2553 Bab I Dasar Konversi Energi
2553 Bab I Dasar Konversi Energi
performance,
kesukaran-kesukaran
pengoperasiannya
dan
ekonomi
minyak di pasar dalam negeri, serta ketidak stabilan harga tersebut di pasar
internasional, karena beberapa negara maju sebagai konsumen minyak
terbesar mulai melepaskan diri dari ketergantungannya kepada minyak bumi
sekaligus berusaha mengendalikan harga, agar tidak meningkat. Sebagai
contoh; pada tahun 1970 negara Jerman mengkonsumsi minyak bumi sekitar
75% dari total konsumsi energinya, namun pada tahun 1990 konsumsi tersebut
menurun hingga tinggal 50% (Pinske, 1993).
Jika dikaitkan dengan penggunaan minyak bumi sebagai bahan bakar sistem
pembangkit listrik, maka kecenderungan tersebut berarti akan meningkatkan
pula biaya operasional pembangkitan yang berpengaruh langsung terhadap
biaya satuan produksi energi listriknya. Di lain pihak biaya satuan produksi
energi listrik dari sistem pembangkit listrik yang memanfaatkan sumber daya
energi terbarukan menunjukkan tendensi menurun, sehingga banyak ilmuwan
percaya, bahwa pada suatu saat biaya satuan produksi tersebut akan lebih
rendah dari biaya satuan produksi dengan minyak bumi atau energi fosil
lainnya.
B. Meningkatnya kesadaran masyarakat akan pelestarian lingkungan
Dalam
sepuluh
tahun
terakhir
ini,
pengetahuan
dan
kesadaran
1990
GWh
2000
GWh
2010
GWh
6.731
6.0
12.703 5.5
Komersial
3.115 6.0
8.811
7,0
21.869 8.5
Total
1990
2000
MW
Batubara
1.930
8.8
35.3
Gas
3.530
16.0
7.080
18.7 14.760
21.5
Minyak
2.210
10.0
1.950
5.2
320
0.5
Solar
11.020
50.1
9.410
24.8
4.060
5.9
170
0.8
500
1.3
430
0.6
2.850
13.0
7.720
Biomass
270
1.2
Lain-lain
20
0.1
Panas Bumi
Air
MW
2010
%
MW
20.4 10.310
15.0
290
0.8
460
0.7
160
0.4
370
0.5
(Surya Angin)
Total
22.000
Dari tabel-2 ini tampak jelas terlihat, bahwa penggunaan minyak bumi,
termasuk solar/minyak disel, sebagai bahan bakar produksi energi listrik akan
sangat berkurang, sebaliknya pemanfaatan sumber-sumber daya energi baru
dan terbarukan, seperti air, matahari, angin dan biomas, mengalami
peningkatan yang cukup tajam. Kecenderungan ini tentu akan terus bertahan
seiring dengan makin berkurangnya cadangan minyak bumi serta batubara,
yang pada saat ini masih merupakan primadona banan bakar bagi pembangkit
listrik di Indonesia.
Akan tetapi sejak tahun 1992 kebutuhan energi listrik nasional meningkat
mencapai 18% rata-rata per tahun, atau sekitar dua kali lebih tinggi dari
skenario yang dibuat pada tahun 1990. Hal ini disebabkan oleh tingginya
pertumbuhan ekonomi nasional kaitannya dengan pertumbuhan industri dan
jasa konstruksi. Jika keadaan ini terus bertahan, berarti diperlukan pula
pengadaan sistem pembangkit energi listrik tambahan guna mengantisipasi
peningkatan kebutuhan tersebut. Dilema yang timbul adalah bahwa di satu sisi,
pusat-pusat pembangkit energi listrik yang besar tentu akan diorientasikan
untuk mencukupi kebutuhan beban besar, seperti industri dan komersial. Di sisi
lain perlu juga dipikirkan agar beban kecil, seperti perumahan dan wilayah
terpencil, dapat dipenuhi kebutuhannya akan energi listrik. Salah satu alternatif
yang dapat diupayakan adalah dengan membangun pusat-pusat pembangkit
kecil sampai sedang yang memanfaatkan potensi sumber daya energi
setempat, khususnya sumber daya energi baru dan terbarukan.
Daftar Pustaka
Archie W Culp, Jr, 1979, Principle of energy Convertion, Mc Graw Hill, Ltd.
Jarass,
1980,
Strom
aus
Wind-Integration
einer
regenerativen
years,
Ditjen.Listrik
&
Pengembangan
Energi,
Departemen
10
Biaya pembangkitan listrik dipengaruhi oleh dua hal utama, yaitu biaya bahan
bakar, dan biaya operasi dan pemeliharaan. Pada pembangkit listrik berbahan
bakar fosil menunjukkan bahwa biaya bahan bakar mencapai 80% biaya total
pembangkitan listrik. Sedangkan pada pembangkit listrik tenaga nuklir, biaya
bahan bakar mencapai 50% biaya total pembangkitan listrik. Sisanya adalah
biaya operasi dan pemeliharaan, 20% untuk pembangkit listrik berbahan bakar
fosil dan 50% untuk pembangkit listrik tenaga nuklir. Dari hal tersebut di atas
dapat terlihat tingkat ketergantungan pembangkit terhadap harga bahan bakar
di pasaran.
11
Setelah bertahun tahun sejak nuklir digunakan, sang kompetitor ini jatuh dan
mensejajarkan diri dengan pembangkit batubara pada sekitar tahun 1986.
Tahun tersebut untuk pertama kalinya biaya pembangkitan batubara di bawah
nuklir. Sejak saat itu pembangkit batubara menyatakan diri sebagai pembangkit
paling murah. Nuklir jatuh disebabkab karena biaya tambahan yang makin
meningkat untuk peningkatan pembinaan sumber daya manusia dan biaya
operasi yang berhubungan dengan kecelakaan pembangkit Three Mile Island
pada tahun 1979. Tetapi perbedaan biaya pembangkitan dua kompetitor ini
cukup kecil, yaitu 0.0192 dolar/kWh untuk batubara dan 0.02 dolar/kWh untuk
nuklir pada tahun 1994. Dan biaya pembangkitan untuk nuklir dan batubara
masih jauh lebih kecil dibandingkan dengan gas alam dan minyak bumi, masing
masing sebesar 0.029 dolar/kWh dan 0.032 dolar/kWh. Dengan menerapkan
perencanaan dan teknik manajemen baru secara terpadu dan menyeluruh,
biaya pembangkitan nuklir masih dapat dikurangi.
12
C. Gas "Greenhouse"
Pada tahun 1990 di Rio de Janeiro, USA dan negara negara lain menyatakan
perang terhadap musuh musuh kasat mata yaitu gas gas "greenhouse".
Menurut hasil studi yang berjudul "Impact of Nuclear Energy on U.S.
Electric Utility Fuel Use and Atmospheric Emissions: 1973 1995"
menyebutkan bahwa energi nuklir adalah faktor tunggal yang paling penting di
dalam pengurangan emisi karbon sebesar 1.9 milyar metrik ton CO2"> untuk
sektor kelistrikan di USA. Tanpa nuklir, bahan bakar fosil sudah digunakan
untuk memproduksi listrik bagi pertumbuhan ekonomi USA dan kebutuhan yang
meningkat karena pertambahan penduduk. Dengan peningkatan kebutuhan
listrik rata rata 40% sejak tahun 1973 dan penggunaan bahan bakar fosil, 3.2
milyar ton batubara, 3.37 trilyun meter kubik gas alam dan 2.2 milyar barrel
minyak bumi, dengan unjuk kerja nuklir pada tahun 1987 1989 sebagai dasar
pertimbangan, maka emisi gas karbon atau CO2 dapat dikurangi sampai 37 juta
ton per tahun dari tahun 1990 sampai tahun 1995. Emisi CO2 secara nasional
telah menurun 25% karena penggunaan pembangkit nuklir dibandingkan jika
bahan bakar fosil digunakan. Pembangkit nuklir telah membantu mencegah
pengeluaran 146 juta metrik ton emisi karbon pada tahun 1995. Dari hasil ini
diharapkan tercapai program nasional pengurangan emisi karbon sampai 108
juta metrik ton per tahun, sehingga akan diperoleh stabilitas emisi gas
"greenhouse" sebesar level tahun 1990 pada tahun 2000.
Masih banyak dokumen dokumen hasil studi yang menyatakan keuntungan
demi terciptanya lingkungan bersih dengan menggunakan energi nuklir. Studi
tersebut menyatakan pembangkit nuklir telah membantu pengurangan emisi
sebanyak 75 juta ton SO2 dan 32 juta ton NOx secara komulatif antara tahun
1973 sampai dengan tahun 1995. Pada tahun 1995, pembangkit nuklir
mengurangi 5.1 juta ton SO2. Dan ini merupakan hampir setengah dari jumlah
target yang disepakati oleh program yang disebut dengan "Clean Air Act
Amendments of 1990". Energi nuklir juga mecegah pelepasan 2.5 juta ton
13
NOx, dimana nilai ini melebihi dari target yang ditentukan sebesar 2 juta ton
NOx oleh Clean Air Act Amendments of 1990 tersebut di atas.
D. Biaya Pembangkitan
Biaya pembangkitan nuklir menjadi primadona kembali setalah ada peningkatan
efesiensi. Biaya pembangkitan nuklir turun dari 0.0207 dolar/kWh menjadi
0.0189 dolar/kWh pada tahun 1995. Penurunan ini konstan sebesar 8.7% untuk
kurs dolar 1995. Beberapa pembangkit nuklir terbaru mencapai biaya
pembangkitan sampai 0.012 dolar/kWh. Hal tersebut bisa dicapai karena
beberapa pembangkit nuklir terbaru tersebut meningkatkan kapasitas faktor
dari 75.1% menjadi 78.8%. Kapasitas faktor adalah unjuk kerja pembangkit
nuklir yang dihitung berdasarkan jumlah listrik yang dihasilkan secara nyata
dibagi jumlah maksimum listrik yang bisa dicapai oleh pembangkit tersebut.
Makin menurunnya biaya pembangkitan oleh nuklir sebagai salah satu faktor
yang menyebabkan beberapa negara yang akan mengembangkan atau
meningkatkan industri nasionalnya, meningkatkan penggunaan energi nuklir
bagi negaranya masing masing. Ketergantungan akan energi nuklir dari
beberapa negara dapat terlihat pada Gambar 2.
14
E. Kesimpulan
Kebutuhan energi di dunia akan terus meningkat dan proyeksi peningkatannya
sebesar 2% per tahun. Hal itu berarti bahwa negara-negara di dunia selalu
membutuhkan dan harus memproduksi energi dalam jumlah yang besar sampai
dua dekade mendatang. Minyak bumi sebagai sumber energi utama dunia
diproyeksikan penggunaannya meningkat sebesar 2% per tahun sampai tahun
2015 mendatang, tetapi dengan perkiraan harga minyak tidak melampaui 25
dolar per barrel sebelum tahun 2015. Pertambahan penggunaan batubara juga
terus meningkat sampai 50% pada tahun 2015. Kedua bahan bakar fosil
tersebut
masih
menghadapi
persaingan
dan
pengetatan
aturan
yang
Energy
Outlook
1996
- With
Projection to
2015,
16
17
Said melanjutkan.
18
A. Energi Persilangan
Melengkapi fasilitas penyimpanan energi listrik yang dibangkitkan dari tenaga
ombak, angin dan surya disediakan pula sistem pengendali beban otomatis
berbasis DC dengan kapasitas 3599 kW.
Sistem energi persilangan (hybrid) itu telah diujicobakan dan dapat bekerja
dengan optimal, meski pasokan energi sangat teergantung dari kondisi alam
yaitu ada atau tidaknya ombak ataupun angin yang mencukupi untuk sumber
energi pembnagkit listrik.
19
20
21
22