Pendahuluan
Penyakit Gagal ginjal kronik (GGK) adalah suatu proses patofisiologi dengan
etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif dan
pada umumnya berakhir dengan gagal ginjal. Selanjutnya gagal ginjal adalah suatu
keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang ireversibel pada
suatu saat yang memerlukan terapi pengganti ginjal yang tetap berupa dialisis atau
transplantasi ginjal1.
Uremia adalah suatu sindrom klinik dan laboratorik yang terjadi pada semua
organ, akibat penurunan fungsi ginjal pada penyakit ginjal kronik, penyajian dan
hebatnya tanda dan gejala uremia berbeda dari pasien yang satu dengan pasien yang
lain, tergantung paling tidak sebagian pada besarnya penurunan massa ginjal yang
masih berfungsi dan kecepatan hilangnya fungsi ginjal1,2
Kriteria Penyakit Ginjal Kronik antara lain1:
1. Kerusakan ginjal (renal damage) yang terjadi lebih dari 3 bulan, berupa kelainan
struktural atau fungsional, dengan atau tanpa penurunan laju filtrasi glomerulus
(LFG), dengan manifestasi :
-
kelainan patologis
terdapat tanda kelainan ginjal, termasuk kelainan dalam komposisi darah dan
urin atau kelainan dalam tes pencitraan (imaging tests)
> 90
60-89
30-59
15- 29
5 Gagal ginjal
Rejeksi kronik
Keracunan obat (siklosporin/takrolimus)
Penyakit recurrent (glomerular)
Transplant glomerulopathy
III. Epidemiologi
Di Amerika Serikat, data tahun 1995-1999 menyatakan insidens penyakit
ginjal kronik diperkirakan 100 kasus perjuta penduduk pertahun, dan angka ini
uremia yang nyata seperti anemia, peningkatan tekanan darah, gangguan metabolisme
fosfor dan kalsium, pruritus, mual, muntah dan lain sebagainya. Pasien juga mudah
terkena infeksi seperti infeksi saluran kemih, infeksi saluran napas, maupun infeksi
saluran cerna. Juga akan terjadi gangguan keseimbangan air seperti hipo atau
hipervolemia, gangguan keseimbangan elektrolit antara lain natrium dan kalium.
Pada LFG dibawah 15% akan terjadi gejala dan komplikasi yang lebih serius, dan
pasien sudah memerlukan terapi pengganti ginjal (renal replacement therapy) antara
lain dialisis atau transplantasi ginjal. Pada keadaan ini pasien dikatakan sampai pada
stadium gagal ginjal. 1
V. Pendekatan Diagnostik
Gambaran Klinis 1.4,5
Gambaran klinis pasien penyakit ginjal kronik meliputi:
a. Sesuai dengan penyakit yang mendasari seperti diabetes malitus, infeksi traktus
urinarius, batu traktus urinarius, hipertensi, hiperurikemi, Lupus Eritomatosus
Sistemik (LES),dll.
b. Sindrom uremia yang terdiri dari lemah, letargi, anoreksia, mual, muntah,
nokturia, kelebihan volume cairan (volume overload), neuropati perifer, pruritus,
uremic frost, perikarditis, kejang-kejang sampai koma.
c. Gejala komplikasinya antara lain hipertensi, anemia, osteodistrofi renal, payah
jantung, asidosis metabolik, gangguan keseimbangan elektrolit (sodium, kalium,
khlorida).
Gambaran Laboratorium1,4,5
Gambaran laboratorium penyakit ginjal kronik meliputi:
a. Sesuai dengan penyakit yang mendasarinya
b. Penurunan fungsi ginjal berupa peningkatan kadar ureum dan kreatinin serum,
dan penurunan LFG yang dihitung mempergunakan rumus Kockcroft-Gault.
Kadar kreatinin serum saja tidak bisa dipergunakan untuk memperkirakan fungsi
ginjal.
LFG(ml/mnt/1,73m)
> 90
Rencana tatalaksana
terapi penyakit dasar, kondisi komorbid,
evaluasi
fungsi
pemburukan
ginjal,
(progession)
memperkecil
resiko
kardiovaskuler
2
60-89
30-59
15-29
<15
a. Terapi konservatif
Tujuan dari terapi konservatif adalah mencegah memburuknya faal ginjal
secara progresif, meringankan keluhan-keluhan akibat akumulasi toksin
azotemia, memperbaiki metabolisme secara optimal dan memelihara
keseimbangan cairan dan elektrolit.2 Faktor utama penyebab perburukan
fungsi ginjal adalah terjadinya hiperfiltrasi glomerulus.
1) Peranan diet
Terapi diet rendah protein (DRP) menguntungkan untuk mencegah atau
mengurangi toksin azotemia, tetapi untuk jangka lama dapat merugikan
terutama gangguan keseimbangan negatif nitrogen. Pembatasan protein
mulai dilakukan pada GFR 60ml/mnt, sedangkan diatas nilai tersebut
pembatasan protein tidak dianjurkan. Protein diberikan 0,6-0,8/kgbb/hari,
yang 0,35-0,5 gr diantaranya merupakan protein nilai biologi tinggi.
Pembatasan asupan protein akan mengakibatkan berkurangnya sindrom
uremik. Asupan protein yang berlebih akan mnegakibatkan perubahan
hemodinamik ginjal berupa peningkatan aliran darah dan tekanan
glomerulus yang akan meningkatkan progresifitas perburukan fungsi
ginjal. Pembatasan protein juga berkaiatan dengan pembatasan fosfat
karena protein dan fosfat selalu berasal dari sumber yang sama
2) Kebutuhan jumlah kalori
Kebutuhan jumlah kalori (sumber energi) untuk GGK harus adekuat
sebesar
30-35
kkal/kgBB/hari
dengan
tujuan
utama,
yaitu
"lingkungan
5) Kelainan neuromuskular
Osteodistrofi renal merupakan komplikasi CKD yang sering terjadi.
Penatalaksanaannya
dengan
cara
mengatasi
hiperfosfatemia
dan
obat-obatan
antihipertensi
yang
bermanfaat
untuk
Terapi pengganti ginjal dilakukan pada penyakit ginjal kronik stadium 5, yaitu
pada LFG kurang dari 15 ml/menit. Terapi tersebut dapat berupa hemodialisis,
dialisis peritoneal, dan transplantasi ginjal.7
1) Hemodialisis
Tindakan terapi dialisis tidak boleh terlambat untuk mencegah gejala
toksik azotemia, dan malnutrisi. Tetapi terapi dialisis tidak boleh terlalu
cepat pada pasien GGK yang belum tahap akhir akan memperburuk faal
ginjal (LFG). Indikasi tindakan terapi dialisis, yaitu indikasi absolut dan
indikasi elektif. Beberapa yang termasuk dalam indikasi absolut, yaitu
perikarditis, ensefalopati/neuropati azotemik, bendungan paru dan
kelebihan cairan yang tidak responsif dengan diuretik, hipertensi refrakter,
muntah persisten, dan Blood Uremic Nitrogen (BUN) > 120 mg% dan
kreatinin > 10 mg%. Indikasi elektif, yaitu LFG antara 5 dan 8
mL/menit/1,73m, mual, anoreksia, muntah, dan astenia berat.2-4
Gambar 1 Hemodialisis
Hemodialisis di Indonesia dimulai pada tahun 1970 dan sampai sekarang
telah
dilaksanakan
di
banyak
rumah
sakit
rujukan.
Umumnya
dipergunakan ginjal buatan yang kompartemen darahnya adalah kapilerkapiler selaput semipermiabel (hollow fibre kidney). Kualitas hidup yang
diperoleh cukup baik dan panjang umur yang tertinggi sampai sekarang 14
tahun. Kendala yang ada adalah biaya yang mahal.3
2) Dialisis peritoneal (DP)
Akhir-akhir ini sudah populer Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis
(CAPD) di pusat ginjal di luar negeri dan di Indonesia. Indikasi medik
CAPD, yaitu pasien anak-anak dan orang tua (umur lebih dari 65 tahun),
pasien-pasien yang telah menderita penyakit sistem kardiovaskular,
pasien-pasien yang cenderung akan mengalami perdarahan bila dilakukan
hemodialisis, kesulitan pembuatan AV shunting, pasien dengan stroke,
pasien GGT (gagal ginjal terminal) dengan residual urin masih cukup, dan
pasien nefropati diabetik disertai co-morbidity dan co-mortality. Indikasi
non-medik, yaitu keinginan pasien sendiri, tingkat intelektual tinggi untuk
melakukan sendiri (mandiri), dan di daerah yang jauh dari pusat ginjal.2
3) Transplantasi ginjal
Transplantasi ginjal merupakan terapi pengganti ginjal (anatomi dan faal).
Pertimbangan program transplantasi ginjal, yaitu:
a) Cangkok ginjal (kidney transplant) dapat mengambil alih seluruh
(100%) faal ginjal, sedangkan hemodialisis hanya mengambil alih 7080% faal ginjal alamiah
b) Kualitas hidup normal kembali
c) Masa hidup (survival rate) lebih lama
d) Komplikasi (biasanya dapat diantisipasi) terutama berhubungan
dengan obat imunosupresif untuk mencegah reaksi penolakan
e) Biaya lebih murah dan dapat dibatasi
ILUSTRASI KASUS
Identitas Pasien
Nama
: Tn.S
Umur
: 42 tahun
: Wiraswasta
Status
: Menikah
Alamat
Masuk RS
: 18 Juli 2013
Rekam Medis : 81 79 58
Anamnesis
: Auto-anamnesis
Keluhan Utama
Sesak nafas sejak 1 hari SMRS.
Riwayat Penyakit Sekarang
Sejak enam bulan SMRS pasien mengeluhkan demam yang naik turun,
disertai nyeri kepala, badan terasa lemah, pusing, mual (+), muntah tidak
ada, nafsu makan menurun.
Riwayat hipertensi (+), maag (+), efusi pleura dextra (+), DM, riwayat
penyakit jantung tidak ada.
Pemeriksaan Umum
- Kesadaran
: Komposmentis
- Keadaan umum
- BB
: 50kg
- TB
: 170cm
- Tekanan Darah
: 140/90 mmHg
- Nadi
: 72x/menit
- Napas
: 36x/menit
- Suhu
: 37,4 oC
Pemeriksaan Fisik
Kepala
Mata :
Leher :
Toraks
- Paru :
- Jantung :
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
: sonor
Auskultasi
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Abdomen
Inspeksi
Palpasi
: perut supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba
Perkusi
: timpani
Auskultasi
Ekstremitas
Akral hangat, udem (-)
Pemeriksaan Penunjang
Darah Rutin (11 maret 2011)
Hb
10,7 gr%
Leukosit
4900/mm3
Trombosit
107.000/mm3
Ht
30,6 vol%
Glukosa
86 mg/dL
Creatinin
19,62 mg/dL
Uric
9,1 mg/dL
Ureum
132 mg/dL
AST
56 IU
ALT
47 IU
ALB
2,2 g/dL
TP
7,1 g/dL
Kimia Darah
Resume
Tn M, laki-laki, 32 tahun, datang dengan keluhan sesak nafas sejak 1 hari
SMRS. Sesak dirasakan menenatap, cenderung bertambah jika beraktivitas, terkadang
sesak dirasakan disertai dengan nyeri pada seluruh dada seperti di tusuk-tusuk. Sejak
enam bulan SMRS pasien mengeluhkan demam yang naik turun, disertai nyeri
kepala, badan terasa lemah, pusing, mual (+), muntah tidak ada, nafsu makan
menurun. Menjalani hemodialisa sejak 2 tahun yang lalu. Dari pemeriksaan fisik
didapat tekanan darah 140/90 mmHg, frekuensi nafas 36x/menit, konjungtiva anemis,
batas jantung kiri melebar. Anemia, peningkatan kreatinin dan ureum.
Daftar Masalah
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Sesak nafas
Mual
Sakit kepala
Hipertensi
Anemia
Leukositosis
Diagnosis kerja
Gagal ginjal kronik dengan hemodialisa + Hipertensi + Anemia
Rencana Penatalaksanaan
Non Farmaka
Tirah baring
Diet redah protein
Farmaka
O2 3L/menit
Ciprofloxacin 500 mg 2x1
Panadol 500 mg 3x1
Sohobion 3x1
Lansoprazol 30mg 1x1
Vometa 3x1
Codein 3x1
Follow Up
Tanggal 16/3/2011
S : Pasien masih mengeluhkan sesak nafas, mual dan lemas
O : Kesadaran : Komposmentis
Vital sign : TD 140/100 mmHg
HR 104x/i
RR 36x/i
T 36,9 C
Konjungtiva anemis
A : Gagal ginjal kronik dengan hemodialisa + Hipertensi + Anemia
P : O2 3L/menit, Ciprofloxacin 500 mg 2x1, Panadol 500 mg 3x, Sohobion 3x1,
Lansoprazol 30mg 1x1, Vometa 3x1, Codein tab 3x1
Tanggal 17/3/2011
S : Pasien masih mengeluhkan sesak nafas, mual berkurang namun masih lemas
O : Kesadaran : Komposmentis
Vital sign : TD 140/90 mmhg
HR 96x/i
RR 32x/i
T 36,9 C
Konjungtiva anemis
Hb
: 7 gr/dL
BUN : 50 mg/dL
CR-S : 11,47
Ureum : 107 mg/dL
Na+
: 134 mmol/L
K+
: 5,2 mmol/L
RR 32x/i
T 37,3 C
Konjungtiva anemis
A : Gagal ginjal kronik dengan hemodialisa + Hipertensi + Anemia
P : Terapi dilanjutkan
Tanggal 19/3/2011
S : Pasien masih mengeluhkan sesak nafas,
O : Kesadaran : Komposmentis
Vital sign : TD 150/90 mmhg
HR 112x/i
RR 40x/i
T 36,6 C
Konjungtiva anemis
Hb
: 8,6 gr/dL
BUN : 47 mg/dL
CR-S : 10,5 mg/dL
Ureum : 100,6 mg/dL
Na+
: 135 mmol/L
K+
: 4,9 mmol/L
PEMBAHASAN
Pasien laki-laki berumur 32 tahun datang dengan keluhan sesak nafas sejak 1
hari sebelum masuk rumah sakit (SMRS). Sesak dirasakan menenatap, cenderung
bertambah jika beraktivitas, terkadang sesak dirasakan disertai dengan nyeri pada
seluruh dada seperti di tusuk-tusuk. Sejak enam bulan SMRS pasien mengeluhkan
demam yang naik turun, disertai nyeri kepala, badan terasa lemah, pusing, mual (+),
muntah tidak ada, nafsu makan menurun. Menjalani hemodialisa sejak 2 tahun yang
lalu. Dari pemeriksaan fisik didapat tekanan darah 140/90 mmHg, frekuensi nafas
36x/menit, konjungtiva anemis, batas jantung kiri melebar. Anemia, peningkatan
kreatinin dan ureum.
Pada gagal ginjal kronik fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme
protein yang normalnya diekskresikan ke dalam urin tertimbun dalam darah. Terjadi
uremia dan mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk
sampah, maka gejala akan semakin berat. Penurunan jumlah glomeruli yang normal
menyebabkan penurunan klirens substansi darah yang seharusnya dibersihkan oleh
ginjal. Dengan menurunnya glomerulo filtrat rate (GFR) mengakibatkan penurunan
klirens kreatinin dan peningkatan kadar kreatinin serum. Hal ini menimbulkan
gangguan metabolisme protein dalam usus yang menyebabkan anoreksia, nausea
maupan vomitus yang menimbulkan perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh.
Terjadi penurunan produksi eritropoetin yang mengakibatkan terjadinya
anemia. Sehingga pada penderita dapat timbul keluhan adanya kelemahan
menyebabkan tubuh tidak toleran terhadap aktifitas. Dengan menurunnya filtrasi
melalui glomerulus ginjal terjadi peningkatan kadar fosfat serum dan penurunan
kadar serum kalsium. Penurunan kadar kalsium serum menyebabkan sekresi
parathormon dari kelenjar paratiroid. Laju penurunan fungsi ginjal dan perkembangan
gagal ginjal kronis berkaitan dengan gangguan yang mendasari, ekskresi protein
dalam urin, dan adanya hipertensi.
Pada pasien ini dianjurkan untuk istirahat, diet rendah protein dan hemodialisa
tetap dilanjutkan. Pembatasan asupan protein dilakukan karena, kelebihan protein
tidak disimpan dalam tubuh, tapi dipecah menjadi urea dann substansi nitrogen lain
yang terutama diekskresikan melalui ginjal.
SIMPULAN
Diagnosis pada pasien ini adalah Gagal ginjal kronik dengan hemodialisa + hipertensi
+ anemia
DAFTAR PUSTAKA
1. Suwitra K. Penyakit Ginjal Kronik. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I
Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI,
2006.
2. Price SA, Lorraine MW. Patofisiologi konsep klinis prose-proses penyakit
jilid II ed 6. Jakarta: EGC. 2005.
3. Adamson JW (ed). Harrisons Principles of Internal Medicine 16 th edition
vol 1. McGraw-Hill Companies : 2005
4. Suhardjono, Lydia A, Kapojos EJ, Sidabutar RP. Gagal Ginjal Kronik. Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi 3. Jakarta: FKUI, 2001..
5. Mansjoer A, et al.Gagal ginjal Kronik. Kapita Selekta Kedokteran Jilid II
Edisi 3. Jakarta: Media Aesculapius FKUI, 2002.
6. Tierney LM, et al. Gagal Ginjal Kronik. Diagnosis dan Terapi Kedokteran
Penyakit Dalam Buku 1. Jakarta: Salemba Medika.2003.