Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN

I.1

Latar Belakang
Mikroorganisme tumbuh dan berkembang pada berbagai
lingkungan. Banyaknya mikroorganisme dalam suatu habitat biasa kita katakan
sebagai populasi mikroba sedangkan jika populasi ini bertambah maka dikatakan
terjadi pertumbuhan.
Mikroorganisme terbagi atas 2 kelompok yaitu mikroorganisme patogen
dan nonpatogen. Mikroorganisme ini hidup hampir diseluruh tempat baik itu
pada tempat panas atau dingin, dalam ruangan, terutama pada permukaan tubuh
manusia.

Untuk

itulah

dibutuhkan

antimikroba

untuk

membunuh

mikroorganisme tersebut terutama mikroorganisme yang patogen. Untuk


membebaskan permukaan tubuh manusia dari mikroorganisme digunakan
antiseptik dan pada permukaan benda-benda mati disebut desinfektan. Akan
tetapi, suatu bahan memiliki kadar tertentu untuk menjadi suatu desinfektan atau
antiseptik.
Desinfektansia adalah zat atau bahan yang digunakan untuk
menghilangkan atau menghancurkan mikroba terutama bakteri yang dapat
membahayakan, dan istilah ini pada umumnya digunakan dalam proses
membebaskan benda-benda mati dari infeksi dan aman dipakai dalam bidang

industri atau pada rumah sakit atau dalam industri-industri makanan atau
minuman dan farmasi.
Untuk menganalisa kadar desinfektan dan antiseptik ini maka perlu
diadakan uji kuantitatif untuk mengetahui daya hambat suatu antiseptik terhadap
pertumbuhan mikroorganisme. Uji ini selain berdasarkan uji konsentrasi
penghambatan terkecil juga dapat distandarisasi dengan uji koefisien fenol.
Berdasarkan hal tersebut maka dilakukanlah suatu uji koefisien fenol,
untuk menguji daya hambat pertumbuhan suatu mikroba atau bakteri uji dengan
membandingkannya dengan daya hambat fenol terhadap bakteri.
I.2

Maksud dan Tujuan Praktikum


I.2.1

Maksud Praktikum
Mengetahui dan memahami cara-cara penentuan koefisien
fenol dari suatu desinfektansia, pengawet atau antiseptik.

I.2.2

Tujuan Praktikum
Menentukan koefisien fenol dari antiseptik Instance dengan
membandingkannya dengan daya mematikan dari larutan baku fenol
menggunakan mikroba uji Staphylococcus aureus.

I.3

Prinsip Praktikum
Penentuan koefisien fenol dari antiseptik Instance berdasarkan
pengamatan pertumbuhan jamur Staphylococcus aureus dalam medium SCB
setelah kapang tersebut kontak dengan antiseptik dalam waktu 5, 10 dan 15
menit.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Teori Umum


Desinfektasia adalah bahan atau zat yang digunakan untuk
menghilangkan atau menghancurkan bakteri baik patogen maupun nonpatogen,
terutama bakteri yang membahayakan (patogen). Istilah ini pada umumnya
digunakan dalam proses membebaskan benda-benda mati dari infeksi, dan aman
untuk dipakai dalam bidang industri atau pada rumah sakit-rumah sakit atau
industri-industri makanan/minuman dan industri farmasi.
Untuk memeriksa baik tidaknya bahan-bahan yang digunakan untuk
desinfektan dalam industri maupun rumah sakit, maka perlu dilakukan beberapa
tes, yaitu :
1. Minimal inhibitiry concentration (MIC Test)
2. Ridel Walker Test.
Pada kedua test ini dikaitka Capasity Use Dilution Test, Stability Test, dan
In-Use Test. (1)
Zat-zat desinfektansia dan antiseptik dapat dibagi atas (2) :
1. Senyawa logam berat
2. Fenol dan senyawa lain yang sejenis senyawa alkohol
3. Aldehid
4. Asam dan turunannya

5. Halogen dan oksidator lain


6. Senyawa ammonium kuartener dan detergen lain
7. Turunan 8-hidroksi-kuinolin dan turunan akridin serta senyawa lain yang
mengandung senyawa nitrogen.
Antiseptika adalah zat-zat yang dapat mematikan atau menghentikan
pertumbuhan kuman-kuman setempat di jaringan-jaringan hidup, khususnya di
atas kulit dan selaput lendir (mulut, tenggorokan, dan sebagainya). Zat-zat yang
terutama digunakan pada benda-benda tak hidup disebut desinfektansia, yakni
obat yang dapat mencegah infeksi dengan jalan memusnahkan hama-hama
patogen misalnya alat-alat injeksi dan operasi, lantai, dan air minum atau kolam
renang (klor, karbon, lisol, formalin, dan sebagainya) (6).
Larutan fenol 2 4 % berguna sebagai desinfektansia. Karbol adalah
nama lain dari fenol. Fenol secara umum merupakan racun protoplasma, pada
kadar

tinggi

akan

mengendapkan

protein,

sedangkan

kadar

rendah

mendenaturasi protein-protein tanpa koagulasi (3).


Zat pengoksidasi yang bernilai sebagai antiseptik tergantung pada
pembebasan oksigen. Aktivitas anti bakteri ditentukan oleh spectrum kerja, cara
kerja dan ditentukan pula oleh konsentrasi minimum untuk inhibisi (MIC) serta
potensial pada MIC. Suatu bakteri terjadi pada kadar rendah tetapi mempunyai
daya bunuh atau daya hambat yang besar (4).
Banyak zat kimia dapat menghambat atau mematikan mikroorganisme
berkisar dari unsur logam berat, seperti perak dan tembaga sampai kepada

molekul organik yang kompleks seperti persenyawaan ammonium kuartener.


Berbagai substansi tersebut menunjukkan efek antimikrobialnya dalam berbagai
cara dan terhadap berbagai macam mikroorganisme. Efeknya terhadap
permukaan benda atau bahan juga berbeda-beda : ada yang serasi dan ada yang
bersifat merusak. Karena ini dan juga karena variabel-variabel lain, maka perlu
sekali diketahui terlebih dahulu perilaku suatu bahan kimia setelah digunakan
untuk penerapan praktis-praktis tertentu (5).
Dalam menggunakan desinfektan haruslah diperhatikan hal-hal
tersebut di bawah ini (3) :
1. Apakah suatu desinfektan tidak meracuni suatu jaringan.
2. Apakah tidak menyebabkan rasa sakit
3. Apakah dia tidak memakan logam
4. Apakah ia dapat diminum
5. Apakah ia stabil
6. Bagaimana baunya dan warnanya
7. Apakah ia mudah dihilangkan dari pakaian apabila dsinfektan itu sampai
kena pakaian
8. Dan apakah harganya murah

II.2 Uraian Bahan


1. Air suling (7)
Nama resmi

: Aqua destillata

Nama lain

: Aquades, air suling

Rumus molekul/BM : H2O/18,02


Pemerian

: Cairan jernih, tidak berbau, tidak berasa dan tidak


mengandung

bahan

kimia

yang

dapat

membahayakan tubuh
Kegunaan

: Sebagai bahan pengencer

2. Alkohol (7)
Nama resmi

: Aethanolum

Nama lain

: Etanol, alkohol

Rumus kimia / BM

: C2H6O / 46,07

Rumus bangun

: CH3-CH2-OH

Pemerian

: Cairan tak berwarna, jernih, mudah menguap dan


mudah bergerak, bau khas, rasa panas, mudah
terbakar dengan memberikan nyala biru yang tidak
berasap

Kelarutan

: Sangat mudah larut dalam air, dalam kloroform p


dan dalam eter p

Penyimpanan

: Dalam wadah tertutup rapat

Kegunaan

: Sebagai Antiseptik

3. Fenol (7)
Nama resmi

: Phenolum

Nama lain

: Fenol

Rumus kimia / BM

: C6H5OH / 94,11

Rumus Bangun

Pemerian

: Hablur berbentuk jarum atau massa hablur ; tidak

OH

berwarna atau merah jambu, bau khas, kaustik.


Kelarutan

: Larut dalam 12 bagian air ; mudah larut dalam


etanol (95 %) P, dalam kloroform P, dalam eter P,
dalam gliserol P dan dalam minyak lemak

Penyimpanan

: Dalam wadah tertutup rapat terlindung dari


cahaya, di tempat sejuk.

Khasiat

: Desinfektan

Kegunaan

: Sebagai Sampel uji

II.3 Uraian Mikroba


II.3.1 Klasifikasi Mikroba
Staphylococcus aureus (3)
Kingdom : Protista
Divisio

: Protophyta

Classis

: Schizomycetes

Ordo

: Enterobacteriales

Familia

: Micrococcaceae

Genus

: Staphylococcus

Spesies

: Staphylococcus aureus

II.3.2 Morfologi Mikroba


Staphylococcus aureus (5)
Sel-sel berbentuk bola, berdiameter 0,5 sampai 1,5 m
terdapat tunggal dan berpasangan, dan secara khas membelah diri
pada lebih dari satu bidang sehingga membentuk gerombol yang
tidak teratur. Non motil. Tidak diketahui adanya stadium istirahat.
Gram positif. Dinding sel mengandung dua komponen utama :
peptidoglikan serta asam tekoat yang berkaitan dengannya.
Kemoorganotrof. Metabolisme dengan respirasi dan fermentatif.
Anaerob fakultatif, tumbuh lebih cepat dan lebih banyak dalam
keadaan aerobik. Suhu optimum 35 400C. Terutama berasosiasi
dengan kulit, dan selaput lendir hewan berdarah panas. Pertumbuhan

pada medium agar abundant, dan koloninya buram dan tidak tembus
cahaya, smooth, dan berkilauan dalam penampakannya. Beberapa
staphylococcus bentuk lipochrome pigmen yang memberikan koloni
kuning emas atau kuning lemon dimana yang lainnya tidak dan putih.

BAB III
METODE KERJA

III.1 Alat dan bahan


III.1.1 Alat-alat yang digunakan
1. Botol pengencer
2. Lampu spiritus
3. Ose bulat
4. Rak tabung
5. Spoit 5 ml dan 10 ml
6. Stopwatch
7. Tabung reaksi
8. Wadah penampung es
III.1.2 Bahan-bahan yang digunakan
1.

Air suling steril

2.

Etanol 70 %

3.

Biakan jamur Staphylococcus aureus

4.

Kapas

5.

Larutan fenol 5%

6.

Medium Selenit Cistein Broth

7.

Sampel Instance

III.2 Cara Kerja


A. Penyiapan suspensi biakan Staphylococcus aureus
1. Alat dan bahan disiapkan
2. Diambil 1 ose biakan Staphylococcus aureus yang sebelumnya telah
diremajakan pada medium NA miring selama 24 jam.
3. Disuspensikan ke dalam aquades steril.
B. Pengujian Koefisien Fenol

Sampel Instance
1. Ditentukan nilai Minimum Inhibitory Concentration (MIC) dari
sampel Instance.
2. Dibuat pengenceran Instance dengan perbandingan 1:10, 1:20, 1:30,
1:40.
3. Disiapkan 4 seri tabung reaksi masing-masing terdiri 4 tabung reaksi
berisi 5 ml medium Selenit Cistein Broth.
4. Kemasan disterilkan dengan disemprot dengan alkohol 70 %.
5. Pada seri tabung pertama ditambahkan sampel Instance sesuai
tingkat pengencerannya yaitu 1:10 (tabung 1), 1:20 (tabung 2), 1:30
(tabung 3), 1:40 (tabung 4) dan dimasukkan dalam es.
6. Setelah dingin ditambahkan 1 ose suspensi biakan Staphylococcus
aureus atau sebanyak 0,02 ml pada tabung 1 dari seri 1 pada detik ke
0. Selang 30 detik dimasukkan

1 ose suspensi biakan

Staphylococcus aureus pada tabung 2. Dan selang 30 detik

kemudian dimasukkan lagi 1 ose suspensi biakan Staphylococcus


aureus padatabung 3. Dan selang 30 detik kemudian dimasukkan 1
ose biakan Staphylococcus aureus pada tabung 4.
7. Waktu istirahat adalah 1 menit 30 detik sehingga lama kontak
dengan kapang adalah 5 menit.
8. Selang 3 menit 30 detik, dimasukkan 1 ose larutan tabung 1 seri I ke
dalam tabung 1 seri II pada 0 detik, setelah 30 detik 1 ose larutan
tabung 2 seri I ke dalam tabung 2 seri II, dan 30 detik kemudian
ditambahkan 1 ose larutan tabung 3 seri I ke dalam tabung 3 seri II
dan selang 30 detik kemudian dimasukkan 1 ose larutan tabung 4
seri I ke dalam tabung 4 seri II
9. Dilakukan hal yang sama untuk tabung seri ketiga dan seri keempat.
10. Tabung diinkubasikan pada suhu kamar selama 1x 24 jam.
11. Diamati kekeruhan atau terjadinya endapan.
12. Ditentukan nilai koefisien fenol dari sampel uji

Fenol
1. Ditentukan nilai Minimum Inhibitory Concentration (MIC) dari
sampel Instance.
2. Dibuat pengenceran larutan baku fenol 5 %

dengan tingkat

pengenceran 1:80 (tabung 1), 1:90 (tabung 2), 1:100 (tabung 3).
3. Disiapkan 4 seri tabung reaksi masing-masing 3 tabung reaksi berisi
5 ml medium Selenit Cistein Broth.

4. Tabung seri I dimasukkan ke dalam es.


5. Setelah dingin diambil 1 ose suspensi biakan Staphylococcus
aureus sebanyak 0,02 ml dan dimasukkan pada hasil pengenceran
pertama dari fenol pada detik ke 0. Selang 30 detik dimasukkan 1
ose suspensi biakan Staphylococcus aureus pada hasil pengenceran
kedua. Dan selang 30 detik kemudian dimasukkan lagi 1 ose
suspensi biakan Staphylococcus aureus.
6. Waktu istirahat adalah 4 menit sehingga lama kontak dengan kapang
adalah 5 menit.
7. Selang 4 menit , dimasukkan 1 ose hasil pengenceran pertama ke
dalam tabung pertama seri kedua pada 0 detik, 1 ose hasil
pengenceran kedua ke dalam tabung kedua pada 30 detik, dan selang
30 detik kemudian dimasukkan lagi 1 ose hasil pengenceran ketiga.
8. Hal serupa diatas dilakukan untuk tabung seri ketiga dan seri
keempat.
9. Semua tabung diinkubasikan pada suhu kamar selama 1 x 24 jam.
10. Diamati dan ditentukan nilai koefisien fenol dari sampel uji

BAB IV
HASIL PRAKTIKUM

IV.1 Data Hasil Pengamatan


1.

Data antiseptik Instance


Pengenceran
5 menit
+
+
+

1 : 10
1 : 20
1 : 30
1 : 40
2.

Lama Kontak
10 menit
+
+

15 menit
+
+

Lama Kontak
10 menit
+
+

15 menit
+

Data desinfektan fenol


Pengenceran
5 menit
+
+
+

1 : 80
1 : 90
1 : 100
Keterangan :
+

Ada pertumbuhan kapang

Tidak ada pertumbuhan kapang

IV.2 Gambar Hasil Pengamatan


1. Sampel Instance

LABORATORIUM MIKROBIOLOGI FARMASI


UNIVERSITAS HASANUDDIN

Keterangan :
1.Tutup tabung
Ia

Ib

Ic

Id

2.Tabung reaksi
3. Medium SCB

IIa

IIb

IIIa

IIIb

IVa

IVb

Sampel
Mikroba uji

IIc

IId

IIIc

IIId

IVc

IVd

: Instance
: Staphylococcus aureus

2. Fenol

LABORATORIUM MIKROBIOLOGI FARMASI


UNIVERSITAS HASANUDDIN

Keterangan :
1.Tutup tabung
Ia

Ib

Ic

2.Tabung reaksi
3. Medium SCB

IIa

IIb

IIc

IIIa

IIIb

IIIc

IVa

IVb

IVc

Sampel : Fenol
Mikroba uji : Staphylococcus aureus.

IV.3

Perhitungan
Pengenceran Instance
Keofisien fenol

=
Pengenceran Fenol
80
=
80
= 1

Keterangan :
Pengenceran tertinggi antiseptik atau fenol yang hidup pada masa kontak 5
menit dan mati pada masa kontak 10 menit.

BAB V
PEMBAHASAN

Pada percobaan kali ini akan ditentukan daya hambat suatu antiseptik
terhadap suatu bakteri, dan membandingkannya dengan daya hambat fenol. Dalam
penentuan nilai koefisien fenol ini digunakan sampel adalah antiseptik Instance yang
sebelumnya telah ditentukan nilai Minimum Inhibitory Concentration (MIC)-nya,
yaitu 1:20. Penentuan nilai koefisien fenol ini dilakukan dengan membandingkan
daya mematikan antiseptik Instance dengan daya mematikan terhadap larutan baku
fenol dengan menggunakan mikroba uji Staphylococcus aureus. Pada percobaan ini
dibuat 4 seri larutan baik itu larutan untuk sampel dan larutan untuk fenol setiap
serinya terdiri atas 4 tabung untuk sampel dan 3 tabung untuk larutan fenol.
Pengamatan dilakukan terhadap tabung yang keruh atau terdapat endapan yang
menunjukkan adanya pertumbuhan bakteri
Koefisien fenol adalah pengenceran tertinggi desinfektan ataupun antiseptik
yang mematikan di mana dapat membunuh mikroba dalam waktu 10 menit tetapi
tidak dalam masa kontak 5 menit per larutan fenol pada kondisi yang sama. Suatu
desinfektansia atau antiseptik yang baik adalah mempunyai daya mematikan atau
merusak mikroba. Dan untuk mengetahui daya mematikan tersebut biasanya
distandarkan dengan larutan baku fenol.
Dalam percobaan MIC antiseptik Instance mempunyai nilai MIC pada
perbandingan 1 : 20, dan dari perbandingan tersebut dibuat lagi variasi pengenceran

yaitu 1 : 10, 1 : 20, 1 : 30, 1 : 40 sedangkan untuk larutan bako fenol dibuat variasi
pengenceran 1 : 80, 1 : 90, 1: 100.
Setelah di inkubasi selama 1 x 24 jam pada suhu kamar untuk sampel
antiseptik Instance diperoleh pada pengenceran 1 : 40 pada menit ke 5, 10 dan 15
tidak terjadi pertumbuhan kapang. Pada pengenceran 1 : 80 pada menit ke 5 terjadi
pertumbuhan kapang sedangkan pada menit ke 10 dan 15 tidak ada pertumbuhan
kapang. Dan pada pengenceran 1 : 120 dan 1 : 160 pada menit ke 5, 10 dan 15
terdapat pertumbuhan kapang. Pada hasil yang tidak menunjukkan pertumbuhan
kapang menandakan sampelnya mempunyai daya mematikan pada pengenceran dan
menit tersebut. Sedangkan untuk sampel yang menunjukkan pertumbuhan kapang
berarti sampel tersebut sudah tidak mempunyai daya mematikan pada pengenceran
dan menit tersebut.
Untuk larutan baku fenol diperoleh pada hasil pengenceran 1 : 80 pada
menit ke 5 ada pertumbuhan kapang sedangkan pada menit ke 10 dan 15 tidak ada
pertumbuhan kapang. Pada pengenceran 1 : 90 pada menit ke 5 dan 10 menunjukkan
terjadinya pertumbuhan kapang sedangkan pada menit ke 15 tidak ada pertumbuhan
kapang. Dan pada pengenceran 1 : 100 pada menit ke 5, 10 dan 15 menunjukkan
terjadinya pertumbuhan kapang. Adanya pertumbuhan kapang ditandai dengan
keruhnya medium Selenit Cistein Broth (SCB) dan nampak adanya endapan pada
dasar tabung.

Dari hasil perhitungan fenol diperoleh nilai yaitu 1. Hal ini berarti bahwa
sampel antiseptik Instance termasuk antiseptik yang tidak efektif karena nilainya
lebih besar atau sama dengan 1.

BAB VI
PENUTUP

VI.1

Kesimpulan
Dari hasil percobaan yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa nilai
koefisien fenol sampel antiseptik Instance sebesar 1, berarti sampel tersebut
bersifat sebagai antiseptik yang efektif.

VI.2

Saran
-

DAFTAR PUSTAKA

1. Djidje,

M.N.,

Sartini.,

(2003),

Instrumentasi

Mikrobiologi

Farmasi,

Laboratorium Mikrobiologi Farmasi, Jurusan Farmasi, F. MIPA, UNHAs,


Makassar
2. Schunank, W., Mayer, K., Haeke., (1990), Senyawa-Senyawa Obat, Gadjah
mada University press, Yogyakarta, 752, 780
3. Dwijdosoeputra, D., (1992), Dasar-dasar Mikrobiologi, Cetakan IV, Penerbit
Djambatan, Malang, 87, 93
4. Wattimena, J.R., (1982), Farmakodinamik dan Terapi Antibiotik, Gadjag Mada
University Press, Yogyakarta, 48, 62
5. Pelczhar, Michael J., Chan, E.C.S., (1986), Dasar-Dasar mikrobiologi, Jilid II,
Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta
6. Tjay, T.H., Rahardja, K., (1978), Obat-Obat Penting, Jakarta
7. Ditjen POM., (1979), Farmakope Indonesia, Edisi III, Depkes RI, Jakarta

DAFTAR PUSTAKA

1. Doerge, R.F., (1992), Buku Teks Wilson and Gisvold Kimia Farmasi dan
Medisinal, Bagian I, J.B Lippincott Company, Philadelphia Toronto, 131, 132
2. Schunank, W., Mayer, K., Haeke., (1990), Senyawa-Senyawa Obat, Gadjah
mada University press, Yogyakarta, 752, 780
3. Dwijdosoeputra, D., (1992), Dasar-dasar Mikrobiologi, Cetakan IV, Penerbit
Djambatan, Malang, 87, 93
4. Wattimena, J.R., (1982), Farmakodinamik dan Terapi Antibiotik, Gadjag Mada
University Press, Yogyakarta, 48, 62
5. Pelczhar, Michael J., Chan, E.C.S., (1986), Dasar-Dasar mikrobiologi, Jilid II,
Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta
6. Tjay, T.H., Rahardja, K., (1978), Obat-Obat Penting, Jakarta
7. Ditjen POM., (1979), Farmakope Indonesia, Edisi III, Depkes RI, Jakarta

LAMPIRAN
A. Komposisi Medium
1. Medium SCB (Selenite Cistein Broth)
Peptone dari casein

5,0

L-cystine

0,01

Lactose

4,0

Sodium phosphate

10,0

Sodium hydrogen selenite 4,0


Air

1000 ml

Pembuatan: Larutkan 23 g/liter pada suhu kamar jika tidak larut panaskan
60 C, tidak diotoklaf

1.

Whim
Komposisi

: 0,15 % Triclosan

Isi

: 100 ml

Aturan Pakai

: Tuangkan sedikit Whim ke telapak tangan dan


tambahkan air secukupnya. Basuhkan ke bagian
khusus kewanitaan anda hingga berbusa kemudian
bilas dengan air hingga bersih.

Produksi

: PT AVON Indonesia Jakarta 12560 Indonsia

Nomor Registrasi

: POM CD 0302101815

Kegunaan

: Sebagai sampel uji

II.3.1 Klasifikasi Mikroba (3)


Regnum

Plantae

Divisio

Eumycophyta

Class

Ascomycetes

Ordo

Saccharomycetes

Familia

Criptococcaceae

Genus

Candida

Spesies

Candida albicans

II.3.2 Morfologi Mikroba (3)


Candida dikelompokkan dalam jenis cendawan yang tidak
mempunyai tahap seksual, tapi cendawan tidak sempurna ini tidak
sepenuhnya tanpa jenis kelamin. Pada cendawan ini juga berlangsung
plasmogami, kariogami, dan miosis.

Latar belakang
Seiring dengan perkembangan yang pesat dari berbagai macam produk baik
dari industri rumah tangga maupun dalam industri farmasi. Dimana sekarang ini
terdapat berbagai macam produk yang digunakan untuk mencegah adanya
pertumbuhan suatu mikroorganisme atau suatu bahan yang dapat membunuh
atau menghancurkan mikroba yang patogen terutama pada benda-benda mati
yang pada dasarnya dapat pula merugikan manusia yang biasa disebut
desinfektan.
Seiring dengan perkembangan yang pesat dari berbagai macam produk
baik dari industri rumah tangga maupun dalam industri farmasi. Dimana
sekarang ini terdapat berbagai macam produk yang digunakan untuk mencegah
adanya pertumbuhan suatu mikroorganisme atau suatu bahan yang dapat
membunuh atau menghancurkan mikroba yang patogen terutama pada bendabenda mati yang pada dasarnya dapat pula merugikan manusia yang biasa
disebut desinfektan.
Dalam percobaan ini digunakan sampel Instance yang telah diketahui
nilai Minimum Inhibitory Minimum (MIC) nya yaitu pada perbandingan 1 : 80
yang diperoleh pada percobaan uji MIC. Dengan diketahuinya nilai MIC, kita
dapat membandingkan daya mematikan dari sampel Instance ini dengan larutan
baku fenol dengan menggunakan mikroba uji Staphylococcus aureus.

Kemoterapi dapat diartikan sebagai studi dan penggunaan zat yang


secara selektif lebih toksis terhadap mikroorganisme (1).
Faktor-faktor inilah yang menyebabkan orang sulit untuk menilai suatu
desinfektan.

Anda mungkin juga menyukai