Anda di halaman 1dari 16

PRAKTIKUM FARMASI FISIK 1

PERCOBAAN II
KELARUTAN SEMU/TOTAL (APPARENT SOLUBILITY)

OLEH :
NAMA

: WA ODE RAHMA SRI YANINGSIH

NIM

: F1F1 13 061

KELAS

:B

KELOMPOK

:V

ASISTEN

: HERDIANTO

LABORATORIUM FARMASI
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS HALUOLEO
KENDARI
2014

KELARUTAN SEMU/TOTAL (APPARENT SOLUBILITY)

A. TUJUAN
Tujuan dari percobaan ini adalah untuk mengetahui pengaruh pH larutan
terhadap kelarutan bahan obat yang baersifat asam lemah.

B. LANDASAN TEORI
Kelarutan merupakan salah satu sifat fisikokimia senyawa obat yang penting
dalam meramalkan derajat absorpsi obat dalam saluran cerna. Obat-obat yang
mempunyai kelarutan kecil dalam air (poorly soluble drugs) seringkali
menunjukkan ketersediaan hayati rendah dan kecepatan disolusi merupakan tahap
penentu (rate limitingstep) pada proses absorpsi obat (1-3) (Zaini, 2011).
Kelarutan dalam besaran kuantitatif diartikan sebagai konsentrasi zat terlarut
dalam larutan jenuh pada temperatur tertentu. Kelarutan suatu senyawa tergantung
pada sifat fisika kimia zat pelarut dan zat terlarut, temperatur, pH larutan, tekanan
untuk jumlah yang lebih kecil tergantung pada hal terbaginya zat terlarut. Bila
suatu pelarut pada temperatur tertentu melarutkan semua zat terlarut sampai batas
daya melarutkannya larutan ini disebut larutan jenuh (Martin, 1993).
Kelarutan merupakan parameter yang penting diketahui dalam penelitian
preformulasi suatu obat menjadi suatu sediaan farmasi. Sebelum obat dapat
terabsorbsi menembus membrane, obat harus melalui fase pelarutan didalam
cairan tubuh. Kelarutan suatu obat seringkali dipengaruhi oleh keberadaan bahan
lain yang digunakan sebagai bahan tambahan dalam formulasi (Sharge et all,
1988).

Daya kelarutan suatu zat berkhasiat memegang peranan penting dalam


formulasi suatu sediaan farmasi (Kim CK, 1999). Lebih dari 50% senyawa kimia
baru yang ditemukan saat ini bersifat hidrofobik. Kegunaan secara klinik dari
obat-obat hidrofobik menjadi tidak efisien dengan rendahnya daya kelarutan,
dimana akan mengakibatkan kecilnya penetrasi obat tersebut di dalam tubuh
(Lawrence, 2000). Kelarutan suatu zat berkhasiat yang kurang dari 1 mg/ml
mempunyai tingkat disolusi yang kecil karena kelarutan suatu obat dengan tingkat
disolusi obat tersebut sangat berkaitan (Jufri, dkk., 2004).
Ada beberapa faktor yang dapat berpengaruh terhadap proses absorpsi, antara
lain kelarutan obat. Obat-obat yang mempunyai kelarutan kecil dalam air, laju
pelarutan sering kali merupakan tahap yang paling lambat, oleh karena itu
mengakibatkan terjadinya efek penentu kecepatan terhadap biovailabilitas obat.
Tahap yang paling lambat didalam suatu rangkaian proses kinetik disebut tahap
penentu kecepatan (rate-limiting step) (Shargel et al., 1999).
Absorpsi suatu obat dapat didefinisikan sebagai proses perpindahan obat dari
tempat pemberiannya, melewati sawar biologis ke dalam aliran darah maupun ke
dalam system limfatik. Absorpsi obat dapat terjadi dan dapat ditentukan dengan
beberapa cara yaitu metode in vitro, metode in situ dan metode in vivo. Absorpsi
in situ melalui usus halus didasarkan atas penentuan kecepatan hilangnya obat
dari lumen usus halus. Metode ini digunakan untuk mempelajari berbagai faktor
yang berpengaruh terhadap permeabilitas dinding usus (Ganiswara, 1999).

C. ALAT DAN BAHAN


1.

Alat
Alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah :

Aluminium foil

Batang pengaduk

Botol semprot

Corong

Erlenmeyer

Filler

Gelas kimia

Pipet tetes

Pipet volume

Spatula

Timbangan analitik

Stopwatch

2.

Bahan
Bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah:

Alkohol 70%

Aquades

Asam benzoat

Dapar salisilat 0,1 M

NaOH 0,1 M

Kertas saring

3.

Uraian Bahan
a. Alkohol
Nama Resmi

: Aethanolum

Nama Lain

: Etanol

Rumus Molekul/BM

: C2H6O/46,07 gr/mol

Pemerian

: Cairan tak berwarna, jernih, mudah


menguap dan mudah bergerak, bau khas,
rasa panas, mudah terbakar.

Kelarutan

: Sangat mudah larut dalam air, kloroform


P, dan eter P.

Penyimpanan

: Dalam wadah tertutup rapat, terlindung


dari cahaya, ditempat sejuk, jauh dari nyala
api.

Khasiat

: Zat tambahan

b. Aquades/Air Suling
Nama Resmi

: Aqua Destillata

Nama Lain/Sinonim

: Air Suling

Rumus Molekul /BM

: H2O /18,02 gr/mol

Pemerian

: Cairan jernih, tidak berwarna, tidak


berbau, tidak mempunyai rasa.

Penyimpanan

: Dalam wadah tertutup baik

c. Natrium Hidroksida
Nama Lain

: Narrii Hidroxidum

Rumus Molekul/BM

: NaOH/40,00 gr/mol

Pemerian

: Putih atau praktis putih, massa melebur,


berbentuk pellet, serpihan atau batang atau
bentuk lain. Keras, rapuh dan menunjukkan
pecahan hablur. Bila dibiarkan di udara,
akan cepat menyerap karbon dioksida dan
lembab.

Kelarutan

: Mudah larut dalam air dan dalam etanol

d. Asam salisilat
Nama resmi

: Acidum salicylicum

Nama lain

: Asam salisilat

BM

: 138,12 gr/mol

RM

Pemerian

: Hablur ringan tidak berwarna atau serbuk


berwarna putih, hampir tidak berbau, rasa
agak manis dan tajam

Kelarutan

: Larut dalam 550 bagian air dan dalam 4


bagian etanol (95%) P, mudah larut dalam
kloroform P, larut dalam larutan amonium
asetat P, dinatrium hidrogen fosfat P,
kalium sitarat P dan natrium sitrat

Penyimpanan

: Dalam wadah tertutup baik

D. PROSEDUR KERJA

Dapar Asam salisilat

pH 6,4

pH 5,8

pH 6,8

Dipipet 10 ml

Dimasukkan dalam erlenmeyer

Ditambahkan 0,5 gr asam benzoat

Dikocok selama 10 menit

Disaring menggunakan kertas saring

Sisa asam benzoat + kertas saring

Dikeringkan dalam oven

Ditimbang

Dihitung asam benzoat yang larut

Dihitung konsentrasi yang lain

Berat endapan asam benzoat :


pH 5,8 = 0,5 gr
pH 6,4 = 0,4 gr
pH 6,8 = 0,3 gr

Filtrat

E. HASIL PENGAMATAN
a. Tabel hasil pengamatan
Berat kertas saring (gr)
pH
5,8
6,4
6,8

Awal

Akhir

Asam benzoat tidak larut (gr) (berat


kertas saring akhir-awal)

1,48 gr
1,46 gr
1,23 gr

1,53 gr
1,50 gr
1,26 gr

0,5 gr
0,4 gr
0,3 gr

b. Analisis data
Massa asam benzoat yang larut
Untuk pH = 5,8
Massa asam benzoat = 1,53 gr 1,48 gr
= 0,5 gr
Untuk pH = 6,4
Massa asam benzoat = 1,50 gr 1,46 gr
= 0,4 gr
Untuk pH = 6,8
Massa asam benzoate = 1,26 gr 1,23 gr
= 0,3 gr
Menghitung konsentrasi kelarutan intrinsik (So)
Untuk pH = 5,8
So

=
=

x
x

= 0,409 M

Untuk pH = 6,4
So

=
=

x
x

= 0,327 M
Untuk pH = 6,8
So

=
=

x
x

= 0,245 M
c. Untuk menghitung konsentrasi kelarutan semu (S)
Untuk pH = 5,8
= pH pKa
= Inv. Log (pH pKa)
( S-So) = Inv. Log (pH - pKa) x (So)
( S ) = Inv. Log (5,8 4,19) x (So) + (So)
= Inv. Log (5,8 4,19) x 0,409 + 0,409
= Inv. Log 1,61 x 0,409 + 0,409
= 0,024 x 0,409 + 0,409
= 0,4188 M
Untuk pH = 6,4
= pH pKa

= Inv. Log (pH pKa)

( S-So) = Inv. Log (pH - pKa) x (So)


(S)

= Inv. Log (6,4 4,19) x (So) + (So)


= Inv. Log (6,4 4,19) x 0,327 + 0,327
= Inv. Log 2,21 x 0,327 + 0,327
= 162,18 x 0,327 + 0,327
= 53,359 M

Untuk pH = 6,8
= pH pKa

= Inv. Log (pH pKa)

( S-So) = Inv. Log (pH - pKa) x (So)


(S)

= Inv. Log (6,8 4,19) x (So) + (So)


= Inv. Log (6,8 4,19) x 0,245 + 0,245
= Inv. Log 2,61 x 0,245 + 0,245
= 407,38 x 0,245 + 0,245
= 100,053 M

d. Tabel Kelarutan
No.
1
2
3

pH
5,8
6,4
6,8

A
1,48
1,46
1,23

B
0,2
0,2
0,2

C
1,53
1,50
1,26

D
0,5
0,4
0,3

E
0,409
0,327
0,245

F
0,4188
53,359
100,053

Keterangan:
A = massa kertas saring
B = massa asam benzoat
C = massa kertas saring ditambah massa asam benzoat
D = massa asam benzoat yang tidak larut
E = kelarutan intrinsic (So)
F = kelarutan semu (S)
e. Kurva hubungan pH larutan dapar asam salisilat terhadap kelarutan
semu asam benzoat
Kurva Hubungan pH Larutan Dapar Asam Salisilat
Terhadap Kelarutan Semu Asam Benzoat
Kelarutan semu asam benzoat

120
100
80
60
40
20
0
-20

5.6

5.8

6.2

6.4

6.6

pH larutan dapar asam salisilat

6.8

F. PEMBAHASAN
Kelarutan atau solubilitas adalah kemampuan suatu zat kimia tertentu, zat
terlarut (solute), untuk larut dalam suatu pelarut (solvent). Kelarutan dinyatakan
dalam jumlah maksimum zat terlarut yang larut dalam suatu pelarut pada
kesetimbangan. Faktor-faktor yang mempengaruhi kelarutan ialah : (a) Pengaruh
Jenis Zat pada Kelarutan. Zat-zat dengan struktur kimia yang mirip umumnya
dapat saling bercampur dengan baik, sedangkan zat-zat yang struktur kimianya
berbeda umumnya kurang dapat saling bercampur (like dissolved like). Senyawa
yang bersifat polar akan mudah larut dalam pelarut polar, sedangkan senyawa
nonpolar akan mudah larut dalam pelarut non polar; (b)Pengaruh Temperatur pada
Kelarutan. Kelarutan gas umumnya berkurang pada temperatur yang lebih tinggi.
Misalnya jika air dipanaskan, maka timbul gelembung-gelembung gas yang keluar
dari dalam air, sehingga gas yang terlarut dalam air tersebut menjadi berkurang;
(c) Pengaruh tekanan pada kelarutan. Perubahan tekanan pengaruhnya kecil
terhadap kelarutan zat cair atau padat. Kelarutan gas sebanding dengan tekanan
parsial gas itu.
Kelarutan semu adalah keadaan dimana suatu zat yang telah larut seutuhnya,
tetapi masih ada zat yang tersisa didalamnya. Prinsip dari kelarutan adalah
semakin tinggi pH maka semakin tinggi pula kelarutannya. pH merupakan salah
satu faktor yang mempengaruhi kelarutan obat. Hal ini disebabkan karena
sebagian besar bahan obat berasal dari senyawa-senyawa organik yang bersifat
asam atau basa lemah.

Faktor-faktor lain yang mempengaruhi kelarutan suatu obat adalah bentuk


dan ukuran partikel zat. Jika ukuran partikel zat besar maka kelarutan suatu obat
akan lama pula. Suhu juga berpengaruh pada kelarutan suatu obat, dimana ada
obat yang larut pada suhu yang tinggi dan ada yang larut pada suhu rendah.
Adanya zat-zat lain juga mempengaruhi kelarutan, apabila komposisi dari suatu
obat terdiri dari beberapa zat maka kelarutan obat tersebut akan dipengaruhi oleh
zat lain tersebut. Jenis pelarut dan konstanta dielektrik bahan pelarut juga
mempengaruhi kelarutan suatu obat
Percobaan ini digunakan asam benzoat dengan pH yang berbeda-beda, dimana
asam benzoat ini akan dicampurkan dengan larutan buffer yang telah dibuat (asam
saisilat dan etanol). Setalah diaduk hingga sepuluh menit, larutan tersebut disaring
agar zat-zat asam benzoat yang belum larut dapat tersaring dan diukur beratnya.
Sebelum diukur beratnya, terlebih dahulu dilakukan pengukuran pada kertas
saring. Hal ini bertujuan agar berat asam benzoat dapat diperoleh dengan baik dan
benar. Untuk memperoleh berat kertas saring harus dilakukan perhitungan, yakni
mengurangkan berat kertas saring akhir dengan berat kertas saring awal yang
digunakan. Dengan begitu, diperoleh berat asam benzoat yang tidak larut.
Hasil yang diperoleh atau tersangkut pada kertas saring disebut dengan filtrat
sedangkan zat yang tersaring disebut dengan residu. Pada saat dilakukan
percobaan, filtrat berwarna merah muda hal ini disebabkan karena adanya zat lain
dalam kertas saring tersebut, sehingga filtrat yang ada pada kertas saring tersebut
terkontaminasi. Hasil dari percobaan yang telah dilakukan yaitu pada pH 5,8 asam
benzoat yang tidak larut sebanyak 0,5 gram, pada pH 6,4 asam benzoat yang tidak

larut sebanyak 0,4 gram dan pada pH 6,8 asam benzoat yang tidak larut sebanyak
0,3 gram.
Bidang farmasi, percobaan ini sangat penting karena berhubungan dengan
kelarutan obat. Seorang farmasis harus mengetahui kelarutan suatu obat sebab
dapat membantu dalam memilih pelarut yang paling baik untuk obat atau
kombinasi obat, membantu mengatasi kesulitan-kesulitan tertentu yang timbul
pada waktu pembuatan larutan farmasetika (bidang farmasi) dan lebih jauh lagi
dapat bertindak sebagai standar atau uji kemurnian.

G. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan dari pecobaan kelarutan
semu/total (Apparent Solubility), diperoleh kesimpulan bahwa pH larutan
berpengaruh pada kelarutan bahan obat yang bersifat asam lemah. Pada pH yang
optimal, kelarutan zat akan menjadi semakin besar.

DAFTAR PUSTAKA
Ditjen, POM., 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Departemen Kesehatan
Republik Indonesia. Jakarta.
Ganiswara, S.,G., 1999. Farmakologi dan Terapi Edisi IV. UI Press. Jakarta.
Jufri, M., Binu, A., Rahmawati, J., 2004. Formulasi Gameksan dalam Bentuk
Mikroemulsi. Majalah Ilmu Kefarmasian, Vol. 1 (3): 160-174
.
Martin, A., 1990. Farmasi Fisik . Universitas Indonesia Press. Jakarta.
Shargel, I dan A., B., C., Yu., 1988. Biofarmasetika dan Farmakologi Terapan.
Airlangga Universitas Press. Surabaya.
Zaini, E., Halim, A., Soewandhi, S., Setyawan, D., 2011. Peningkatan Laju
Pelarutan Trimetoprim Melalui Metode Ko-Kristalisasi dengan
Nikotinamida, Jurnal Farmasi Indonesia, Vol. 5 (4): 205-212.
Zulkarnain, A.,K., Kusumawida., Arundita., Kurniawati., Triani. 2008.
Pengaruh Penambahan Tween 80 dan Polietilen Glikol 400 terhadap
absorpsi piroksikam melalui lumen usus in situ. Majalah Farmasi
Indonesia, Vol. 19, Hal. 1. Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada,
Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai