Foto Ront Sinusitis DG Rhinitis
Foto Ront Sinusitis DG Rhinitis
SKRIPSI
Untuk Memenuhi Persyaratan
Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran
ABI SAMBUDA
G0004028
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2008
PENGESAHAN SKRIPSI
Skripsi dengan judul: KORELASI ANTARA RHINITIS DENGAN SINUSITIS
PADA PEMERIKSAAN SINUS PARANASALIS DI INSTALASI RADIOLOGI
RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA
Abi Sambuda, NIM/semester: G0004028/IX, Tahun 2008
Telah disetujui dan sudah disahkan di hadapan Dewan Penguji Skripsi
Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret
Pada Hari
Pembimbing Utama
Nama : Widiastuti, dr., Sp.Rad
NIP : 140 149 593
()
Pembimbing Pendamping
Nama : Made Setiamika, dr., Sp.THT KL
NIP : 140 150 259
()
Penguji Utama
Nama : Soetjipto, Prof.,dr., Sp.Rad
NIP : 030 060 728
()
Anggota Penguji
Nama : Bhisma Murti, dr., MPH, MSc., PhD
NIP : 132 125 727
()
Surakarta,
Ketua Tim Skripsi
Dekan FK UNS
ii
PERNYATAAN
Dengan ini menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang
pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan
sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah
ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam
naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Surakarta,
Abi Sambuda
NIM G0004028
iii
ABSTRAK
Abi Sambuda, G0004028, 2008. Korelasi antara Rhinitis dengan Sinusitis pada
Pemeriksaan Sinus Paranasalis di Instalasi Radiologi RSUD Dr. Moewardi
Surakarta, Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Rhinitis merupakan suatu peradangan yang terjadi pada membran mukosa
hidung, yang dapat dibedakan menurut perjalanan penyakitnya menjadi rhinitis akut
dan kronis.Sinusitis bukanlah penyakit yang mengancam jiwa, tapi menimbulkan
morbiditas tinggi sehingga memerlukan perhatian pengobatan. Etiologi sinusitis
sangat kompleks. Klasifikasi terbaru dari sinusitis mengarah pada rhinosinusitis,
dimana radang sinus tidak akan terjadi tanpa adanya radang dari membran mukosa
hidung sebelumnya.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya korelasi antara rhinitis
dengan sinusitis pada pemeriksaan sinus paranasalis di instalasi Radiologi RS Dr.
Moewardi Surakarta.
Jenis penelitian ini ialah observasional analitik dengan pendekatan cross
sectional. Subyek penelitian adalah pasien rhinitis kiriman dari SMF THT RS Dr.
Moewardi yang akan melakukan pemeriksaan foto sinus paranasalis di Instalasi
Radiologi RS Dr. Moewardi periode Mei-Juli 2008 Pengambilan sampel dilakukan
dengan cara purposive sampling. Diagnosa rhinitis berdasarkan pemeriksaan klinis
sedangkan penentuan sinusitis dengan pemeriksaan foto radiologi. Data dianalisis
dengan uji kai kuadrat.
Pada penelitian ini didapatkan sampel dengan rhinitis sebesar 23 orang dan
non rhinitis sebesar 17 orang dengan kejadian sinusitis 39,1% pada rhinitis, 11,8%
pada non rhinitis. Dari uji statistik didapatkan nilai kemaknaan korelasi antara
penelitian ini menunjukkan p= 0,055 (p>0,05)
iv
ABSTRACT
Abi Sambuda, G0004028, 2008. Corelation between Rhinitis and Sinusitis on
Paranasal Sinus Examination at Radiology Instalation, Dr. Moewardi General
Hospital Surakarta, Medical Faculty of Sebelas University.
Rhinitis is an inflammation that can be found in the nose mucous membrane,
which could be divided into acute rhinitis and chronic rhinitis. Sinusitis is not life
threatening, but causes high morbidity so it is need more medical attention. Etiologic
of sinusitis itself is more complex. Newer classifications of sinusitis refer to it as
rhinosinusitis, taking into account the thought that inflammation of the sinuses cannot
occur without some inflammation of the nose as well.
The objective of this study is to know if there is a corelation between Rhinitis
and Sinusitis on Paranasal Sinus Examination at Radiology Instalation, Dr. Moewardi
General Hospital Surakarta
This study is analytical observational with cross sectional enclosure. The
subjects are rhinitis patients from SMF THT Dr. Moewardi general hospital whom
take a paranasal sinus x-ray photo check in radiology installation between May-July
2008. Sample election executed by purposive sampling. The diagnose of rhinitis
based on clinical examination and for sinusitis diagnose with radiological photo
examination. Data analysis executed by chi square test.
This study takes 23 samples for rhinitis and 17 samples for non rhinitis with
sinusitis accidental equal to 39,1% on rhinitis, 11,8% without rhinitis. From statistic
test got significance value between rhinitis and sinusitis on paranasal sinus
examination p= 0,055 (p>0,05)
KATA PENGANTAR
Penulis mengucapkan puji syukur kepada Allah SWT, atas petunjuk dan
lindungan-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penelitian dan penulisan
skripsi ini dapat terlaksana dengan baik berkat bantuan, bimbingan, motivasi dari
berbagai pihak. Penulis mengucapkan terima kasih yang tulus kepada:
1. Dr. A. A. Subijanto, dr.., MS, selaku Dekan Fakultas Kedokteran
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2. Sri Wahjono, dr., M.Kes, selaku ketua tim skripsi Fakultas Kedokteran
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
3. Widiastuti, dr., Sp.Rad, selaku Pembimbing Utama yang telah
memberikan bimbingan, saran, motivasi, dan pengarahan bagi penulis.
4. Made Setiamika, dr., Sp.THT KL selaku Pembimbing Pendamping yang
telah memberikan saran dan bimbingan demi penulisan skripsi ini.
5. Soetjipto, Prof.,dr., Sp.Rad, selaku Penguji Utama yang berkenan
menguji, memberikan masukan, serta turut memotvasi penulis.
6. Bhisma Murti, dr., MPH, MSc., PhD selaku Anggota Penguji yang telah
memberikan banyak saran dan bantuan demi kesempurnaan skripsi ini.
7. Staf radiologi yang sangat membantu dalam pengumpulan data.
8. Staf bagian skripsi (Mas Nardi dan Mb Enny)
9. Keluargaku tercinta yang selalu mendorong untuk mengerjakan skripsi ini
10. Febri kurniawati sahabat terbaik penulis.
11. Nadia serta teman-teman yang telah banyak memberi dukungan baik
materi maupun spiritual
12. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu tapi telah
turut membantu dan membuat penulis terus ingin maju.
Penulis menyadari sepenuhnya masih banyak kekurangan disini dan dengan
rendah hati penulis mengharap saran dan kritiknya. Semoga skripsi ini dapat
bermanfaat.
Surakarta, November 2008
Abi Sambuda
vi
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.vi
DAFTAR ISI.......vii
DAFTAR TABEL....ix
DAFTAR LAMPIRANx
BAB I PENDAHULUAN...1
A.
B.
Perumusan Masalah.. 2
C.
Tujuan Penelitian...2
D.
Manfaat Penelitian.....2
Tinjauan Pustaka....3
1. Anatomi dan Fisiologi Hidung3
2. Sinusitis...................................6
3. Pemeriksaan Sinus Paranasalis..........13
B.
Kerangka Pemikiran15
Jenis Penelitian16
B.
C.
D.
E.
Variabel Penelitian...16
F.
G.
H.
Analisis Data........19
I. Cara Kerja19
vii
B.
BAB V PEMBAHASAN...24
BAB VI SIMPULAN DAN SARAN......24
A. Simpulan......27
B. Saran....27
DAFTAR PUSTAKA..28
LAMPIRAN
viii
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Distribusi frekuensi subjek penelitian menurut umur......20
Tabel 2. Distribusi frekuensi subjek penelitian menurut jenis kelamin.21
Tabel 3. Hasil analisis tentang korelasi antara sinusitis dan rhinitis pada
pemeriksaan sinus paranasalis.23
ix
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Hasil uji chi- square
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Rhinitis merupakan suatu jenis penyakit yang banyak dijumpai di
masyarakat dengan distribusi yang luas.Rhinitis merupakan suatu peradangan
yang terjadi pada membrana mukosa hidung, yang dapat dibedakan menurut
perjalanan penyakitnya menjadi rhinitis akut dan rhinitis kronis (Adam, 1989).
Sinusitis bukanlah penyakit yang mengancam jiwa,tapi menimbulkan
morbiditas yang tinggi, sehingga memerlukan perhatian pengobatan (Neville
1995).
Rhinitis dan sinusitis saling berkaitan karena rhinitis akan menyebabkan
sumbatan pada hidung dan selanjutnya akan menghambat/memblock sinus (Budi,
2002).Klasifikasi terbaru dari sinusitis mengarah kepada rhinosinusitis, dimana
radang sinus tidak akan terjadi tanpa beberapa radang dari hidung itu sendiri
(rhinitis) (Palmer, 2005).
Di Indonesia sendiri ternyata prevalensi penyakit ini tidak bisa dibilang
rendah.
Malah
cenderung
menunjukan
peningkatan..
Hal ini terbukti dari beberapa penelitian yang menyebutkan bahwa gejala rhinitis
di Jawa dan Bali meningkat hingga 7,5 persen pertahunnya (elise, 2003).
Berbagai etiologi dan faktor predisposisi berperan dalam timbulnya
penyakit ini, seperti deviasi septum, polip kavum nasi, tumor hidung dan
nasofaring serta alergi. Etiologi sinusitis adalah sangat kompleks. Hanya 25%
disebabkan oleh infeksi, selebihnya 75% disebabkan oleh alergi dan
ketidakseimbangan pada sistim saraf otonom yang menimbulkan perubahanperubahan pada mukosa sinus (Suprihati,1996).
xi
Bertolak dari pemikiran dan latar belakang masalah tersebut, penulis ingin
meneliti Korelasi antara rhinitis dengan sinusitis pada pemeriksaan sinus
paranasalis di Instalasi Radiologi Rumah Sakit Umum Daerah Dokter Moewardi
Surakarta?
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas,maka dapat dirumuskan
masalah pada penelitian ini, yaitu: Adakah korelasi antara rhinitis dengan sinusitis
pada pemeriksaan sinus paranasalis di Instalasi Radiologi Rumah Sakit Umum
Daerah Dokter Moewardi Surakarta?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya korelasi antara
rhinitis dengan sinusitis pada pemeriksaan
Radiologi RSDM
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai acuan bagi
penelitian lain serta manembah pengetahuan bagi peneliti maupun masyarakat
luas tentang korelasi antara rhinitis dan sinusitis.
2. Manfaat aplikatif
Penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk meningkatkan akurasi
dalam menentukan diagnosis sinusitis.
xii
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan pustaka
1. ANATOMI DAN FISIOLOGI HIDUNG
a. Anatomi hidung
Hidung merupakan organ penting, yang seharusnya dapat perhatian
lebih dari biasanya.Hidung mempunyai beberapa fungsi: sebagai indra
penghidu,menyiapkan udara inhalasi agar dapat digunakan paru-paru,
mempengaruhi refleks tertentu pada paru-paru dan memodifikasi bicara
(peter, 1989).
1) Hidung Luar
Menonjol pada garis tengah di antara pipi dengan bibir atas; struktur
hidung luar dapat dibedakan atas tiga bagian: yang paling atas, kubah
tulang, yang tak dapat digerakkan; di bawahnya terdapat kubah kartilago
yang sedikit dapat digerakkan; dan yang paling bawah adalah lobulus
hidung yang mudah digerakkan. Belahan bawah aperture piriformis hanya
kerangka tulangnya saja, memisahkan hidung luar dengan hidung dalam.
Di sebelah superior, struktur tulang hidung luar berupa prosesus maksila
yang berjalan ke atas dan kedua tulang hidung, semuanya disokong oleh
prosesus nasalis tulang frontalis dan suatu bagian lamina perpendikularis
tulang etmoidalis. Spina nasalis anterior merupakan bagian dari prosesus
maksilaris medial embrio yang meliputi premaksila anterior, dapat pula
dianggap sebagai bagian dari hidung luar. Bagian berikutnya, yaitu kubah
kartilago yangs edikit dapat digerakkan, dibentuk oleh kartilago septum
kuadrangularis. Sepertiga bawah hidung luar atau lobulus hidung,
dipertahankan bentuknya oleh kartilago lateralis inferior. Lobulus
xiii
xiv
Bagian
tulang
dari
septum
terdiri
dari
kartilago
septum
xv
2. SINUSITIS
a. Definisi
Sinusitis adalah radang pada sinus paranasalis, dimana dapat
disebabkan oleh infeksi maupun bukan infeksi, dari bakteri, jamur, virus,
alergi maupun sebab autoimun (Williams, 1992)
Bila mengenai beberapa sinus disebut multisinus sedangkan bila
mengenai semua sinus paranasal, disebut pansinusitis (Endang, 1990)
xvi
b. Klasifikasi
1) Berdasar lokasinya:
Ditemukan beberapa pasang sinus paranasalis, yaitu; frontalis,
ethmoidalis, maksilaris dan spenoidalis
a) Sinusitis maksilaris: menyebabkan nyeri daerah maksila seperti
sakit gigi dan kepala.
b) Sinusitis frontalis: menyebabkan nyeri pada daerah belakang
dan atas mata.
c) Sinusitis ethmoidalis: menyebabkan nyeri pada daerah belakang
mata, maupun sakit kepala.
d) Sinusitis sphenoidalis: menyebabkan nyeri pada daerah belakang
mata, tetepi lebih sering pada vertex kepala (Mehle, 2005).
2) Berdasar durasinya:
Menurut Adams (1978),sinusitis dibagi menjadi (a) sinusitis
akut, bila infeksi beberapa hari sampai beberapa minggu, (b)
sinusitis subakut, bila infeksi beberapa minggu sampai beberapa
bulan, (c) sinusitis kronis apabila infeksi beberapa bulan sampai
beberapa tahun.
Menurut Cauwenberge (1983) disebut sinusitis kronis,
apabila sudah lebih dari 3 bulan.Tetapi apabila dilihat dari
gejalanya, maka sinusitis dianggap sebagai sinusitis akut bila
terdapat tanda-tanda radang akut.Dikatakan sinusitis subakut, bila
tanda akut sudah reda dan perubahan histologik mukosa sinus
masih reversibel dan disebut sinusitis kronik, bila perubahan
histologik mukosa sinus sudah irreversibel, misal sudah berubah
menjadi jaringan granulasi atau polipoid. Sebenarnya klasifikasi
xvii
pneumoniae,
Moraxella
catarrhalis
dan
xviii
sinusitis
sfenoid.
Pemeriksaan
rinoskopi
posterior
xix
xx
mikrobiologik
sinusitis
kronis.
Biasanya
xxi
3. DIAGNOSIS
Faktor predisposisi yang dapat mengembangkan sinusitis, antara lain:
alergi; masalah struktural seperti deviasi septum atau ostium sinus yang kecil;
merokok; polip hidung; membawa gen fibrosis kistik.Beberapa prediksi sudah
dikembangkan untuk diagnosa berdasar fisik dan riwayat penyakit, prediktor
terbaik yaitu adanya cairan hidung yang kental (Simel, 1992).
Pemeriksaan yang dilakukan didapat nyeri tekan pada pipi kanan / kiri
atau dua-duanya, terkadang nyeri tekan di atas hidung. Pemeriksaan lain
misalnya: Transiluminasi, Rinoskopi, Sinoskopi, pemeriksaan foto rontgen
sinus paranasal (foto waters, PA, lateral), pemeriksaan Naso-endoskopi, CT
Scan, tentu juga pemeriksaan kultur kuman (Erawati, 2001)
4. PENGOBATAN
Didapatkan beberapa obat yang dapat melegakan gejala yang
menyertai sinusitis, seperti sakit kepala, nyeri maupun kelelahan.Biasanya
dapat dikombinasikan antara jenis obat antihistamin bersamaan dengan
decongestan atau pelega nyeri.Bila sinusitis tidak membaik pada 48 jam, atau
menyebabkan nyeri berarti, dapat diberikan antibiotik (Amoxicillin yang
paling umum).Flouroquinolone untuk pasien dengan alergi penicillin (Samsa,
1992).
Antibiotik dosis penuh untuk 10 - 14 hari,obat dekongestan lokal
berupa tetes hidung dengan waktu terbatas 5 10 hari (Erawati, 2001)
5. TINDAKAN MEDIS
Penderita dengan sinusitis kronis, diindikasikan untuk mendapatkan
pembedahan hidung, atau biasa disebut FESS (Functional Endoscopic Sinus
xxii
jumlah
pencucian
sinus
tergantung
dengan
kondisi
xxiii
xxiv
B. Kerangka Pemikiran
Rhinitis
Oedema mukosa
Obstruksi kompleks
ostiomeatal
Sinusitis
C. Hipotesis
Ada korelasi antara rhinitis dengan sinusitis pada pemeriksaan sinus
paranasalis di instalasi radiologi RSDM
xxv
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah observasional analitik dengan pendekatan
rancangan cross sectional.
B. Lokasi Penelitian
Instalasi Radiologi Rumah Sakit Umum Daerah Dokter Moewardi
Surakarta.
C. Populasi Penelitian
Seluruh pasien rhinitis kiriman dari SMF THT RSDM yang
melakukan pemeriksaan foto sinus paranasalis di instalasi Radiologi Rumah
Sakit Umum Daerah Dokter Moewardi Surakarta periode April 2007- Mei
2008.
: rhinitis
xxvi
2.Variabel tergantung
: sinusitis
: Nominal
xxvii
bahan bahan iritan seperti bahan kimia yang terdapat pada semprotan hidung
serta bahan bahan kimia lainnya yang masuk melalui hidung. Sinusitis juga
bisa disebabkan oleh infeksi virus atau bakteri (Wirawan, 2008).
Cara pengukuran : Pembacaan Foto
Skala
: nominal
Normal
Sinusitis
Sinus frontalis
Sinus maksillaris
Sinus ethmoidalis
Sinus sfenoidalis
Analisis
Kesimpulan
xxviii
H. Analisis data
Data yang diperoleh dianalisis dengan uji kai kuadrat.
xxix
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. Data penderita Rhinitis dan Sinusitis
Berdasarkan data yang diperoleh yaitu data hasil pemeriksaan rhinitis
yang terdiagnosa secara radiologis melalui pemeriksaan sinus paranasalis sebagai
penderita sinusitis maupun non sinusitis di RSDM Surakarta sejumlah 40 orang
didapatkan hasil seperti yang tampak dalam tabel-tabel sebagai berikut :
Tabel 1. Distribusi Frekuensi subjek penelitian yang telah melalui pemeriksaan sinus
paranasalis di RSDM surakarta menurut umur
Rhinitis
Non Rhinitis
Jumlah
Umur
(tahun)
jumlah
%
Jumlah
%
Jumlah
%
11-20
5
12,5
1
2,5
6
15
21-30
6
15
5
12,5
11
27,5
31-40
5
12,5
3
7,5
8
20
41-50
6
15
3
7,5
9
22,5
51-60
1
2,5
2
5
3
7,5
61-70
0
0
3
7,5
3
7,5
Jumlah
23
57,5
17
42,5
40
100
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa presentase probandus terbanyak
berasal dari responden rentang usia 21- 30 sebanyak 27,5 % dan paling sedikit pada
rentang usia 51- 60 sebesar 7,5 %. Sedangkan frekuensi terjadinya rhinitis tersering
muncul pada rentang usia 21- 30 dan 41- 50 sebesar 15 %
xxx
6
17
23
15
42,5
57,5
7
10
17
17,5
25
42,5
13
27
40
32,5
67,5
100
Dari tabel 2 diketahui bahwa subjek lebih banyak terdiri dari perempuan
(67.5%), dan kejadian rhinitis pun lebih tinggi pada subjek perempuan sebanyak 17
orang (42,5).
12
10
11-20
21-30
31-40
41-50
51-60
61-70
0
1
xxxi
30
25
20
15
perempuan
laki-laki
10
5
0
perempuan
27
laki-laki
13
dengan diagnosis rhinitis memiliki risiko mengalami sinusitis 5 kali lebih besar
daripada tanpa rhinitis (OR 4.82; p= 0.055).
Tabel 3. Hasil analisis tentang korelasi antara sinusitis dan rhinitis pada
pemeriksaan sinus paranasalis
Diagnosis
Diagnosis sinusitis
rhinitis
OR
X2
p
Positif (%)
Positif
9 (39.1%)
Negatif (%)
14 (60,9%)
xxxii
4,82
Negatif
2 (11.8%)
3,67
0.055
15 (88.2%)
Sinusitif Positif
Sinusitis Negatif
100%
80%
60%
40%
20%
0%
Rhinisitis Positif
Rhinitis Negatif
Diagnosis Rhinitis
xxxiii
BAB V
PEMBAHASAN
Rhinitis adalah peradangan pada selaput lendir hidung. Rhinitis ditandai dengan
adanya hidung tersumbat, keluar lendir dari hidung, bersin, gatal hidung, lendir yang
mengalir ke tenggorokan, ataupun kombinasi dari gejala-gejala tersebut. Rhinitis itu
sendiri dapat disebabkan oleh alergi dan non- alergi. Yang paling sering terjadi adalah
rhinitis alergi, seperti yang dialami oleh Mas Pramudiyo. Sedangkan rhinitis
nonalergi dapat disebabkan oleh infeksi, hormonal, okupasional, dan lain-lain
(Novianty, 2008)
Sinusitis adalah peradangan yang terjadi pada rongga sinus. Sinusitis banyak
ditemukan pada penderita hay fever yang mana pada penderita ini terjadi pilek
menahun akibat dari alergi terhadap debu dan sari bunga. Sinusitis juga dapat
disebabkan oleh bahan bahan iritan seperti bahan kimia yang terdapat pada semprotan
hidung serta bahan bahan kimia lainnya yang masuk melalui hidung.Sinusitis juga
bisa disebabkan oleh infeksi virus atau bakteri.
Sinus atau sering pula disebut dengan sinus paranasalis adalah rongga udara
yang terdapat pada bagian padat dari tulang tenggkorak di sekitar wajah, yang
berfungsi untuk memperingan tulang tenggkorak. Rongga ini berjumlah empat
pasang kiri dan kanan. Sinus frontalis terletak di bagian dahi, sedangkan sinus
maksilaris terletak di belakang pipi. Sementara itu, sinus sphenoid dan sinus ethmoid
terletak agak lebih dalam di belakang rongga mata dan di belakang sinus maksilaris.
Dinding sinus terutama dibentuk oleh sel sel penghasil cairan mukus. Udara masuk
ke dalam sinus melalui sebuah lubang kecil yang menghubungkan antara rongga
sinus dengan rongga hidung yang disebut dengan ostia. Jika oleh karena suatu sebab
lubang ini buntu maka udara tidak akan bisa keluar masuk dan cairan mukus yang
diproduksi di dalam sinus tidak akan bisa dikeluarkan (Cock, 2008).
xxxiv
Sinusitis memang banyak berangkat dari rhinitis, hingga akhirnya lahir istilah
rhinosinusitis. Studi terkini mendefinisikan hubungan rhinitis dan sinusitis secara
lebih baik.Disimpulkan, sinusitis sering didahului oleh rhinitis dan jarang sekali yang
terjadi tanpa berbarengan dengan rhinitis.
Hal tersebut diduga terjadi karena adanya inter-relationship antara hidung dan
sinus passages. Lapisan mukosa hidung dan sinus secara simultan terlibat dalam
timbulnya gejala flu biasa. Mekanisme hubungan rhinitis dan sinusitis diperkirakan
melibatkan penyumbatan aliran sinus nasal, diikuti dengan kolonisasi bakteri, dan
infeksi yang mengarah pada sinusitis akut, berulang, atau kronik (Arnita, 2006).
Berdasarkan data- data yang diperoleh dari hasil penelitian serta perhitungan
statistik maka hasil penelitian tersebut akan dibahas sebagai berikut.
Telah dilakukan penelitian dengan subyek berjumlah empat puluh pasien
dengan kriteria inklusi pasien yang dikirim dari SMF THT dengan diagnosa
rhinosinusitis kemudian melakukan pemeriksaan sinus paranasalis di Instalasi
Radiologi RSU Dr. Moewardi Surakarta.Diagnosis sinusitis dengan cirri-ciri sebagai
berikut :
1. Hidung. Terasa ada sekret dalam hidung (Nurbaiti, 2006).
2. Nasofaring. Terasa ada sekret pasca nasal (post nasal drip). Sekret ini
memicu terjadinya batuk kronis(Nurbaiti, 2006).
3. Faring. Rasa gatal dan tidak nyaman di tenggorok(Nurbaiti, 2006).
4. Telinga.
Gangguan
pendengaran
karena
sumbatan
tuba
Eustachius(Nurbaiti, 2006).
5. Kepala. Nyeri kepala / sakit kepala yang biasanya terasa pada pagi hari
dan berkurang atau menghilang setelah siang hari. Penyebabnya belum
diketahui pasti. Mungkin karena malam hari terjadi penimbunan ingus
dalam sinus paranasal dan rongga hidung serta terjadi stasis
vena(Nurbaiti, 2006).
6. Mata.
Terjadi
infeksi
mata
nasolakrimalis(Nurbaiti, 2006).
xxxv
melalui
penjalaran
duktus
Peneliti mendapatkan sampel lima puluh dua pasien, lalu setelah disesuaikan
dengan kriteria inklusi dan eksklusi didapatkan empat puluh pasien.
Frekuensi responden terbanyak berasal dari rentang usia 21-30 tahun.
Berdasarkan distribusi jenis kelamin dapat diketahui bahwa jumlah responden lebih
banyak perempuan daripada laki-laki.
Dari Tabel 3 dapat diketahui dari empat puluh pasien, yang terdiagnosa sinusitis
positif dengan rhinitis positif sebanyak 9 orang (39,1%), sedangkan sinusitis positif
tanpa rhinitis sebanyak 2 orang (11,8%).
Dari hasil penelitian didapatkan nilai signifikansi sebesar 4.82 maka dapat
ditarik simpulan ada korelasi antara rhinitis dengan sinusitis (p= 0.055)
xxxvi
BAB VI
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian, dapat diambil kesimpulan bahwa ada
korelasi antara rhinitis dengan sinusitis.
B. Saran
1. Lebih teliti memperhatikan kriteria baik inklusi maupun eksklusi
2. Lebih teliti dalam mendiagnosa sinusitis pada pasien
3. Perlu penelitian lebih lanjut untuk memastikan korelasi antara rhinitis
dengan sinusitis dengan mengendalikan variabel perancu dan
memperbesar sampel.
xxxvii
DAFTAR PUSTAKA
Adams
Fundamentals
Otolaryngology.
S.
2008.
Seputar
kesehatan.Pontianak
http://www.pontianakpost.com/berita (16 April 2008)
post.
xxxviii
kronik.
(14
Nusjirwan, R. 1990. Sinusitis. Buku Ajar THT Edisi 3.Jakarta: Balai Penerbitan UI.
Hal 121
Schreiber C, Hutchinson S, Webster C, Ames M, Richardson M, Powers C. 2004.
Prevalence of migraine in patients with a history of self-reported or
physician-diagnosed "sinus" headache. Arch. Intern. Med. 164 (16): 1769-72.
Soedjak Sardjono, Sri Rukmini, Sri Herawati, Sri Sukesi. 2000. Teknik Pemeriksaan
Telinga, Hidung & Tenggorok. Jakarta: EGC.
Sukri, R. 2008. Sinusitis. http://id.wikipedia.org/wiki/Sinusitis. (20 Maret 2008)
Suprihati. 1996. Faktor Alergi Pada Sinusitis Kronis. Lab /UPF THT/ FK UNDIP.
RS Kariadi Semarang Dalam Kumpulan Naskah Ilmiah Konas VIII Perhati
Ujung Pandang, Juli 1996, 927 31.
Williams JW, Simel DL, Roberts L, Samsa GP. 1992. Clinical evaluation for
sinusitis. Making the diagnosis by history and physical examination. Ann.
Intern. Med. 117 (9): 705-10.
Williamson IG et al. 2007. Antibiotics and Topical Nasal Steroid for Treatment of
Acute Maxillary Sinusitis. JAMA 298: 2487-2496.
Wirawan made. 2008. Sinusitis. http://www.blogdokter.net/2008/01/30/sinusitis/. (16
April 2008).
xxxix