Anda di halaman 1dari 37

STATUS PASIEN BEDAH

No. CM: 90-56-50


I. IDENTIFIKASI PASIEN
Nama

: Tn. Imam Mansur

Usia

: 26 tahun

Jenis Kelamin

: Laki - laki

Alamat

: Batu Ampat, Kramat Jati

Pekerjaan

: Karyawan Swasta

Status Pernikahan

: Belum Menikah

Agama

: Islam

Suku/Bangsa

: Indonesia

Tanggal Masuk RS

: Senin, 25 November 2013

II. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 27 November 2013
pukul 07.00 WIB.
A. Keluhan Utama

: luka bakar pada punggung sejak 1 hari sebelum masuk

rumah sakit.
Keluhan Tambahan : badan terasa meriang.
B. Riwayat Penyakit Sekarang
Seorang laki laki datang ke IGD RSUD Budhi Asih Jakarta dengan
keluhan luka bakar pada punggung sejak 1 hari yang lalu. Luka bakar tersebut
diakibatkan karena tersengat listrik saat membenarkan atap rumah. Kemudian
pasien terjatuh dari atap. Pasien mengaku kepalanya terbentur dan terdapat luka
pada kepalanya, tetapi tidak pusing, tidak mual dan muntah.
Setelah kejadian itu, kemudian pasien dibawa ke poliklinik dekat tempat
tinggal pasien, disana luka di kepala pasien di jahit.
Pasien dirawat di bangsal RSUD Budhi Asih Jakarta pada tanggal 26
November 2013.
C. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien tidak memiliki riwayat tekanan darah tinggi dan kencing manis.
Gangguan ginjal disangkal, gangguan jantung disangkal. Kelemahan maupun
1

kelumpuhan kaki dan tangan disangkal. Dulu pernah luka juga di kaki sebelah
kanan namun sekarang sudah sembuh. Riwayat alergi obat dan makanan
disangkal.
D. Riwayat Penyakit Keluarga
Ayah dan Ibu pasien tidak ada riwayat kencing manis maupun penyakit
jantung. Tidak ada riwayat tekanan darah tinggi pada keluarga.
E. Riwayat Kebiasaan
Merokok dan minum minuman beralkohol disangkal.
III.PEMERIKSAAN FISIK
Dilakukan pada tanggal 27 November 2013 pukul 07.30 WIB.
A. Keadaan Umum
Keadaan umum

: tampak sakit sedang, pasien tampak lemas

Kesadaran

: compos mentis

Tanda vital

: Nadi: 84x / menit, reguler, isi cukup, ekwalitas

simetris
Suhu: 36.5oC
Pernapasan: 22x / menit, tipe abdominotorakal
Tekanan darah: 120/80 mmHg
Gizi

: kesan cukup

Kulit

: sawo matang

Sianosis

: (-)

Oedem umum

: (-)

Sesak napas

: (-)

Habitus

: tidak dinilai

Cara berjalan

: Tidak ada kelainan cara berjalan

Mobilitas

: aktif

Umur menurut taksiran : sesuai


B. Status Generalis
Kepala

: normocephali

Rambut

: hitam, tersebar merata, tidak mudah dicabut


2

Wajah

: simetris, pucat (+), sianosis (-)

Mata

: konjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-)


: refleks pupil (+/+), refleks cahaya tidak langsung (+/+),
isokor, bentuk pupil bulat, ukuran pupil 4 mm

Mulut

: mukosa mulut baik, mukosa pipi tenang, palatum baik, tidak


ada kelainan pada gigi geligi

Hidung

: deviasi septum (-), epistaksis (-/-), sekret (-/-), pernapasan


cuping hidung (-)

Telinga

: normotia (+/+), nyeri tekan tragus (-/-), nyeri tekan mastoid


(-/-), sekret (-/-)

Tenggorokan

: dinding faring hiperemis (-/-), post nasal drip (-/-), tonsil


T1/T1 tenang

Leher
Inspeksi

: ukuran dan bentuk proporsional, terlihat massa (-)

Palpasi

: trachea di tengah, tidak teraba pembesaran kelenjar getah


bening, kelenjar tiroid tidak ada pembesaran

Perkusi

:-

Auskultasi

: bruit (-), thrill (-)

Thorax
Paru-paru
Inspeksi

: bentuk dada barrel chest (-), bentuk tulang dada datar, sela iga
normal, retraksi sela iga (-/-), gerakan dinding dada saat statis
dan dinamis simetris

Palpasi

: vocal fremitus simetris, pergerakan dinding dada saat


bernapas simetris

Perkusi

: sonor di kedua lapang paru

Auskultasi

: suara napas vesikuler, wheezing (-/-), ronchi (-/-)

Jantung
Inspeksi

: ictus cordis tidak terlihat

Palpasi

: ictus cordis teraba di ICS VI 1 cm lateral linea


midclavicularis sinistra
3

Perkusi

: tidak dilakukan pemeriksaan

Auskultasi

: suara jantung I dan II, reguler, murmur (-), gallop (-)

Abdomen
Inspeksi

: perut tampak datar, tidak tampak pergerakan usus, gerakan


abdomen saat pernapasan (+), simetris

Auskultasi

: bising usus (+) normal 3 kali/menit

Palpasi

: supel, nyeri tekan (-) seluruh kuadran, defans muscular (-),


massa (-), hepar tidak teraba, lien tidak teraba, nyeri tekan
Murphy sign (-), tidak teraba massa pemeriksaan Ballotement
(-/-)

Perkusi

: timpani pada seluruh kuadran

Ekstremitas
Lengan

dan Tangan

Kanan

Kiri

Otot
Tonus

Normotoni

Normotoni

Massa

Tidak ada

Tidak ada

Sendi

Bebas

Bebas

Gerakan

Aktif

Aktif

Kekuatan

+5

+5

Oedem

Tidak ada

Tidak ada

Kanan

Kiri

Varises

Tidak ada

Tidak ada

Otot

Normal

Normal

Tonus

Normotoni

Normotoni

Massa

Tidak ada

Tidak ada

Sendi

Bebas

Bebas

Gerakan

Aktif

Aktif

Kekuatan

+5

+5

Oedem

Tidak ada

Tidak ada

Tungkai dan Kaki

C. Status Lokalis
Tampak luka bakar api pada :
Punggung : 13%
Tangan

: 1%

Kaki

: 3%

Total luas luka bakar adalah 17%

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada pasien ini antara lain:
1. Pemeriksaan Laboratorium darah
Pemeriksaan dilakukan ketika pasien datang ke IGD tanggal 25 November
2013. Hasil yang didapatkan pada pemeriksaan sebagai berikut.
Pemeriksaan
Leukosit
Hemoglobin
Hematrokit
Trombosit
GDS
Natrium (Na)
Kalium (K)
Klorida (Cl)

Hasil
18,3
15,1
45
261
85
142
4,3
101

Satuan
ribu/uL
g/Dl
%
ribu/Ul
Mg/dl
Mmol/L
Mmol/L
Mmol/L

Normal
3.8-10.6
13.2-17.3
40-52
150-440
< 110
135-155
3,6-5,5
98-109

Interpretasi
Meningkat
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal

2. Elektrokardiogram Normal
V. RESUME
Seorang Laki laki Tn. Imam Mansur usia 26 tahun datang ke IGD RSUD Budhi
Asih Jakarta pada tanggal 25 November 2013 dengan keluhan luka bakar pada
punggung sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit. Luka bakar tersebut
diakibatkan karena tersengat listrik saat membenarkan atap rumah. Kemudian
pasien terjatuh dari atap dan mengaku kepalanya terbentur dan terdapat luka pada
kepalanya.Pada pemeriksaan fisik didapatkan suhu 36.5oC, nadi 84x/menit,
tekanan darah 120/80 mmHg dan pernapasan 20x/menit. Didapatkan luka bakar
pada punggung, kaki dan tangan dengan luas 17%.(). Hasil
Laboratorium ditemukan Leukosit meningkat, dan hasil EKG ditemukan normal.
Kemudian tanggal 26 November pasien dirawat di bangsal.
VI. DIAGNOSIS KERJA
Luka bakar grade II dengan luas 17% et causa listrik
VII.

PENATALAKSANAAN
Pada pasien ini diberikan pengobatan sebagai berikut.

1. Konservatif
Medikamentosa:
a. IVFD Asering / 8 jam
b. Ceftriaxon 2 x 1 g vial IV
c. Nutriflam 3 x 1 tab
d. Ranitidin 2 x 1 amp IV
e. Tradosic 3 x 1 amp IV
f. Kaltrofen 2 x 1 supp
g. Injeksi ATS dan TT
Non-medikamentosa:
1. Mandi dengan air dettol
2. Luka diolesi dengan salep Mebo

3. Mengkonsumsi makanan tinggi kalori tinggi protein secara teratur dan


minum cukup cairan setiap hari.
4. Cukup Istirahat setiap hari
5. Mobilisasi
VIII. FOLLOW UP
Tanggal : 26 November 2013
S.

Badan terasa lemas, semalam demam, mual (-), muntah (-)

O.

KU

: tampak sakit sedang

Kesadaran

: compos mentis

TD

: 120/80 mmHg

: 80 x/menit

RR

: 18 x/menit

: 36,7 oC

A.

Luka bakar grade II dengan luas 17% et causa listrik

P.

Infus Asering / 8 jam


Ceftriaxon 2 x 1 g vial IV
Nutriflam 3 x 1 tab
Ranitidin 2 x 1 amp IV
Tradosic 3 x 1 amp IV
Kaltrofen 2 x 1 supp
Injeksi ATS dan TT
Mandi air Dettol
Salep Mebo
Diet TKTP ekstra putel
Mobilisasi
ATS, TT

Tanggal : 27 November 2013


S.

Badan kaku, mual (-), muntah (-)

O.

KU

: tampak sakit sedang

Kesadaran

: compos mentis

TD

: 120/80 mmHg

: 68 x/menit

RR

: 18 x/menit

: 36,7 oC

B.

Combustio et causa electricity grade II dengan luas 17%

P.

Infus Asering / 8 jam


Ceftriaxon 2 x 1 g vial IV
Nutriflam 3 x 1 tab
Ranitidin 2 x 1 amp IV
Kaltrofen 2 x 1 supp

Tanggal : 27 November 2013


S.

Badan kaku, mual (-), muntah (-)

O.

KU

: tampak sakit sedang

Kesadaran

: compos mentis

TD

: 120/80 mmHg

: 88 x/menit

RR

: 18 x/menit

: 36,5 oC

C.

Luka bakar grade II dengan luas 17% et causa listrik

P.

Infus Asering / 8 jam


Ceftriaxon 2 x 1 g vial IV
Nutriflam 3 x 1 tab
Ranitidin 2 x 1 amp IV
Kaltrofen 2 x 1 supp

Tanggal : 27 November 2013 pasien pulang paksa


IX. PROGNOSIS
Ad vitam

: bonam
8

Ad fungsionam : dubia ad bonam


Ad sanationam : bonam

TINJAUAN PUSTAKA

Luka bakar merupakan suatu jenis trauma dengan morbiditas dan


mortalitas yang tinggi yang memerlukan penatalaksanaan yang khusus sejak awal
(fase syok) sampai fase lanjut. Luka bakar pada dasarnya merupakan fenomena
pemindahan panas, meskipun sumber panasnya dapat bervariasi, akibat akhir yang
timbul selalu berupa kerusakan jaringan, paling nyata pada kulit, tetapi pada
cedera multisistemik yang nyata dapat menyebabkan gangguan yang serius pada
paru-paru, ginjal dan hati. Efek-efek sistemik dan mortalitas akibat cedera luka
bakar berhubungan langsung dengan luas dan dalamnya kulit yang terkena.1
DEFINISI LUKA BAKAR
Luka bakar adalah jenis luka, kehilangan atau kerusakan pada jaringan
tubuh yang disebabkan oleh sumber panas (thermal), sumber listrik, bahan kimia
dan radiasi. Sumber panas bisa berasal dari api, sengatan matahari dan benda
panas, baik itu benda padat, cair, maupun uap panas. Bahan kimia berasal dari
asam kuat dan basa kuat. Selain dari suhu yang panas, luka bakar juga bisa
diakibatkan suhu rendah (frost bite). Jenis luka dapat beraneka ragam dan
memiliki penanganan yang berbeda tergantung jenis jaringan yang terkena luka
bakar, tingkat keparahan, dan komplikasi yang terjadi akibat luka tersebut. Luka
bakar dapat merusak jaringan otot, tulang, pembuluh darah dan jaringan epidermal
yang mengakibatkan kerusakan yang berada di tempat yang lebih dalam dari akhir
sistem persarafan.2
EPIDEMIOLOGI
Luka bakar menjadi masalah oleh karena angka morbiditas dan mortalitas
yang tinggi. Di Amerika dilaporkan sekitar 2 3 juta penderita setiap tahunnya
dengan jumlah kematian sekitar 5 6 ribu kematian per tahun. Di Indonesia
sampai saat ini belum ada laporan tertulis mengenai jumlah penderita luka bakar
dan jumlah angka kematian yang diakibatkannya. Di unit luka bakar RSCM
Jakarta, pada tahun 1998 dilaporkan sebanyak 107 kasus luka bakar yang dirawat,
62 % dari jumlah tersebut merupakan luka bakar derajat II III ( >40 %) dengan
angka kematian 37,38%. Angka ini lebih kurang sama dengan tahun berikutnnya,
di tahun 1999 jumlah kasus yang dirawat adalah 88 kasus, 75 % dari jumlah

10

tersebut merupakan luka bakar derajat II III dan dengan angka kematian >40 %
dengan masa rawat terpanjang antara 32 38 hari.1
Insiden puncak luka bakar pada orang dewasa muda terdapat pada umur
20-29 tahun, diikuti oleh anak umur 9 atau lebih muda. Luka bakar jarang terjadi
pada umur 80 tahun ke atas. Sekitar 80% luka bakar terjadi di rumah. Pada anak
di bawah umur 3 tahun, penyebab luka bakar paling umum adalah kecelakaan
jatuh pada kepala. Pada umur 3-14 tahun, penyebab paling tersering adalah nyala
api yang membakar baju.2
ETIOLOGI
Luka bakar disebabkan oleh pengalihan energi dari suatu sumber panas
kepada tubuh melalui hantaran atau radiasi elektromagnetik. Berikut ini adalah
beberapa penyebab luka bakar, antara lain :3
1. Suhu : - panas (api, uap panas, air panas)
- dingin (frost bite)
2. Arus listrik
3. Petir, ledakan
4. Sinar matahari
5. Kimia
Bahan kimia yang dapat menyebabkan luka bakar adalah asam kuat atau basa
kuat. Luka bakar akibat bahan kimia umumnya disebabkan karena sifat
kimiawi bahan tersebut yang tajam dan dapat membakar kulit, seperti sodium
hidroksida, asam sulfur ataupun asam nitrat. Asam hidroflorik dapat
menyebabkan kerusakan tulang, namun jenis kerusakan yang terjadi sulit
dibuktikan.3
6. Radiasi
7. Laser

PEMBAGIAN ZONA KERUSAKAN JARINGAN


11

Kulit merupakan barrier yang kuat untuk transfer energi ke lapisan di


bawahnya. Area luka di bagian kulit terbagi menjadi 3 zona, yaitu zona koagulasi,
zona stasis dan zona hiperemia.3,4
1. Zona koagulasi, zona nekrosis
Merupakan daerah yang langsung mengalami kerusakan (koagulasi protein)
akibat pengaruh cedera termis, hampir dapat dipastikan jaringan ini
mengalami nekrosis beberapa saat setelah kontak. Oleh karena itulah disebut
juga sebagai zona nekrosis.
2. Zona statis
Merupakan daerah yang langsung berada di luar atau di sekitar zona
koagulasi. Di daerah ini terjadi kerusakan endotel pembuluh darah disertai
kerusakan trombosit dan leukosit, sehingga terjadi gangguan perfusi (no flow
phenomena), diikuti perubahan permeabilitas kapiler dan respon inflamasi
lokal. Proses ini berlangsung selama 12-24 jam pasca cedera dan mungkin
berakhir dengan nekrosis jaringan.
3. Zona hiperemia
Merupakan daerah di luar zona statis, ikut mengalami reaksi berupa
vasodilatasi akibat inflamasi tanpa banyak melibatkan reaksi seluler.
Tergantung keadaan umum dan terapi yang diberikan, zona ketiga dapat
mengalami penyembuhan spontan, atau berubah menjadi zona kedua bahkan
zona pertama.3,4
PATOFISIOLOGI
1. Akibat pertama luka bakar adalah syok karena kaget dan kesakitan.
Pembuluh kapiler yang terkena suhu tinggi rusak, sel darah yang di dalamnya
ikut rusak sehingga dapat terjadi anemia. Meningkatnya permeabilitas
menyebabkan edema dan menimbulkan bula dengan membawa serta elektrolit.
Hal ini menyebabkan berkurangnya volume cairan intravaskuler. Tubuh
kehilangan cairan antara % - 1 %, Blood Volume setiap 1 % luka bakar.
Kerusakan kulit akibat luka bakar menyebabkan kehilangan cairan tambahan
karena penguapan yang berlebih (insensible water loss meningkat). Bila luka
12

bakar lebih dari 20 % akan terjadi syok hipovolemik dengan gejala yang khas
yaitu : gelisah, pucat dingin berkeringat, nadi kecil, dan cepat, tekanan darah
menurun dan produksi urine menurun (kegagalan fungsi ginjal).4
2. Respon kardiovaskuiler
Curah jantung akan menurun sebelum perubahan yang signifikan pada volume
darah terlihat dengan jelas. Karena berlanjutnya kehilangan cairan dan
berkurangnya volume vaskuler, maka curah jantung akan terus turun dan
terjadi penurunan tekanan darah. Keadaan ini merupakan awitan syok luka
bakar. Sebagai respon, sistem saraf simpatik akan melepaskan katekolamin
yang meningkatkan resistensi perifer (vasokontriksi) dan frekuensi denyut
nadi. Selanjutnya vasokontriksi pembuluh darah perifer menurunkan curah
jantung.
3. Respon Pulmoner
Pada luka bakar yang berat, konsumsi oksigen oleh jaringan akan meningkat
dua kali lipat sebagai akibat dari keadaan hipermetabolisme dan respon lokal.
Cedera pulmoner dapat diklasifikasikan menjadi beberapa kategori yaitu
cedera saluran napas atas terjadi akibat panas langsung, cedera inhalasi di
bawah glotis terjadi akibat menghirup produk pembakaran yang tidak
sempurna atau gas berbahaya seperti karbon monoksida, sulfur oksida,
nitrogen oksida, senyawa aldehid, sianida, amonia, klorin, fosgen, benzena,
dan halogen. Gejala yang timbul adalah sesak nafas, takipneu, stridor, suara
serak, sedangkan CO akan mengikat hemoglobin dengan kuat sehingga tak
mampu mengikat oksigen lagi.
4. Respon Renalis
Ginjal berfungsi untuk menyaring darah, jadi dengan menurunnya volume
intravaskuler maka aliran ke ginjal dan GFR menurun mengakibatkan
keluaran urin menurun dan bisa berakibat gagal ginjal.
5. Respon Gastro Intestinal
Respon umum pada luka bakar > 20 % adalah penurunan aktivitas
gastrointestinal. Hal ini disebabkan oleh kombinasi efek respon hipovolemik
dan neurologik serta respon endokrin terhadap adanya perlukan luas.
13

Pemasangan NGT mencegah terjadinya distensi abdomen, muntah dan


aspirasi.
6. Gangguan Imunologi
Netrofil-netrofil

yang

seharusnya

memfagositosis

kuman-kuman,

terperangkap dalam kapiler di zona stasis. Secara bertahap penurunan daya


tahan ini berkurang. Bila tubuh adekuat akan terjadi granulasi di zona stasis
dan dapat menahan pertumbuhan bakteri, tetapi bila tidak, pada saat
penurunan kemampuan neutrofil dapat timbul sepsis.4,5

14

Gambar 1. Patofisiologi luka bakar (dikutip dari daftar pustaka no 5)

15

KEDALAMAN LUKA BAKAR


Kedalaman kerusakan jaringan akibat luka bakar tergantung pada derajat
panas sumber, penyebab, dan lamanya kontak dengan tubuh penderita. Klasifikasi
dari derajat luka bakar yang banyak digunakan di dunia medis adalah jenis
"Superficial Thickness", "Partial Thickness" dan "Full Thickness" dimana
pembagian tersebut didasarkan pada sejauh mana luka bakar menyebabkan
perlukaan apakah pada epidermis, dermis ataukah lapisan subcutaneous dari kulit.
Pengklasifikasian luka tersebut digunakan untuk panduan pengobatan dan
memprediksi prognosis. Pembagiannya terdiri atas 3 derajat, yaitu :4,5
1. Luka bakar derajat I (superficial dermal burn)

Gambar 2. Luka bakar derajat I (dikutip dari daftar pustaka no 5)


Kerusakan terbatas pada lapisan epidermis (superfisial), kulit kering,
hiperemik, berupa eritem, tidak dijumpai bula, dan terasa nyeri karena ujungujung saraf sensorik teriritasi. Penyembuhan terjadi secara spontan dalam
waktu 5-10 hari tanpa pengobatan khusus.
2. Luka bakar derajat II (partial thicknessburn)
Kerusakan meliputi epidermis dan sebagian dermis, berupa reaksi inflamasi
disertai proses eksudasi, terdapat bula, nyeri karena terangsangnya nosiseptor
dan tereksposnya ujung saraf bebas akibat kerusakan jaringan dermis yang

16

berguna sebagai pelindung, dasar luka berwarna merah pucat, sering terletak
lebih tinggi di atas kulit normal. Luka ini dibedakan atas dua bagian, yaitu :
a. Derajat II dangkal atau Partial thickness superficial (IIA) : Kerusakan
mengenai bagian epidermis dan lapisan atas dari dermis. Organ-organ kulit
seperti folikel rambut, kelenjar keringat, dan kelenjar sebasea masih utuh.
Penyembuhan terjadi secara spontan dalam waktu 10-14 hari.
b. Derajat II dalam atau Partial thickness deep (IIB) : Kerusakan mengenai
hampir seluruh bagian dermis dan sisa-sisa jaringan epitel tinggal sedikit.
Organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, dan kelenjar
sebasea tinggal sedikit. Penyembuhan terjadi lebih lama tergantung epitel
yang tersisa, biasanya penyembuhan terjadi dalam waktu lebih dari satu
bulan, dan disertai parut hipertrofi.

Gambar 3. Luka bakar derajat II (dikutip dari daftar pustaka no 5)

17

3.

Luka bakar derajat III (full thickness burn)


Kerusakan meliputi seluruh tebal dermis dan lapisan yang lebih dalam sampai
mencapai jaringan subkutan, otot, dan tulang. Organ kulit mengalami
kerusakan dan tidak ada lagi sisa elemen epitel, tidak dijumpai bula. Kulit
yang terbakar berwarna abu-abu sampai berwarna hitam kering. Terjadi
koagulasi protein pada epidermis dan dermis yang dikenal sebagai eskar.
Sensasi hilang dan tidak dijumpai rasa nyeri karena ujung-ujung saraf
sensorik rusak. Penyembuhan terjadi lama karena tidak terjadi epitelisasi
spontan dari dasar luka.4,5

Gambar 4. Luka bakar derajat III (dikutip dari daftar pustaka no 5)


Luka bakar juga harus diklasifikasikan sesuai dengan TBSA ( total body
surface area ), dengan mempertimbangkan daerah dengan luka bakar jenis partial
thickness atau full thickness (luka bakar jenis superficial thickness tidak banyak
digunakan).5

18

Gambar 5. Derajat kedalaman luka bakar (dikutip dari daftar pustaka no 5)


LUAS LUKA BAKAR
Ada 3 metode yang umum digunakan dari perkiraan luas daerah luka
bakar, dan masing-masing metode memiliki peran dalam keadaan yang berbeda.
Eritema tidak boleh disertakan ketika menghitung luas daerah yang terbakar.
Adapun metode tersebut yaitu :6
1. Luas permukaan palmar (Palmar surface)
Permukaan tangan pasien (termasuk jari) kira-kira 0,8% dari total luas
permukaan tubuh. Permukaan palmar dapat digunakan untuk memperkirakan
luka bakar yang relatif kecil (<15% dari total luas permukaan) atau luka bakar
yang sangat luas (>85%). Untuk luka bakar berukuran sedang, metode ini
tidak akurat.
2. Rumus 9 (Wallace rule of nine) untuk orang dewasa
Metode ini sangat baik, dan umumnnya dipakai dalam memperkirakan
persentase luas permukaan luka bakar (total body surface area - TBSA). Cara
perkiraan sangat cepat untuk perkiraan luka bakar sedang sampai berat pada
orang dewasa. Wallace membagi tubuh atas bagian-bagian 9% atau kelipatan
dari 9 yang dikenal dengan rule of nine atau rule of Wallace. Luas kepala dan
leher, dada, punggung, pinggang dan bokong, ekstremitas atas kanan,

19

ekstremitas atas kiri, paha kanan, paha kiri, tungkai dan kaki kanan, serta
tungkai dan kaki kiri masing-masing 9%. Sisanya 1% adalah daerah genitalia.6
3. Metode Lund dan Browder
Metode ini jika digunakan dengan benar, merupakan metode paling akurat.
Metode ini mengkompensasi variasi tubuh bentuk dengan usia sehingga dapat
memberikan penilaian yang daerah luka bakar yang akurat pada anak-anak.
Apabila tidak tersedia tabel tersebut, perkiraan luas permukaan tubuh pada
anak dapat menggunakan Rumus 9 dan disesuaikan dengan usia : anak di
bawah usia 1 tahun: kepala 18% dan tiap tungkai 14%. Torso dan lengan
persentasenya sama dengan dewasa. Untuk tiap pertambahan usia 1 tahun,
tambahkan 0.5% untuk tiap tungkai dan turunkan persentasi kepala sebesar
1% hingga tercapai nilai dewasa.6

Gambar 6. Wallaces rule of nines (dikutip dari daftar pustaka no 6)

20

Tabel 1. Lund and Browder chart illustrating the method for calculating the
percentage of body surface area affected by burns in children (dikutip dari
daftar pustaka no 6)
KLASIFIKASI LUKA BAKAR
Kriteria berat ringannya luka bakar menurut American Burn Association yaitu :7
1. Luka bakar ringan

Luka bakar derajat II < 15% pada orang dewasa

Luka bakar derajat II < 10% pada anak-anak

Luka bakar derajat III < 2%

2. Luka bakar sedang

Luka bakar derajat II 15% 25% pada orang dewasa

Luka bakar derajat II 10% 20% pada anak-anak

Luka bakar derajat III < 10%

3. Luka bakar berat (mayor burn)

21

Luka bakar derajat II 25% atau lebih pada orang dewasa

Luka bakar derajat II 20% atau lebih pada anak-anak

Luka bakar derajat III 10% atau lebih

Luka bakar mengenai wajah, telinga, mata, dan genitalia atau perineum

Luka bakar dengan cedera inhalasi, listrik, disertai trauma lain

Berdasarkan kritieria di atas dimana pasien memiliki luka bakar derajat II dengan
luas luka bakar 70 %, maka pasien termasuk dalam kriteria luka bakar berat
(mayor burn).7

FASE LUKA BAKAR


Permasalahan

luka

bakar

demikian

kompleks.

Untuk

dapat

menjelaskannya, maka permasalahan yang ada dibagi menurut fase perjalanan


penyakitnya. Terdapat 3 fase dalam luka bakar yaitu :8,9
1. Fase Akut atau syok
Fase ini timbul sejak terjadinya trauma sampai 48 jam. Penderita akan
mengalami gangguan pada saluran nafas (cedera inhalasi), gangguan
mekanisme bernafas oleh karena adanya eskar melingkar di dada atau trauma
multipel di rongga toraks, dan gangguan sirkulasi (keseimbangan cairan dan
elektrolit, syok hipovolemik).
2. Fase Subakut (setelah syok teratasi)
Terjadi kerusakan atau kehilangan jaringan akibat kontak dengan sumber
panas. Luka yang terjadi menyebabkan proses inflamasi disertai eksudasi
protein plasma dan infeksi yang dapat menimbulkan sepsis.
3. Fase Lanjut

22

Terjadi setelah penutupan luka sampai terjadi maturasi. Masalah yang timbul
adalah jaringan parut, kontraktur dan deformitas akibat kerapuhan jaringan
atau struktur tertentu akibat proses inflamasi yang hebat dan berlangsung
lama.8,9

INDIKASI RAWAT INAP

Luka bakar derajat II lebih dari 15% pada dewasa dan lebih dari 10% pada
anak.

Luka bakar derajat II pada muka, leher, genitalia,perineum, dan ekstremitas.

Luka bakar derajat III lebih dari 2% pada orang dewasa dan setiap derajat III
pada anak.

Luka bakar yang disertai trauma visera, tulang dan jalan nafas.9

PENATALAKSANAAN
Penalataksanaan dan penanganan awal luka bakar berjalan simultan
mengikuti kaidah standar Advanced Trauma Life Support dari Komite Trauma
American College of Surgeons. Pada survei primer dinilai dan ditangani A, B, C
dan D penderita.
A (Airway) : Jalan nafas, adalah sumbatan jalan atas (laring, faring) akibat
cedera inhalasi yang ditandai kesulitan bernafas atau suara nafas yang
berbunyi (stridor hoarness). Kecurigaan dibuat bila ditemukan oedem mukosa
mulut dan jalan nafas, ditemukan sisa-sisa pembakaran di hidung atau mulut
dan luka bakar mengenai muka atau leher. Cedera ini harus segera ditangani
karena angka kematiannya sangat tinggi.
B (Breathing) : Kemampuan bernafas, ekspansi rongga dada dapat
terhambat karena nyeri atau eskar melingkar di dada.
C (Circulation) : Status volume pembuluh darah. Keluarnya cairan dari
pembuluh darah terjadi karena meningkatnya permeabilitas pembuluh darah
(jarak antara sel endotel dinding pembuluh darah). Bila disertai syok (suplai

23

darah ke jaringan kurang), tindakannya adalah atasi syok lalu lanjutkan


resusitasi cairan.
D (Disability) : Status neurologis pasien.9

PENANGANAN
Prinsip penanganan luka bakar adalah penutupan lesi sesegera mungkin,
pencegahan infeksi, mengurangi rasa sakit, pencegahan trauma mekanik pada
kulit yang vital dan elemen di dalamnya, dan pembatasan pembentukan jaringan
parut.10
A. Pertolongan pertama (penanganan darurat di tempat kejadian)
1) Tidak panik, untuk memudahkan tindakan selanjutnya pertolongan
diberikan untuk mengurangi akibat yang terjadi kemudian.
2) Mengurangi berat luka bakar
a) Jauhkan

benda

panas

api

dipadamkan

(pakaian

penderita

ditanggalkan)
b) Dinginkan tubuh
Panas akan menetap pada kulit selama 15 menit dan akan menjalar ke
bagian yang lebih dalam, menyiram dengan air dingin 20 - 30 C dan
bersih sangat menolong,

karena menurunkan

suhu, sehingga

mengurangi dalamnya luka, mengurangi nyeri, mengurangi oedem,


dan mengurangi kehilangan protein.10
3) Mengurangi rasa nyeri
Analgetik dapat diberikan secara oral atau suntikan (morfin/petidin) dan
meletakkan bagian yang terbakar pada posisi yang lebih tinggi.
4) Jalan nafas
Jalan nafas diperiksa, bila dijumpai obstruksi jalan nafas, lakukan
pembersihan dan pemberian O2.
5) Mencegah syok

24

Pemasangan infus dilakukan untuk mencegah syok. Luka bakar kurang


dari 30% diberikan 500 ml RL/jam, luka bakar lebih dari 30% diberikan
100 ml RL/jam. Pada luka bakar > 30% biasanya fungsi usus menjadi
tidak baik sehingga cairan tidak diserap dan mengakibatkan perut menjadi
kembung.
6) Mencegah infeksi
Luka bakar sebaiknya jangan diberi bahan-bahan yang kotor dan sukar
larut dalam air seperti mentega, kecap, telur atau bahan yang lengket
misalnya kapas. Luka ditutup dengan kain bersih. Jika ada bula, jangan
dipecahkan karena merupakan pelindung sementara sebelum dilakukan
perawatan luka di rumah sakit.
7) Pengiriman penderita ke rumah sakit sesegera mungkin.10
B. Penanganan di Rumah Sakit
Melakukan resusitasi dengan memperhatikan jalan nafas, pernafasan dan
sirkulasi, yaitu :
a) Periksa jalan nafas.
b) Bila dijumpai obstruksi, jalan nafas dibuka dengan pembersihan, bila perlu
tracheostomi atau intubasi.
c) Berikan oksigen 100%.
d) Pasang IV line untuk resusitasi cairan, berikan cairan RL untuk mengatasi
syok.
e) Pasang kateter buli-buli untuk memantau diuresis.
f) Pasang pipa lambung untuk mengosongkan lambung selama ada ileus
paralitik.
g) Pasang pemantau tekanan vena sentral (CVP) untuk pemantauan sirkulasi
darah.10

RESUSITASI PASIEN LUKA BAKAR

25

Pasien luka bakar memerlukan resusitasi volume cairan yang besar segera
setelah trauma. Resusitasi cairan yang tertunda atau yang tidak adekuat
merupakan faktor resiko yang independent terhadap tingkat kematian pada pasien
dengan luka bakar yang berat. Tujuan dari resusitasi pasien luka bakar adalah
untuk tetap menjaga perfusi jaringan dan meminimalkan edema interstisial.
Idealnya sedikit cairan dibutuhkan untuk menjaga perfusi jaringan perlu
diberikan. Pemberian volume cairan seharusnya secara terus menerus dititrasi
untuk menghindari terjadinnya resusitasi yang kurang atau yang berlebihan.
Ketika resusitasi cairan pada pasien luka bakar ditingkatkan, volume cairan yang
besar ditunjukkan untuk menjaga perfusi jaringan. Akan tetapi resusitasi cairan
yang berlebihan dapat menyebabkan terjadinnya edema dan terjadinya sindroma
kompartemen pada daerah abdomen dan ekstremitas. Mengutip dari Pruitt, Paruparu dan kompartemen jaringan akan dikorbankan untuk meningkatkan fungsi
ginjal, yang bermanifestasi sebagai edema post resusitasi, kebutuhan fasciotomi
pada ektremitas bawah yang tidak terbakar, dan kejadian strong kompartement
pada abdomen.11
Sampai saat ini, belum ada kesepakatan tentang jenis cairan yang harus
digunakan untuk resusitasi luka bakar. Pada kenyataannya setiap jenis cairan
mempunyai keuntungan dan kerugian masing masing pada berbagai macam
kondisi. Akan tetapi yang paling penting adalah apaun jenis cairan yang diberikan,
volume cairan dan garam yang adekuat harus diberikan untuk menjaga perfusi
jaringan dan memperbaiki homeostatis.

Kristaloid merupakan cairan isotonik yang aman dan efektif digunakan untuk
tujuan resusitasi kasus hipovolemia, karena cairan ini memiliki osmolariras
sesuai dengan cairan tubuh dan tidak mempengaruhi efek osmotik cairan, dan
cenderung meninggalkan kompartemen intravaskular ( mengisi kompartemen
interstisial ).

Berdasarkan hal tersebut, maka partisi cairan dan kadar elektrolitnya serupa
dengan cairan tubuh 75 % cairan ekstravaskuler dan 25 % cairan intravaskuler.
Sehingga secara prinsipal, cairan kristaloid digunakan untuk melakukan terapi
cairan pada kompartemen ekstravaskuler.

26

Cairan koloid adalah larutan dengan berat molekul tinggi, sehingga


mempengaruhi efek osmotiknya. Karena hanya jumlah kecil koloid diperlukan
dalam memelihara volume cairan di kompartemen intravaskuler. Sehingga,
secara prinsipil, cairan koloid ditujukan untuk melakukan terapi cairan pada
kompartemen intravaskuler.12
Terapi cairan diindikasikan pada luka bakar derajat II atau III dengan luas

> 25%, atau bila pasien tidak dapat minum. Terapi cairan dihentikan bila masukan
oral dapat menggantikan parenteral. Tiga cara yang lazim digunakan untuk
menghitung kebutuhan cairan pada penderita luka bakar yaitu : metoda Evans,
metoda Brook dan metoda Baxter.12
Metoda

Elektrolit

Evans

Koloid

1 cc/kgBB/%LB

1 cc/kgBB/%LB

(NaCl 0,9%)
Brooke

1,5 cc/kgBB/%LB

2000 cc dewasa
1000 cc anak

0,5 cc/kgBB/%LB

( R.L )
Baxter

Dextrose

2000 cc dewasa
1000 cc anak

4 cc/kgBB/%LB
( R.L )

Tabel 2. Formula perkiraan resusitasi cairan pada luka bakar (dikutip dari daftar
pustaka no 12)
Dextrose untuk penggantian insensible water loss (IWL), cairan diberikan
dalam tetes merata. Cara menghitung tetes, dipakai rumus :
P
g=
Qx3
Keterangan :
g : Jumlah tetes per menit
P : Jumlah cairan dalam cc

27

Q : Jam yang diperkirakan


24 jam I :

Separuh kebutuhan jumlah cairan 24 jam pertama diberikan dalam 8


jam pertama (dihitung mulai saat kejadian luka bakar).

Sisanya diberikan dalam 16 jam berikutnya.

24 jam II :

Diberikan cairan sebanyak separuh kebutuhan jumlah cairan 24 jam


pertama.

Pada hari ke-3 diberikan separuh jumlah cairan hari kedua.

Terapi cairan Baxter :12


Dewasa : Baxter
RL 4 cc BB % LB / 24 jam
Anak

: Jumlah resusitasi + kebutuhan faal


: 2 cc BB % LB / 24 jam

Kebutuhan faal :

1 3 tahun : BB 75 cc

3 5 tahun : BB 50 cc

diberikan 8 jam pertama

diberikan 16 jam berikutnya

Atasi gangguan keseimbangan cairan :

Protokol pemberian cairan menggunakan rumus Brooke yang sudah di


modifikasi , yaitu :
24 jam I : RL : 2,5 4 cc /kg BB / % LB
a. bagian diberikan dalam 8 jam pertama (dihitung mulai dari jam
kecelakaan)
b. bagian lagi diberikan dalam 16 jam berikutnya.
28

24 jam II : cairan Dex 5 % in water : 24 ( 25 + % LLB) BSA cc


Albumin sebanyak yang diperlukan ( 0,3 0,5 cc/kg % )12

Formula Resusitasi
Banyak formula telah dirancang untuk menentukan jumlah cairan yang
tepat untuk diberikan pada pasien luka bakar, dan semuanya berasal dari studi
eksperimental tentang patofisiologi syok pada luka bakar. Kebanyakan unit luka
bakar umumnnya menggunakan formua Parkland atau yang mirip dengannya.
Formula Parkland yang menggunakan larutan kristaloid Ringer Laktat (RL) 4
cc/kg/% luka bakar. Setengahnya diberikan dalam 8 jam pertama dan sisanya
diberikan dalam 16 jam kemudian. Formula Ini merupakan pedoman untuk
resusitasi langsung dari jumlah cairan yang diperlukan untuk mempertahankan
perfusi yang memadai.13
Selain dari jumlah cairan di atas, pada anak-anak menerima cairan
pemeliharaan dengan perhitungan perjamnya :

4 ml / kg untuk 10 kg pertama dari berat badan, ditambah.

2 ml / kg untuk 10 kg kedua dari berat badan, ditambah.

1 ml / kg untuk berat badan > 20 kg.

Adapun target resusitasi (End poits) pada formula ini adalah :

Urine output 0,5-1,0 ml / kg / jam pada orang dewasa

Urine output dari 1,0-1,5 ml / kg / jam pada anak-anak

Formula

Cairan 24 jam I Kristaloid

Koloid pada 24

pada 24 jam jam kedua


kedua
Parkland /

RL : 4 ml

20 60 %

Pemantauan

Hari I :

Baxter

kgBB % LB

Estimate

output urine 30

separuh

plasma

ml / jam

diberikan 8

volume

jam I, separuh
sisanya dalam

29

16 jam
berikutnya.
Hari II :
Bervariasi
ditambahkan
koloid
Evans

Larutan saline

50% volume

50 % volume

Hari 1

ml / kg % BB

cairan 24 jam

cairan 24 jam

Hari 2

pertama +

pertama

2000ml D5W

2000ml D5W

Koloid 1 ml /
kg / % LB
Pemantauan
diuresis ( 50
ml / jam )
Brooke

RL 1,5

50% volume

50% volume

Hari 1

ml / kg %

cairan 24 jam

cairan 24 jam I

Hari 2

LB

I + 2000ml

Koloid 0,5

D5W

ml/ kg %
LB
2000ml
D5W
Pemantauan
: diuresis
(30 50
ml/jam)
Modified

RL 2 ml /

brooke

kg % LB

30

Metro

RL + 50 mEq

larutan

1 U fresh frozen

health/

sodium

saline, pantau

plasma untuk

cleveland

bicarbonat per

out put urine

tiap liter dari

liter 4 ml/kg/

lar. Saline yang

%LB

digunakan +
D5W
dibutuhkan
untuk
hipoglikemi

Rumus

Larutan RL (atau

Separuh

konsensus

lar saline

diberikan

seimbang

dalam 8 jam

lainnya) : 2-4 ml

pertama,

kg BB% LLB

sisanya
diberikan
dalam 16 jam

berikutnya
Tabel 3. Beberapa formula pemberian cairan pada pasien dengan luka bakar
(dikutip dari daftar pustaka no 13)
Kristaloid saat ini merupakan cairan terpilih dan paling sering digunakan
dalam resusitasi cairan awal pada penderita luka bakar. Sebagian besar studi tidak
memperlihatkan peningkatan insiden edema paru pada pasien yang mendapatkan
cairan kristaloid. Holm dkk dalam penelitiannya mengemukakan bahwa sebagian
besar pasien luka bakar tidak memperlihatkan peningkatan permeabilitas kapiler
paru setelah trauma dan insiden edema paru jarang terjadi sepanjang tekanan
pengisian intravaskuler dipertahankan dalam batas normal.13
Cairan koloid dan atau cairan hipertonik sebaiknya dihindari 24 jam
pertama setelah trauma luka bakar. Koloid tidak memperlihatkan keuntungan
dibanding kristaloid pada awal terapi cairan pada penderita luka bakar dan bahkan
memperburuk edema formasi pada awal terjadinya luka bakar. Hal ini oleh karena
8 24 jam setelah terjadinya luka bakar, terjadi peningkatan permeabilitas kapiler
sehingga koloid mengalami influks masuk ke dalam interstitium sehingga
memperburuk edema.13

31

Keberhasilan pemberian cairan dapat dilihat dari diuresis normal yaitu


sekurang-kurangnya 1 ml/kgBB/jam.
1. Berikan analgetik. Analgetik yang efektif adalah morfin atau petidin, diberikan
secara iv. Hati-hati dengan pemberian IM (akibat sirkulasi yang terganggu
akan terjadi penimbunan di dalam otot).
2. Lakukan pencucian luka setelah sirkulasi stabil. Pencucian luka dilakukan
dengan melakukan debridemen dan memandikan pasien menggunakan cairan
steril dalam bak khusus yang mengandung larutan antiseptik.
3. Pemberian antibiotika pasca pencucian luka dengan tujuan untuk mencegah
dan mengatasi infeksi yang terjadi pada luka. Silver nitrate 0,5%, mafinide
asetate 10%, silver sulfadiazin 1%, atau gentamisin sulfat.
4. Balut luka dengan menggunakan kasa gulung kering dan steril.
5. Anti tetanus : diberikan pada LB derajat II dan III
- Serum ATS : 1500 iu dewasa 750 iu anak-anak
- Toxoid : 1 cc dewasa 0,5 cc anak-anak
Diberikan sebagai Booster atau imunisasi dasar
Sebagai imunisasi dasar, pemberian ATS dilakukan 3 kali masing-masing
dengan interval 1 bulan.12,13

PERAWATAN LUKA
Dikenal dua cara merawat luka :
a. Perawatan terbuka (exposure method)
Keuntungan perawatan terbuka adalah mudah dan murah.
Permukaan luka yang selalu terbuka menjadi dingin dan kering sehingga
kuman sulit berkembang. Kerugiannya bila digunakan obat tertentu, misalnya
nitras-argenti, alas tidur menjadi kotor. Penderita dan keluargapun merasa
kurang enak karena melihat luka yang tampak kotor.

32

Perawatan terbuka ini memerlukan pengawasan yang ketat dan


aktif. Keadaan luka harus diamati beberapa kali dalam sehari. Cara ini baik
untuk merawat luka bakar yang dangkal. Untuk luka bakar derajat III dengan
eksudasi dan pembentukan pus harus dilakukan pembersihan luka berulangulang untuk menjaga luka tetap kering. Penderita perlu dimandikan tiap hari,
tubuh sebagian yang luka dicuci dengan sabun atau antiseptik dan secara
bertahap dilakukan eksisi eskar atau debridement.14
b. Perawatan tertutup (occlusive dressing method)
Perawatan tertutup dilakukan dengan memberikan balutan yang
untuk menutup luka dari kemungkinan kontaminasi. Keuntungannya adalah
luka tampak rapi, terlindung dan enak bagi penderita. Hanya diperlukan
tenaga dan biaya yang lebih karena dipakainya banyak pembalut dan
antiseptik. Untuk menghindari kemungkinan kuman untuk berkembang biak,
sedapat mungkin luka ditutup kasa penyerap (tulle) setelah dibubuhi dan
dikompres dengan antispetik. Balutan kompres diganti beberapa kali sehari.
Pada waktu penggantian balut, eskar yang terkelupas dari dasarnya akan
terangkat, sehingga dilakukan debridement. Tetapi untuk luka bakar luas
debridement harus lebih aktif dan dicuci yaitu dengan melakukan eksisi
eskar.14

TINDAKAN BEDAH
Tindakan bedah selanjutnya pada penderita luka bakar yang dapat
melewati fase aktif adalah eksisi dan penutupan luka. Hal ini sangat penting bila
ingin menghindarkan kematian oleh sepsis dan akibat hipermetabolisme yang sulit
diatasi. Eksisi eskar dilakukan secara tangensial. Seluruh jaringan nekrotik
dibuang, bila perlu sampai fascia atau lebih dalam.
Keuntungan eksisi eskar dan penutupan luka yang dini adalah :
Keadaan umum cepat membaik.
Jaringan nekrotik sebagai media tumbuh bakteri dihilangkan.
Penyembuhan luka menjadi lebih pendek bila dilakukan skin graft.

33

Timbulnya jaringan parut dan kontraktur dikurangi.


Sensitivitas lebih baik.14

TERAPI SUPORTIF
Luka bakar menimbulkan hipermetabolisme dengan akibat nitrogen balans
negatif. Hiperpigmentasi dimulai hari ke 4 selama 7 10 hari dengan formula :

Tinggi protein : 2-3 g/kgBB/hari

Tinggi kalori : 50-75 kal/kgBB/hari


Dewasa : 25 kal/kgBB + 40 kal % LB
Anak-anak : 40 kal/kgBB + 40 kal % LB
Kalorinya terdiri dari : 20% protein
50 60% karbohidrat
30 30% lemak

Vitamin C 1.500 mg; B1 50 mg


Riboflavin 50 mg; Niacide 500 mg (anak-anak dosis disesuaikan).15

KOMPLIKASI
1. Infeksi
Infeksi merupakan masalah utama. Bila infeksi berat, maka penderita dapat
mengalami sepsis. Berikan antibiotika berspektrum luas, bila perlu dalam
bentuk

kombinasi.

Kortikosteroid

jangan

diberikan

karena

bersifat

imunosupresif (menekan daya tahan), kecuali pada keadaan tertentu, misalnya


pada edema laring berat demi kepentingan penyelamatan jiwa penderita.
2. Curlings ulcer (ulkus Curling)
Ini merupakan komplikasi serius, biasanya muncul pada hari ke 510. Terjadi
ulkus pada duodenum atau lambung, kadang-kadang dijumpai hematemesis.
Antasida harus diberikan secara rutin pada penderita luka bakar sedang hingga
34

berat. Pada endoskopi 75% penderita luka bakar menunjukkan ulkus di


duodenum.
3. Gangguan Jalan nafas
Paling dini muncul dibandingkan komplikasi lainnya, muncul pada hari
pertama. Terjadi karena inhalasi, aspirasi, edema paru dan infeksi. Penanganan
dengan jalan membersihkan jalan nafas, memberikan oksigen, trakeostomi,
pemberian kortikosteroid dosis tinggi dan antibiotika.
4. Konvulsi
Komplikasi yang sering terjadi pada anak-anak adalah konvulsi. Hal ini
disebabkan oleh ketidakseimbangan elektrolit, hipoksia, infeksi, obat-obatan
(penisilin, aminofilin, difenhidramin) dan 33% oleh sebab yang tak diketahui.
5. Kontraktur
Kontraktur kulit dapat mengganggu fungsi dan meyebabkan kekakuan sendi
sehingga memerlukan program fisioterapi yang intensif dan tindakan bedah.
6. Hipertrofi jaringan parut13,14

PROGNOSIS
Morbiditas dan mortalitas penderita luka bakar berhubungan dengan luas
luka bakar, derajat luka bakar, umur, tingkat kesehatan, lokalisasi luka bakar,
cepat

lambatnya

pertolongan

yang

diberikan

dan

fasilitas

tempat

pertolongannya.15

35

DAFTAR PUSTAKA
1. Moenadjat RY. Luka bakar pengetahuan klinis praktis.Cet 1. Jakarta: Farmedia
; 2000
2. Tim Bantuan Medis 110 [Online]. 2011 Feb 10 [cite 2013 Des 15]; Available
from : URL: http://www.tbm110.org/artikel-medis/manajemen-luka-bakar.
3. Arif SK. Panduan tatalaksana terapi cairan perioperatif: terapi cairan pada luka
bakar berat. Jakarta : PP IDSAI; 2010: 193-205.
4. Burn surgery.org: Educating the burn care professionals worldwide [Online].
[cite

2013

Des

15];

[10

screens].

Available

from:

URL:

http://www.burnsurgery.org/
5. Wolf S, Herndon DN. Burn care. Texas (USA): Landes Bioscience; 1999: 24561.
36

6. Shehan Hettiaratchy, Peter Dziewulski. ABC of burns. BMJ 2004;328:13668


BMJ 2004;328:15557
7. Tricklebank S. Modern trends in fluid therapy for burns. Department of
Anaesthesia, Queen Victoria Hospital, UK. Burns Journal 2008 Sep 4; 35:
757-67.
8. Mlcak RP, Suman OE, Herndon DN. Respiratory management of inhalation
injury. Burns Journal 2006 Jul 26; 33: 2-13.
9. Hettiaratchy s, Papini R. Initial management of a major burn: IIassessment
and resuscitation, BMJ 2004;329:1013.
10. Hettiaratchy s, Papini R. Initial management of a major burn: Ioverview,
BMJ 2004;328:5557.
11. Wood F, Hei LE, Crompton D, Sweeney M, Rosenthal D, Maitz P. Burns
assessment and triage. Australian Rural Doctor. 2006 Jun 19; 17-20.
12. Kinsella J, Rae CP. Clinical pain management acut pain. In : Macintyre PE,
editor. Akut pain management in burns. 2nd rd. London: Hodder & Stoughton
Limited ; 2008: 399-405.
13. Rab H. Agenda gawat darurat (Critical Care) : pengetasan kritis pada
intergumenter- luka bakar. Bandung : PT. Alumni; 1998: 963-73.
14. Allman KG, Mclndoe AK, Wilson IH. Emergencies in anesthesia. New York:
Oxford University Press; 2006: 334-37.
15. Gallagher JJ, Herdon DN.

Controversy in inhalation injury and burn

resuscitation. Emergency Medicine & Critical Care Review,2007: 1-3.

37

Anda mungkin juga menyukai