Anda di halaman 1dari 22

CMHN : Comunity Mental Health Nursing adalah upaya untuk mewujudkan pelayanan kesehatan

jiwa dengan tujuan pasien yang tidak tertangani di masyarakat akan mendapatkan pelayanan yang
lebih baik

Konsep Dasar Community Mental Healthy Nursing


1. Pengertian
Keperawatan kesehatan jiwa komunitas adalah pelayanan keperawatan yang
komprehensif , holistik, dan paripurna yang berfokus pada masyarakat yang sehat jiwa ,
rentan terhadap stress (resiko gangguan jiwa) dan dalam tahap pemulihan serta
pencegahan kekambuhan (gangguan jiwa).
Pelayanan keperawatan komprehensif adalah pelayanan yang berfokuskan pada
pencegahan primer pada anggota masyarakat yang sehat jiwa, pencegahan sekunder
pada anggota masyarakat yang mengalami masalah psikososial (resiko gangguan jiwa)
dan pencegahan tersier pada pasien gangguan jiwa dengan proses pemulihan.
Pelayanan keperawatan holistik adalah pelayanan menyeluruh pada semua aspek
kehidupan manusia yaitu aspek bio-psiko-sosio-cultural dan spiritual.
a. Aspek (bio-fisik)
Dikaitkan dengan masalah kesehatan fisik seperti kehilangan orang tubuh yag
dialami anggota masyarakat akibat bencana yang memerlukan pelayanan dala rangka
adaptasi mereka terhadap kondisi fisiknya. Demikian pula dengan penyakit fisik lain
baik yang akut,kronis maupun terminal yang memberi dampak pada kesehatan jiwa.
b. Aspek psikologis
Dikaitkan dengan berbagai masalah psikologis yang dialami masyarakat seperti
ketakutan, trauma,kecemasan maupun kondisi yang lebih berat yang memerlukakan
pelayanan agar mereka dapat beradaptasi dengan situasi tersebut.
c.

Aspek sosial
Dikaitkan dengan kehilangan suami/istri/anak , keluarga dekat, kehilangan
pekerjaan , tempat tinggal, dan harta benda yang memerlukan pelayanan dari berbagai

sektor terkait agar mereka mampu mempertahankan kehidupan sosial yang


memuaskan.
d. Aspek cultural
Dikaitkan dengan tolong menolong dan kekeluargaan yang dapat digunakan
sebagai sistem pendukung sosial dalam mengatasi berbagai permasalahan yang
ditemukan.
e. Aspek spiritual
Dikaitkan dengan nilai-nilai keagamaan yang kuat yang dapat diperdayakan sebagai
potensi masyarakat dalam mengatasi berbagai konflik dan masalah kesehatan yang
terjadi.
Pelayanan keperawatan paripurna adalah pelayanan pada semua jenjang pelayanan
yaitu dari pelayanan kesehatan jiwa spesialis , pelayanan kesehatan jiwa integratif dan
pelayanan kesehatan jiwa yang bersumber daya masyarakat. Perberdayaan seluruh
potensi dan sumber daya yang ada dimasyarakat diupayakan agar terwujud masyarakat
yang mandiri dalam memelihara kesehatannya.

2. Prinsip-Prinsip Keperawatan Kesehatan Jiwa


a.

Therapeutic Nurse patient relationship (hubungan yang terapeutik antara perawat


dengan klien).

b.

Conceptual models of psychiatric nursing (konsep model keperawatan jiwa).

c.

Stress adaptation model of psychiatric nursing (model stress dan adaptasi dalam
keperawatan jiwa).

d.

Biological context of psychiatric nursing care (keadaan-keadaan biologis dalam


keperawatan jiwa).

e.

Psychological context of psychiatric nursing care (keadaan-keadaan psikologis dalam


keperawatan jiwa).

f.

Sociocultural context of psychiatric nursing care (keadaan-keadaan sosial budaya


dalam keperawatan jiwa).

g.

Environmental context of psychiatric nursing care (keadaan-keadaan lingkungan dalam


keperawatan jiwa).

h.

Legal ethical context of psychiatric nursing care (keadaan-keadaan legal etika dalam
keperawatan jiwa).

i.

Implementing the nursing process : standards of care (penatalaksanaan proses


keperawatan: dengan standar- standar perawatan).

j.

Actualizing the Psychiatric Nursing Role : Professional Performance Standards


(aktualisasi peran keperawatan jiwa: melalui penampilan standar-standar professional).

3. Jenis jenis CMHN


a. Basic Course (BC) CMHN
Sasaran

: perawat keswamas (puskesmas)

Kegiatan

:perawat diberikan pelatihan cara memberikan asuhan keperawatan (7Dx

Keperawatan) pada klien dan keluarga pasien gangguan jiwa dirumah.


b. Intermediate Course (IC) CMHN
Sasaran

: Kader Keswa dan Perawat Keswa (Puskesmas)

Kegiatan

1.

Membentuk desa siaga sehat jiwa

2.

Merekrut dan melatih kader keswa untuk skreening ggn jiwa di masyarakat, masalah
psikososial dan sehat jiwa.

3.

Melatih perawat keswa mengintervensi klien dengan masalah psikososial dan


mengembangkan rehabilitasi pasien gangguan jiwa.

c.

Advance Course (AC) CMHN

Sasaran

: individu, keluarga, staf puskesmas, kelompok formal dan informal serta

masyarakat luas
Kegiatan

1.

Manajemen keperawatan kesehatan jiwa

2.

Kerjasama Lintas sektoral

1. Psycoanalytical (Freud, Erickson). Model ini menjelaskan bahwa gangguan jiwa dapt
terjadi pada seseorang apabila ego(akal) tidak berfungsi dalam mengontrol id
(kehendak nafsu atau insting). Ketidakmampuan seseorang dalam menggunakan
akalnya (ego) untuk mematuhi tata tertib, peraturan, norma, agama(super ego/das uber
ich), akan mendorong terjadinya penyimpangan perilaku (deviation of Behavioral).
Faktor penyebab lain gangguan jiwa dalam teori ini adalah adanya konflik intrapsikis
terutama pada masa anak-anak. Misalnya ketidakpuasan pada masa oral dimana anak
tidak mendapatkan air susu secara sempurna, tidak adanya stimulus untuk belajar
berkata- kata, dilarang dengan kekerasan untuk memasukkan benda pada mulutnya
pada fase oral dan sebagainya. Hal ini akan menyebabkan traumatic yang membekas
pada masa dewasa. Proses terapi pada model ini adalah menggunakan metode asosiasi
bebas dan analisa mimpi, transferen untuk memperbaiki traumatic masa lalu. Misalnya
klien dibuat dalam keadaan ngantuk yang sangat. Dalam keadaan tidak berdaya
pengalaman alam bawah sadarnya digali dengamn pertanyaan-pertanyaan untuk
menggali traumatic masa lalu. Hal ini lebih dikenal dengan metode hypnotic yang
memerlukan keahlian dan latihan yang khusus. Dengan cara demikian, klien akan
mengungkapkan semua pikiran dan mimpinya, sedangkan therapist berupaya untuk
menginterpretasi pikiran dan mimpi pasien. Peran perawat adalah berupaya melakukan
assessment atau pengkajian mengenai keadaan-keadaan traumatic atau stressor yang
dianggap bermakna pada masa lalu misalnya ( pernah disiksa orang tua, pernah
disodomi, diperlakukan secar kasar, diterlantarkan, diasuh dengan kekerasan,
diperkosa pada masa anak), dengan menggunakan pendekatan komunikasi terapeutik
setelah terjalin trust (saling percaya).

2. Interpersonal ( Sullivan, peplau). Menurut konsep model ini, kelainan jiwa seseorang
bias muncul akibat adanya ancaman. Ancaman tersebut menimbulkan kecemasan
(Anxiety). Ansietas timbul dan alami seseorang akibat adanya konflik saat berhubungan
dengan orang lain (interpersonal). Menurut konsep ini perasaan takut seseorang
didasari adnya ketakutan ditolak atau tidak diterima oleh orang sekitarnya. Proses
terapi menurut konsep ini adalh Build Feeling Security (berupaya membangun rasa
aman pada klien), Trusting Relationship and interpersonal Satisfaction (menjalin
hubungan yang saling percaya) dan membina kepuasan dalam bergaul dengan orang
lain sehingga klien merasa berharga dan dihormati. Peran perawat dalam terapi adalah
share anxieties (berupaya melakukan sharing mengenai apa-apa yang dirasakan klien,
apa yang biasa dicemaskan oleh klien saat berhubungan dengan orang lain), therapist
use empathy and relationship ( perawat berupaya bersikap empati dan turut merasakan
apa-apa yang dirasakan oleh klien). Perawat memberiakan respon verbal yang
mendorong rasa aman klien dalam berhubungan dengan orang lain.
3. Social ( Caplan, Szasz). Menurut konsep ini seseorang akan mengalami gangguan jiwa
atau penyimpangan perilaku apabila banyaknya factor social dan factor lingkungan yang
akan memicu munculnya stress pada seseorang ( social and environmental factors
create stress, which cause anxiety and symptom). Prinsip proses terapi yang sangat
penting dalam konsep model ini adalah environment manipulation and social support (
pentingnya modifikasi lingkungan dan adanya dukungan sosial) Peran perawat dalam
memberikan terapi menurut model ini adalah pasien harus menyampaikan masalah
menggunakan sumber yang ada di masyarakat melibatkan teman sejawat, atasan,
keluarga atau suami-istri. Sedangkan therapist berupaya : menggali system sosial klien
seperti suasana dirumah, di kantor, di sekolah, di masyarakat atau tempat kerja.
4. Existensial ( Ellis, Rogers). Menurut teori model ekistensial gangguan perilaku atau
gangguan jiwa terjadi bila individu gagal menemukan jati dirinya dan tujuan hidupnya.
Individu tidak memiliki kebanggan akan dirinya. Membenci diri sendiri dan mengalami
gangguan dalam Body imagenya. Prinsip dalam proses terapinya adalah :
mengupayakan individu agar berpengalaman bergaul dengan orang lain, memahami
riwayat hidup orang lain yang dianggap sukses atau dapat dianggap sebagai

panutan(experience in relationship), memperluas kesadaran diri dengan cara


introspeksi (self assessment), bergaul dengan kelompok sosial dan kemanusiaan
(conducted in group), mendorong untuk menerima jatidirinya sendiri dan menerima
kritik atau feedback tentang perilakunya dari orang lain (encouraged to accept self and
control behavior). Prinsip keperawatannya adalah : klien dianjurkan untuk berperan
serta dalam memperoleh pengalaman yang berarti untuk memperlajari dirinya dan
mendapatkan feed back dari orang lain, misalnya melalui terapi aktivitas kelompok.
Terapist berupaya untuk memperluas kesadaran diri klien melalui feed back, kritik,
saran atau reward & punishment.
5. Supportive Therapy ( Wermon, Rockland). Penyebab gangguan jiwa dalam konsep ini
adalah: factor biopsikososial dan respo maladaptive saat ini. Aspek biologisnya menjadi
masalah seperti: sering sakit maag, migraine, batuk-batuk. Aspek psikologisnya
mengalami banyak keluhan seperti : mudah cemas, kurang percaya diri, perasaan
bersalah, ragu-ragu, pemarah. Aspek sosialnya memiliki masalah seperti : susah
bergaul, menarik diri,tidak disukai, bermusuhan, tidak mampu mendapatkan
pekerjaan, dan sebagainya. Semua hal tersebut terakumulasi menjadi penyebab
gangguan jiwa. Fenomena tersebut muncul akibat ketidakmamupan dalam beradaptasi
pada masalah-masalah yang muncul saat ini dan tidak ada kaitannya dengan masa
lalu. Prinsip proses terapinya adalah menguatkan respon coping adaptif, individu
diupayakan mengenal telebih dahulu kekuatan-kekuatan apa yang ada pada dirinya;
kekuatan mana yang dapat dipakai alternative pemecahan masalahnya. Perawat harus
membantu individu dalam melakukan identifikasi coping yang dimiliki dan yang biasa
digunakan klien. Terapist berupaya menjalin hubungan yang hangat dan empatik
dengan klien untuk menyiapkan coping klien yang adaptif.
6. Medica ( Meyer, Kraeplin). Menurut konsep ini gangguan jiwa cenderung muncul
akibat multifactor yang kompleks meliputi: aspek fisik, genetic, lingkungan dan factor
sosial. Sehingga focus penatalaksanaannya harus lengkap melalui pemeriksaan
diagnostic, terapi somatic, farmakologik dan teknik interpersonal. Perawat berperan
dalam berkolaborasi dengan tim medis dalam melakukan prosedur diagnostic dan
terapi jangka panjang, therapist berperan dalam pemberian terapi, laporan mengenai

dampak terapi, menentukan diagnose, dan menentukan jenis pendekatan terapi yang
digunakan.

C. Peran dan Fungsi Perawatan Kesehatan Jiwa Komunitas


Keperawatan kesehatan jiwa merupakan proses interpersonal yang berupaya untuk
meningkatkan dan mempertahankan perilaku yang mendukung pada fungsi yang
terintegrasi sehingga sanggup mengembangkan diri secara wajar dan dapat melakukan
fungsinya dengan baik, sanggup menjelaskan tugasnya sehari-hari sebagaimana
mestinya. Dalam mengembangkan upaya pelayanan keperawatan jiwa, perawat sangat
penting untuk mengetahui dan meyakini akan peran dan fungsinya, serta memahami
beberapa konsep dasar yang berhubungan dengan asuhan keperawatan jiwa.
Center for Mental Health Services secara resmi mengakui keperawatan kesehatan
jiwa sebagai salah satu dari lima inti disiplin kesehatan jiwa. Perawat jiwa
menggunakan pengetahuan dari ilmu psikososial, biofisik,, teori kepribadian, dan
perilaku manusia untuk mendapatkan suatu kerangka berpikir teoritis yang mendasari
praktik keperawatan.
1.

Pengkajian yg mempertimbangkan budaya

2.

Merancang dan mengimplementasikan rencana tindakan

3.

Berperan serta dalam pengelolaan kasus

4.

Meningkatkan dan memelihara kesehatan mental, mengatasi pengaruh penyakit


mental - penyuluhan dan konseling

5.

Mengelola

dan

mengkoordinasikan

sistem

pelayanan

yang

mengintegrasikan

kebutuhan pasien, keluarga staf dan pembuat kebijakan


6.

Memberikan pedoman pelayanan kesehatan

D. Kompetensi Perawat Kesehatan Jiwa Komunitas (Competent Of Caring)


1. Pengkajian biopsikososial yang peka terhadap budaya.
2. Merancang dan implementasi rencana tindakan untuk klien dan keluarga.

3. Peran serta dalam pengelolaan kasus: mengorganisasikan, mengkaji, negosiasi,


koordinasi pelayanan bagi individu dan keluarga.
4. Memberikan

pedoman

pelayanan

bagi

individu,

keluarga,

kelompok,

untuk

menggunakan sumber yang tersedia di komunitas kesehatan mental, termasuk


pelayanan terkait, teknologi dan sistem sosial yang paling tepat.
5. Meningkatkan dan memelihara kesehatanmental serta mengatasi pengaruh penyakit
mental melalui penyuluhan dan konseling.
6. Memberikan askep pada penyakit fisik yang mengalami masalah psikologis dan
penyakit jiwa dengan masalah fisik.
7. Mengelola dan mengkoordinasi sistem pelayanan yang mengintegrasikan kebutuhan
klien, keluarga, staf, dan pembuat kebijakan.
E. Pelayanan Keperawatan Jiwa Komunitas
Pelayanan keperawatan jiwa komprehensif adalah pelayanan keperawatan jiwa yang
diberikan pada masyarakat pasca bencana dan konflik, dengan kondisi masyarakat yang
sangat beragam dalam rentang sehat sakit yag memerlukan pelayanan keperawatan
pada tingkat pencegahan primer, sekunder, dan tersier. Pelayanan keperawatan
kesehatan jiwa yang komprehensif mencakup 3 tingkat pencegahan yaitu pencegaha
primer , sekunder, dan tersier.
1. Pencegahan Primer
Fokus pelayanan keperawatan jiwa adalah pada peningkatan kesehatan dan pencegahan
terjadinya gangguan jiwa. Tujuan pelayanan adalah mencegah terjadinya gangguan jiwa
, mempertahankan dan meningkatkan kesehtan jiwa. Target pelayanan yaitu anggota
masyarakat yang belum mengalami gangguan jiwa sesuai dengan kelompok umur yaitu
anak, remaja, dewasa, dan usia lanjut. Aktivitas pada pencegahan primer adalah
program pendidikan kesehatan , program stimulasi perkembangan, program sosialisasi
kesehatan jiwa , manajemen stress , persiapan menjadi orang tua. Beberapa kegiatan
yang dilakukan adalah :
a. Memberikan pendidikan kesehatan pada orangtua antara lain :

1) Pendidikan menjadi orangtua


2) Pendidikan tentang perkembangan anak sesuai dengan usia.
3) Memantau dan menstimulasi perkembangan
4) Mensosialisasikan anak dengan lingkungan
b. Pendidikan kesehatan mengatasi stress
1) Stress pekerjaan
2) Stress perkawinan
3) Stress sekolah
4) Stress pasca bencana
c.

Program dukungan sosial diberikan pada anak yatim piatu , individu yang kehilangan
pasangan , pekerjaan, kehilangan rumah/ tempat tinggal , yang semuanya ini mungkin
terjadi akibat bencana. Beberapa kegiatan yang dilakukan adalah :

1) Memberikan informasi tentang cara mengatasi kehilangan


2) Menggerakkan dukunganmasyarakat seperti menjadi orangtua asuhbagi anak yatim
piatu.
3) Melatih keterampilan sesuai dengan keahlian masing-masing untuk mendapatkan
pekerjaan
4) Mnedapatkan dukungan pemerintah dan LSM untuk memperoleh tempat tinggal.
d. Program

pencegahan

penyalahgunaan

obat.

Penyalahgunaan

obat

sering

digunakan sebagai koping untuk mengtasi masalah. Kegiatan yang dilakukan:


1) Pendidikan kesehatan melatih koping positif untuk mengatasi stress
2) Latihan asertif yaitu mengungkapkan keinginan dan perasaan tanpa menyakiti orang
lain.
3) Latihan afirmasi dengan menguatkan aspek-aspek positif yang ada pada diri seseorang.

e. Program pencegahan bunuh diri. Bunuh diri merupakan salah satu cara penyelesaian
masalah oleh individu yang mengalami keputus asaan. Oleh karena itu perlu dilakukan
program :
1) Memberikan informasi untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang tandatanda bunuh diri.
2) Menyediakan lingkungan yang aman untuk mencegah bunuh diri.
3) Melatih keterampilan koping yang adaptif.

2. Pencegahan Sekunder
Fokus pelayanan keperawatan pada pencegahan sekunder adalah deteksi dini dan
penanganan dengan segera masalah psikososial dan gangguan jiwa. Tujuan pelayanan
adalah menurunkan angka kejadian gangguan jiwa. Target pelayanan adalah anggota
masyarakat yang beresiko atau memperlihatkan tanda-tanda masalah dan gangguan
jiwa. Aktivitas pada pencegahan sekunder adalah :
a. Menemukan kasus sedini mungkin dengan cara memperoleh informasi dari berbagai
sumber seperti masyarakat, tim kesehatan lain dan penemuan langsung.
b. Melakukan penjaringan kasus dengan melakukan langkah-langkah sebagai berikut :
1) Melakukan pengkajian 2menit untuk memperoleh data fokus pada semua pasien yang
berobat kepukesmas dengan keluhan fisik.
2) Jika ditemukan tanda-tanda yang berkaitan dengan kecemasan dan depresi maka
lanjutkan pengkajian dengan menggunakan pengkajian keperawatan kesehatan jiwa.
3) Mengumumkan kepada masyarakat tentang gejala dini gangguan jiwa (di tempat
tempat umum)
4) Memberikan pengobatan cepat terhadap kasus baru yang ditemukan sesuai dengan
standar pendelegasian program pengobatan (bekerja sama dengan dokter) dan
memonitor efek samping pemberian obat, gejala, dan kepatuhan pasien minum obat.

5) Bekerja sama dengan perawat komunitas dalam pemberian obat lain yang dibutuhkan
pasien untuk mengatasi gangguan fisik yang dialami (jika ada gangguan fisik yang
memerlukan pengobatan).
6) Melibatkan keluarga dalam pemberian obat, mengajarkan keluarga agar melaporkan
segera kepada perawat jika ditemukan adanya tanda-tanda yang tidak biasa, dan
menginformasikan jadwal tindak lanjut.
7) Menangani kasus bunuh diri dengan menempatkan pasien ditempat yang aman,
melakukan pengawasan ketat, menguatkan koping, dan melakukan rujukan jika
mengancam keselamatan jiwa.
8) Melakukan terapi modalitas yaitu berbagai terapi keperawatan untuk membantu
pemulihan pasien seperti terapi aktivitas kelompok , terapi keluarga dan terapi
lingkungan.
9) Memfasilitasi self-help group (kelompok pasien, kelompok keluarga, atau kelompok
masyarakat pemerhati) berupa kegiatan kelompok yang mebahas masalah-masalah
yang terkait dengan kesehatan jiwa dan cara penyelesaiannya.
10) Menyediakan hotline service untuk intervensikrisis yaitu pelayanan dalam 24 pukul
melalu telepon berupa pelayan konseling.
11) Melakukan tindakkan lanjut (follow-up) dan rujukan kasus.

3. Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier adalah pelayanan keperawatan yang berfokus pelayana keperawatan
adalah : pada peningkatkan fungsi dan sosialisasi serta pencegahan kekambuhan pada
pasien gangguan jiwa. Tujuan pelayanan adalah mengurangi kecacatan atau
ketidakmampuan akibat gangguan jiwa. Target pelayanan yaitu anggota masyarakat
mengalami gangguan jiwa pada tahap pemulihan. Aktifitas pada pencegahan tersier
meliputi :
1. Program dukungan sosial dengan menggerakan sumber-sumber dimasyarakat seperti :
sumber pendidikan, dukungan masyrakat (tetangga, teman dekat, tokoh masyarakat),

dan pelayan terdekat yang terjangkau masyarakat. Beberapa kegiatan yang dilakukan
adalah :
a. Pendidikan kesehatan tentang perilaku dan sikap masyarakat terhadap penerima
pasien gangguan jiwa.
b. Penjelasan tentang pentingnya pemanfaatan pelayanan kesehatan dalam penanganan
pasien yang melayani kekambuhan.
2. Program rehabilitas untuk memberdayakan pasien dan keluarga hingga mandiri
berfokus pada kekuatan dan kemampuan pasien dan keluarga dengan cara :
a. Meningkatkan kemampuan koping yaitu belajar mengungkapkan dan menyelesaikan
masalah dengan cara yang tepat
b. Mengembangkan sistem pendukung dengan memberdayakan keluarga dan masyarakat.
c.

Menyediakan pelatihan dan kemampuan dan potensi yang perlu dikembangkan oleh
pasien, keluarga dan masyarakat agar pasien produktif kembali.

d. Membantu pasien dan keluarga merencanakan dan mengambil keputusan untuk


dirinya.
3. Program sosialisasi
a. Membuat tempat pertemuan untuk sosialisasi.
b. Mengembangkan keterampilan hidup (aktifitas hidup sehari-hari [ADL],mengelola
rumah tangga, mengembangkan hobi
c.

Program rekreasi seperti nonton bersama, jalan santai, pergi ke tempat rekreasi.

d. Kegiatan sosial dan keagamaan (arisan bersama, pengajian bersama, majelis taklim,
kegiatan adat)
4. Program mencegah stigma. Stigma merupaka anggapan yang keliru dalam masyarakat
terhadap gangguan jiwa, oleh karena itu, perlu diberikan program mencegah stigma
untuk menghindari isolasi dan deskriminasi terhadap pasien gangguan jiwa. Beberapa
kegiatan yang dilakukan, yaitu :

a. Memberikan pendidikan kesehatan kepada masyarakat tentang kesehatan jiwa dan


gangguan jiwa, serta tentang sikap dan tindakan menghargai pasien gangguan jiwa.
b. Melakukan pendekatan kepada tokoh masyarakat, atau orang yang berpengaruh dalam
rangka mensosialisasikan kesehatan jiwa dan gangguan jiwa.

F.

Jenis Gangguan Jiwa yang ditangani pada (Anak, Remaja dan Lansia)

1. Jenis gangguan jiwa yang ditangani pada Anak


Berdasarkan data hasil Riskesdas tahun 2007, persentase gangguan jiwa mencapai
11,6 % dari sekitar 19 juta penduduk yang berusia di atas 15 tahun. Hal ini menjadikan
masalah kesehatan jiwa sebagai prioritas bagi Kementerian Kesehatan karena
merupakan tantangan yang besar dengan kompleksitas tinggi di berbagai lapisan dan
aspek kehidupan. Anak-anak dapat menderita gangguan jiwa, sebagai berikut :
a. Gangguan kecemasan : Anak-anak dengan gangguan kecemasan menanggapi hal-hal
tertentu atau situasi dengan rasa takut dan ketakutan, serta dengan tanda-tanda fisik
dari kecemasan (gugup), seperti detak jantung yang cepat dan berkeringat.
b. Gangguan perilaku : Anak-anak dengan gangguan ini cenderung untuk menentang
aturan dan sering mengganggu di lingkungan terstruktur, seperti sekolah.
c.

Gangguan perkembangan : Anak-anak dengan gangguan ini biasanya pola pemikiran


mereka memiliki masalah dalam memahami dunia di sekitar mereka.

d. Gangguan makan : Gangguan makan dapat melibatkan emosi dan sikap, serta perilaku
yang tidak biasa, terkait dengan kondisi tubuh bahkan makanan.
e. Gangguan Eliminasi : Gangguan ini mempengaruhi perilaku yang terkait dengan
pembuangan limbah tubuh (feses dan urin).
f.

Gangguan Afektif : Gangguan ini melibatkan perasaan sedih terus menerus bahkan
berubahnya suasana hati dengan cepat.

g. Skizofrenia : Ini adalah gangguan serius yang melibatkan persepsi terdistorsi dan
pikiran.

h. Gangguan Tic : Gangguan ini menyebabkan seseorang untuk melakukan aktifitas yang
sama serta berulang, gerakan tiba-tiba dan tak terkendali serta sering.
Beberapa penyakit, seperti gangguan kecemasan, gangguan makan, gangguan
afektif, dan skizofrenia, dapat terjadi pada orang dewasa maupun anak-anak.
Sedangkan gangguan perilaku dan gangguan perkembangan, gangguan eliminasi,
gangguan belajar dan komunikasi dimulai pada masa kanak-kanak saja, meskipun
dapat berlanjut terus sampai dewasa. Dalam kasus yang jarang terjadi, gangguan tic
dapat terjadi pada orang dewasa. Tetapi hal yang tidak biasa bagi seorang anak memiliki
lebih dari satu gangguan.

2. Jenis Gangguan jiwa yang ditangani pada Remaja


a. Gangguan Cemas
Cemas (ansietas) adalah perasaan gelisah yang dihubungkan dengan suatu antisipasi
terhadap bahaya, ini berbeda dengan rasa takut, yang merupakan bentuk respon
emosional terhadap bahaya yang obyektif, walaupun manifestasifisiologik yang
ditimbulkannya sama cemas merupakan suatu bentuk pengalamanan yang umum, tapi
dapat ditemui dalam bentuk yang berbeda pada gangguan psikiatrik dan gangguan
medis Diagnosis mengenai cemas ditegakkanapabila gejala cemas mendominasi dan
menyebabkan distres (rasa tertekan) atau gangguan yang nyata.
b. Gangguan Depresi
Dalam perkembangan normal pun seorang remaja mempunyai kecenderungan untuk
mengalami depresi, oleh karena itu sangatlah penting untuk membedakan secara jelas
dan

hati-hati

antara

depresi

yang

disebabkan

oleh

gejolak

mood yang normal pada remaja (adolescent turmoil) dengan depresi yang patologik.
Akibat sulitnya membedakan antara kedua kondisi diatas, membuat depresi pada
remaja sering tidak terdiagnosis, bila tidak ditangani dengan baik, gangguan psikiatrik
pada

remaja

sering

kali

akan

berlanjut

sampai

masa dewasa. Menurut Carlson, seperti yang dikutip oleh shafii membagi depresi pada
remaja menjadi tipe primer dan sekunder.

1. Tipe primer : bila tidak ada gangguan psikiatrik sebelumnya


2. Tipe sekunder : bila gangguan yang sekarang mempunyai hubungan dengan gangguan
psikiatrik sebelumnya. Pada gangguan depresi yang sekunder biasanya lebih kacau,
lebih agresif, mempunyai lebih banyak kelelahan sometik, dan lebih sering terlihat
mudah tersinggung, putus asa, mempunyai ide bunuh diri, problem tidur, penurunan
prestasi sekolah, harga diri yang rendah , dan tidak patuh.
c.

Gangguan somatoform ( Psikosomatik )


Gangguan ini lebih dikenal di masyarakat umum sebagai gangguan psikosomatik . Ciri
uatama dari gangguan somatoform adalah adanya keluhan gejala fisik yang berulang,
yang disertai dengan dengan permintaan pemeriksaan medis : meskipun sudah berkalikali terbukti hasilnya negatif dan juga telah dijelaskan oleh dokter bahwa tidak
ditemukan kelainan fisik yang menjadi dasar keluhannya. Pasien biasanya menolak
adanya kemungkinan penyebab psikologis, walaupun ditemukan gejala ansietas dan
depresi yang nyata.

d. Gangguan Psikotik
Gangguan psikotik adalah suatu kondisi terdapatnya gangguan yang berat dalam
kemampuan menilai realitas, yang bukan karena retardasi mental atau gangguan
penyalahgunaan

NAPZA.

Terdapat

gejala

yaitu

waham

halusinasi,

perilaku yang sangat kacau , pembicaraan yang inkoheren ( kacau ) , tingkah laku
agitatif dan disorientasi yang termasuk gangguan psikotik antara lain :

Skizofrenia

Gangguan mood / afektif yang disertai dengan gejala psikotik

Gangguan waham

Gangguan mental organik dengan gejala psikotik ( yang ditandai oleh adanya antara
lain delirium,demensia )
Skizofrenia pada masa kanak dan remaja didefinisikan sama dengan skizofrenia pada
masa dewasa, dengan gejala psikotik yang khas, seperti adanya defisit pada fungsi

adaptasi, waham, halusinasi, asosiasi yang melonggar atau inkoherensi ( isi pikir yang
kacau ), katatonia, afek yang tumpul atau tidak dapat diraba-rabakan.
e. Gangguan Penyalahgunaan NAPZA ( Narkotik, Alkohol, Psikotropika, dan
zat

Adikiflainnya

Penyalahgunaan Napza di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir ini semakin


meningkat . faktor risiko yang dapat diidentifikasi pada remaja penyalahgunaan NAPZA
:

Konflik keluarga yang berat

Kesulitan Akademik

Adanya komorbiditas dengan gangguan psikiatrik lain, seperti gangguan tingkah laku
dan depresi.

Penyalahgunaan NAPZA oleh orang tua dan teman

Impulsivitas

Merokok pada usia terlalu muda.


Semakin banyak faktor risiko yang ada, semakin besar kemungkinan seorang remaja
akan menjadi penggunaanNAPZA.

3. Jenis Gangguan Jiwa yang ditangani pada Lansia


a. Skizofernia
Skizofrenia Gangguan jiwa skizofrenia merupakan gangguan jiwa yang berat dan
gawat yang dapat dialami manusia sejak muda dan dapat berlanjut menjadi kronis dan
lebih gawat ketika muncul pada lanjut usia (lansia) karena menyangkut perubahan pada
segi fisik, psikologis dan sosial-budaya. Skizofrenia pada lansia angka prevalensinya
sekitar 1% dari kelompok lanjut usia (lansia) (Dep.Kes.1992).
Gangguan skizofrenia pada lanjut usia (lansia) ditandai oleh gangguan pada alam
pikiran sehingga pasien memiliki pikiran yang kacau. Hal tersebut juga menyebabkan
gangguan emosi sehingga emosi menjadi labil misalnya cemas, bingung, mudah marah,
mudah salah faham dan sebagainya. Terjadi juga gangguan perilaku, yang disertai
halusinasi, waham dan gangguan kemampuan dalam menilai realita, sehingga penderita

menjadi tak tahu waktu, tempat maupun orang. Ganguan skizofrenia berawal dengan
keluhan halusinasi dan waham kejaran yang khas seperti mendengar pikirannya sendiri
diucapkan

dengan

nada

keras,

atau

mendengar

dua

orang

atau

lebih

memperbincangkan diri si penderita sehingga ia merasa menjadi orang ketiga.


b. Parafrenia
Parafrenia merupakan gangguan jiwa yang gawat yang pertama kali timbul pada
lanjut usia (lansia), (misalnya pada waktu menopause pada wanita). Gangguan ini
sering dianggap sebagai kondisi diantara Skizofrenia paranoid di satu pihak dan
gangguan depresif di pihak lain. Lebih sering terjadi pada wanita dengan kepribadian
pramorbidnya (keadaan sebelum sakit) dengan ciri-ciri paranoid (curiga, bermusuhan)
dan skizoid (aneh, bizar). Mereka biasanya tidak menikah atau hidup perkawinan dan
sexual yang kurang bahagia, jika punya sedikit itupun sulit mengasuhnya sehingga
anaknyapun tak bahagia dan biasanya secara khronik terdapat gangguan pendengaran.
Umumnya banyak terjadi pada wanita dari kelas sosial rendah atau lebih rendah.
c.

Gangguan Jiwa Afektif


Gangguan jiwa afektif adalah gangguan jiwa yang ditandai dengan adanya
gangguan emosi (afektif) sehingga segala perilaku diwarnai oleh ketergangguan keadan
emosi. Gangguan afektif ini antara lain:

1) Gangguan Afektif tipe Depresif


2) Gangguan Afektif tipe Manik
d. Neurosis
Gangguan neurosis dialami sekitar 10-20% kelompok lanjut usia (lansia). Sering
sukar untuk mengenali gangguan ini pada lanjut usia (lansia) karena disangka sebagai
gejala ketuaan. Hampir separuhnya merupakan gangguan yang ada sejak masa
mudanya, sedangkan separuhnya lagi adalah gangguan yang didapatkannya pada masa
memasuki lanjut usia (lansia). Gangguan neurosis pada lanjut usia (lansia)
berhubungan erat dengan masalah psikososial dalam memasuki tahap lanjut usia
(lansia). Gangguan ini ditandai oleh kecemasan sebagai gejala utama dengan daya

tilikan (insight) serta daya menilai realitasnya yang baik. Kepribadiannya tetap utuh,
secara kualitas perilaku orang neurosis tetap baik, namun secara kuantitas perilakunya
menjadi irrasional. Secara umum gangguan neurosis dapat dikategorikan sebagai
berikut:
1) Neurosis cemas dan panic
2) Neurosis obsesif kompulsif
3) Neurosis fobik
4) Neurosis histerik (konversi)
5) Gangguan somatoform
6) Hipokondriasis

G. PERKEMBANGAN KEPERAWATAN JIWA KOMUNITAS


Menangani klien yang memiliki masalah sikap, perasaan dan konflik

Pencegahan primer

Penanganan multidisiplin

Spesialisasi keperawatan jiwa


1. DULU
Pasien Gangguan Jiwa dianggap sampah, memalukan dipasung
2. SEKARANG :
a. Meningkatkan Iptek
b. Pengetahuan masyarakat tentang gangguan jiwa meningkat

c.

Perlu pemahaman tentang human right

d. Penting meningkatkan mutu pelayanan dan perlindungan konsumen.

H. Perawatan Klien Gangguan Jiwa


1. Perawatan di Rumah Sakit Jiwa.
Rencana keperawatan klien di rumah sakit jiwa meliputi:
a. Rencana tindakan keperawatan yang dilakukan selama klien dirawat: Pada awal klien di
rawat,perawat

hendaknya

keluarga.Keluarga

melakukan

mengetahui

peran

kontrak
dan

hubungan

tanggung

dengan

jawabnya

klien

dalam

dan

proses

keperawatan yang direncanakan melalui kontrak yang telah disepakati.Hubungan saling


percaya antara perawat dan klien merupakan dasar utama untuk membantu klien
mengungkapkan

dan

mengenal

perasaannya,mengidentifikasi

kebutuhan

dan

masalahnya,mencari alternative pemecahan masalah,melaksanakan alternative yang


dipilih serta mengevaluasi hasilnya.Tindakan keperawatan terhadap keluarga antara
lain:
1) Menyertakan keluarga dalam rencana perawatan klien
2) Menjelaskan pola perilaku klien dan cara penanganannya
3) Membantu keluarga berperilaku terapeutik,yang dapat menolong memecahkan
masalah klien.
4) Mengadakan pertemuan antar keluarga klien:diskusi,membagi pengalaman,mengatasi
masalah klien.
5) Melakukan terapi - keluarga.
6) Menganjurkan kunjungan keluarga yang teratur.
Persiapan Pulang: Perawatan di rumah sakit akan bermakna jika dilajutkan dengan
perawatan di rumah.Untuk itu,selama di rumah sakit perlu dilakukan persiapan
pulang.Persiapan pulang dilakukan segera mungkin setelah dirawat serta diintegrasikan
di dalam proses keperawatan.Persiapan atau rencana pulang bertujuan untuk:

1)

Menyiapkan klien dan keluarga secara fisik,psikologis dan sosial

2)

Meningkatkan kemandirian klien dan keluarga.

3)

Melaksanakan rentang perawatan antara rumah sakit dan masyarakat

4)

Melaksanakan proses pulang yang bertahap.

b. Beberapa tindakan keperawatan yang dapat dilakukan dalampersiapan pulang adalah:


1) Pendidikan (edukasi,reedukasi,reorientasi).Youssef menemukan penurunan angka
kambuh pada klien dan keluarga yang mengikuti program pendidikan.Pendidikan
kesehatan ini ditujukan pula untuk mencegah atau menguraikan dampak gangguan jiwa
bagi klien. Program pendidikan yang dapat dilakukan adalah: a) Ketrampilan khusus:
ADL,perilaku adaptif,aturan makan obat,penataan rumah tangga,identifikasi gejala
kambuh,pemecahan masalah. b) Keterampilan umum: komunikasi efektif,ekspresi
emosi yang konstruktif,relaksasi,pengelolaan stress (stress management).
2) Program pulang bertahap.Setelah klien mempunyai kemampuan dan ktrampilan
mandiri maka klien dapat mengikuti program pulang bertahap.Tujuannya adalah
melatih klien kembali ke lingkungan keluarga dan masyarakat.Klien,keluarga,bahkan
kalau perlu masyarakat dipersiapkan, antara laian apa yang harus dilakukan klien di
rumah, apa yang harus dilakukan keluarga untuk membantu adaptasi.Kegiatan yang
dilakukan klien dan keluarga di rumah dapat dibuat daftar dan dievaluasi
keberhasilannya sebagai data untuk rencana berikut.
3) Rujukan. Integrasi kesehatan jiwa di Puskesmas sebaiknya mempunyai hubungan
langsung dengan rumah sakit.Perawat komuniti (Puskesmas) sebaiknya mengetahui
perkembangan klien di rumah sakit dan berperan serta dalam membuat rencana
pulang.
c.

Rencana Perawatan di rumah.


Setelah klien pulang ke rumah, sebaiknya klien melakukan perawatan lanjutan pada
Puskesmas di wilayahnya yang mempunyai program integrasi kesehatan jiwa.Perawat
komuniti yang menangani klien dapat menganggap rumah klien sebagai ruang
perawatan.Perawat,klien dan keluarga bekerja sama untuk membantu proses adaptasi

klien di dalam keluarga dan masyarakat.Perawat dapat membuat kontrak dengan


keluarga tentang jadwal kunjungan rumah danaftercare di Puskesmas. Perawat
membantu klien dan keluarga menyesuaikan diri dilingkungan keluarga,dalam hal
sosialisasi,perawatan mandiri dan kemampuan memecahkan masalah.
2. Penatalaksanaan Gangguan Jiwa Di Puskesmas
Perawat komuniti (Puskesmas) sebaiknya mengetahui perkembangan klien di rumah
sakit dan berperan serta dalam membuat rencana pulang, dan sebaliknya pada klien
gangguan jiwa yang akan dirujuk ke RSJ.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Keperawatan Jiwa adalah pelayan keperawatan profesional didasarkan pada ilmu
perilaku, Ilmu keperawatan jiwa pada manusia sepanjang siklus kehidupan dengan
respon psiko-sosial yang maladaptif yang disebabkan oleh gangguan bio-psiko-sosial,
dengan menggunakan diri sendiri dan terapi keperawatan jiwa (komunikasi terapetik
dan dan terapi modalitas keperawatan kesehatan jiwa) melalui pendekatan proses
keperawatan untuk meningkatkan, mencegah, mempertahankan dan memulihkan
masalah kesehatan jiwa. klien, (individu, keluarga, kelompok komunitas).
Keperawatan kesehatan jiwa merupakan proses interpersonal yang berupaya
untuk meningkatkan dan mempertahankan perilaku yang mendukung pada fungsi yang
terintegrasi sehingga sanggup mengembangkan diri secara wajar dan dapat melakukan
fungsinya dengan baik, sanggup menjelaskan tugasnya sehari-hari sebagaimana
mestinya, Dalam mengembangkan upaya pelayanan keperawatan jiwa, perawat sangat
penting untuk mengetahui dan meyakini akan peran dan fungsinya, serta memahami
beberapa konsep dasar yangf berhubungan denga asuhan keperawatan jiwa.

DAFTAR PUSTAKA

Keliat, Budi Anna. 2011. Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas CMHN Basic. Jakarta: EGC.
Makalah Keperawatanku, Community Mental Health Nursing. Post 14 Maret 2012. Diambil pada
tanggal

15

April

2013,

dari

alamathttp://makalahkeperawatanku.blogspot.com/2012/03/co

mmunity-mental-health-nursing.html
Dunia Remaja, Beberapa jenis gangguan jiwa yang banyak terjadi pada masa remaja. Post 23
Februari

2012.

Diambil

pada

tanggal

15

April

2013,

dari

alamathttp://reni77.wordpress.com/2012/02/23/beberapa-jenis-

gangguan-jiwa-yang-banyak-terjadi-pada-masa-remaja/
Kesehatan komposiana, Gangguan Jiwa Pada Anak. Post 12 April 2013. Diambil pada tanggal 15
April

2013,

dari

alamathttp://kesehatan.kompasiana.com/kejiwaan/2013/04/12/g

angguan-jiwa-pada-anak
545552.html?utm_source=WP&utm_medium=box&

Anda mungkin juga menyukai