Paralisis Pita Suara Unilateral
Paralisis Pita Suara Unilateral
Pembimbing :
Dr Ricky Yue, sp.THT-KL
Disusun oleh :
Amelia Jessica
2009-061-259
Hendrawan Ariwibowo
2009-061-264
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat
rahmat-Nya penyusun dapat menyelesaikan referat ini tepat pada waktunya.
Adapun referat ini berjudul Paralisis Pita Suara Unilateral dan disusun untuk
menyelesaikan salah satu tugas kepaniteraan klinik Ilmu Penyakit Telinga, Hidung,
Tenggorok dan Kepala-Leher Rumah Sakit Atma Jaya Jakarta.
Harapan penyusun, referat ini dapat berguna sebagai bahan untuk pembelajaran bersama
baik bagi mahasiswa tingkat preklinik maupun mahasiswa tingkat klinik yang ingin mengetahui
lebih banyak tentang paralisis pita suara dan semua hal yang berkaitan dengannya.
Penyusun ingin menyampaikan terima kasih kepada dr. Ricky Yue,sp.THT-KL selaku
pembimbing yang telah banyak memberikan masukan dan arahan dalam pembuatan referat ini,
dan juga kepada semua pihak yang terlibat dan mendukung proses penyusunan referat ini.
Referat ini tentulah masih banyak kekurangannya. Untuk itu penyusun mengharapkan
ide, saran, kritik yang membangun dari para pembaca demi kelengkapan referat ini.
Besar harapan penulis referat ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan dapat
melengkapi wawasan pembaca terutama di bidang kedokteran pada umumnya, dan
khususnya dalam bidang ilmu penyakit telinga, hidung, tenggorok dan kepala-leher.
DAFTAR ISI
Kata Pengantar............................................................................................................................i
Daftar Isi....................................................................................................................................ii
Daftar Gambar...........................................................................................................................iv
Daftar Tabel................................................................................................................................v
Bab I Pendahuluan ...................................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ...................................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................................................. 1
1.3 Tujuan ................................................................................................................................... 1
1.3.1 Tujuan Umum ................................................................................................................. 1
1.3.2 Tujuan Khusus ................................................................................................................ 2
1.4 Manfaat ................................................................................................................................. 2
Bab II Tinjauan Pustaka .............................................................................................................. 3
2.1 Embriologi Laring ................................................................................................................. 3
2.2 Anatomi Otot dan Persarafan Laring .................................................................................... 3
2.3 Fisiologi Suara ...................................................................................................................... 5
2.4.Paralisis Pita Suara Unilateral ............................................................................................... 5
2.4.1 Etiologi ............................................................................................................................... 5
2.4.2 Anamnesa ........................................................................................................................... 7
2.4.3 Pemeriksaan Fisik .............................................................................................................. 8
2.4.4 Hasil Pemeriksaan ............................................................................................................ 10
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Lubang laring dan pembengkakan sekitar pada tahap pengembangan berturut-turut.3
Gambar 2. Abduksi Pita Suara .................................................................................................... 4
Gambar 3. Aduksi Pita Suara ...................................................................................................... 4
Gambar 4. Lapisan Pita Suara ..................................................................................................... 4
Gambar 5. Siklus Fonasi Glotis. ................................................................................................. 5
Gambar 6. Pandangan laringoskopik dari paralisis pita suara kanan, selama fonasi. ................. 8
Gambar 7. Ilustrasi laryngovideostroboscopy selama fonasi.. ................................................... 9
Gambar 8. Ilustrasi dari injeksi augmentasi pada pita suara kiri dibawah laringoskopi direk,
menandai dua lokasi injeksi dilihat pada visualisasi langsung ................................................. 13
Gambar 9. A: Pandangan laringoskopi fiberoptik dari injeksi augmentasi pita suara kanan. B:
Langkah terakhir melibatkan suntikan tambahan di pertengahan pita suara. ........................... 14
Gambar 10. Postur Chin Tuck ................................................................................................... 17
Gambar 11. Kepala berputar ke sisi lemah ............................................................................... 19
Gambar 12. Menelan Supraglotik ............................................................................................. 21
Gambar 13. Effortful Swallow................................................................................................... 22
Gambar 14. Manuver Mendelsohn ........................................................................................... 22
Gambar 15. Manuver tahan lidah (Manuver Masako) .............................................................. 23
DAFTAR TABEL
Tabel 9. Perbedaan Gerakan Menelan tanpa dan dengan Menelan Super Supraglotik ............ 21
Tabel 10. Waktu Pemulihan Pasien dengan Paralisis Pita Suara .............................................. 24
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Angka kejadian paralisis pita suara bervariasi antara 1.5 23%.1 Tujuh puluh lima
persen pasien menderita paralisis pita suara unilateral dan sebanyak 3 30% kasus mengenai
pita suara kanan.2, 3 Paralisis pita suara kongenital lebih sering terjadi dibandingkan dengan
yang didapat.1 Hampir 90% paralisis disebabkan oleh lesi yang menekan saraf sepanjang
segmen perifer dan hanya 10% berasal dari sistem saraf pusat atau sebelum saraf keluar dari
foramen jugular. Paralisis sentral dikaitkan dengan neuropati kranial lain.2
Kualitas hidup pasien dengan paralisis pita suara menurun, terutama apabila kasus ini
terjadi pada pekerja yang mengutamakan penggunaan suara. Disfonia berat atau afonia dapat
menyebabkan kehilangan pendapatan atau pengangguran. Selain itu, paralisis pita suara
unilateral berpotensi mengancam nyawa, jika proteksi jalan nafas memburuk dan mengarah
ke pneumonia aspirasi.1
Oleh sebab itu, penting diketahui tentang paralisis pita suara, terutama yang bersifat
unilateral, beserta pencegahan aspirasi agar dapat meminimalkan komplikasi yang dapat
terjadi.
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
1.4 Manfaat
Memberi gambaran mengenai paralisis pita suara unilateral bagi masyarakat luas.
Memberi pengetahuan tentang pencegahan aspirasi jalan nafas pada kasus paralisis pita
suara unilateral
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Embriologi Laring
Lapisan dalam laring berasal dari endoderm, sedangkan tulang rawan dan otot berasal
dari mesenkim lengkung faring ke-4 dan ke-6. Sebagai akibat dari proliferasi mesenkim yang
berlangsung cepat, auditus laring berubah bentuk dari sebuah celah sagital menjadi lubang
berbentuk T. Selanjutnya ketika mesenkim kedua lengkung faring tersebut berubah menjadi
kartilago tiroidea, krikoidea, serta aritenoidea, bentuk dewasa aditus laring yang khas sudah
dapat dikenali.4
Kira-kira pada saat terbentuknya tulang rawan tersebut, epitel laring juga
berproliferasi dengan cepat, sehingga untuk sementara menutup lumen. Selanjutnya, ketika
terjadi vakuolisasi dan rekanalisasi, terbentuklah sepasang resesus lateral yaitu ventrikel
laringealis. Resesus tersebut dibatasi oleh lipatan-lipatan jaringan yang tidak menghilang
melainkan berdiferensiasi menjadi pita suara palsu dan sejati.4
Semua otot laring dipersarafi oleh cabang-cabang saraf otak ke-10 yaitu nervus
vagus. Nervus laringeus superior mempersarafi derivat lengkung faring ke-4 dan nervus
laringeus rekurens mempersarafi derivat lengkung faring ke-6.4
Gambar 1. Lubang laring dan pembengkakan sekitar pada tahap pengembangan berturut-turut. A. 6 minggu. B. 12 minggu.4
Gambar 3. Aduksi Pita Suara (kiri: otot krikoaritenoid lateral, kanan: otot aritenoid transversa)7
Pita suara terdiri dari 5 lapisan, yaitu: epitel skuamosa berlapis; lamina propia
superficial, intermediate, deep; dan otot.6
2.4.1 Etiologi
Etiologinya melibatkan disfungsi inti batang otak, N. vagus, ataupun nervus laring
rekuren.1 Paralisis pita suara lebih sering disebabkan oleh neuropati perifer daripada proses
di sistem saraf pusat. Pada kebanyakan kasus, lebih sering mengenai pria, dikaitkan dengan
keganasan di dada. Rasio terkena pita suara kiri : kanan adalah 60:40.10
Presentase
24.7
23.9
19.6
11.1
7.9
7.5
4.3
1.1
Reseksi paru
Intubasi endotrakeal
Paralisis pita suara unilateral iatrogenik karena operasi tulang belakang sevikal
anterior meningkat sekitar 1%. Netterville mencatat bahwa komplikasi hampir selalu sisi
kanan dan mungkin disebabkan oleh cedera bentangan nervus laring rekuren oleh retraktor
Cloward.1
Keganasan nonlaring adalah penyebab terbanyak lainnya. Paling sering disebabkan
oleh kanker paru bronkiogenik berhubungan dengan kelumpuhan nervus laring rekuren
kiri. Keganasan nonlaring lainnya termasuk tiroid, esophagus, dan tumor dasar tengkorak
(paraganglioma).1
Kejadian neurologis yang paling sering dikaitkan dengan paralisis pita suara
unilateral adalah stroke, biasanya dari batang otak. Penyebab idiopatik dan lain-lain juga
sering terlihat. Paralisis pita suara unilateral idiopatik mungkin disebabkan oleh infeksi
herpes simpleks (HSV-1) pada saraf vagus atau cabang-cabangnya. Blau dan rekan
melaporkan pemulihan spontan sekitar 50%.1
Obat-obatan jarang dapat menyebabkan paralisis pita suara. Zat yang paling
terkenal adalah alkaloid vinca (vincristine dan vinblastine), yang diketahui menyebabkan
neurotoksisitas. Paralisis pita suara pada kasus ini terkait dosis dan biasanya sembuh dalam
4-6 minggu setelah menghentikan atau menyesuaikan dosis obat.1
2.4.2 Anamnesa
a. Kualitas Vokal dan Menelan
Evaluasi dimulai dengan anamnesa menyeluruh dan pemeriksaan fisik. Gejala utama
paralisis pita suara unilateral adalah disfonia atau suara serak. Kesulitan menelan sering
ditemui, khususnya aspirasi cairan, bersama dengan batuk yang lemah dan tidak efektif.
Disfagia untuk makanan padat juga mungkin ada yang terjadi terutama di batang otak atau
cedera vagal atas. Resiko aspirasi juga akan meningkat karena hilangnya sensasi laring
ipsilateral dari keterlibatan saraf laring superior.1
b. Vocal Inventory
Pasien ditanyakan mengenai jadwal kerja mendatang untuk membantu menentukan
urgensi intervensi bedah awal. Sebagian besar pengguna suara profesional akan memilih
temporizing vocal augmentation (misalnya kolagen, gelfoam) sehingga mereka dapat
kembali bekerja secepat mungkin. Suara instrumen berbasis standar berguna selama
penilaian awal dan untuk mendokumentasikan kemajuan pengobatan.1
c. Jalan Nafas
Pasien dengan paralisis pita suara unilateral kadang-kadang bisa mengeluh pernafasan
menjadi pendek. Anamnesa yang benar akan menunjukkan bahwa pasien tidak mengalami
obstruksi jalan nafas. Pasien sebenarnya melaporkan sesak napas, terutama terjadi selama
percakapan dan disebabkan oleh penutupan laring tidak efisien.1
Gambar 6. Pandangan laringoskopik dari paralisis pita suara kanan, selama fonasi. Perhatikan posisi lateralisasi dari pita suara kanan dan
glottal gap sepanjang seluruh pita suara. Biasanya, glottal gap maximal pada posterior pita suara, seperti yang terlihat pada pasien ini. 1
Tes sederhana untuk mengevaluasi derajat disabilitas vokal dan inkompetensi glotik
adalah dengan mengukur maximal phonation time (MPT). Hal ini dilakukan dengan cara
memberi instruksi singkat kepada pasien untuk menarik nafas panjang dan fonasi vokal
selama mungkin. MPT normal untuk dewasa sehat selama 25 detik. Pada kasus paralisis pita
suara, MPT berkurang hingga 10 detik atau kurang. Nilai MPT lebih pendek
mengindikasikan inkompetensi glotik yang berat, suara lebih buruk, dan peningkatan
kelelahan vokal. Nilai MPT 5 atau kurang mengindikasikan paralisis berat, tidak
terkompensasi yang mungkin membutuhkan aduksi aritenoid pada penambahan laringoplasti
medialisasi. Cadangan paru yang buruk dari asma atau penyakit obstruksi paru kronik dapat
menurukan MPT secara signifikan, jadi hasil butuh disesuaikan dengan konteks status paru
pasien dan tingkat upaya. MPT diharapkan membaik (misalnya meningkat) setelah
kesuksesan operasi medialisasi untuk paralisis pita suara.1
Aktivitas Spontan
Tidak ada
Tidak ada
Recruitment
Normal
Menurun
Tidak ada
Ada
Ada
Menurun
Menurun
Tidak ada
Interpretasi
Normal
Reinervasi
Luka lama
Equivocal
Denervasi
2.4.5 Tatalaksana
Tatalaksana paralisis pita suara dapat dibagi menjadi tiga strategi manajemen:1
Observasi selama 6-12 bulan, menunggu terapi untuk pasien dengan disfonia berkelanjutan
Merujuk kepada patologi wicara untuk penguatan suara atau terapi menelan, dengan indikasi
Tabel 4. Faktor Pasien Mempengaruhi Strategi untuk Pengobatan Paralisis Pita Suara
Pengaruh pada Pengobatan (Intervensi
Pembedahan Awal vs Observasi)
Ada aspirasi klinis
Intervensi bedah dini
Cedera saraf alami (transeksi, stretch, tidak Pemotongan saraf: kenikmatan pengobatan
diketahui)
dini
Cedera saraf intak atau stretch: pengobatan
konservatif (observasi vs temporizing injection
laryngoplasty)
Tuntutan vokal dari pasien
Profesional nonvokal atau pembatasan
penggunaan suara: observasi
Pengobatan bedah awal professional vokal
Komorbiditas medis
Komorbiditas minimal: terbukanya semua
pilihan
Komorbiditas signifikan: anestesi lokal (officebased injections vs ML* di kamar operasi)
Temuan LEMG
Prognosis baik: observasi atau injeksi
sementara
Prognosis buruk: ML awal atau injeksi
permanen
ML, medialization laryngoplasty
*Secara umum, dianjurkan 2-3 bulan setelah transeksi saraf atau cedera sebelum operasi tetap
dilakukan untuk memungkinkan terjadinya atrofi otot pita suara, untuk mengurangi kebutuhan
revisi operasi bulan kemudian.
Faktor Pasien
Pengobatan paralisis pita suara dahulu mendukung periode watchful waiting selama 9-12
bulan sebelum intervensi bedah. Injeksi Teflon irreversible dan kadang dikaitkan dengan hasil
vokal yang tidak menguntungkan, intervensi bedah awal dianjurkan. 6-9 bulan setelah terjadinya
paralisis pita suara unilateral adalah pertimbangan waktu yang wajar sebelum melanjutkan
dengan pengobatan permanen.1
Injeksi Augmentasi
Injeksi augmentasi dengan bahan sementara adalah cara yang sangat baik untuk suara pasien
selama beberapa minggu sampai bulan sambil menunggu fungsinya kembali. Karakteristik
umum dari bahan saat ini tersedia untuk augmentasi tercantum pada tabel 5.
Panjang Efek
4-6 minggu
Keuntungan
Long track record
Kerugian
Durasi pendek
Harus digunakan 18 g
collagen)
digunakan
diperlukan
Cymetra
2-4 bulan
(Micronized
Mahal
AlloDerm)
Fat
2 tahun +
Autologous forgiving
Waktu/morbiditas
pemberian
dari
Selamanya
Tahan lama
Granuloma
VF stiffness
Radiesse
(Ca 2 tahun +
hydroxylapatite) Permanen?
Bahan disuntikkan biasanya disampaikan melalui jarum suntik Bruening atau injektor Orotrakea,
tergantung pada jarum gauge yang diperlukan. Suntikan harus ditempatkan di depan pita suara
untuk menghindari gangguan dari lapisan dangkal lamina propria. Lokasi injeksi dimaksud
adalah aspek medial dari otot TA (Vocalis), di midmembranous dan posterior pita suara (Gambar
11). Injeksi ke ligamentum telah dianjurkan, tapi keterbatasan dalam ukuran jarum injeksi
gauge
yang
digunakan
menyuntikkan dangkal ke
tidak
dalam
memungkinkan.
ruang Reinke,
Harus
diperhatikan untuk
tidak
kerugian
Gambar 8. Ilustrasi dari injeksi augmentasi pada pita suara kiri dibawah laringoskopi direk, menandai dua lokasi injeksi dilihat pada visualisasi
langsung: (1) pada aspek posterior pita suara, lateral proses vokal, dan (2) pertengahan pita suara. Ilustrasi dibawah menunjukkan kedalaman
injeksi ke dalam otot tiroaritenoid (TA), seperti yang digambarkan pada bagian koronal. Ujung jarum harus jauh ke pita suara dan tidak dangkal
dalam ruang Reinke.
Injeksi laringoplasti dapat dilakukan di bawah anestesi lokal di klinik dengan panduan teleskopik
serat optik atau rigid, baik menggunakan pendekatan transkutan atau peroral. Kelebihan
dari pendekatan untuk suntikan
termasuk
kenyamanan
pasien
dan
umpan
balik
suara ditingkatkan dalam menilai jumlah injeksi yang diperlukan. Atau injeksi laringoplasti
melalui laringoskopi
langsung
dapat dilakukan
dengan
anestesi
umum,
baik
dengan
bimbingan teleskopik atau mikroskopis. Keuntungan yang terakhir adalah meningkatkan presisi
dan kenyamanan pasien (terutama untuk pasien dengan refleks gag aktif). Kekurangan
meliputi kurangnya umpan balik vokal untuk mengukur injeksi. Pada akhirnya, teknik yang
digunakan dan material yang dipilih untuk injeksi laringoplasti tergantung pada pengalaman
dokter bedah dan tingkat kenyamanan.
Gambar 9. A: Pandangan laringoskopi fiberoptik dari injeksi augmentasi pita suara kanan. Injeksi sedang dilakukan melalui pendekatan per-oral,
di bawah anestesi lokal dalam seting klinik. Injeksi awal dilakukan pada aspek posterior pita suara, lateral pada proses vokal. B: Langkah terakhir
melibatkan suntikan tambahan di pertengahan pita suara. Sebuhan overinjeksi 30% pada pita suara dianjurkan.
Framework Surgery Paralisis Pita Suara Unilateral (Laringoplasti Medialisasi dan Aduksi
Aritenoid)
Framework operasi laring merupakan pengobatan standar untuk perawatan jangka panjang
paralisis pita suara unilateral. ML dan aduksi aritenoid adalah framework operasi andalan untuk
paralisis pita suara unilateral.
Pasien yang telah sukses melakukan ML, dengan atau tanpa aduksi aritenoid (AA), seringkali
mengungkapkan keamanan intubasi endotrakeal untuk prosedur bedah di masa depan. Masa
tunggu 6 bulan pasca ML (jika operasi elektif) disarankan anestesi harus menempatkan sebuah
tabung endotrakeal 6.0 (atau lebih kecil) untuk menghindari terdorongnya edema laring.
ML adalah sebuah operasi yang dirancang untuk menambah atau memedialisasi pita suara dalam
tiga dimensi: anterior-posterior, medial-lateral, dan superior-inferior. Selama ML, ahli bedah
harus menyadari tiga dimensi tersebut dan memiliki kemampuan untuk mengendalikan bentuk
implant di masing-masing dimensi. ML adalah operasi sederhana (penempatan implant untuk
medialisasi pita suara) yang secara signifikan dapat berdampak pada keberhasilan operasi. secara
umum, dokter bedah harus menghindari penempatan impan terlalu anterior (kualitas suara
tegang) atau terlalu superior. ini adalah kesalahan yang paling umum dilakukan dalam operasi
ML.
Aduksi aritenoid adalah penting dalam kasus paralisis pita suara. Operasi ini melibatkan
penempatan benang dari proses otot aritenoid ke lokasi anterior dari tulang rawan tiroid. Hal ini
menstimulasikan aksi kontraksi LCA. Ada konsensus umum mengenai aduksi aritenoid:
Menurunkan posisi proses vokal, medialisasi dan menstabilkan proses vokal, Memutar tulang
rawan aritenoid
Pada pasien dengan paralisis pita suara yang memiliki kekurangan proses vokal selama fonasi
(gap anterior besar) dan terdapat perbedaan tingkat pita suara, AA harus dipertimbangkan selain
ML. Videostroboskopi sering memberikan informasi berharga tentang kontak proses vokal dan
ketinggian pita suara, dan karenanya ini berguna secara preoperatif dalam menilai apakah pasien
membutuhkan AA.
Tabel 6. GRBAS11
Parameter
Definisi Hirano
Grade (G)
Keseluruhan keparahan
Rough (R)
dengan
mode
sinkroni
getaran
pada
hyperfunctional
breathiness,
atau
menelan barium. Prosedur ini melibatkan radiografi memberikan jenis pasien bolus spesifik
berbagai volume dan konsistensi lalu memeriksa efek menelan pada mereka. Pemeriksaan
radiografi memberikan pandangan anatomi orofaring dan memungkinkan dokter untuk
mengidentifikasi kelainan dari menelan. Penelitian radiografi harus mengidentifikasi fisiologi
gangguan menelan pasien bukan hanya gejala seperti penetrasi (bahan di pintu masuk saluran
napas), aspirasi
(bahan di bawah pita suara), dan residu (sisa makanan di rongga mulut,
valekula, dinding faring, sinus piriform). Strategi pengobatan yang tepat tidak dapat ditentukan
sampai kelainan fisiologi menelan (pengurangan gerakan dasar lidah posterior, penurunan
elevasi laring dan gerakan anterior) telah diidentifikasi.12
2.6.1 Postur
Gambar
10.
Postur
Chin
Tuck
(http:
ww.therapylibrary.comarticleSpeechCommunicationHead-and-Neck-CancerChin-Tuck)
Salah satu manajeman untuk mencegah aspirasi adalah postur yang mengubah aliran bolus
melalui rongga mulut dan faring. Postur Chin Tuck digunakan ketika menelan faring (respon
motor faring) tertunda dan aspirasi terjadi sebelum menelan. Postur ini memperluas ruang
valekula,
menciptakan
ruang
untuk
cairan
dan
makanan
dalam
valekula
selama
penundaan. Postur Chin Tuck juga mempersempit pintu masuk saluran napas, dengan pendekatan
dari aritenoid dengan basis epiglotis dan terjadi penurunan penutupan jalan napas. Dasar lidah
terletak lebih dekat ke dinding faring posterior selama postur Chin Tuck, memberikan
perlindungan tambahan dengan membelokkan saluran napas lebih posterior selama
menelan. Untuk pasien dengan dasar gerakan lidah posterior berkurang, postur Chin
Tuck
meningkatkan pembersihan bolus dalam wilayah ini sehingga mengurangi residu faring. Teknik
ini telah ditemukan berguna dalam menghilangkan aspirasi dalam gangguan neurologis dan
pasien kanker leher.12
Postur/Manuver
Penjelasan
Head back
Chin Tuck
Berkurangnya pergerakan
posterior dasar lidah (residu
di valekula)
Disfungsi laring unilateral
(aspirasi selama menelan)
Chin Tuck
Kepala diputar
Postur Head Back berguna bagi pasien yang menunjukkan kesulitan mendorong bolus
dari rongga mulut ke faring, sering pada pasien kanker mulut dan pasien disartria dengan
mobilitas lidah yang terganggu. Postur ini memungkinkan gravitasi untuk mendorong bolus ke
tekak. Postur ini harus digunakan dengan hati-hati karena pasien mungkin lebih mudah aspirasi
terutama pada cairan. Pasien dengan gangguan fase faring yang cukup parah sebaiknya tidak
menggunakan sikap ini.12
Sikap kepala berputar berguna bagi orang-orang yang menunjukkan gangguan otot
sepihak. Pasien dengan kelemahan faring sepihak biasanya menunjukkan residu pada sisi lemah
faring. Pasien akan mendapatkan keuntungan dari rotasi kepala ke sisi lemah karena sikap ini
secara efektif menutup dari sisi lemah dan memungkinkan bolus untuk melalui faring dan daerah
sinus piriform pada sisi rusak. Postur ini juga berguna untuk pasien-pasien dengan pembukaan
krikofaringeal yang kurang dapat menghasilkan residu sinus piriform yang bisa masuk ke saluran
udara setelah menelan. Rotasi kepala ini juga berguna untuk pasien yang aspirasi selama
menelan karena kelumpuhan pita suara atau setelah hemilaringektomi. Pasien memutar kepala ke
sisi paresis/bedah meningkatkan penutupan glotis. Kombinasi dari postur yang sering digunakan
terutama kepala berputar dan Chin Tuck. Ini akan sangat efektif untuk orang-orang yang
menunjukkan kelemahan faring unilateral serta berkurangnya penutupan saluran nafas.12
Postur berbaring ke satu sisi digunakan ketika pembersihan faring berkurang sehingga residu
masuk saluran udara setelah menelan. Dalam posisi ini pasien berbaring miring dengan kepala
bersandar sedikit. Residu masih akan hadir setelah menelan saat menggunakan manuver ini,
tetapi residu akan tetap di dinding lateral faring dan akan dibersihkan pada menelan berikutnya.12
Postur kepala dimiringkan berguna ketika pasien menunjukkan kelemahan pita suara atau faring
unilateral. Kepala dimiringkan ke sisi sehat atau lebih kuat untuk memungkinkan bolus
membersihkan rongga mulut dan faring pada sisi lebih kuat. Postur ini berguna setelah
hemiglosektomi dan juga bagi pasien yang disartrik dengan hemiparesis lidah karena sikap ini
memungkinkan kontrol oral yang baik dan propulsi dari bolus ke kerongkongan sehingga fase
oral ditingkatkan. Kepala kemiringan juga berguna untuk meningkatkan pembersihan dari bolus
melalui faring untuk pasien dengan paresis faring unilateral.12
2.6.2 Manuver
Teknik Menelan
Menelan Supraglotik
Effortful swallow
Berkurangnya pergerakan
posterior dari dasar lidah
Manuver Mendelsohn
1. Pergerakan laring
berkurang
2. Diskoordinasi menelan
Penjelasan
Tahan nafas secara sadar
biasanya menutup pita suara
sebelum dan selama menelan
Tahan nafas kuat sampai
aritenoid bergerak ke depan
sampai dasar epiglotik,
penutupan pintu masuk jalan
nafas sebelum dan selama
menelan
Usaha meningkatkan
pergerakan posterior dari
dasar lidah
Pergerakan laring membuka
sfingter esofagus atas,
meningkatkan dan
memperlama elevasi laring
dan meningkatkan lebar dan
durasi pembukaan sfingter
esofagus atas
Menormalkan waktu menelan
di faring
Gambar 12. Menelan Supraglotik, 1. Tarik nafas dalam, 2. Tahan nafas, 3 Tahan nafas selama menelan, 4. Segera batuk setelah menelan
(http://www.hindawi.com/journals/grp/2011/818979/fig6/)
Menelan Supraglotik dirancang untuk meningkatkan penutupan jalan napas sebelum dan selama
menelan pada tingkat pita suara. Pasien diinstruksikan untuk menahan nafas, menelan, dan
batuk.12
Menelan Super Supraglotik dirancang untuk meningkatkan penutupan jalan napas sebelum dan
selama menelan pada tingkat pintu masuk saluran napas (ruang depan laring) dan glotis. Menelan
Super Supraglotik melibatkan menahan nafas lebih ketat daripada yang digunakan dengan
menelan supraglotik dan dirancang untuk mencapai aritenoid ke basis epiglotik penutupan ruang
depan laring. Pada pasien yang telah menjalani laringektomi supraglotik, menelan super
supraglotik
dirancang
untuk
mencapai
aritenoid
ke
dasar
lidah
untuk
penutupan
vestibular. Pasien diinstruksikan untuk (a) menahan napas sangat erat sambil membawa turun
dengan otot-otot perut, (b) menelan, dan (c) batuk. Manuver ini juga telah ditemukan untuk
meningkatkan tingkat elevasi laring selama menelan. Pasien sering diajarkan untuk napas sedikit
sebelum menahan napas mereka karena sebagian besar individu menelan selama pernafasan yang
mungkin meningkatkan tekanan subglotik selama menelan dan mengurangi risiko aspirasi.12
Tabel 9. Perbedaan Gerakan Menelan tanpa dan dengan Menelan Super Supraglotik13
Tanpa Manuver
1
1
2
2
Dengan Manuver
0
1
1
1
5
9
9
3
9
4
9
2
8
1
41
29
Effortful Swallow terbukti efektif untuk meningkatkan gerak dasar lidah posterior selama
menelan dan meningkatkan tekanan untuk menghapus bolus melewati dasar lidah. Manuver ini
sangat membantu bagi pasien yang menunjukkan penurunan dasar gerakan lidah posterior,
gangguan yang dapat menghasilkan residu pada dasar valekula lidah dan dinding faring
atas. Pasien diinstruksikan untuk menekan keras dengan lidah dan otot tenggorokan saat
menelan. Manuver ini dapat mengakibatkan peningkatan pembersihan bolus melewati dasar
lidah dan melalui faring atas. Manuver ini sering dikombinasikan dengan postur Chin Tuck yang
menempatkan lidah dekat ke dinding faring untuk memaksimalkan pembersihan bolus melewati
dasar lidah.12
Manuver Mendelsohn dirancang untuk meningkatkan cakupan dan durasi elevasi laring dan
gerak anterior selama menelan sehingga meningkatkan lebarnya dan durasi bukaan krikofaring
selama menelan. Manuver ini juga dapat meningkatkan koordinasi faring yang terjadi selama
menelan. Pasien diinstruksikan untuk menelan normal dan di tengah menelan ketika laring
dirasakan mengangkat, pasien diinstruksikan untuk menjaga laring ditinggikan selama 2 detik
dan kemudian rileks.
Gambar
15.
Manuver
Tahan
Lidah
(Manuver
Masako)
(httpwww.therapylibrary.comLogin.aspxreferrer=httpwww.therapylibrary.com80Therapy)
Manuver Tahan Lidah (Manuver Masako) dirancang untuk meningkatkan tingkat gerak anterior
dinding faring posterior. Manuver ini melibatkan penahan dari ujung lidah antara gigi atau gusi
yang menempatkan dasar lidah dalam posisi yang lebih anterior. Hal ini menyebabkan gerakan
anterior yang lebih besar dari dinding faring posterior untuk melakukan kontak dengan dasar
lidah selama menelan. Teknik ini berguna untuk pasien dengan dasar lidah yang berkurang untuk
mencapai dinding faring dan pengurangan pembersihan bolus pada dasar lidah. Latihan ini
dirancang untuk menyempitkan faring dan harus dipraktekkan dengan air liur sangat kecil (0,5
mL). Latihan ini tidak boleh dilakukan dengan makanan atau cairan bolus karena penahan dari
ujung lidah mungkin akan menghasilkan kontrol bolus berkurang dan aspirasi.12
2.7. Komplikasi Paralisis Pita Suara
Komplikasi dari injeksi pita suara termasuk injeksi material yang kurang, butuh
pengulangan prosedur; injeksi yang berlebihan dari material dapat menyebabkan kemungkinan
stenosis dan penempatan bahan yang salah menyebabkan ekstensi subglottal. Abses laring adalah
salah satu komplikasi penyuntikan Cymetra
asing yang besar dengan pembentukan granuloma.15 Komplikasi didapatkan pada seorang
dengan diabetes yaitu selulitis leher16
Jumlah
06 6
Pasien
bln
thn
yang
12
2 3 thn
thn
>5thn
bln
Sembuh
Neurologi 71 %
29
29
19
4%
Iatrogeni
46 %
8%
8%
4%
4%
14 %
4%
7%
k
Idiopatik
14 %
64 %
18
4%
%
Trauma
lahir
33 %
33
18 %
Terapi suara dapat dibagi menjadi prosedur indirek, prosedur direk dan peningkatan
elektronik. Prosedur indirek termasuk koleksi terus menerus dari riwayat, konseling, edukasi,
vocal hygiene, dan memaksimalkan postur. Pendekatan direk termasuk normalisasi ekspirasi,
penurunan tekanan transglotal, peningkatan proyeksi, dan optimalisasi kompresi medial pada pita
suara. Peningkatan elektronik termasuk penggunaan instrumen, seperti portable amplification
devices dan telephone amplifiers, untuk memproyeksikan suara. Enam puluh persen pengobatan
terapi suara menggunakan terapi indirek.17
Behavioral voice therapy disediakan untuk pasien dengan paralisis pita suara, hanya
beberapa orang praktisi yang ada selama sesi. Agar terapi menjadi efektif, pasien harus berlatih
sesering mungkin sehingga stamina meningkat dan cara baru memproduksi suara menjadi sebuah
kebiasaan; karena itu, sesi terapi fokus mengidentifikasi dan menyempurnakan produksi suara.
Latihan suara diluar sesi terapi fokus pada kebiasaan produksi suara baru. Pemenuhan pasien
dengan variasi terapi didasarkan pada banyak faktor termasuk keefektifan terapi, minat pasien,
efek samping, kemudahan penggunaan, dan kesehatan.17
Prognosis untuk keuntungan terapi dilihat dari respon pasien pada prosedur terapi. Pasien
biasanya mempunyai respon yang baik jika terjadi perbaikan suara atau pengurangan upaya
fisiologis setelah satu atau dua sesi terapi. Koordinasi antara sistem respirasi, fonasi, dan
resonansi, artikulasi memungkinkan suara diproduksi dengan upaya yang lebih sedikir dan lebih
efektif dan efisien. Ketika aksi berbicara tidak terkoordinasi, memungkinkan peningkatan
kerusakan. Penilaian pasien dengan kinerja suara sering dikaitkan dengan jumlah produksi suara
yang dimungkinkan. Hasil yang baik dari terapi suara dilaporkan pada pasien dengan paralisis
nervus laring rekuren unilateral setelah operasi dada dan pada pasien dengan paresis nervus
laring superior.17
BAB III
KESIMPULAN
Kelumpuhan pita suara paling sering terjadi dari sistem saraf perifer yang memberikan
persarafan ke laring, khususnya saraf vagus laringeal atau nervus laring rekuren. Paralisis
unilateral memiliki etiologi (bedah, keganasan, idiopatik) yang menunjukkan gejala disfungsi
menelan dan suara. Proses evaluasi sering membutuhkan pencitraan dari otak dan seluruh vagus
dan nervus laring rekuren.
Evaluasi pengelolaan paralisis pita suara unilateral telah berevolusi selama dekade
terakhir. Laring EMG secara berangsur-angsur menjadi bagian integral dari hasil pemeriksaan
paralisis pita suara karena perannya dalam diagnosis dan prognosis untuk pemulihan terus
berkembang. Bedah untuk pengobatan paralisis pita suara unilateral terus berkembang dengan
pengenalan zat
perbaikan diaugmentasi injeksi berbasis pita suara, telah bergeser pengobatan paralisis pita suara
unilateral dari lihat dan tunggu menjadi sikap untuk intervensi awal. Kerangka operasi telah
muncul sebagai baku emas untuk pengelolaan jangka panjang paralisis pita suara unilateral.
Elektromiografi laring dapat memberikan informasi penting diagnostik dan prognostik
mengenai kelumpuhan pita suara dengan memperpendek jangka waktu sebelum melanjutkan
dengan pengobatan permanen. Pengobatan pilihan untuk kelumpuhan pita suara unilateral
termasuk terapi suara, injeksi pita suara (sementara atau permanen) dan kerangka pembedahan
laring (medialisasi laringoplasti atau aduksi tulang rawan aritenoid).
Keputusan tentang pengobatan pencegahan aspirasi tergantung pada diagnosis yang
akurat. Diagnosis yang akurat memerlukan pemeriksaan fungsi menelan. Strategi pengobatan
harus diuji secara langsung selama pengujian diagnostik. Teknik seperti postur dan manuver
sering menjadi strategi awal pengobatan. Terapi menelan dapat meningkatkan fungsi menelan
dengan berbagai peningkatan gerak, kekuatan otot dan koordinasi.
DAFTAR PUSTAKA
1. Simpson, Blake. Treatment of Vocal Fold Paralysis. Head & Neck Surgery
Otolaryngology, 4th Edition. Texas: Lippincott Williams & Wilkins, 2006. 61: 848-860.
2. Wippold, F. Diagnostic Imaging of the Larynx. Cummings Otolaryngology Head & Neck
Surgery, 4th Edition. USA: Elsevier Mosby, 2005. 88: 2032.
3. Wareing M, Obholzer R. Vocal Cord Paralysis. Current Diagnosis & Treatment in
Otolaryngology Head & Neck Surgery, International Edition, 2nd Edition. New York:
Lange, 2008. 31: 457.
4. Sadler, TW. Respiratory System. Langmans Medical Embryology, 8th Edition. Montana:
Williams & Wilkins, 2007. 12: 277-278.
5. Hermani B, Kartosoediro S, Hutauruk S. Disfonia. Telinga Hidung Tenggorok Kepala &
Leher, Edisi Keenam. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2007. 10: 232.
6. Sulica, Lucian. Voice: Anatomy, Physiology, and Clinical Evaluation. Head & Neck
Surgery Otolaryngology, 4th Edition. Texas: Lippincott Williams & Wilkins, 2006. 58:
818-824.
7. Netter, Frank. Netters Atlas of Human Anatomy, 4 th Edition. WB Saunders Company,
2006.
8. Katzenmeyer K, Bailey B. Hoarseness Power Point Presentation. 2001.
9. Woodson, Gayle. Laryngeal and Pharyngeal Function. Cummings Otolaryngology Head
& Neck Surgery, 4th Edition. USA: Elsevier Mosby, 2005. 85:
10. Sulica L, Cultrara A, Blitzer A. Vocal Fold Paralysis: Cases, Outcomes, and Clinical
Aspects. Vocal Fold Paralysis. New York: Springer, 2006. 3: 33-48.
11. Samlan, Robin. Voice Analysis. Cummings Otolaryngology Head & Neck Surgery, 4th
Edition. USA: Elsevier Mosby, 2005. 87:
12. Lazarus, Cathy. Management of Disphagia. Bailey Head & Neck Surgery
Otolaryngology, 4th Edition. Texas: Lippincott Williams & Wilkins, 2006. 50B: 714-719.
13. Logemann, Jeri. Super-Supraglottic Swallow in Irradiated Head and Neck Cancer
Patients. John Wiley & Sons, Inc. Head Neck 19:535540, 1997.
14. Daya, Hamid. Pediatric Vocal Fold Paralysis. Arch Otolaryngol Head Neck Surg.
2000;126:21-25
15. Cigna Healtcare Coverage Position. Injections for Unilateral Vocal Cord Paralysis
(UVCP) . 11/15/2007. Number 0426.
16. Yadav S, Gulia S, Singh K, Singh S. Medialization Thyroplasty Using Silatic
Implant. The Internet Journal of Head and Neck Surgery. 2007 Volume 1 Number 1
17. Stewart C, Allen E. Voice Therapy for Unilateral Vocal Fold Paralysis. Vocal Fold
Paralysis. New York: Springer, 2006. 7: 87-93.