mundu (Garcinia dulcis) terhadap
waktu pembekuan darah.

2. Bagi masyarakat
Dengan diketahuainya hasil penelitian ini, maka diharapkan
dapat memberikan tambahan informasi tentang khasiat getah mundu

sebagai bahan alternative pengobatan luka. Dan sebagai bahan


informasi bagi masyarakat tentang dampak positif dan negative
penggunaan getah tanaman jarak ini secara langsung pada daer
terjadinya luka.
3. Bagi akademik analis kesehatan
Diharapkan dengan adanya hasil peneitian ini, dapat dilakukan
perkembangan penelitian khasiat tanaman mundu sebagai salah satu
alternatif pengobatan dan diharapkan dilakukan penelitian lebih lanjut
tentang khasiat tanaman ini dalam bidang kesehatan.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. KERANGKA TEORI
1. HOMOSTASIS

Hemostasis adalah penghentian perdarahan yang terjadi akibat


trauma terputusnya integritas pembuluh darah. Terdapat empat fase
hemostasis. Fase pertama adalah konstraksi pembuluh darah yang rusak
untuk mengurangi aliran darah distal terhadap luka. Fase kedua terdiri
pembentukan sumbat trombosit yang longgar, atau thrombus putih, pada
tempat luka. Kolagen yang terbuka pada tempat luka bekerja sebagai
tempat pengikat trombosit, yang sebagai respon terhadap kolagen
pengikat, mengalami kerusakan struktur interna dan membebaskan
tromboxan dan ADP. Hal ini merangsang trombosit lain untuk melekat
pada trombosit yang terikat pada kolagen, membentuk sumbat trombosit
longgar dan sementara. Fase hemostasis ini diukur dengan menentukan
waktu perdarahan (bleeding time). Fase ketiga adalah pembentukan
thrombus merah (bekuan darah). Fase keempat adalah disolasi,
sebagian atau seluruh bekuan. (Fattah M, 2002)

Terdapat 3 tipe trombin atau bekuan. Thrombus putih terbentuk pada


tempat luka atau kelainan dinding pembuluh darah, terutama pada
daerah aliran darah cepat (arteri). Tipe kedua thrombus adalah deposit

fibrin tersebar dalam pembuluh-pembuluh kecil (kapiler). Thrombus


merah adalah tipe ketiga bekuan dan tersusun oleh sel darah merah dan
fibrin. Thrombus merah secara morfologi menyerupai bekuan yang
terbentuk dalam tabung percobaan. Thrombus merah dapat terbentuk in
vivo dalam daerah aliran darah lambat tanpa suatu kelainan pembekuan
darah, atau mungkin terbentuk pada tempat luka atau dinding pembuluh
darah abnormal berhubungan dengan pembentukan trombosit. (Fattah M,
2002).

Permulaan pembentukan bekuan sebagai respon terhadap jaringan


yang luka dilakukan pada jalur ekstrinsik pembekuan yang keseluruhan
prosesnya diperankan oleh faktor pembekuan darah. Pembentukan
thrombus merah murni, dalam daerah aliran darah yang sempit atau
sebagai respon terhadap suatu kelainan dinding pembuluh darah tanpa
kerusakan jaringan dilakukan pada jalur instrinsik. Jalur intrinsic dan jalur
ekstrinsik dalam jalur akhir bersama (final common pathway), yaitu
pengaktifan protrombin menjadi trombin dan perubahan fibrinogen
menjadi bekuan fibrin monomer yang dikatalisis oleh trombin. Kemudian
fibrin monomer berlanjut menjadi fibrin polimer. Selanjutnya oleh fibrinase
dan Ca2+. (Fattah M, 2002).

2. Komponen penting dalam sistem Hemostasis


Sistem

Hemostasis

pada

dasarnya

terbentuk

dari

tiga

kompartemen hemostasis yang sangat penting dan sangat berkaitan


yaitu trombosit, protein darah dan jaring-jaring pembuluh darah. Agar
terjadi peristiwa hemostasis yang normal, trombosit harus mempunyai
fungsi dan jumlah yang normal. Sistem protein darah sangat berperan
penting tidak hanya sebagai protein pembekuan akan tetapi sangat
berperan dalam dalam fisiologi perdarahan dan trombosis.
a. Pembuluh darah
Pembuluh darah sangat besar peranannya dalam sistem
hemostasis. Dinding pembuluh darah terdiri dari tiga lapisan morfologis:
intima, media, dan adventitia. Intima terdiri dari (1) selapis sel endotel non
trombogenik yang berhubungan langsung dengan pembuluh darah dan
(2) membran elastik interna. Media dibentuk oleh sel otot polos yang
ketebalannya tergantung dari jenis arteri dan vena serta ukuran
pembuluh darah. Adventitia terdiri dari suatu membran elastik eksterna
dan jaringan penyambung yang menyokong pembuluh darah tersebut.
Gangguan pembuluh darah yang terjadi seringkali berupa terkelupasnya
sel endotel yang diikuti dengan pemaparan kolagen subendotel dan
membran basalis. Gangguan ini terjadi akibat asidosis, endotoksin
sirkulasi, dan komplek antigen/antibodi sirkulasi.

Fungsi pembuluh darah meliputi permiabilitas yang apabila


meningkat akan berakibat kebocoran pembuluh darah fragilitas yang
apabila meningkat menyebabkan pecahnya pembuluh darah dan vaso
konstriksi yang menyebabkan sumbatan vaskuler.
b. Trombosit
Trombosit merupakan komponen sistem hemostasis yang amat
penting dan kompleks. Trombosit adalah kuntum sel yang dihasilkan
dari megakariosit. Trombosit tidak punya inti dan disusun dari suatu
zona perifer yang terdiri dari suatu glukokaliks sebelah luar, membran
plasma, dan suatu sistem kanalikuler yang terbuka. Dalam zona perifer
terdapat suatu zona "sol-gel" yang tersusun dari mikrotubulus,
mikrofilamen, tubulus yang padat dan trombostenin yaitu protein
trombosit yang dapat berkerut. Zona organel mengandung bahan-bahan
padat, granula alfa dan mitokondria. Trombosit berbentuk bulat kecil
atau cakram oval. Diameternya 2-4 mikron. Sel megakariosit yang
menghasilkan trombosit merupakan sel yang sangat besar dalam
susunan hemopoitik yang berada dalam sum-sum tuilang dan tidak
meninggalkannya untuk memasuki darah.
Konsentrasi normal trombosit dalam darah adalah antara
150.000-350.000 mm kubik. Meskipun tidak mempunyai inti, trombosit
mempunyai ciri fungsional sebagai sebuah sel. Dalam sitoplasma

terdapat molekul aktif seperti : (1) aktin dan miosin yang menyebabkan
trombosit berkontraksi, (2) sisa retikulum endoplasma dan aparatus
golgi yang mensintesis enzim dan menyimpan besar ion kalsium, (3)
sistem enzim yang mampu membentuk ATP dan ADP, (4) sistem enzim
yang mensintesis prostaglandin, (5) suatu protein penting yaitu faktor
pemantap fibrin, dan (6) faktor pertumbuhan yang dapat menyebabkan
penggandaan dan pertumbuhan sel endotel pembuluh darah. Pada
membran sel trombosit terdapat lapisan glikoprotein yang menyebabkan
trombosit bisa melekat pada pembuluh darah yang luka, terutama pada
sel endotel yang rusak dan jaringan kolagen yang terbuka. Trombosit
juga mengandung fosfolipid yang dapat mengaktifkan salah satu sistem
pembekuan darah yang disebut sistem intrinsik. Pada membran
trombosit terdapat enzim adenilat siklase yang bila diaktifkan dapat
menyebabkan pembentukan AMP siklik yang menggiatkan aktifitas
dalam trombosit. Jadi trombosit merupakan struktur yang sangat aktif,
waktu paruhnya 8-12 hari setelah itu mati. Trombosit kemudian diambil
dari sirkulasi, terutama oleh makrofag jaringan. Lebih dari separuh
trombosit diambil oleh makrofag pada waktu darah melewati kisi
trabekula yang tepat. (Guyton, 1997)
Di dalam peredaran darah, trombosit yang terlalu banyak atau
terlalu sedikit dapat mengganggu proses pembekuan darah. Keadaan

yang ditandai oleh trombosit berlebihan dinamakan trombositosis atau


trombositemia.

Trombositosis

umumnya

didefinisikan

sebagai

peningkatan jumlah trombosit diatas 400.000/mm3. Fungsi tombosit


yang abnormal menyebabkan perdarahan dan trombosis. Masa
perdarahan

mungkin

memanjang.

Sedangkan

trombositopenia

didefinisikan sebagai jumlah trombosit dibawah 100.000/mm3. Ini bisa


disebabkan oleh pembentukan trombosit yang berkurang atau
penghancuran yang meningkat. (Sylvia Anderson price, Lorraire
McCarty Wilson, 1994)
Di dalam trombosit terdapat enzim trombokinase. Enzim ini
akan keluar dari trombosit apabila darah keluar karena terluka. Karena
pengaruh ion kalsium (Ca+) dalam darah dan vitamin K, enzim
trombokinase

akan

mengubah

protrombin

menjadi

trombin.

Selanjutnya trombin ini akan mengubah protein darah fibrinogen


menjadi benang-benang fibrin. Terbentuknya benang-benang fibrin
menyebabkan luka tertutup sehingga tidak mengeluarkan darah lagi.
Protombin adalah senyawa protein yang dibentuk di hati, yang
pembentukannya dipengaruhi oleh vitamin K. Orang yang kekurangan
vitamin

akan

mengalami

kesulitan

(www.anakunhas.com, www.e-dukasi.net)

pembekuan

darah.

c. Protein darah
Protein darah yang terlibat dalam hemostasis meliputi protein
koagulasi, protein enzim fibrinolitik sistem kinin dan sistem komplemen
serta inhibitor yang terdapat pada sistem-sistem tersebut. Sistem
protein koagulasi terpusatkan pada tiga reaksi yaitu pada reaksi
pembentukan faktor Xa, reaksi pembentukan trombin, dan reaksi
pembentukan fibrin. Protease serin adalah faktor pembekuan yang
diaktifkan pada reaksi pembentukan faktor Xa dan bagian yang aktif
untuk aktivitas enzim adalah asam amino serin. Pada ketiga reaksi
kunci tersebut memerlukan komponen-komponen seperti substrat,
enzim, kofaktor, fosfolipoprotein dan kalsium. (Sodeman, 1995)

3. Mekanisme Hemostasis
Istilah hemostasis berarti pencegahan hilangnya darah. Bila
pembuluh darah mengalami cidera atau pecah, hemostasis akan terjadi.
Peristiwa ini terjadi melalui beberapa cara yaitu : vasokonstriksi
pembuluh

darah

yang

cidera,

pembentukan

sumbat

trombosit,

pembekuan darah, dan pertumbuhan jaringan ikat kedalam bekuan


darah untuk menutup pembuluh yang luka secara permanen. Kerja
mekanisme pembekuan in vivo ini diimbangi oleh reaksi-reaksi pembatas
yang

normalnya

mencegah

mencegah

terjadinya

pembekuan

di

pembuluh yang tidak mengalami cidera dan mempertahankan darah


berada dalam keadaan selalu cair.
a. Vasokonstriksi pembuluh darah
Segera setelah pembuluh darah terpotong atau pecah,
rangsangan dari pembuluh darah yang rusak menyebabkan dinding
pembuluh berkontraksi sehingga aliran darah dari pembuluh darah
yang pecah barkurang. Kontraksi terjadi akibat refleks syaraf dan
spasme miogenik setempat. Refleks saraf dicetuskan oleh rasa nyeri
atau lewat impuls lain dari pembuluh darah yang rusak. Kontraksi
miogenik yang sebagian besar menyebabkan refleks saraf ini, terjadi
karena kerusakan pada dinding pembuluh darah yang menimbulkan
transmisi potensial aksi sepanjang pembuluh darah. Konstriksi suatu
arterioul menyebabkan tertutupnya lumen arteri. (Guyton, 1997)

b. Pembentukan sumbat trombosit


Perbaikan oleh trombosit terhadap pembuluh darah yang rusak
didasarkan pada fungsi penting dari trombosit itu sendiri. Pada saat
trombosit bersinggungan dengan pembuluh darah yang rusak
misalnya dengan serabut kolagen atau dengan sel endotel yang rusak,
trombosit akan berubah sifat secara drastis. Trombosit mulai

membengkak, bentuknya irreguler dengan tonjolan yang mencuat ke


permukaan. Trombosit menjadi lengket dan melekat pada serabut
kolagen dan mensekresi ADP. Enzimnya membentuk tromboksan A,
sejenis prostaglandin yang disekresikan kedalam darah oleh trombosit.
ADP dan tromboksan A kemudian mengaktifkan trombosit yang
berdekatan sehingga dapat melekat pada trombosit yang semula aktif.
Dengan demikian pada setiap lubang luka akan terbentuksiklus
aktivasi trombosit yang akan menjadi sumbat trombosit pada dinding
pembuluh. (Guyton, 1997)

Pembentukan sumbat trombosit terjadi melalui beberapa tahap


yaitu adesi trombosit, agregasi trombosit, reaksi pelepasan, dan fusi
trombosit.

1) Adhesi trombosit, setelah luka pembuluh darah trombosit melekatkan


diri pada jaringan ikat subendotel dan bagian jaringan yang
cedera. Adhesi

trombosit

melibatkan

suatu

interaksi

antara

glikoprotein trombosit dan jaringan yang cedera. Adhesi trombosit


bergantung pada faktor protein plasma yang disebut faktor Von
Willebrand, yang memiliki hubungan integral dan kompleks dengan
faktor koagulasi antihemifilia VIII plasma dan reseptor trombosit
yang disebut glikoprotein Ib membran trombosit. Adhesi trombosit

berhubungan dengan peningkatan daya lekat trombosit sehingga


trombosit berlekatan satu sama lain serta dengan endotei atau
jaringan yang cedera. Dengan demikian terbentuk sumbat
hemostasis

primer.

Pengaktipan

permukaan

trombosit

dan

rekrutmen trombosit lain menghasilkan suatu massa trombosit


lengket dan dipemudah oleh proses agregasi trombosit. (Sacher
RA, McPherson RA, 2004).

2) Agregasi, adalah kemampuan trombosit melekat satu sama lain


untuk membentuk suatu sumbat. Agregasi awal terjadi akibat
kontak permukaan dan pembebasan ADP dari trombosit yang
melekat kepermukaan endotel. Hal ini disebut gelombang agregasi
primer, banyaknya trombosit yang terlibat membebaskan lebih
banyak ADP sehingga terjadi gelombang agregasi sekunder.
Agregasi berkaitan dengan perubahan bentuk trombosit dari
discoid menjadi bulat. Gelombang agregasi skunder merupakan
suatu fenomena ireversibel, sedangkan perubahan bentuk awal
dan agregasi primer masih reversible (Sacher RA, McPherson RA,
2004). Disamping ADP untuk agregasi trombosit diperlukan ion
kalsium dan fibrinogen yang melekat pada dinding trombosit. Mulamula ADP terikat pada reseptornya di permukaan trombosit,
interaksi ini menyebabkan reseptor untuk fibrinogen terbuka

dengan reseptor tersebut. Kemudian ion kalsium menghubungkan


fibrinogen tersebut. (Anonim, 1992).

3) Pembebasan, selama proses ini faktor trombosit 3 meningkatkan


jenjang koagulasi dan pembentukan sumbat hemostasis sekunder
yang stabil. In Vitro, agregasi dapat dipicu reagen ADP, trombin,
epinefrin, serotonin, kolagen, atau antibiotic ristosetin.Agregasi In
Vitro terjadi dalam dua fase. Agregasi primer atau Reversible dan
agregasi sekunder atau irreversible. Agregasi primer melibatkan
perubahan bentuk trombosit yang disebabkan oleh kontraksi
mikrotubulus. Gelombang agregasi trombosit skunder melibatkan
pelepasan mediator-mediator kimiawi yang terdapat dalam granula
padat. Pelepasan ini melengkapi fungsi utama ketiga trombosit
yaitu reaksi pembebasan. Reaksi pembebasan diperkuat oleh
peningkatan kalsium intrasel yang mengaktifkan dan meningkatkan
pembebasan tromboksan A2.
4) Fusi Trombosit, Konsentrasi tinggi ADP, enzim-enzim yang
dibebaskan selama reaksi pelepasan dan trombastin bersamasama menyebabkan fusi irreversible trombosit yang beragregasi
pada tempat luka vascular. Trombin yang juga mendorong fusi
trombosit,

dan

pembentukan

fibrin

memperbesar

stabilitas

sumbatan platelet yang sedang berkembang. (Hoffbrand AV, Pettit


JE, 1996).

c. Pembatasan Fungsi Trombosit

Penimbunan trombosit yang berlebihan dapat menyebabkan


penurunan aliran darah ke jaringan atau sumbat menjadi sangat besar
sehingga lepas dari tempat semula dan mengalir ke hilir sebagai suatu
embolus dan menyumbat aliran ke hilir.

Untuk mencegah pembentukan suatu emboli, maka trombosittrombasit tersebut mengeluarkan bahan-bahan yang membatasi luas
penggumpalan mereka sendiri. Bahan utama yang dikeluarkan oleh
trombosit
tromboksan

untuk

membatasi

A2 Tromboksan

pembekuan

adalah

A2 merangsang

prostaglandin

penguraian

dan

menyebabkan vasokontriksi lebih lanjut pada pembuluh darah.

Sel-sel endotel di pembuluh darah yang didekatnya tidak cedera


juga mengeluarkan suatu prostaglandin yang antagonistic terhadap
tromboksan A2 yang disebut prostaksiklin I2. Bahan ini merangsang
agregasi trombosit dan pelebaran pembuluh darah sehingga makin
meningkatkan respon trombosit. Kedua prostaglandin ini berfungsi
menjaga agar trombosit tetap aktif di tempat cedera sekaligus

mencegah agregasi trombosit berlebihan dan penyebaran sumbat


trombosit kejaringan vascular yang tidak cedera. Suatu bahan yang
berasal dari trombosit yang disebut faktor netralisasi heparin mendorong
proses pembekuan lebih lanjut dengan menghambat efek heparin dalam
darah.(Corwin EJ, 2001).

4. Pembentukan bekuan darah


Bekuan mulai terbentuk dalam 15-20 detik bila trauma
pembuluh sangat hebat dan dalam 1-2 menit bila trauma pembuluh kecil.
Banyak sekali zat yang mempengaruhi proses pembekuan darah salah
satunya disebut dengan zat prokoagulan yang mempermudah terjadinya
pembekuan dan sebaliknya zat yang menghambat proses pembekuan
disebut

dengan

zet

antikoagulan.

Dalam

keadaan

normal

zat

antikoagulan lebih dominan sehingga darah tidak membeku. Tetapi bila


pembuluh darah rusak aktivitas prokoagulan didaerah yang rusak
meningkat dan bekuan akan terbentuk. Pada dasarnya secara umum
proses pembekuan darah melalui tiga langkah utama yaitu pembentukan
aktivator protombin sebagai reaksi terhadap pecahnya pembuluh darah,
perubahan protombin menjadi trombin yang dikatalisa oleh aktivator
protombin, dan perubahan fibrinogen menjadi benang fibrin oleh trombin

yang akan menyaring trombosit, sel darah, dan plasma sehingga terjadi
bekuan darah.
a. Pembentukan aktivator protombin
Aktivator protombin dapat dibentuk melalui dua jalur, yaitu
jalur

ekstrinsik

dan

jalur

intrinsik.

Pada

jalur

ekstrinsik

pembentukan dimulai dengan adanya peristiwa trauma pada


dinding

pembuluh

darah

sedangkan

pada

jalur

intrinsik,

pembentukan aktivator protombin berawal pada darah itu sendiri.


Langkah-langkah mekanisme ekstrinsik sebagai awal pembekuan
Pelepasan tromboplastin jaringan yang dilepaskan oleh
jaringan yang luka. Yaitu fosfolipid dan satu glikoprotein yang
berfungsi sebagai enzim proteolitik.
Pengaktifan

faktor

yang

dimulai

dengan

adanya

penggabungan glikoprotein jaringan dengan faktor VII dan


bersama fosfolipid bekerja sebagai enzim membentuk faktor X
yang teraktivasi.
Terjadinya ikatan dengan fosfolipid sebagai efek dari faktor X
yang teraktivasi yang dilepaskan dari tromboplastin jaringan .
Kemudian berikatan dengan faktor V untuk membentuk suatu
senyawa yang disebut aktivator protombin.

Gambar 1. Mekanisme ekstrinsik sebagai awal pembekuan (Guyton, 1997)

Langkah-langkah mekanisme intrinsik sebagai awal pembekuan


1. Pengaktifan faktor XII dan pelepasan fosfolipid trombosit oleh

darah yang terkena trauma. Bila faktor XII terganggu misalnya


karena berkontak dengan kolagen, maka ia akan berubah
menjadi bentuk baru sebagai enzim proteolitik yang disebut
dengan faktor XII yang teraktivasi.
2. Pengaktifan faktor XI yang disebabkan oleh karena faktor XII
yang teraktivasi bekerja secara enzimatik terhadap faktor XI.
Pada reaksi ini diperlukan HMW kinogen dan dipercepat oleh
prekalikrein.
3. Pengaktifan faktor IX oleh faktor XI yang teraktivasi. Faktor XI
yang teraktivasi bekerja secara enzimatik terhadap faktor IX
dan mengaktifkannya.
4. Pengaktifan faktor X oleh faktor IX yang teraktivasi yang
bekerja sama dengan faktor VIII dan fosfolipid trombosit dari
trombosit yang rusak untuk mengaktifkan faktor X.
5. Kerja dari faktor X yang teraktivasi dalam pembentikan
aktivator protombin. Langkah dalam jalur intrinsic ini pada
prinsipnya

sama

dengan

langkah

terakhir

dalam

jalur

ekstrinsik. Faktor X yang teraktivasi bergabung dengan faktor


V dan fosfolipid trombosit untuk membentuk suatu kompleks
yang disebut dengan activator protombin. Perbedaannya
hanya terletak pada fosfolipid yang dalam hal ini berasal dari
trombosit yang rusak dan bukan dari jaringan yang rusak.

Aktivator

protombin

dalam

beberapa

detik

mengawali

pemecahan protombin menjadi trombin dan dilanjutkan


dengan proses pembekuan selanjutnya.

Gambar 2. Mekanisme instrinsik sebagai awal pembekuan


(Guyton, 1997)

i. Perubahan protombin menjadi trombin yang dikatalisis oleh


activator protombin.

Setelah activator protombin terbentuk sebagai akibat


pecahnya

pembuluh

menyebabkan

darah,

perubahan

activator

protombin

protombin menjadi trombin

akan
yang

selanjutnya akan menyebabkan polimerisasi molekul-molekul


fibrinogen menjadi benang-benang fibrin dalam 10-15 detik
berikutnya. Pembentukan activator protombin adalah faktor yang
membatasi kecepatan pembekuan darah. Protombin adalah
protein plasma, suatu alfa 2 globulin yang dibentuk terus menerus
di hati dan selalu dipakai untuk pembekuan darah. Vitamin K
diperlukan oleh hati untuk pembekuan protombin. Aktivator
protombin sangat berpengaruh terhadap pembentukan trombin
dari protombin. Yang kecepatannya berbanding lurus dangan
jumlahnya. Kecepatan pembekuan sebanding dengan trombin
yang terbentuk.
ii. Perubahan fibrinogen menjadi fibrin.
Trombin merupakan enzim protein yang mempunyai
kemampuan proteolitik dan bekerja terhadap fibrinogen dengan
cara melepaskan 4 peptida yang berberat molekul kecil dari setiap
molekul fibrinogen sehingga terbentuk molekul fibrin monomer
yang mempunyai kemampuan otomatis berpolimerisasi dengan
molekul fibrin monomer lain sehingga terbentuk retikulum dari

bekuan. Pada tingkat awal dari polimerisasi, molekul-molekul fibrin


monomer saling berikatan melalui ikatan non kovalen yang lemah
sehingga bekuan yang dihasilkan tidaklah kuat daan mudah
diceraiberaikan. Oleh karena itu untuk memperkuat jalinan fibrin
tersebut terdapaat faktor pemantap fibrin dalaam bentuk globulin
plasma.

Globulin

plasma

dilepaskan

oleh

trombosit

yang

terperangkap dalam bekuan. Sebelum faktor pemantap fibrin


dapat bekerja terhadap benang fibrin harus diaktifkan lebih
dahulu. Kemudian zat yang telah aktif ini bekerja sebagai enzim
untuk menimbulkan ikatan kovalen diantara molekul fibrin
monomer dan menimbulkan jembatan silang multiple diantara
benang-benang fibrin yang berdekatan sehingga menambah
kekuatan jaringan fibrin secara tiga dimensi.

5. Luka

a. Pengertian
Luka adalah suatu gangguan dari kondisi normal pada kulit ( Taylor,
1997). Luka adalah kerusakan kontinyuitas kulit, mukosa membran dan
tulang atau organ tubuh lain (Kozier, 1995).
Ketika luka timbul, beberapa efek akan muncul :
1. Hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ
2. Respon stres simpatis
3. Perdarahan dan pembekuan darah
4. Kontaminasi bakteri
5. Kematian sel
b. Jenis-Jenis Luka
Luka

sering

digambarkan

berdasarkan

bagaimana

cara

mendapatkan luka itu dan menunjukkan derajat luka (Taylor, 1997).


1. Berdasarkan tingkat kontaminasi

a. Clean Wounds (Luka bersih), yaitu luka bedah takterinfeksi


yang mana tidak terjadi proses peradangan (inflamasi) dan
infeksi pada sistem pernafasan, pencernaan, genital dan urinari
tidak terjadi. Luka bersih biasanya menghasilkan luka yang
tertutup; jika diperlukan dimasukkan drainase tertutup (misal;
Jackson Pratt). Kemungkinan terjadinya infeksi luka sekitar
1% - 5%.

b.Clean-contamined Wounds (Luka bersih terkontaminasi)


merupakan

luka

pembedahan

dimana

saluran

respirasi,

pencernaan, genital atau perkemihan dalam kondisi terkontrol,


kontaminasi tidak selalu terjadi, kemungkinan timbulnya infeksi
luka adalah 3% - 11%.
c.Contamined Wounds (Luka terkontaminasi), termasuk luka
terbuka, fresh, luka akibat kecelakaan dan operasi dengan
kerusakan besar dengan teknik aseptik atau kontaminasi dari
saluran cerna; pada kategori ini juga termasuk insisi akut,
inflamasi nonpurulen. Kemungkinan infeksi luka 10% - 17%.
d. Dirty or Infected Wounds (Luka kotor atau infeksi), yaitu
terdapatnya mikroorganisme pada luka.
2. Berdasarkan kedalaman dan luasnya luka
a. Stadium I : Luka Superfisial (Non-Blanching Erithema) : yaitu
luka yang terjadi pada lapisan epidermis kulit.
b. Stadium II : Luka Partial Thickness : yaitu hilangnya lapisan
kulit pada lapisan epidermis dan bagian atas dari dermis.
Merupakan luka superficial dan adanya tanda klinis seperti
abrasi, blister atau lubang yang dangkal.
c. Stadium III : Luka Full Thickness : yaitu hilangnya kulit
keseluruhan meliputi kerusakan atau nekrosis jaringan subkutan
yang dapat meluas sampai bawah tetapi tidak melewati jaringan

yang mendasarinya. Lukanya sampai pada lapisan epidermis,


dermis dan fasia tetapi tidak mengenai otot. Luka timbul secara
klinis sebagai suatu lubang yang dalam dengan atau tanpa
merusak jaringan sekitarnya.
d. Stadium IV : Luka Full Thickness yang telah mencapai
lapisan

otot,

tendon

dan

tulang

dengan

adanya

destruksi/kerusakan yang luas.


3. Berdasarkan waktu penyembuhan luka
a. Luka akut : yaitu luka dengan masa penyembuhan sesuai
dengan konsep penyembuhan yang telah disepakati.Gambat
luka akut
b. Luka kronis yaitu luka yang mengalami kegagalan dalam
proses penyembuhan, dapat karena faktor eksogen dan
endogen.Gambat luka kronis

C. Mekanisme terjadinya luka :

1. Luka insisi (Incised wounds), terjadi karena teriris oleh


instrumen yang tajam. Misal yang terjadi akibat pembedahan.
Luka bersih (aseptik) biasanya tertutup oleh sutura seterah
seluruh pembuluh darah yang luka diikat (Ligasi)
2. Luka memar (Contusion Wound), terjadi akibat benturan oleh
suatu tekanan dan dikarakteristikkan oleh cedera pada jaringan
lunak, perdarahan dan bengkak.
3. Luka lecet (Abraded Wound), terjadi akibat kulit bergesekan
dengan benda lain yang biasanya dengan benda yang tidak
tajam.
4. Luka tusuk (Punctured Wound), terjadi akibat adanya benda,
seperti peluru atau pisau yang masuk kedalam kulit dengan
diameter yang kecil.
5. Luka gores (Lacerated Wound), terjadi akibat benda yang
tajam seperti oleh kaca atau oleh kawat.
6. Luka tembus (Penetrating Wound), yaitu luka yang
menembus organ tubuh biasanya pada bagian awal luka masuk
diameternya kecil tetapi pada bagian ujung biasanya lukanya
akan melebar.

d. Fase Penyembuhan Luka

Penyembuhan luka adalah suatu kualitas dari kehidupan


jaringan hal ini juga berhubungan dengan regenerasi jaringan.
Fase penyembuhan luka digambarkan seperti yang terjadi pada
luka pembedahan (Kozier,1995).
Menurut Kozier, 1995
a. Fase Inflamatori
Fase ini terjadi segera setelah luka dan berakhir 3 4
hari. Dua proses utama terjadi pada fase ini yaitu hemostasis
dan pagositosis. Hemostasis (penghentianperdarahan) akibat
fase

konstriksi

pembuluh

darah

darah,

endapan

retraksipembuluh

besar di
fibrin

daerah

luka,

(menghubungkan

jaringan) dan pembentukanbekuan darah di daerah luka.


Bekuan darah dibentuk oleh platelet yang menyiapkan matrik
fibrin yang menjadi kerangka bagi pengambilan sel. Scab
(keropeng) juga dibentuk dipermukaan luka. Bekuan dan
jaringan mati, scab membantu hemostasis dan mencegah
kontaminasi luka oleh mikroorganisme. Dibawah scab epithelial
sel berpindah dari luka ke tepi. Epitelial sel membantu sebagai
barier

antara

tubuh

dengan

lingkungan

dan

mencegah

masuknya mikroorganisme Fase inflamatori juga memerlukan


pembuluh

darah

dan

respon

seluler

digunakan

untuk

mengangkat benda-benda asing dan jaringan mati. Suplai darah

yang meningkat ke jaringan membawa bahan-bahan dan nutrisi


yang diperlukan pada proses penyembuhan. Pada akhirnya
daerah luka tampak merah dan sedikit bengkak. Selama sel
berpindah lekosit (terutama neutropil) berpindah ke daerah
interstitial. Tempat ini ditempati oleh makrofag yang keluar dari
monosit selama lebih kurang 24 jam setelah cidera/luka.
Makrofag ini menelan mikroorganisme dan sel debris melalui
proses yang disebut pagositosis. Makrofag juga mengeluarkan
faktor angiogenesis (AGF) yang merangsang pembentukan
ujung epitel diakhir pembuluh darah. Makrofag dan AGF
bersama-sama mempercepat proses penyembuhan. Respon
inflamatori ini sangat penting bagi proses penyembuhan
b. Fase Proliferatif
Fase kedua ini berlangsung dari hari ke-3 atau 4 sampai
hari ke-21 setelah pembedahan. Fibroblast (menghubungkan
sel-sel jaringan) yang berpindah ke daerah luka mulai 24 jam
pertama setelah pembedahan. Diawali dengan mensintesis
kolagen dan substansi dasar yang disebut proteoglikan kira-kira
5 hari setelah terjadi luka. Kolagen adalah substansi protein
yang menambah tegangan permukaan dari luka. Jumlah
kolagen yang meningkat menambah kekuatan permukaan luka
sehingga kecil kemungkinan luka terbuka. Selama waktu itu

sebuah lapisan penyembuhan nampak dibawah garis irisan


luka. Kapilarisasi tumbuh melintasi luka, meningkatkan aliran
darah yang memberikan oksigen dan nutrisi yang diperlukan
bagi penyembuhan. Fibroblast berpindah dari pembuluh darah
ke luka membawa fibrin. Seiring perkembangan kapilarisasi
jaringan perlahan

berwarna merah. Jaringan ini disebut

granulasi jaringan yang lunak dan mudah pecah.


c. Fase Maturasi
Fase maturasi dimulai hari ke-21 dan berakhir 1-2 tahun
setelah pembedahan. Fibroblast terus mensintesis kolagen.
Kolagen menjalin dirinya ,menyatukan dalam struktur yang lebih
kuat. Bekas luka menjadi kecil, kehilangan elastisitas dan
meninggalkan garis putih.

e. Faktor yang Mempengaruhi Luka


1. Usia
Anak dan dewasa penyembuhannya lebih cepat daripada orang
tua. Orang tua lebih sering terkena penyakit kronis, penurunan
fungsi hati dapat mengganggu sintesis dari faktor pembekuan
darah.

2. Nutrisi

Penyembuhan menempatkan penambahan pemakaian pada


tubuh. Klien memerlukan diit kaya protein, karbohidrat, lemak,
vitamin C dan A, dan mineral seperti Fe, Zn. Klien kurang nutrisi
memerlukan waktu untuk memperbaiki status nutrisi mereka
setelah

pembedahan

jika

mungkin.

Klien

yang

gemuk

meningkatkan resiko infeksi luka dan penyembuhan lama


karena supply darah jaringan adipose tidak adekuat.
3. Infeksi
Infeksi luka menghambat penyembuhan. Bakteri sumber
penyebab infeksi.
4. Sirkulasi (hipovolemia) dan Oksigenasi
Sejumlah kondisi fisik dapat mempengaruhi penyembuhan
luka. Adanya sejumlah besar lemak subkutan dan jaringan
lemak (yang memiliki sedikit pembuluh darah). Pada orangorang yang gemuk penyembuhan luka lambat karena jaringan
lemak lebih sulit menyatu, lebih mudah infeksi, dan lama untuk
sembuh. Aliran darah dapat terganggu pada orang dewasa dan
pada orang yang menderita gangguan pembuluh darah perifer,
hipertensi atau diabetes millitus. Oksigenasi jaringan menurun
pada orang yang menderita anemia atau gangguan pernapasan
kronik

pada

perokok.

Kurangnya

volume

darah

akan

mengakibatkan vasokonstriksi dan menurunnya ketersediaan


oksigen dan nutrisi untuk penyembuhan luka.
5. Hematoma
Hematoma merupakan bekuan darah. Seringkali darah pada
luka secara bertahap diabsorbsi oleh tubuh masuk kedalam
sirkulasi. Tetapi jika terdapat bekuan yang besar hal tersebut
memerlukan waktu untuk dapat diabsorbsi tubuh, sehingga
menghambat proses penyembuhan luka.
6. Benda asing
Benda

asing

seperti

pasir

atau

mikroorganisme

akan

menyebabkan terbentuknya suatu abses sebelum benda


tersebut diangkat. Abses ini timbul dari serum, fibrin, jaringan
sel mati dan lekosit (sel darah merah), yang membentuk suatu
cairan yang kental yang disebut dengan nanah (Pus).
7. Iskemia
Iskemia merupakan suatu keadaan dimana terdapat penurunan
suplai darah pada bagian tubuh akibat dari obstruksi dari aliran
darah. Hal ini dapat terjadi akibat dari balutan pada luka terlalu
ketat. Dapat juga terjadi akibat faktor internal yaitu adanya
obstruksi pada pembuluh darah itu sendiri.
8. Diabetes

Hambatan terhadap sekresi insulin akan mengakibatkan


peningkatan gula darah, nutrisi tidak dapat masuk ke dalam sel.
Akibat hal tersebut juga akan terjadi penurunan protein-kalori
tubuh.
9. Keadaan Luka
Keadaan khusus dari luka mempengaruhi kecepatan dan
efektifitas penyembuhan luka. Beberapa luka dapat gagal untuk
menyatu.
10. Obat
Obat anti inflamasi (seperti steroid dan aspirin), heparin dan anti
neoplasmik mempengaruhi penyembuhan luka. Penggunaan
antibiotik yang lama dapat membuat seseorang rentan terhadap
infeksi luka.
a. Steroid : akan menurunkan mekanisme peradangan normal
tubuh terhadap cedera
b. Antikoagulan : mengakibatkan perdarahan
c. Antibiotik : efektif diberikan segera sebelum pembedahan
untuk bakteri penyebab kontaminasi yang spesifik. Jika
diberikan setelah luka pembedahan tertutup, tidak akan efektif
akibat koagulasi intravaskular.

6. Tanaman Mundu (Garcinia dulcis).

Kingdom

: Plantae

Divisi

: Magnoliophyta

Kelas

: Magnoliopsida

Ordo

: Theales

Family

: Clusiaceae

Genus

: Garcinia

Species

: Garcinia

dulcis

Garcinia

termasuk

ke

dalam

suku/family

manggis-manggisan,

Guttiferae atau Clusiaceae, terdiri 435 jenis.persebarannya dari Asia


tenggara kemudian meluas sampai New Caledonia, Australia utara, Afrika
tropik, Madagaskar, Polynesia, Central dan South Amerika Tengah dan
Amerika Selatan (Jones, 1980).
Garcinia

merupakan

marga

yang

unik;

tajuknya

monopodial,

seluruh~agian tumbuhan bergetah kecuali biji; bijinya\ dilapisi oleh daging


buah yang
segar. Pangkal daunn~ memeluk batang atau ranting (clasps the twigs)
sepert(yang dijumpai pada marga Fagraea (Loganiaceae) (Whftrnore, 1972).
Denganjumlahjenis yang besar tersebut, 435 jenis Garcinia mempunyai
masalah taksonomi yang kompleks. Beberapa di antaranya sulit dibedakan
satu dengan lainnya seperti G xanthochymus Hook.f. dan G dulcis (Roxb.)
Kurz, keduajenis ini mempunyai daun, bunga dan buah yang sangat mirip
meskipun berbeda dalam rasa.
Menurut Maheswari (1964) tumbuhan yang mempunyai tangkai bunga
panjang 2,5 cm, ujung daun kelopak berambut (ciliate), mahkota bunga
terbuka, buah dengan diameter 5,5 cm, dengan nama G. xanthochymus
Hook.f., sedangkan G dulcis (Roxb.) Kurz., mempunyai tangkai bunga
pendek 1 cm, ujung daun kelopak tidak berambut (ciliate), mahkota

bunganya hampir tertutup, dengan diameter buah 2 cm. Sedangkan Corner


dan

Watanabe

(1969)

menyatukan

kedua

jenis

tersebut

tanpa

mengungkapkan alasan yang jelas.


Mundu atau Garcinia dulcis merupakan sejenis pohon buah-buahan
yang semakin langka anggota genus Garcinia yang berkerabat dekat dengan
manggis (Garcinia mangostana) dan asem kandis (Garcinia parvifolia).
Mundu dipercaya sebagai tanaman buah asli Indonesia yang hanya tumbuh
di Jawa dan sebagian Kalimantan, meskipun tumbuhan ini juga tumbuh di
Filipina dan Thailand.
Mundu di Jawa disebut juga rata, baros atau klendeng dalam bahasa Sunda
dikenal sebagai jawura atau golodogpanto. Dalam bahasa Inggris dikenal
juga dengan sebutan yang sama, mundu atau moendoe. Di Filipina disebut
sebagai biniti atau bagalot, sedangkan di Thailand dikenal sebagai maphut.
Dalam bahasa latin (ilmiah), mundu disebut Garcinia dulcis yang bersinonim
dengan Garcinia longifolia, dan Xanthochymus javanensis.
Diskripsi

dan

Persebaran. Tumbuhan mundu (Garcinia

dulcis)

berupa pohon berbatang pendek dengan tinggi maksimal 13-15 meter


dengan tajuk yang mengerucut ke atas. Batangnya mempunyai kulit
berwarna coklat dan mempunyai semacam getah berwarna putih yang akan
berubah menjadi coklat pucat saat kering. Batang mundu ditumbuhi banyak
ranting berbentuk hampir persegi empat yang mudah patah dan berbulu
halus.Daun mundu berbentuk bundar telur sampai lonjong jorong, panjang 10

30 cm dan lebar 3,5 14 cm, hijau pucat bila muda, permukaan atas hijau
gelap dan mengkilat, pada bagian bawah dengan tulang tengah yang
menonjol dan keras, urat-urat daun banyak dan paralel, panjang tangkai daun
sampai 2 cm. Bunga mundu muncul di dekat pangkal daun berwarna kuning
keputihan dan berbau harum.
Buah mundu berbentuk bulat dengan ujung atas dan bawah agak
meruncing dengan diameter antara 5-8 cm. Buah berwarna hijau muda saat
masih mentah dan berubah menjadi kuning cerah (mengkilat) ketika masak.
Buah mundu (Garcinia dulcis) memiliki 1-5 biji berukuran 2,5 cm berwarna
coklat. Daging buah mundu berwarna kuning dan mengandung banyak air.
Rasa buahnya manis agak masam.
Pohon mundu tumbuh di Indonesia (Jawa dan sebagian Kalimantan)
dan telah ditanam di negara-negara di Asia Tenggara seperti Thailand dan
Filipina. Habitatnya adalah daerah dataran rendah hingga ketinggian 500
meter dpl. Nama-nama daerah bagi Mundu tersebut antara lain jawura,
gledog panto (Sunda); baros, munderm mundu (Jawa); mondhu (Madura);
kemejing, wadung (Jakarta); patung-patung (Makasar). Mundah ( NTB)

Kandungan

Kimia

dan

Efek

Farmakologis

Mundu

Beberapa bahan kimia yang terkandung dalam biji dan daun mundu di
antaranya saponin, flavonoid, dan tanin. Efek farmakologis mundu di
antaranya anti-inflamasi dan antipiretik.

B. KERANGKA KONSEP
Respon stress simpatis
Luka stadium I
Kontaminasi bakteri

Proses penyembu

Kematian sel

Faktor ekstrinsik
Perdarahan

Faktor interisik

Tanpa penambahan
getah tanaman mundu

Dengan penambahan
getah tanaman mundu

(Garcinia dulcis).

(Garcinia dulcis).

Lamanya waktu
pembekuan darah

Keterangan:

: Variable yang diteliti

: Variable yang tidak diteliti

BAB III
METODE PENELITIAN
A. Tempat Dan Waktu Penelitian
1. Tempat Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan di Laboratorium Patologi Klinik
Jurusan Analis Kesehatan Mataram.
2. Waktu penelitian
Penelitian ini direncanakan pada bulan januari sampai bulan Maret
2014
B. Jenis Penelitian
Berdasarkan analisis data, maka penelitian ini merupakan
penelitian yng bersifat kuasi experimental analitik atau experimental
semu, yaitu sebuah rancangan analitik dengan pemasangan subjek
melalui tes akhir dan sekelompok control. Hasilnya dibandingkan
dengan satu atau lebih kelompok control yang tidak dikenai
perlakuan ( Danim,2002)

Berdasrkan waktu penelitian ini bersifat croos sectional


artinya variable sebab atau resiko dan akibat atau kasus yang
terjadi pada penelitian diukur atau dikumpulkan secara simultan
artinya waktu bersamaan (Notoatmojo, 2002).

C. Populasi Dan Sampel


1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswa jurusan Analis
Kesehatan Mataram smester 3.
2. Sampel
Sebagian mahasiswa Jurusan Analis Kesehatan Mataram
semester 3 dengan kriteria sebagai berikut :
a) Tidak dalam keadaan sakit
b) Tidak memiliki riwayat penyakit gangguan hemostasis
c) Memiliki nilai hasil pemeriksaan clotting time dalam keadaan
normal
d) Mahasiswa Jurusan Analis Kesehatan Mataram smester 3 yang
bersedia di ambil sampel darahnya.

D. Besar Sampel

Besarnya sampel yang digunakan dalam penelitian ini


berjumlah 15 sampel yang diambil dari jumlah mahasiswa Jurusan
Analis Kesehatan Mataram smester 3 yang memenuhi kriteria
sampel.

E. Cara Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel dalm penelitian ini dilakukan dengan


metode simple random sampling, yang merupakan metode diman
setiap anggota atau unit dari populasi mempunyai kesempatan
yang sama untuk di seleksi sebagai sampel.

F. Variable Penelitian Dan Definisi Oprasional

1. Variable Penelitian

a) Variable bebas : darah tanpa penambahan getah


tanaman mundu dan darah dengan penambahan
getah tanaman mundu
b) Variable terikat : Nilai clotting time (CT)

2. Definisi Oprasional

a) Darah tanpa penambahan getah tanaman mundu


merupakan daarah vean yang diambil dengan
tehnik sampling tanpa penambahan antikoagulan.
b) Darah dengan penambahan getah tanaman
mundu merupakan darah vena yang diambil
dengan think sampling tanpa penambahan

antikoagulan dan ditambahkan dengan getah


tanaman mundu sebanyak 5 ml
c) Nilai clotting time (CT) merupakan nilai hasil
pemeriksaan hemostasis dengan mengukur
lamanya waktu pembekuan atau terbentukanya
benang-benang fibrin pad sampel darah.

G. Alur Kerja

Persiapan alat, sampel dan


getah tanaman mundu

Pemeriksaan clotting tim


(CT)

Haisl Pemeriksaan

Pengumpulan Data dan


Pengolahan Data

Analisis data

Laporan

Kesimpulan

H. Cara Pengumpulan Data


Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data hasil
nilai pemeriksaan clotting time dari mahasiswa Jurusan Analis
Kesehatan Mataram smester 3
I. Cara Pengambilan Data
Nilai hasil pemeriksaaan clotting time (CT) dikumpulkan
dengan pemeriksaan clotting time metode tabung fi Laboratorium
melalui beberapa prosedur
1. Prinsip Pemeriksaan
Darah tanpa antikoagulan diletakkan di dalam tabung
kosong yang bersih dan steruil dan ditunggu sampai terbentuknya
jendalan fibrin, kemudian dilakukan pencatatan waktu dari
pengambilan darah sampai terbentuknya jendalan fibrin tersebut.
2. Alat dan Bahan Penelitian
a) Pipet Pasteur (pipet tetes)
b) Tabung steril 6 ml
c) Rak tabung
d) Alumuniumfoil
e) Spuit 6 ml
f) Stuwing
g) Kapas alcohol
h) Plester

3. Reagensia : Getah tanaman mundu

4. Bahan Pemeriksaan

Darah vena tanpa penambahan getah tanaman mundu dan darah


dengan penambahan getah tanaman mundu.

5. Prosedur Pemeriksaan Nilai clotting time (CT)

a) Di ambil getah tanaman mundu dengan memetik daun atau pangkal


tangaki pada buah mundu di teteskan pada tabung
b) Tutup bagian atas tabung yang terdapat getah tanaman mundu
tersebut dengan akumuniumfoil
c) Dilakukan pengmbilan sampel darah vena dengan tehnik sampling
menggunakan spuit 6 ml
d) Plester daerah tempat pengambilan darah tersebut
e) Siapkan 6 tabung
f) Tabung I,II,III diisi dengan darah vena sebanyak 1 ml
g) Tabung IV,V,VI diisi dengan 1 ml darah vena tersebut dan 5 tetes
getah tanaman mundu
h) Hiyung lamanya waktu pembekuan darah pada masing-masing
tabung menggunakan stopwatch dan tabung dilihat setiap 30 detik
sekali.

J. Cara Pengolahan Dan Analisis Data

1. Cara Pengolahan
Data diperoleh dari hasil pemeriksaan clotting time (CT) darah
tanpa penambahan getah tanaman mundu dan dengan penambahan
getah tanaman mundu di Labortorium Hematologi Jurusan Analis
Kesehatan Mataram. Hasilnya dalam table sebagai berikut :
Table hasil pemeriksaan waktu pembekuan darah

Nilai hasil clotting time (CT)

NO.

NAMA

Darah tanpa penambahan

Darah dengan

getah tanaman mundu

penambahan getah
tanaman mundu

1.

2.

3.
Dst
Total

2. Analisis Data

Untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan waktu pembekuan darah


pada darah tanpa penambahan getah tanaman mundu dan dengan
penambahan getah tanaman mundu, dilakukan dengan uji analisis stasistik
paired sampel T-test ( uji beda) dengan tingkat kepercayaan 95% (
nila<0,005).

DAFTAR PUSTAKA

Ganong, W. 1995. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran . Edisi 14. Jakarta:


Penerbit Buku Kedokteran EGC. Hal 524-30
Gilvery, Robert W M C., Goldstein, Geral W. 1996. Biokimia Suatu
Pendekatan Fungsional. Edisi 3 Alih Bahasa Dr. Tri Martini Sumarno.
Surabaya : Penerbit AUP. Hal 376-87
Guyton, A., & Hall, J. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9 Jakarta :
Penerbit Buku Kedokteran EGC. Hal 250-315
Kosasih. dr. E.N. 1982. Kapita Selekta Hematologi Klinik. Penerbit Alumni.
Jakarta. Hal 103-43
Sodeman. 1995. Patofisiologi : Mekanisme Penyakit. Jakarta. Hal 373-82
c-kesehatan.blogspot.com/2012/12/manfaat-buah-mundu.html

diakses

12 maret 2011 jam 14:00


http://books.google.co.id/books?id=egpTPvFcAvwC&pg=PA134&lpg=PA134
&dq=manfaat+biji+tanaman+mundu+(Garcinia+dulcis+)&source=bl&ots=7_5v
E4AZTL&sig=hwnfh0c-hfTNu-AvpcjSpI8nrjA&hl=en&sa=X&ei=h1rVUt2qKcWrgeHuoHwAw&redir_esc=y#v=onepage&q=manfaat%20biji%20tanaman%20
mundu%20(Garcinia%20dulcis%20)&f=false

Lestarikan Flora Indonesia


http://dunia-bibit.blogspot.com/2012/06/mundu-garcinia-dulcis.html

Diakses

mei 2012
http://farmasiindonesia.setiabudi.ac.id/index.php?option=com_content&view=
article&id=90:efek-antiplasmodium-ekstrak-n-heksan-kulit-batang-mundugarcinia-dulcis-kurz-pada-mencit-jantan-swiss-webster-yang-diinduksiplasmodium-berghei&catid=71:nomor-1-maret-2011
Menemukan Buah Langka Indonesia
http://efarming.info/2013/04/menemukan-buah-langka-indionesia. Diakses 10
juni 2012
BUAH

MINDU

SI

APEL

JAWA

http://flora-

faunaindonesia.blogspot.com/2011/04/buah-mundu-si-apel-jawa.htm diakses
maret 2011

Anda mungkin juga menyukai