Anda di halaman 1dari 11

BAB II TINJAUAN

PUSTAKA
2.1 Uraian sifat
2.1.1 Sifat fisikokimia
Rumus Struktur

Rumus molekul

: C16H14O3

Nama Kimia

: Asam 2-(3-benzoilfenil) propionat (22071)-5(-4)

Berat Molekul

: 254,3

Pemerian

: serbuk hablur, putih atau hampir putih, tidak atau hampir


tidak berbau

Kelarutan

: Mudah larut dalam etanol, dalam kloroform, dan dalam eter,


praktis tidak larut dalam air.

2.1.2 Farmakologi
Obat-obat anti-inflamasi nonsteroid (AINS) merupakan suatu grup obat yang
secara kimiawi tidak sama, yang berbeda aktivitas antipiretik, analgesik, dan

Universitas Sumatera Utara

antiinflamasinya. Obat-obat ini terutama bekerja dengan jalan menghambat enzim siklooksigenase, tetapi tidak enzim lipoksigenase (Mycek, 2004)
NSAIDs berkhasiat analgetik, antipiretik, antiradang (antiflogistik), dan sering
sekali digunakan untuk menghalau gejala penyakit rema. Obat ini efektif untuk
peradangan lain akibat trauma (pukulan, benturan, kecelakaan), juga misalnya setelah
pembedahan, atau pada memar akibat olahraga (Tjay dan Kirana, 2002)
Secara kimiawi, obat-obat ini biasanya dibagi dalam beberapa kelompok, yaitu:
Berdasarkan struktur kimianya obat antiradang bukan steroid dibagi menjadi tujuh
kelompok yaitu turunan salisilat, turunan 5-pirazolidindion, turunan N-arilantranilat,
turunan asam arilasetat, turunan heteroarilasetat, turunan oksikam, dan turunan lain.
Salah satu turunan asam arilasetat yaitu ketoprofen, digunakan untuk mengurangi rasa
nyeri akibat keradangan pada berbagai keadaan rematik dan kelainan degeneratif pada
sistem otot rangka (Siswandono&Sukarjo, 2000).
Ketoprofen adalah turunan asam propionat yang mempunyai beberapa
kemampuan menghambat siklooksigenase dan lipooksigenase. Obat ini cepat diabsorbsi,
tetapi waktu paruhnya pendek. Obat ini dimetabolisme secara lengkap di hati, meskipun
90% terikat dengan protein plasma. Obat ini tidak mengubah aktivitas warfarin atau
digoksin. Sebaliknya pemberian bersama probenesid akan meningkatkan kadar
ketoprofen dan memperpanjang waktu paruh plasmanya. (Katzung,1998).
2.1.3 Efek Samping
Efek samping yang paling umum adalah terhadap saluran cerna, mulai dari
dispepsia sampai pendarahan. Juga telah dilaporkan efek samping yang melibatkan
susunan saraf pusat, seperti nyeri kepala, tinnitus, dan pusing.(Mycek, 2001)

Universitas Sumatera Utara

2.1.4 Dosis
1-3 kali sehari 25-50 mg. Untuk rema, 2-4 kali sehari 25-5mg, untuk pemakaian
suppositoria 2-3 kali sehari 100mg (Tjay dan Kirana, 2002)
2.1.5 Sediaan
2.2 Spektrofotometri Ultraviolet
Spektrofotometri serapan merupakan pengukuran suatu interaksi antara radiasi
elektromagnetik dan molekul atau atom dari suatu zat kimia. Teknik yang sering
digunakan dalam analisis farmasi meliputi spektrofotometri ultraviolet, cahaya tampak,
infra merah dan serapan atom. Jangkauan panjang gelombang untuk daerah ultraviolet
adalah 190-380nm, daerah cahaya tampak 380-780 nm, daerah inframerah dekat 7803000nm, dan daerah inframerah 2,5-4,0 m atau 4000- 250

cm-1

.(Ditjen POM, 1995).

Gugus fungsi yang menyerap radisai di daerah ultraviolet dekat dan daerah
tampak disebut kromofor dan hamper semua kromofor mempunyai ikatan tak jenuh. Pada
kromofor jenis ini transisi terjadi dari *, yang menyerap pada max kecil dari
200nm (tidak terkonyugasi), misalnya pada >C=< dan C C-. Kromofor ini merupakan
tipe transisi dari sistem yang mengandung electron pada orbital molekulnya. Untuk
senyawa yang mempunyai system konyugasi, perbedaan energi antara keadaan dasar dan
keadaan tereksitasi menjadi lebih kecil sehingga penyerapan terjadi pada panjang
gelombang yang lebih besar.
Gugus fungsi seperti OH, -NH2, dan Cl yang mempunyai electron-elektron
valensi bukan ikatan disebut auksokrom yang tidak menyerap radiasi pada panjang
gelombang lebih besar dari 200nm, tetapi menyerap kuat pada daerah ultraviolet jauh.
Bila suatu auksokrom terikat pada suatu kromofor, maka pita serapan kromofor bergeser

Universitas Sumatera Utara

ke panjang gelombang yang lebih panjang (efek batokromik) dengan intensitas yang
lebih kuat. Efek hipsokromik adalah suatu pergeseran pita serapan ke panjang gelombang
lebih peendek, yang sering kali terjadi bila muatan positif dimasukkan kedalam molekul
dan bila pelarut berubah dari pelarut polar ke non polar. (Dachriyanus, 2004).
Secara eksperimental, sangat mudah untuk mengukur banyaknya radiasi yang
diserap oleh suatu molekul sebagai fungsi frekuensi radiasi.

Suatu grafik yang

menghubungkan antara banyaknya sinar yang diserap dengan frekuensi (atau panjang
gelombang) sinar merupakan spektrum absorpsi. Transisi yang dibolehkan (allowed
transition) untuk suatu molekul dengan struktur kimia yang berbeda adalah tidak sama
sehingga spektrum absorpsinya juga berbeda.Dengan demikian, spectrum dapat
digunakan sebagai bahan informasi yang bermanfaat untuk analisis kualitatif. Banyaknya
sinar yang diabsorpsi pada panjang gelombang tertentu sebanding dengan banyaknya
molekul yang menyerap radiasi, sehingga spektra absorpsi juga dapat digunakan untuk
analisis kuantitatif (Gandjar dan Rohman, 2007).
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam analisis spektrofotometri ultraviolet:
a. Pemilihan panjang gelombang maksimum
Panjang gelombang yang digunakan untuk analisis kuantitatif adalah panjang
gelombang dimana terjadi serapan maksimum. Untuk memperoleh panjang gelombang
maksimum, dilakukan dengan membuat kurva hubungan antara absorbansi dengan
panjang gelombang dari suatu larutan baku pada konsentrasi tertentu.
b. Pembuatan kurva kalibrasi
Dibuat seri larutan baku dari zat yang akan dianalisis dengan berbagai
konsentrasi. Masing-masing absorbansi larutan dengan berbagai konsentrasi diukur,

Universitas Sumatera Utara

kemudian dibuat kurva yang merupakan hubungan antara absorbansi dengan konsentrasi.
Bila hokum Lamber- Beer terpenuhi maka kurva kalibrasi merupakan gsris lurus.
c. Pembacaan absorbansi sampel atau cuplikan
Absorbansi yang terbaca pada spektrofotometer hendaknya antara 0,2-0,6. Anjuran ini
berdasarkan anggapan bahwa pada kisaran nilai absorbansi tersebut, kesalahan fotometrik
yang terjadi adalah paling minimal. (Gandjar dan Rohman, 2007).
2.2.2 Hukum Lambert-Beer
Menurut Hukum Lambert, serapan berbanding lurus terhadap ketebalan sel yang disinari.
Menurut Hukum Beer, yang hanya berlaku untuk cahaya monokromatik dan larutan yang
sangat encer, serapan berbanding lurus dengan konsentrasi (banyak molekul zat). Kedua
pernyataan ini dapat dijadikan satu dalam Hukum Lambert-Beer, sehingga diperoleh
bahwa

serapan berbanding lurus terhadap konsentrasi dan ketebalan sel, yang dapat

ditulis dengan persamaan :


A= a.b.c g/liter atau A= . b. c mol/liter
Dimana: A = serapan (tanpa dimensi)
-1

-1

a = absorptivitas (g cm )
b = ketebalan sel (cm)
-1

c = konsentrasi (g.l )
-1

-1

= absorptivitas molar (M cm )
jadi dengan Hukum Lambert-Beer konsentrasi dapat dihitung dari ketebalan sel dan
serapan. Absorptivitas merupakan suatu tetapan dan spesifik untuk setiap molekul pada
panjang gelombang dan pelarut tertentu.

Universitas Sumatera Utara

Menurut Roth dan Blaschke (1981), absorptivitas spesifik juga sering digunakan
sebagai ganti absorptivitas. Harga ini, memberikan serapan larutan 1 % (b/v) dengan
ketebalan sel 1 cm, sehingga dapat diperoleh persamaan:
1

A = A 1 . b. c
Dimana : =

-1

-1

A 1 = absorptivitas spesifik (ml g cm )


b = ketebalan sel (cm)
c = konsentrasi senyawa terlarut (g/100ml larutan)

2.2.3 Penggunaan Spektofotometri Ultraviolet


Pada umumnya spektrofotometri ultraviolet digunakan dalam analisis kualitatif
sangat terbatas, karena rentang daerah radiasi yang relatif sempit hanya dapat
mengakomodasi sedikit sekali puncak absorpsi maksimum dan minimum, karena itu
identifikasi senyawa yang tidak diketahui, tidak memungkinkan.
Penggunannya terbatas pada konfirmasi identitas dengan menggunakan parameter
panjang gelombang puncak absorpsi maksimum maksimum, max, nilai absorptivitas, a,
nilai absorptivitas moalr, , atau nilai ekstingsi, A1% 1cm, yang spesifik untuk suatu
senyawa yang dilarutkan dalam suatu pelarut dan pH tertentu.
Pada zat yang memberikan lebih dari satu puncak absorpsi maksimum,
perbandingan absorban pada panjang gelombang puncak I terhadap absorban puncak II
merupakan nilai yang konstan yang dapat dipakai untuk karakterisasi (Satiadarma, 2002).
Analisis kuantitatif
Penggunaan utama spektrofotometri ultraviolet adalah dalam analisis kuantitatif.
Apabila dalam alur spektrofotometer terdapat senyawa yang mengabsorpsi radiasi, akan
terjadi pengurangan kekuatan radiasi yang mencapai detektor. Parameter kekuatan energi

Universitas Sumatera Utara

radiasi khas yang diabsorpsi oleh molekul adalah absorban (A) yang dalam batas
konsentrasi rendah nilainya sebanding dengan banyaknya molekul yang mengabsorpsi
radiasi dan merupakan dasar analisis kuantitatif. Penentuan kadar senyawa organik yang
mempunyai gugus kromofor dan mengabsorpsi radiasi ultraviolet-sinar, penggunannya
cukup luas. Konsentrasi kerja larutan analit umumnya 10 sampai 20 g/ ,l, tetapi untuk
senyawa yang nilai absorptivitasnya besar dapat diukur pada konsentrasi yang lebih
rendah. Senyawa yang tidak mengabsorpsi radiasi ultraviolet-sinar tampak dapat juga
ditentukan dengan spektrofotometri spektrofotometri ultraviolet-sinar tampak, apabila
ada reaksi kimia yang dapat mengubahnya menjadi kromofor atau dapat disambungkan
dengan suatu pereaksi kromofor (Satiadarma, 2004)
Analisis kuantitatif secara spektrofotometri ultraviolet dapat dilakukan dengan
metode regresi dan pendekatan.
1. Metode Regresi
Analsis kuantitatif dengan metode regresi yaitu dengan menggunakan persamaan
regresi yang didasarkan pada harga serapan dan konsentrasi standar yang dibuat dalam
beberapa konsentrasi, paling sedikit menggunakan 5 rentang konsentrasi yang meningkat
yang dapat memberikan serapan yang linier, kemudian diplot menghasilkan suatu kurva
yang disebut dengan kurva kalibrasi. Konsentrasi suatu sampel dapat dihitung
berdasarkan kurva tersebut.
2. Metode Pendekatan
Analisis kuantitatif dengan cara ini dilakukan dengan membandingkan serapan standar
yang konsentrasinya diketahui dengan serapan sampel. Konsentrasi sampel dapat
dihitung melalui rumus perbandingan C = As. Cb / Ab dimana As = serapan sampel, Ab

Universitas Sumatera Utara

= serapan standar, Cb = konsentrasi standar, dan C = konsentrasi sampel (Holme dan


Peck, 1983).
2.2.4 Peralatan Untuk Spektrofotometri
Spektrofotometer adalah alat untuk mengukur transmitans atau serapan suatu
sampel sebagai fungsi panjang gelombang. Alat ini terdiri dari spektrometer yang
menghasilkan sinar dari spektrum dengan panjang gelombang tertentu dan fotometer
sebagai alat pengukur intensitas cahaya yang ditransmisikan atau yang diabsorpsi
(Khopkar, 1990; Day and Underwood, 1981).
Unsur -unsur terpenting suatu spektrofotometer adalah sebagai berikut:
1. Sumber-sumber lampu; lampu deuterium digunakan untuk daerah UV pada panjang
gelombang dari 190-350 nm, sementara lampu halogen kuarsa atau lampu tungsten
digunakan untuk daerah visibel pada panjang gelombang antara 350- 900 nm.
2. Monokromotor : digunakan untuk memperoleh sumber sinar yang monokromatis.
Alatnya dapat berupa prisma maupun grating. Untuk mengarahkan sinar
monokromatis yang diinginkan dari hasil penguraian.
3. Kuvet: Pada pengukuran didaerah tampak, kuvet kaca atau kuvet kaca corex dapat
digunakan, tetapi untuk pengukuran pada daerah UV kita harus menggunakan sel
kuarsa karena gelas tidak tembus cahaya pada daerah ini. Umumnya tebal kuvet
adalah 10 mm, tetapi yang lebih kecil ataupun yang lebih besar dapat digunakan. Sel
yang biasa digunakan berbentuk persegi, tetapi bentuk silinder dapat juga digunakan.
Kuvet yang tertutup digunakan untuk pelarut organik. Sel yang baik adalah kuarsa
atau gelas hasil leburan yang homogen.

Universitas Sumatera Utara

4. Detektor : Peranan detector penerima adalah memberikan respon terhadap cahaya


pada berbagai panjang gelombang.
5. suatu amplifier (penguat) dan rangkaian yang berkaitan yang membuat isyarat listrik
dapat diamati.
6. Sistem pembacaan yang memperlihatkan besarnya isyarat listrik (Khopkar, 1990;
Rohman, 2007; Day and Underwood, 1981 ).
2.3 Validasi
Validasi adalah suatu tindakan penilaian terhadap parameter tertentu pada
prosedur penetapan yang dipakai untuk membuktikan bahwa parameter tersebut
memenuhi persyaratan untuk penggunaannya (Harmita, 2004).
Parameter analisis yang ditentukan pada validasi adalah akurasi, presisi,
kespesifikan, limit deteksi, limit kuantitasi, kelinieran dan rentang.
Akurasi (kecermatan) adalah ukuran yang menunjukkan derajat kedekatan hasil
analisis dengan kadar analit sebenarnya. Akurasi dinyatakan sebagai persen perolehan
kembali (recovery) analit yang ditambahkan dan dapat ditentukan melalui dua cara yaitu
metode simulasi dan metode penambahan bahan baku (spiked placebo recovery) dan
metode penambahan bahan baku (standard addition method). Dalam metode simulasi,
sejumlah analit bahan murni (senyawa pembanding kimia) ditambahkan kedalam
campuran bahan sediaan farmasi (plasebo), lalu campuran tersebut dianalisis dan hasilnya
dibandingkan dengan kadar standar yang ditambahkan (kadar sebenarnya). Dalam
metode adisi (penambahan bahan baku ), sampel dianalisis lalu sejumlah tertentu analit
yang diperiksa ditambahkan kedalam sampel, dicampur dan dianalisis kembali. Selisih
kedua hasil dibandingkan dengan kadar yang sebenarnya (hasil yang diharapkan). Dalam

Universitas Sumatera Utara

kedua metode tersebut, persen perolehan kembali dinyatakan sebagai rasio antara hasil
yang diperoleh dengan hasil yang sebenarnya.
% Perolehan Kembali =

AB
x100%
C

Keterangan : A = Konsentrasi sampel yang diperoleh setelah penambahan


baku
B = Konsentrasi sampel sebelum penambahan baku
C = Konsentrasi baku yang ditambahkan
Presisi (keseksamaan) adalah derajat kesesuain diantara masing-masing hasil uji,
jika prosedur analisis diterapkan berulang kali pada sejumlah cuplikan yang diambil dari
satu sampel homogen. Presisi dinyatakan sebagai deviasi standar atau deviasi standar
relative (koefisien variasi). Presisi dapat diartika pula sebagai derajat reprodusibilitas
(ketertiruan) atau repeatabilitas (keterulangan).
Batas deteksi adalah nilai parameter , yaitu konsentrasi analit terendah yang dapat
dideteksi yang masih memberikan respon signifikan dibandingkan dengan blanko. Batas
deteksi dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:
Batas deteksi = 3 xSB
Slope
Batas kuantitasi adalah jumlah analit terkecil dalam sampel yang masih dapat
diukur dalam kondisi percobaan yang sama dan memenuhi kriteria ceermat dan seksama.
10
Batas Kuantitasi = xSB
Slope

Universitas Sumatera Utara

Kelinieran suatu metode analisis adalah kemampuan untuk menunjukkan bahwa


nilai hasil uji langsung atau setelah diolah secara secara matematika, proporsional dengan
konsentrasi analitt dalam sampel dalam batas rentang konsentrasi tertentu.
Rentang suatu metode analisis adalah interval antara batas konsentrasi tertinggi
dan konsentrasi terendah analit yang dapat ditentukan dengan presisi, akurasi dan
kelinieran (satiadarma, 2004; WHO, 1992)

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai