Anda di halaman 1dari 31

modul

Pendidikan agama islam

Program pendidikan
Tingkat persiapan bersama (tpb)
Institut pertanian bogor

MANUSIA DAN AGAMA


Tujuan
1. Mengidentifikasi ciri dan sifat manusia
sebagai makhluk ciptaan Allah Swt yang
menjadi bagian alam semesta.
2. Mempelajari
proses
penciptaan
dan
hakikat manusia menurut ajaran Islam
yang berpotensi untuk beriman, bertaqwa
dan berakhlak.
3. mengkaji visi dan misi hidup manusia
menurut Islam
4. Mengkaji urgensi agama bagi manusia.
5. Mempelajari
dienul
Islam
dan
karakteristiknya
6. Mempelajari
perkara
yang
dapat
membatalkan keislaman seorang muslim

A.

Manusia Dalam Perspektif Al-Quran

Manusia adalah makhluk Allah SWT, ia dan alam semesta bukan terjadi
dengan sendirinya tetapi keduanya diciptakan oleh Allah SWT (QS. ArRum/30:40). Manusia diciptakan dalam bentuk yang sebaik-baiknya (QS. AtTin/95:4) namun dalam situasi dan kondisi tertentu manusia dapat dikembalikan
ke tempat yang paling rendah (QS. At-Tin/95:5) kecuali orang-orang yang
beriman dan beramal saleh (QS. At-Tin/95:6).
Manusia ditempatkan oleh Allah SWT pada kedudukan yang mulia (QS. AlIsra/17:70). Ia diberikan tiga hal : ditiupkan ruh (QS.32:9), diberikan kelebihan
potensi yang tidak diberikan kepada makhluk lain (QS.17:70), dan seluruh alam
ditundukan untuknya (QS. 2:29).
Dalam proses penciptaannya manusia memiliki beberapa karakteristik
dasar, antara lain: berada pada fitrahnya (QS.30:30), bersifat lemah (QS.4:28),
bodoh jika tidak mendapatkan hidayah dari Allah SWT (QS.33:72), bersifat keluh
kesah lagi kikir (QS.70:19) kecuali orang-orang yang senantiasa menegakkan
shalat (QS.70:22-23).
Manusia di dunia untuk melaksanakan ibadah hanya kepada Allah SWT (QS.
51:56) dan mendapatkan amanah menjadi khalifah fil Ardhi (QS. 2:30).
Secara maknawiyah dengan akalnya manusia diberikan kemampuan untuk
memilih, apakah ia mau beriman kepada Allah SWT atau tidak mau beriman dan
menjadi kafir (QS. 90:10, 76:3, 18:29). Namun demikian atas pilihan yang
diambilnya, manusia akan mendapatkan balasan. Jika ia beriman dan beramal
shaleh sesuai dengan aturan Allah dan RasulNya maka ia akan mendapat balasan
kebaikan berupa surga (QS.32:19). Sedangkan bagi orang kafir akan
mendapatkan neraka (QS. 32:30).
1.

Asal dan Proses Kejadian Manusia

Pengenalan terhadap manusia sering dilakukan dengan menggunakan akal.


Padahal akal merupkan bagian kecil dari komponen yang ada di dalam manusia
itu sendiri, sehingga ia tidak mampu untuk mengenali dirinya sendiri apalagi
mengenal manusia secara keseluruhan. Kemampuan akal manusiapun sangat
terbatas, tidak mampu menembus batas ruang dan waktu yang tak terbatas.
Tidak mengherankan jika para pakar mempunyai teori dan definisinya sendiri-

sendiri. Berbagai disiplin ilmu seperti psikologi, sosiologi, ekonomi, antropologi,


filsafat, dan teologi mempunyai berbagai pendekatan dan teori yang berlainan
tentang manusia. Pakar ekonomi mengatakan manusia adalah makhluq ekonomi
(homo economicus) , pakar sosial mengatakan manusia adalah makhluq sosial
(homo socious) , pakar psikologi mengatakan manusia adalah makhluq yang
membutuhkan rasa aman, dan lain sebagainya. Pengenalan manusia dengan
akal, karenanya sering menimbulkan kekaburan, bahkan dapat menyeret pada
kesesatan, karena memandang manusia dari satu aspek saja, bahkan tak
memberikan jawaban yang jelas tentang asal kejadian manusia. Disamping itu,
faktor kesombongan dan merasa diri paling hebat dan paling pandai
mengahalangi manusia untuk mencapai kebenaran yang hakiki.
1.1. Asal Kejadian Manusia
Manusia tidak mampu memberikan jawaban tentang penciptaan dirinya,
karena ia makhluq ciptaan bukan yang menciptakan. Bahkan manusia lahir di
dunia ia tidak membawa ilmu (pengetahuan) sedikitpun.






Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut dari perut ibumu dalam keadaan tidak
mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan, dan
hati agar kamu bersyukur (QS. An-Nahl : 78)
Manusia, karenanya, untuk mengenalnya dirinya, asal kejadiannya,
kedudukannya, serta misi kehidupannya, hendaklah ia mengenal dari
penciptanya, yakni Allah SWT, Pencipta Alam Semesta, Yang Maha Mengetahui
lagi Maha Bijaksana. Sesungguhnya Tuhanmu, Dialah yang Maha Pencipta lagi
Maha Mengetahui (QS. Al-Hijr : 86).
Al-Quranul Karim telah memberikan informasi yang akurat tentang
manusia, sebagai makhluq ciptaan Allah yang tersusun dari ruh dan tanah,
kemudian dilengkapinya dengan potensi akal, hati dan jasad, yang merupakan
suatu kelebihan yang Allah berikan dibanding makhluq lainnya. Dengan segala
kelebihan tersebut, manusia diberikan tugas untuk menjalankan amanah
ibadah dan khalifah. Dan sebagai ciri dari makhluq yang dimuliakan, manusia
diberikan beban dan balasan.




Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat :
Sesungguhnya Aku akan menciptakan seorang manusia dari tanah liat kering
(yang berasal) dari lumpur hitam yang diberi bentuk. Maka apabila Aku telah
menyempurnakan kejadiannya, dan telah meniupkan ke dalamnya ruh (ciptaan)
Ku, maka tunduklah kamu kepadanya dengan bersujud. Maka bersujudlah para
malaikat itu semuanya bersama-sama kecuali iblis. Ia enggan ikut bersama-sama
(malaikat) yang sujud itu. (QS. Al-Hijr: 28-31).



Yang membuat segala sesuatu yang Dia ciptakan sebaik-baiknya dan Yang
memulai penciptaan manusia dari tanah. Kemudian Dia menjadikan
keturunannya dari sari air yang hina (air mani). Kemudian Dia menyempurnakan
dan meniupkan ke dalam (tubuh)nya roh (ciptaan)-Nya dan Dia menjadikan bagi
kamu pendengaran, penglihatan, dan hati; (tetapi) kamu sedikit sekali
bersyukur. (QS. As-Sajadah: 7-9)

Al-Quran memperkenalkan manusia dengan pengenalan yang paling


mendasar, yaitu asal kejadian manusia, dimana manusia bukan saja dari tanah
tetapi dilengkapi dengan ruh ciptaan Allah, yang dengan ruh itu manusia hidup,
karenanya kehidupan manusia bukan aspek fisik dan biologis saja melainkan
haruslah mencakup aspek-aspek ruh dan spiritual. Dimana baik aspek fisik
maupun ruhani manusia hendaknya ditundukan kepada penciptanya, dengan
menthaati aturan-aturan-Nya. Maka apakah mereka mencari agama yang lain
dari agama Allah, padahal kepada-Nya lah berserah diri segala apa yang di langit
dan di bumi, baik dengan suka maupun terpaksa dan hanya kepada Allah-lah
mereka dikembalikan. (QS. Ali-Imran : 83)
1.2. Proses Penciptaan Manusia
Pengenalan al-Quran tentang manusia pun bukan saja mengenalkan
manusia belaka, tetapi diperkenalkan pula pencipta manusia, Allah SWT, kepadaNya manusia wajib thaat, kepada-Nya manusia tunduk dan patuh dan kepadaNya manusia wajib bersyukur, yang karenanya pula hubungannya dengan
penciptanya, Allah SWT. Mereka diliputi kehinaan dimana saja mereka berada,
kecuali jika mereka berpegang kepada tali (agama) Allah dan tali (perjanjian)
dengan manusia dan mereka kembali mendapat kemurkaan dari Allah dan
mereka diliputi kerendahan. Yang demikian itu karena ayat-ayat Allah dan
membunuh para Nabi tanpa alasan yang benar. Yang demikian itu disebabkan
mereka durhaka dan melampaui batas (QS. Ali-Imran: 112).
Ungkapan Al-Quran tentang proses kejadian manusia, begitu jelas dan
runut, yang sampai saat ini, tak satu pun pakar ilmu kedokteran atau pakar
lainnya yang membantahnya. Justru sebaliknya ayat-ayat Al-Quran menjadi
sumber kejadian manusia dan penelitian berbagai bidang ilmu pengetahuan.
Berkaitan dengan proses kejadian manusia ini dikembangkan embriologi, yang
sekarang berkembang dengan pesat. Tiga kegelapan dalam proses kejadian
manusia yang diungkap Al-Quran telah dipahami oleh pakar embriologi sebagai
kegelapan perut (chorion), kegelapan rahim (amnion) dan kegelapan dinding
uterus (alntheis, selaput yang melindungi bayi). Al-Quran selayaknya menjadi
sumber rujukan dalam pengkajian dan pengembangan ilmu, teknologi dan
peradaban, karena ia bukan perkataan-perkataan manusia, melainkan firmanfirman pencipta manusia, Yang Maha Mengetahui yang tampak dan yang
tersembunyi, Yang Maha Mengetahui yang ghaib dan yang nyata. Dan
selayaknya pula bahwa pengembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan
peradaban tidak melesat dari Al-Quranul Karim.
1.3. Jenis Kejadian Manusia
Ungkapan Al-Quran tentang kejadian manusia pun menyangkut aspek jenisjenis proses penciptaan manusia. Nabiyullah Adam AS, sebagai manusia pertama
diciptakan Allah dari seorang diri dengan materi tanah, sementara Siti Hawa, istri
Nabiyullah Adam AS, diciptakan dari bagian tubuh Nabiyullah Adam AS (QS. Az
Zumar : 6 dan QS. An Nisa : 1) yang berbunyi :





Dia menciptakan kamu dari seorang diri kemudian Dia jadikan daripadanya
isterinya dan Dia menurunkan untuk kamu delapan ekor yang berpasangan dari
binatang ternak. Dia menjadikan kamu dalam perut ibumu kejadian demi
kejadian dalam tiga kegelapan. Yang (berbuat) demikian itu adalah Allah, Tuhan
kamu, Tuhan Yang mempunyai kerajaan. Tidak ada Tuhan (yang berhak
disembah) selain Dia; maka bagaimana kamu dapat dipalingkan?(QS.39:6)







Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan
kamu dari diri yang satu, dan daripadanya Allah menciptakan istrinya, dan dari
pada keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang
banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) namaNya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan
silaturahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.
(QS.4:1)
Adapun keturunan selanjutnya, manusia diciptakan Allah SWT melalui
sebuah proses pembuahan (perkawinan) seperti yang diungkap di dalam QS. AsSajadah : 7-9 dan QS. Al-Mukminun : 12-14.




Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati
(berasal) dari tanah. () Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang
disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). () Kemudian air mani itu Kami
jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging,
dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu
Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang
(berbentuk) lain. Maka Maha Sucilah Allah, Pencipta Yang Paling Baik.
(QS.23:12-14)
Jenis proses penciptaan lain adalah yang terjadi pada Nabiyullah Isa AS. Beliau
dilahirkan ke dunia tanpa seorang ayah, tanpa melalui proses pembuahan. Hal ini
diungkap Al-Quran :


Sesungguhnya misal (penciptaan) Isa di sisi Allah, adalah seperti (penciptaan)
Adam. Allah menciptakan Adam dari tanah, kemudian Allah berfirman kepadanya
: Jadilah (seorang manusia), maka jadilah dia (QS. 3 : 59)
Maha Suci Allah dengan segala kekuasaan-Nya, Yang telah menciptakan
manusia dengan berbagai ragam proses kejadian, yang menunjukan kekuasaanNya, ke-Maha Agung-an-Nya menciptakan segala sesuatu, yang sampai saat ini
ilmu pengetahuan hanya mampu mengidentifikasi jenis perkembangbiakkan
makhluq hidup secara seksual dengan pembuahan dan aseksual (tanpa
pembuahan, termasuk didalamnya adalah partenogenesis tumbuhnya biji dari sel
telur saja dan pembiakan vegetatif, tumbuhnya individu baru dari organ tubuh
tanaman). Perkembangan ilmu dan teknologi memang telah mampu melahirkan
bayi tabung, bahkan telah mampu melakukan kloning pada tanaman dan hewan,
namun manusia sampai saat ini tak mampu membuat sel sperma dan telur atau
bahan-bahan lain sebagai dasar dari rekaya ilmu dan teknologi. Kekuasaan Allah
yang demikian luas, selayaknya menjadikan manusia bertaqwa kepada-Nya,
tidak menyombongkan diri, sebaliknya selalu bergantung dan bermohon kepadaNya, sebab tanpa-Nya manusia hanyalh segenggam tanah yang kering tak
berguna, hanya setetes air yang hina, segumpal darah dan daging yang kotor,
yang mungkin tak mampu memberikan manfaat apa-apa dalam kehidupannya.
Dengan-nya manusia menjadi mulia, dengan-Nya manusia menjadi berguna. Hai
orang-orang yang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul apabila
Rasul menyeru kamu kepada suatu yang memberi kehidupan kepada kamu, dan
ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah membatasi antara manusia dan hatinya

dan sesunggunya kepada-Nyalah kamu akan dikumpulkan (QS. Al-Anfaal :


24).
Dengan asal dan kejadian yang diungkap Al-Quran, sudah sepantasnya pula
manusia mempersatukan dirinya dalam ikatan iman, kasih sayang dan
persaudaraan. Mereka berasal dari diri yang satu (Adam), diciptakan oleh
Pencipta Yang Satu, Allah, dan diatas nama-Nya manusia saling meminta dan
bekerjasama dengan aturan yang satu, yakni aturan yang diciptakan-Nya-Al
Islam.
1.4. Kesempurnaan Bentuk Manusia
Ungkapan Al-Quran tentang manusia, terputus sampai proses kejadiannya,
tetapi diungkap pula tentang bentuk manusia setelah ia sempurna diciptakan
Allah SWT. Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang
sebaik-baiknya. Kemudian Kami kembalikan dia ke tempat yang serendahrendahnya (neraka), kecuali orang-orang yang beriman dan beramal sholeh,
maka bagi mereka pahala yang tiada putus-putusnya. (QS. At-Tiin: 4-6).
Manusia diciptakan Allah dengan bentuk yang sebaik-baiknya. Dibandingkan
dengan makhluq lain, dalam segala halnya, manusia adalah makhluq yang lebih
unggul. Dibandingkan dengan makhluq lain seperti mikroorganisme, tumbuhan
dan hewan, sebagai makhluq yang kasat mata manusia memiliki organ yang jauh
lebih sempurna dan fungsi faal yang juga lebih sempurna. Demikian pula dari
segi akal, manusia dilengkapi dengan otak yang paling berkembang diantara
makhluq kasat mata yang ada. Dan kelebihan yang paling asasi manusia dengan
makhluq kasat mata adalah dilengkapinya dengan ruh yang dicipta Allah SWT.
jika dibandingkan dengan makhluq mughoyyabat (ghaib), jin dan malaikat,
manusia dibandingkan malaikat ia lebih lengkap karena malaikat tidak memiliki
nafsu, adapun dengan jin ia tidak memiliki jasad (tanah). Diungkapkan di dalam
Al-Quran Dan sesungguhnya telah kami muliakan anak-anak Adam, kami
angkut mereka di daratan dan lautan, Kami beri mereka rizki dari yang baik-baik
dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan
makhluq yang telah Kami ciptakan (QS. Al-Isra : 70). Manusia merupakan
makhluq yang mulia dengan segala kelebihan potensinya dari makhluq lain yang
Allah ciptakan. Namun demikian, kemuliaan manusia bukanlah kemuliaan yang
muthlaqah (absolut), tetapi ia menuntut sejumlah prasyarat, yakni iman dan
amal sholeh. Tanpa iman dan sholeh, kemuliaan manusia sirna dengan
sendirinya, bahkan ia akan lebih buruk dan lebih jahat dari binatang. Dan
sesungguhnya Kami jadikan untuk isi neraka Jahannam kebanyakan dari jin dan
manusia, mereka mempunyai hati tetapi tidak dipergunakannya untuk
memahami (ayat-ayat Allah), dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak
dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka
mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat
Allah). Mereka itu seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi.
Mereka itulah orang-orang yang lalai. (QS. Al-Araf : 179). Peran agama bagi
manusia, karenanya sangatlah fundamental. Karena agama adalah nasihat, ia
adalah petunjuk sekaligus kemuliaan hidup manusia. Ia akan mengeluarkan
manusia dari kegelapan dan membawanya pada cahaya yang terang benderang.
Rasulullah SAW menjelaskan: Agama itu nasihat. Kami (para sahabat) bertanya:
Untuk siapa (Ya Rasulullah) ? Beliau menjawab: Bagi Allah, Kitab-Nya, Rasul-Nya,
serta pemimpin-pemimpin ummat Islam pada umumnya. (HR. Imam Muslim).
2. Hakikat Manusia
2.1. Sebutan Manusia dalam Al-Quran

Manusia disebut di dalam Al-Quran dengan berbagai sebutan, yang


menunjukan kemultidimensian manusia. Manusia disebut dengan sebutan AlInsan, yang menunjuk karakternya seperti sering berbuat salah, lemah, dan
berbagai kekurangan lain (QS. Al-Maarij:19-21), Sesungguhnya manusia
diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir. Apabila ditimpa kesusahan, ia berkeluh
kesah, dan apabila ia mendapat kebaikan, ia amat kikir, kecuali orang-orang
yang mengerjakan sholat, dan (QS. An-Nisa:28), Allah hendak memberikan
keringanan kepadamu dan manusia dijadikan bersifat lemah). Namun ada juga
yang berpandangan bhawa dalam term Insan ini menunjukan bahwa manusia itu
makhluk terbaik yang diberi akal sehingga dengan akalnya itu manusia dapat
menyerap dan mengembangkan ilmu pengetahuan (QS 55:3-4). Kemudian
Manusia dikatakan pula sebagai An-Naas, yang menunjuk para karakter
rabbaniyyah atau uluhiyyahnya, yakni makhluq yang menyembah pada
penciptanya (QS. An-Naas:1-6). Dalan term annas juga bisa menujjukan bahwa
manusia memeiliki karakter berkelompok sesama jenis (aspek sosiologis)
(QS.2:21). Manusia pun disebut dengan sebutan Al-Basyar, yang menunjuk
pada manusia sebagai makhluq biologis yang membutuhkan makan, minum,
berusaha, dan sebagainya (QS. Al-Kahfi : 110,



Katakanlah: Sesungguhnya aku ini hanya seorang manusia seperti kamu, yang
diwahyukan kepadaku : bahwa sesungguhnya Tuhan kamu adalah Tuhan yang
Esa. Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya maka hendaklah ia
mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seseorang
pun dalam beribadat kepada Tuhannya.(QS. Al-Kahfi:110)
Manusia dikatakan pula dengan Bani-Adam, yang menunjuk pada ketinggian
kedudukan manusia diatas makhluq Allah yang lain (QS. Al-Isra : 70). Atau
ditinjau dari segi historisnya bahwa manusia keturunan adam (QS. 17:70; 7:31)
2.2. Hakikat dan Potensi Manusia
Al-Quran mendeskripsikan manusia dengan perspektif (dimensi) yang
menyeluruh. Hal ini menunjukan bahwa untuk mendeskripsikan dan memahami
manusia (marifatul insan) tidak cukup dari satu aspek, namun mesti dilihat
secara komprehensif. Meskipun demikian, menurut Hamid (1989), ketepatan
manusia menjawab pertanyaan-pertanyaan (1). Dari mana manusia berasal, (2).
Untuk apa manusia hidup, dan (3). Dapatkah manusia berbuat sesuai
kehendaknya, dan (4). Mau kemana setelah manusia hidup, adalah cukup untuk
membekali manusia dalam mengenal dirinya.
Manusia adalah makhluq ciptaan Allah yang disusun dari ruh dan tanah
dan dilengkapi dengan potensi hati, akal, dan jasad (QS. Al-Hir : 28-30; AnNahl : 78). Dengan potensi itulah manusia dilebihkan dari makhluq yang lain.
Kelebihan dan kemuliaan manusia ini disediakan untuk menjalankan amanah
ibadah (QS. Adz-Dzaariyat : 56, Dan Aku tidak meciptkan jin dan manusia
melainkan supaya mereka menyembah-Ku) dan menjalankan fungsi khilafah
dimuka bumi (QS. Al-Baqarah : 30, Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada
para malaikat: Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah dimuka
bumi. Mereka berkata : Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) dibumi
itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah,
padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan
Engkau ? Tuhan berfirman : Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak
engkau ketahui, dan QS. Hud : 61, .Dialah yang telah menciptakan kamu
dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu pemakmurnya akrena itu mohonlah
ampunan-Nya, kemudian bertaubatlah kepada-Nya. Sesungguhnya Tuhanku

amat dekat (rahmat-Nya) lagi memperkenankan (doa hamba-Nya). Peranan dan


tugas yang dilakukan ini akan mendapatkan balasan yang sesuai (QS. AlZalzalah : 7-8; Barangsiap yang mengerjakan kebaikan seberat dzarahpun,
niscaya dia akan melihat (balasan)nya. Dan barangsiapa mengerjakan kejahatan
seberat dzarahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya pula.
2.3. Pendayagunaan Potensi Manusia
Apabila manusia menyadari akan kelebihan yang karunikan Allah
kepadanya, tentu manusia akan mendayagunakan potensinya lebih produktif dari
tanaman, bertingkah laku lebih baik dibandingkan binatang, dan mensucikan
jiwanya sebagaimana malaikat, karena potensi yang demikian mulia dan tinggi
disadari sebagai nimat Allah, yang semestinya digunakannya untuk bersyukur
kepada Allah SWT, dengan thaat dan tunduk terhadap segala aturannya dan
meninggalkan segala larangannya.


Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan: Sesungguhnya jika
bersyukur, pasti Kami akan menambah (nimat) kepadamu, dan jika kamu
mengingkari (nimat-Ku), maka sesungguhnya adzab-Ku sangat pedih (QS.
Ibrahim : 7)
Dalam rangka bersyukur kepad Allah SWT, maka potensi yang Allah
karuniakan pada manusia hendaknya didayagunakan seoptimalkan mungkin,
sehingga potensinya tidak menganggur (idle), yang menjerumuskan diri manusia
ke dalam kekufuran dan azab yang sangat pedih. Pendayagunaan potensi (hati,
akal dan jasad) manusia secara tepat merupakan suatu hal yang dituntut, karena
ia akan dipertanggungjawabkan di sisi Allah SWT, sebagai sang pemberi nimat.




Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan
tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu
akan diminta pertanggungjawabannya (QS. Al-Isra: 36).
Hati hendaknya didayagunakan untuk menghasilkan motivasi dan niat yang
baik (ikhlashun niyah) dalam segala aspek kehidupan manusia. Hati pun
hendaknya didayagunakan dalam rangka membangun keinginan-keinginan
manusia yang kuat (al azmu al aniid), sehingga manusia hidup memiliki obsesi,
cita-cita, tujuan, visi yang bersih dengan senantiasa melakukan proses
pembersihan hati (tazkiyatun nafs) dan mengingat Allah SWT (dzikrullah).
Dengan dzikrullah hati menjadi tenteram, kuat dan teguh pendirian (QS. ArRaad: 29; (yaitu) Orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi
tentrean dengan nikmat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allahlah hati
menjadi tenteram), dengan tazkiyatun nafs, hati menjadi bersih, tumbuh dan
berkembang untuk meraih kemenangana (QS. Asy-Syam : 9; Sesungguhnya
beruntunglah orang yang menyucikan jiwa itu ). Posisi hati dalam hidup manusia
sangatlah sentral, karena dalam hati terletak motivasi, didalam hati pula terletak
potensi taqwa dan kejahatan. Beruntung orang yang mendayagunakannya
dengan tazkiyatun nafs dan merugilah orang yang mengotorinya dengan
kedurhakaan (QS. Asy-Syam : 7-10). Rasulullah SAW mengungkapkan :
..ingatlah bahwa dalam jasad (tubuh seorang itu) ada segumpal daging, jika ia
baik maka baiklah jasad seluruhnya dan jika rusak maka rusaklah jasad
seluruhnya. Ingatlah ia adalah hati (HR. Bukhori Muslim).

Akal hendaknya didayagunakan dalam rangka memperoleh ilmu Allah baik


yang termaktub dalam kitabnya ( ayat qauliyah) maupun dalam ayat-ayat-Nya
yang terbentang luas dialam ciptaan-Nya (ayat kauniyah). Tak disangsikan lagi
bahwa kehebatan manusia adalah terletak pada penggunaan akalnya. Dengan
penggunaan akal tersebut manusia meraih kemajuan-kemajuan yang luar biasa.
Kemajuan ilmu dan teknologi, kemajuan komunikasi dan informasi telah banyak
merubah tatanan kehidupan manusia secara global. Dengan ilmu manusia
mendapatkan rahasia-rahaisa nikmat Allah yang tersimpan dalam ciptaan-Nya.
Allah SWT mengangkat derajat kehidupan orang yang berilmu pengetahuan lebih
baik dari orang yang tidak berilmu pengetahuan (QS. Al-Mujaadalah : 11 ; .
. niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman diantaramu dan
orang yang beri ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui
apa yang kamu kerjakan). Ilmu hendaknya menjadi landasan manusia didalam
beramal, sebab tanpa ilmu amal manusia menjadi sia-sia. Tanpa ilmu, amal
manusia menjadi tidak terencana, tidak terkendali, tidak terfokus, dan tidak
tercapai tujuan dengan tepat (QS. Al-Isra : 36). Pada akhirnya ilmu hendaknya
menjadi sarana bagi mansuia untuk lebih dekat dan takut kepada Allah SWT (QS.
Faathir : 28; .Sesungguhnya yang takut kepada Allah diantara hambahamba-Nya, hanyalah ulama. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha
Pengampun).
Jasad manusia didayagunakan untuk beramal sebagai bentuk kesempurnaan
Islamnya. Dan katakanlah : bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta
orang-orang yang beriman akan melihat pekerjaanmu dan kamu akan
dikembalikan kepada (Allah) yang mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata,
lalu diberitakannya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan. (QS. AtTaubah : 105). Jasad, karenanya harus dipelihara dengan makanan dan
minuman yang halal dan thoyyib (bergizi) secara proporsional, dilatih dengan
berbagai ketrampilan fisik dan olahraga. Rasulullah SAW mengatakan, bahwa
seorang mumin yang kuat lebih dicintai Allah dibandingkan mumin yang lemah.
Lebih jauh al-Quran mengungkapkan bahwa hidup manusia diuji oleh Allah siapa
yang paling baik beramal .yang menjadikan mati dan hidup, supaya dia
menguji kamu, siapa diantara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha
Perkasa lagi Maha Pengampun. (QS. Al-Mulk : 2). Amal yang dituntut seorang
muslim adalah amal yang berkualitas (ahsanul amal). Amal yang berkualitas
adalah amal yang dilandasi dengan kepahaman (alfahmu) atau ilmu dan
keikhlasan. Cakupan amal seorang muslim sangat luas. Ia wajib beramal untuk
dirinya, membekali dirinya dengan keterampilan dan kepribadian Islami. Allah
SWT mencintai seorang mumin yang memiliki keterampilan - Innallahu
yuhibbul mumina almuhtarif - Sesungguhya Allah mencintai seorang mumin
yang memiliki keahlian (kreatif). Manusia pun wajib beramal untuk keluarganya
dengan kerja (maisyah), untuk mensejahterakan keluarga dan anak-anaknya.
Manusia wajib pula bekerja untuk masyarakatnya dengan dakwah, melalui
aktivitas al amru bil maruf wan nahyu anil munkar (menyeru kepada kebajikan
dan mencegah kemunkaran, QS. Al-Imran : 104). Dan berbagai aktivitas sosial
(amal khori) (QS. Al-Hajj : 77; Hai orang-orang yang beriman, rukulah kamu,
sujudlah kamu, sembahlah Tuhanmu, dan berbuatlah kebajikan, supaya kamu
mendapat kemenangan ). Puncak amal seseorang adalah berjihad dan
berkorban dijalan Allah SWT. Hai orang-orang yang beriman, sukakah kamu Aku
tunjukan suatu perniagaan yang dapat menyelamatkan kamu dari azab yang
pedih ? (yaitu) kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan berjihad dijalan
Allah dengan harta dan jiwa-mu. itulah yang lebih baik bagi kamu jika kamu
mengetahuinya(QS. Ash-Shaaf : 9-10). Sesungguhnya Allah telah membeli
dari orang-orang mumin, diri dan harta mereka dengan memberikan surga
untuk mereka. Mereka berperang pada jalan Allah; lalu mereka membunuh atau
terbunuh. (itu telah menjadi) janji yang benar dari Allah dalam Taurat, Injil, dan

Al-Quran. Siapakah yang menepati janjinya (selain) dari pada Allah ? maka
bergembiralah dengan jual beli yang kamu lakukan itu, dan itulah kemenangan
yang besar (QS. At-taubah : 111).
2.4. Keseimbangan Pendayagunaan Potensi Manusia (Tawazun)
Aspek penting dalam pendayagunan sumberdaya (potensi) manusia adalah
tawazun (keseimbangan), yakni keseimbangan di dalam menjaga potensi dan
keseimbangan di dalam pendayagunaannya.
Tawazun (seimbang) merupakan ciri dari penciptaan makhluq termasuk juga
manusia dan alam. Allah SWT menciptakan alam secara seimbang dan stabil
sehingga perjalann alam teratur yang telah menciptakan tujuh langit berlapislapis. Kamu sekali-kali tidak melihat pada penciptaan Tuhan yang maha Pemurah
sesuatu yang tidak seimbang. Maka lihatlah berulang-ulang, adakah kamu lihat
sesuatu yang tidak seimbang ? (QS. Al-Mulk :3). Perjalanan bulan, matahari,
bumi, dan bintang begitu seimbang dan teratur. Telah berabad-abad lamanya,
mereka tetap berputar tanpa adanya kekurangan sedikitpun, hal ini karena telah
diatur oleh Allah SWT dengan keseimbangan (tawazun) ciptaannya. Salah satu
contoh keseimbangan adalah adanya tarik menarik yang seimbang antara planet,
begitu pula kecepatan perputaran bumi yang sangat cepat, sehingga menjadikan
kita berdiri di bumi sama sekali tidak merasa berputar. tidaklah mungkin bagi
matahari mendapatkan bulan dan malampun tidak dapat mendahului siang. Dan
masing-masing berjalan pada garis edarnya.(QS. Yaasin : 40). Tawazun pada
diri manusia adalah keseimbangan diantara aspek-aspek (sumberdaya) yang ada
didalam diri manusia seperti ruh, akal, dan jasad; termasuk di dalamnya adalah
keseimbangan terpenuhinya segala kebutuhan bagi ruh, akal dan jasad.
Kebutuhan ruh dipenuhi dengan dzikrullah, sehingga hati menjadi tenteram,
jiwa menjadi tenang (QS. Ar-Raad : 29). Kekeringan jiwa, stres, merupakan
gejala sakitnya ruh akibat kurangnya porsi dzikrullah dalam hidup manusia. Islam
telah memberikan tuntunan yang sempurna bagi manusia untuk merawat
ruhaninya dengan sholat, zakat, membaca Al-Quran, berdoa, beramal sholeh
dan amal-amal Islami yang lain. Banyak manusia yang berusaha menenangkan
jiwanya dengan mendengar musik, nonton film, atau dengan hiburan-hiburan
lain, namun justru mereka tidak mampu mengusir keresahan dan kegelisahan
jiwanya, tanpa ingat kepada Allah (dzikrullah).
Kebutuhan akal manusia, dipenuhi dengan ilmu. Dengan ilmu, manusia
menemukan kebenaran, dengan kebenaran manusia menebarkan kebaikan dan
keindahan, dengan kebaikan dan keindahan dicapai kesejahteraan, dan diatas
kesejahteraan dibangun peradaban. Sungguh indah Islam mengajarkan bahwa
Allah meninggikan derajat orang-orang yang beriman dan berilmu pengetahuan
(QS. Al-Mujaadalah : 11). Tidak ada kesejahteraan dan kemakmuran yang
dibangun diatas kebodohan. Karenanya Islam dari awal memerintahkan orangorang yang beriman untuk membaca dan berilmu (QS. Al-Alaq : 1-5 ; Bacalah
dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptkan, Dia telah menciptkan
mausia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha Pemurah,
yang mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam. Dia mengajarkan kepada
manusia apa yang tidak diketahuinya ). Rasulullah SAW pun menyatakan :
Menuntut ilmu adalah kewajiban bagi setiap muslim . Lebih jauh dari itu,
terhadap syahadat saja, seorang muslim diperintahkan untuk mempelajarinya
(QS. Muhammad : 19 ; Maka ketahuilah, bahwa sesungguhnya tidak ada
Tuhan (yang Haq) melainkan Allah dan mohonlah ampunan bagi dosamu dan
bagi (dosa) orang-orang mumin, laki-laki dan perempuan. Dan Allah mengetahui
tempat kamu berusaha dan tempat tinggal). Islam mengajarkan keislaman dan

keimanan seseorang dibangun di atas ilmu dan kesadaran, bukan dengan dogma
dan ikut-ikutan (taqlid).
Kebutuhan jasad dipenuhi dengan makanan dan minuman; termasuk di
dalamnya adalah sandang dan papan, serta kesehatan. Terpenuhinya kebutuhan
pangan, sandang, papan, serta kesehatan secara thayyib (bersih, sehat, dan
bermutu) menjadikan kehidupan seseorang sehat dan kuat. Namun selain
thayyib, Islam pun mewajibkan pemehuhan kebutuhan jasad manusia dengan
halal (QS. Al-Baqarah:168 ; Hai sekalian manusia makanlah yang halal lagi
baik dari apa yang ada di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah
syetan, karena sesungguhnya syetan itu musuh yang nyata bagimu ). Kehalalan
merupakan suatu hal yang sangat penting untuk pertumbuhan jasad manusia.
Rasulullah SAW menyatakan : Daging yang tumbuh dari perkara yang haram itu
tidak akan bertambah kecuali neraka patut baginya (HR. Tirmidzi). Jasad
manusia adalah untuk amal, jika ia dipenuhi dengan barang haram akan mandul
potensinya dan tidak produktif aktivitasnya. Islam karenanya memerintahkan
setiap mumin untuk bekerja mencari yang halal, agar dicapai kemandirian dan
kesejahteraan. Pada beberapa hadist Rasulullah SAW menekankan akan urgensi
kerja dan larangan keras untuk meminta-minta dengan bentuk apa pun juga.
salah seorang di antara kamu keluar pada pagi hari dan mengumpulkan kayu
bakar agar ia dapat bersedekah kepada orang lain. Tindakan ini lebih baik
baginya daripada meminta kepada seseorang yang kadang-kadang memberi dan
kadang-kadang tidak. Ingatlah, tangan di atas lebih mulia daripada tangan di
bawah(HR Muslim). Pada hadist lain dikatakan : Barang siapa meminta
sesuatu padahal dia tidak membutuhkannya, pada hari kiamat mukanya akan
cacat (HR. Ahmad). Dan pada hadist lain diterangkan : jika seorang hamba
membuka pintu untuk mengemis maka Allah akan membuka pintu kemiskinan
baginya. Selain menekankan pentingnya kerja, Rasulullah SAW pun menjelaskan
tentang kemulyaan makan dari hasil usaha sendiri. Dan beliau pun menerangkan
pula bahwa nabi-nabi dahulu pun bekerja dengan profesi-profesi yang dimilikinya,
beliau mengatakan : Maa akala ahadun thoaamun kaana ya-kulu min
amali yadihi- makanan yang paling baik dimakan seseorang adalah dari hasil
kerjanya. Nabi Allah, Daud AS, makan dari hasil kedua belah tangannya(HR.
Bukhari). Al-Hakim menyebutkan dari Hadist Ibnu Abas bahwa para nabi
menekuni berbagai jenis profesi. Nabi Daud adalah pembuat baju besi dan
tameng, Nabi Adam petani, Nabi Nuh tukang kayu, Nabi Idris tukang jahit, dan
Nabi Musa penggembala (HR. Hakim). Lebih jauh dari situ bekerja merupakan
pintu datangnya ampunan Allah SWT, Man asma kaallan minamali yadihi
asma maghfuran lahu barang siapa yang terbekali oleh hasil keringatnya
sendiri, ia menjadi orang yang diampuni dan dalam hadits lain dinyatakan man
baata kaalan min thalabil halal baata maghfuran lahu barang siapa yang
lelap kelelahan karena mencari (rezeki) yang halal, ia lelap dalam ampunan(HR.
Ibnu Asakir dar Anas).
Tawazun yang ada pada diri manusia menjadikan hidupnya seimbang dan
teratur. Hidup seimbang dan teratur merupakan hidup dalam fithrah yang hanif,
cenderung kepada yang baik. Maka hadapkanlah wajahmu yang lurus kepada
agama (Allah); (tetaplah atas) fithrah Allah yang telah menciptakan manusia
menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang
lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahuinya(QS. Ar-Rahman : 30).
Hidup yang fitri menjadikan jiwa tentram dan hati dapat menilai mana yang baik
dan mana yang buruk, khususnya pada nilai-nilai yang universal. Karenanya,
fitrah hendaknya dijaga agar tidak tertutupi oleh masiat dan dosa-dosa yang
mengakibatkan fitrah itu tidak lagi mempunyai kekuatan untuk menilai dan tidak
dapat lagi berfungsi dengan baik. Fitrah itu Allah berikan kepada setiap manusia,
bahkan semenjak manusia dilahirkan ia dalam keadaan fitrah, di mana, kapan,
dan kepada siapa pun ia dilahirkan. Namun, lingkungan sangat berpengaruh,

apakah manusia akan tetap dalam fithrahnya ataukah ia akan mematikannya


sehingga tidak berfungsi. Rasulullah SAW menyatakan : setiap anak dilahirkan
dalam keadaan fithrah, maka kedua orang tuanya yang membuatnya menjadi
Yahudi, Nasrani, atau Majusi (HR. Bukhari Muslim). Lingkungan, baik
lingkungan sosial, politik, ekonomi, budaya, dan lain-lain sangat berpengaruh
pada kehidupan seorang muslim, karenanya merupakan bentuk penjagaan
terhadap fithrah manusia, bahwa setiap muslim berkewajiban untuk
mengkondisikan lingkungannya sealalu kondusif untuk fithrah dan keislamannya,
melalui dawah (QS. Ali Imran : 104; Dan hendaklah ada diantara kamu
segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang
makruf dan mencegah dari yang mungkar; merekalah orang-orang yang
beruntung).
Fithrah yang ada pada diri manusia menjadikan hidup yang diliputi dengan
nikmat baik kenikmatan yang bersifat lahiriyah, karena terpenuhinya kebutuhankebutuhan jasadiah, maupun kenikmatan yang bersifat bathiniyah, karena
terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan ruhiyah dan akal. Allah SWT berfirman :
Tidaklah kamu perhatikan sesungguhnya Allah telah menundukan untuk
(keperluan )mu apa yang di langit dan apa yang di bumi dan menyempurnakan
untukmu nikmat-Nya lahir dan batin. Dan diantara manusia ada yang
membantah tentang (keesaan) Allah tanpa ilmu pengetahuan atau petunjuk dan
tanpa kitab yang memberi keterangan (QS. Luqman:20). Semua nikmat yang
Allah limpahkan kepada manusia, baik nikmat lahir maupun batin, adalah dalam
rangka membekali manusia untuk menunaikan tugas dan fungsi hidupnya di
dunia, yakni untuk ibadah dan dakwah.
3. Kedudukan dan Tugas Hidup Manusia
3.1. Status Kedudukan Manusia
Telah dijelaskan bahwa manusia memiliki kedudukan istimewa di antara
makhluk-makhluk ciptaan Allah lainnya. Tumbuh-tumbuhan diciptakan Allah SWT
untuk manusia. Hewan pun diciptakan Allah untuk manusia. Demikian pula
dengan ciptaan Allah yang lain seperti lautan dan gunung-gunung, matahari dan
rembulan, Allah ciptakan untuk kepentingan fasilitas hidup manusia (QS.
Yaasiin: 33-45). Keistimewaan lain yang di ungkap Al-Quran berkaitan dengan
kedudukan manusia di antara ciptaan-ciptaan Allah lainnya, dijelaskan di dalam
Al-Qur-an Surat Ar-Rahman :1-34). Di sela-sela Al-quran Surat Ar-Rahman
tersebut, Allah SWT mengingatkan Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah
yang kamu dustakan? . Keistimewaan yang lain tentang manusia, adalah
diperintahkannya pada malaikat untuk sujud kepada manusia sebagai tanda
hormat akan kemuliaan manusia (QS. Al-Baqarah : 30). Dari keistimawaankeistimewaan penciptaan manusia, dapat dikemukakan beberapa status
kedudukan manusia, yang antara lain :
Manusia adalah makhluk termulya. Hal ini dikemukakan Al-Quran di
dalam Surat Al-Isra: 70.




Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka
di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezki dari yang baik-baik dan Kami
lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk
yang telah Kami ciptakan.(QS.17:70)
kemudian manusia dalam ayat ini antara lain dikemukakan bahwa makanan
manusia berbeda dengan makhluk lain. Jika hewan makan dari benda yang masih

kotor, maka manusia makan dari makan yang baik (thayyibah). Kemulyaan lain
adalah Allah angkat manusia untuk mampu menguasai daratan dan lautan,
termasuk di dalamnya adalah udara. Manusia mampu mengarungi samudra yang
luas dengan bahtera dan petunjuk bintang-bintang. Manusia pun mampu
melintasi bumi yang luas dengan kendaraan yang ia ciptakan. Demikian pula
manusia mampu mengarungi angkasa luas terbang melintasi gunung-gunung
yang tinggi bahkan mampu menembus angkasa luar. Terlebih di abad modern ini
kemampuan manusia untuk mencapai ilmu dan teknologi begitu canggih, yang
semua itu tidak mampu dilakukan baik oleh tumbuh-tumbuhan, maupun hewan,
atau bahkan oleh makhluk-makhluk lainnya.
Manusia makhluk yang paling indah bentuk dan kejadiannya.
Sebagaimana di dalam Al-Quran Surat Tiin:4; dikemukakan bahwa manusia
diciptakan dalam bentuk yang seindah-indahnya. Postur tubuh manusia
merupakan bentuk yang paling tegak dibandingkan dengan postur tubuh hewan
yang ada. Otak manusia memiliki volume yang jauh lebih besar dibandingkan
binatang. Demikian pula pada bentuk fisik lainnya, seperti indah dan
seimbangnya bagian-bagian pada tubuh manusia.
Manusia makhluk yang diberi kebebasan memilih dan mampu
membedakan yang baik dan yang buruk. Dalam (Q.S. Asy-Syams : 7-10
dijelaskan maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan
ketaqwaan, sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya. Manusia
diberikan kemampuan untuk mengetahui kebaikan (ketaqwaan) dan keburukan
(kefasikan), namun manusia tidak dipaksakan utnuk mengikuti salah satunya,
melainkan diberikan kebebasan untuk memilihnya sesuai dengan pertimbangan
akal sehatnya. Sungguh ini adalah suatu nikmat, karena hal tersebut
mengisyaratkan
bahwa manusia adalah makhluk yang didewasakan dan
makhluk yang dipercayai untuk bertanggung jawab. Dalam ayat lain dikatakan
(QS.2:256; 18:29) :


Dan katakanlah: "Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; maka barangsiapa
yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan barangsiapa yang ingin (kafir)
biarlah ia kafir". Sesungguhnya Kami telah sediakan bagi orang-orang zalim itu
neraka, yang gejolaknya mengepung mereka. Dan jika mereka meminta minum,
niscaya mereka akan diberi minum dengan air seperti besi yang mendidih yang
menghanguskan muka. Itulah minuman yang paling buruk dan tempat istirahat
yang paling jelek.(QS.18:29)
Manusia makhluk yang diberikan kemampuan untuk mendapatkan ilmu
pengetahuan. Manusia diciptakan Allah selain dari tanah dan ruh, di bekali pula
dengan perlengkapan-perlengkapan
yang mendukung manusia untuk
mendapatkan ilmu pengetahuan (QS. Al Alaq:1-5). Alat-alat tersebut antara lain :
pendengaran, penglihatan, akal pikiran, dan hati (QS. An Nahl :78 dan QS. Al
Mulk : 23; katakanlah: Dia-lah yang menciptakan kamu dan menjadikan bagi
kamu pendengaran, penglihatan, dan hati.( Tetapi) amat sedikat kamu
bersyukur). Lisan (QS. Ar Rahman : 1-4; (Tuhan) Yang Maha Pemurah, yang
telah mengajarkan Quran, Dia menciptkan manusia, mengajarnya pandai
berbicara. Pena (QS. Al-Qalam:1-2 Nuun, demi kalam danapa yang mereka
tulis, berkat nikmat Tuhanmu kamu (Muhammad) sekali-kali bukan orang gila).
3.2. Tugas Hidup Manusia

Setelah manusia memahaminya tentang hakekat dirinya dan kedudukan


keberadaannya di muka bumi ini, maka merupakan suatu yang logis jika muncul
suatu pertanyaan untuk apa manusia hidup. Hewan hidup hanya untuk makan
dan memenuhi gharizahnya (kebutuhan biologisnya). Manusia tentunya
memiliki misi hidup yang lebih mulia dari sekedar makan. Makan merupakan
bagian kecil saja dari kegiatan hidup manusia. Hanyalah orang-orang kufur yang
menjadikan hidup ini sebagai tempat bersenang-senang tanpa batas dan mereka
makan sebagaimana binatang makan (QS. Muhammad : 12; Sesungguhnya
Allah masukkan orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh ke
dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, dan orang-orang yang
kafir itu bersenang-senang (di dunia) dan mereka makan seperti makanannya
binatang-binatang. Dan neraka tempat tinggal mereka ).
Pakar barat mengatakan bahwa tujuan manusia hidup itu bertingkat-tingkat,
sesuai dengan strata sosialnya. Tujuan hidup manusia yang paling rendah adalah
untuk memenuhi kebutuhan fisiologis, seperti pangan, sandang, dan papan.
Tujuan yang paling tinggi adalah untuk mendapatkan rasa aman. Selanjutnya
adalah untuk diterima lingkungannya, dan yang tertinggi adalah untuk realisasi
diri. Setelah manusia mampu untuk mengaktualisasikan dirinya dengan prestasi,
karier, jabatan, dan lain-lain, selanjutnya manusia mau apa tampaknya belum
ada jawabannya.
Al-Quran memandang bahwa kedudukan manusia yang mulia dan istimewa,
merupakan nikmat Allah yang tidak boleh didustakan, tetapi sebaliknya justru
mesti disyukuri, karenanya, apa yang dilakukan manusia semestinya merupakan
bentuk rasa syukur kepada Allah SWT. Berkaitan dengan hal ini, Dr Yusuf
Qardhawi mengutif pendapat Imam ar Raghib Al-Isfahani, bahwa tugas pokok
manusia yang paling menonjol meliputi 3 hal, yakni:

(a) Beribadah kepada Allah.


firman Allah SWT :


Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka
menyembah-Ku (QS. Adz-Dzariyah:56).
Manusia tidak begitu saja diberikan kemuliaan oleh Allah SWT, melainkan
menuntut adanya syarat, yakni beribadah. Beribadah adalah thaaat mutlak
kepada yang disembah yang mengandung kesempurnan cinta kepada-Nya
dan kesempurnaan pengagungan kepada-Nya. Ibadah yang demikian dapat
dilakukan dengan baik hanya memahami kekuasaan-Nya dan hak-hak-Nya.
Oleh karena itu Ibnu Abas memberi tafsiran kata agar mereka menyembahKu dengan gar mereka memahami aku. Hal ini dapat dipahami bahwa,
jika orang belum memahami yang disembah, ia tidak akan menyembah
secara benar, seperti halnya yang dinyatakan Al-Quran surat Muhammad :19.
persyaratan ibadah adalah ikhlas, sebagaimana firman Allah SWT : padahal
mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah aku dengan memurnikan
kethaaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus, dan
supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan demikian itulah
agama yang lurus (QS. Al-Bayyinah:5). Beribadah berarti membebaskan
manusia dari kepatuhan terhadap segala sesuatu selain Allah; membebaskan
manusia dari menyembah makhluk halus, membebaskan manusia dari
penyembahan terhadap benda indrawi (alam, binatang, batu, patung);
membebaskan manusia dari penyembahan terhadap dirinya sendiri; yaitu
mengikuti hawa nafsu, dan penyembahan terburuk adalah menyembah hawa

nafsu (QS. Al-Furqan : 43). Ibadah menurut Taimiyyah adalah mencakup


segala apa yang dicintai dan diridhai Allah, baik berupa ucapan maupun
perbuatan.

(b) Menjadi khalifah di muka bumi. Itugas pokok manusia kedua adalah
menjadi khalifah, sebagaimana difirmankan Allah SWT dalam Q.S. Al
Baqarah :30. Allah mengkhususkan tugas ini kepada manusia tidak kepada
makhluk lainnya, seperti dilukiskan Al-Quran berikut: Sesungguhnya kami
telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi, dan gunung-gunung,
maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir
akan mengkhianatinya, dan dipikulkan amat itu oleh manusia. Sesungguhnya
manusia itu sangat dzalim dan amat bodoh(QS. Al-Ahzab:72). Makna khalifah
adalah wakil Allah di muka bumi, yang memberikan makna agar manusia
melaksanakan perintah-Nya dan menegakkan kebenaran serta keadilah,
sebagaimana perintah Allah SWT kepada Nabi Daud : Hai Daud,
Sesungguhnya kami menjadikan kamu khalifah (penguasa) di muka bumi,
maka berilah keputusan (perkara) di antara manusia dengan adil dan
janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, karena ia akan menyesatkan kamu
dari jalan Allah. Sesungguhnya orang-orang yang sesat di jalan Allah akan
mendapat
adzab
yang
berat,
karena
mereka
melupakan
hari
perhitungan(QS. Shaad:26). Sebagai khalifah, setiap manusia berkewajiban
untuk menegakkan kebenaran dan keadilan serta berprilaku dengan akhlak
Allah SWT meski dengan kapasitas manusiawi. Manusia yang buruk dalam
pandangan Al-Quran, adalah manusia yang pasif dan lemah, tidak
mengatakan yang benar, tidak mampu berbuat sesuatu, menerima tidak
pernah memberi, mengkonsumsi tetapi tidak berproduksi, menjadi beban
orang lain, bahkan tidak mampu memberikan manpaat bagi siapa pun.
Sebaliknya manusia yang ideal adalah manusia yang aktif dan kreatif, baik
untuk dirinya maupun untuk kebaikan orang lain; mengatakan yang haq,
mengajak kepada kebajikan, memperjuangkan keadilan, dan pada saat yang
sama berada di atas jalan yang lurus, sebagaimana firman Allah : Dan Allah
membuat pula perumpamaan: dua orang lelaki yang seorang bisu, tidak
dapat berbuat sesuatu pun dan dia menjadi beban atas penanggungnya,
kemana saja dia disuruh oleh penanggungnya itu, dia tidak dapat
mendatangkan sesuatu kebajikan pun. Samakah orang itu dengan orang
yang menyuruh berbuat keadilan, dan dia berada pula di atas jalan yang lurus
? (QS. An-Nahl:76). Berkaitan dengan makna khalifah, perlu dipahami
tentang sifat-sifat kekhalifahan manusia sebagai berikut:
b.1 Adamu haqiqat al-Mulkiyah (bukan pemilik yang asli). Manusia bukanlah
pemilik asli alam semesta, manusia hanyalah diberikan amanah oleh Allah
SWT untuk mengelola alam ini dengan baik, membangun dan memeliharanya
(QS. Al-Ahzab:72).
b.2.Tasharuf Bil Iradatil Mustakhlaf (menggunakannya sesuai dengan
kehendak yang mewakilkannya). Allah SWT mengharapkan agar manusia
mengelola alam sesuai dengan kehendak-Nya. Allah sebagai pencipta alam
dan manusia telah menciptakan pula aturan-aturan yang lengkap. Alam
diciptakan Allah untuk manusia, karenanya, diharapkan manusia mengelola
alam tersebut sesuai dengan aturan-aturan-Nya, meski pengelolaannya
diserahkan kepada manusia.
b.3 Adamut Taadi alal Hudud (tidak menentang terhadap peraturan). Sejalan
dengan makna khalifah bahwa manusia harus mengelola alam sesuai dengan
kehendaknya, adalah manusia tidak boleh menentang aturan-aturan yang
Allah tetapkan. Manusia sebagai kahlifah yang merupakan wakil Allah di bumi
untuk membangun dan memelihara alam menjadi tidak wajar jika ia

menentang peraturan penciptanya, meski manusia memiliki kecenderungan


untuk ingkar dan tidak berterima kasih kepada Allah SWT (QS. Al-Adiyaat:611).
(c) Memakmurkan Bumi. Tugas pokok manusia ketiga adalah memakmurkan
bumi sebagaimana firman Allah SWT:



Dia telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu
pemakmurnya, karena itu mohonlah ampunan-Nya, kemudian bertobatlah
kepada-Nya. Sesungguhnya Tuhanku amat dekat (rahmat-Nya) lagi
memperkenankan (doa hamba-Nya). (QS. Huud:61).
Memakmurkan bumi merupakan bagian dari tugas khalifah, namun istimar ini
dipisah agar tidak terjadi pandangan bahwa khalifah itu hanya berkifrah pada
aspek akhirat saja, kurang memperhatikan masalah dunia; padahal dalam
Islam, dunia merupakan bekal untuk ladang akhirat.
Semua tugas hidup manusia di atas merupakan amanah bagi yang
menunaikannya, ia akan mendapatkan balasan besar, sebaliknya bagi yang
tidak bertanggung jawab dan melalaikannya (khianat) mendapatkan kerugian
yang sangat besar. Diantara akibat kelalaiannya adalah diumpamakan Allah
dengan binatang dan tanaman hingga ia serupa dengan makhluk lainnya
yang lebih rendah. Di dalam Al-Quran perumpamaan orang-orang yang
berkhianat terhadap tugas hidupnya adalah diserupakan dengan binatang
ternak (kal Anam), yakni yang lalai dari kewajiban dan bersikap khianat (QS.
Al-raaf : 179), dan QS. Al-Furqon : 43-44), seperti anjing (kal kab), yakni
selalu memperturutkan hawa nafsunya untuk mengejar kehidupan duniawi
demi prestasi dan ambisi, padahal nafsu mesti terkendali (QS. Al-Araaf :179),
seperti monyet (kal kird), yang tidak mau beramal saleh dan fasik (QS. AlMaidah : 60), seperti babi (kal Khinzir), yang fasik dan kotor keadaan dan
kondisi hidupnya (QS. Al-Maidah:60), seperti kayu (kal khasb), yang
dipandang mulia dan mengagumkan di sisi manusia karena bentuk fisiknya,
padahal sangat rendah di sisi Allah SWT (QS. Al-Munafiqun:4), seperti batu
(kal Hijr), yang berkhianat dan keras hati untuk menerima perintah-perintah
Allah (QS. Al-Baqarah:74), seperti laba-laba (kal ankabut), yakni yang
mengambil perlindungan atau penolong selain Allah SWT (QS. Al-Ankabut:41),
dan seperti keledai (kal Himar), yakni yang senantiasa mendustakan ayatayat Allah (QS. Al-Jumuah :5).
4

Sifat dan Aspek Kejiwaan Manusia

4.1 Jiwa Manusia


Jiwa manusia senantiasa berubah-ubah. Perubahan ini dipengaruhi oleh
sejauh mana kekuatan-kekuatan kejiwaan yang ada di dalam diri manusia itu
diperankan. Di dalam diri manusia terdapat nafs (hawa nafsu) selain ruh. Nafsu
manusia merupakan sesuatu yang unik, ia dapat berbuat baik tapi dapat pula
berbuat buruk, dengan peluang yang sama, sebagaimana difirmankan oleh
Allah : Dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya), maka Allah
mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketaqwaan(QS. AsySyams :7-8). Pertentangan dan peperangan antara ruh dan hawa nafsu terjadi di
dalam diri manusia. Status kejiwaan manusia sangat ditentukan oleh siapa di
antara keduanya (ruh dan hawa nafsu) yang mampu mendominasi. Al-Quran
mengungkapkan sungguh beruntung orang yang mampu membersihkan dirinya
(tazkiyatun nafs), yakni menjadikan ketaqwaan yang mendominasi kehidupan,

tetapi sangatlah merugi orang-orang yang mengotori jiwanya, yakni yang


menjadikan kefasikannya sebagai dominasi kehidupan (QS. Asy-Syams: 9-10).
Nafsul Muthmainnah, jiwa yang tenang (ruh di atas hawa nafsunya).
Dalam peperangan antara ruh dan hawa nafsu, bisa saja ruh yang menang atau
sebaliknya nafsu yang menang. Jika ruh manusia mampu menguasai hawa nafsu,
maka menjadilah jiwa manusia itu nafsul muthmainnah (jiwa yang tenang). Pada
jiwa yang tenang, ketaqwaan merupakan pakaian kehidupannya. Dzikir dan
ibadah merupakan aktivitas hidup yang utama, yang dengannya manusia akan
semakin tenteram jiwanya (QS. Ar-Rad : 28), terhindar dari sifat serta
perbuatan keji dan mungkar (QS. Al-Ankabut: 45). Jiwa yang tenteram akan
membentuk jiwa yang senantiasa ingat kepada Allah baik di waktu berdiri, duduk
atau dalam keadaan berbaring (QS. Ali-Imran: 191), mampu bersabar dalam
thaat kepada Allah (QS. Al-Kahfi: 28). Allah SWT memanggil orang yang
beriman dan beramal saleh dengan jiwa yang tenang dengan hati yang puas dan
diridhai-Nya (QS. Al-Fajr : 27-30).
Nafsul Lawwamah, jiwa yang selalu menyesali jiwanya (ruh tarik menarik
dengan hawa nafsu). Tarik menarik antara ruh dan hawa nafsu merupakan
realitas yang terjadi pada manusia. Menang atau kalah sangat tergantung pada
kesadaran, ilmu, kekuatan kehendak, serta hidayah yang Allah berikan kepada
seseorang. Dorongan hawa nafsu dengan bisikan syetan selalu menggoda ketika
kita menjalankan ibadah. Kekalahan diperoleh bagi mereka yang hawa nafsunya
menguasai dirinya, misalnya mereka memakan makanan dari uang yang haram,
melanggar syariat untuk mencapai ambisi, dan menjadikan hawa nafsu sebagai
pemimpinnya. Tarik-menarik antara ruh dan hawa nafsu mewujudkan fenomena
pribadi yang tidak komitmen dan tidak stabil, bahkan kadang kufur, kadang
mukmin dan begitu seterusnya. Mereka seperti mempermainkan Allah dengan
iman dan kafir sehingga Allah tidak memberi ampunan kepada mereka (QS. AnNisa : 137). Menipu Allah dengan akal-akalan dimana kadang percaya, kadang
tidak menjerumuskan manusia dalam keraguan dengan apa yang dikerjakannya
dan selalu bimbang dalam beramal. Allah tidak memberi petunjuk kepada
mereka yang ragu kepada-Nya (QS. An-Nisa :143). Jiwa manusia yang
lawwamah, menjadi jiwa yang selalu menyesali dirinya, selalu menipu Allah
dengan berpura-pura dan tidak mengamalkan Islam, padahal mereka menipu diri
mereka sendiri (QS. Al-Qiyamah: 2, dan Al-Baqarah: 9).
Nafsul Amarah Bis Suu, jiwa yang selalu menyuruh kepada kejahatan
(ruh dibawah hawa nafs). Ruh yang berada di bawah pengaruh nafsu amarah.
Hawa nafsunya selalu dipenuhi dengan keinginan untuk mengalahkan kethaatan
dan kepentingan ibadah. Tingkah lakunya selalu berorientasi pada syahwat, yang
menghasilkan pribadi yang cenderung pada kejahatan. Mereka menjadikan hawa
nafsunya sebagai tuhan, maka kesesatanlah yang akan mereka terima, dimana
hati terkunci, pendengaran dan penglihatan tertutup, bahkan mereka dibiarkan
sesat dengan ilmunya. karenanya, Allah SWT memerintahkan kita untuk
menggunakan potensi akal untuk memikirkannya (QS. Al-Furqan : 43 dan AlJaatsiyah : 23). Manusia pada dasarnya berorientasi dan cinta kepada syahwat,
namun demikian diperlukan pengendalian terhadap syahwat dengan dzikrullah.
Syahwat menjadikan manusia hidup bergairah dan mempunyai harapan serta
cita-cita, namun kecenderungan ini perlu terkendali (QS. Ali Imran : 14). Jiwa
manusia memang selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang
dirahmati Allah (QS. Yusuf : 53).
4.2. Sifat-Sifat Manusia
Sifat manusia merupakan perwujudan dari kondisi kejiwaan manusia, yang
secara umum dikelompokkan ke dalam sifat taqwa (jalan kebenaran) dan sifat

fujur (jalan yang salah). Manusia yang bertaqwa adalah manusia yang selalu
membersihkan dirinya (tazkiyatun nafs). Jiwa yang bersih akan memunculkan
sifat-sifat seperti syukur (QS. Ibrahim : 7), sabar (QS. Al-Baqarah : 45, 153 ; QS.
Ali Imran : 16, 200), penyantun, penyayang, bijaksana, suka bertaubat,
lemah lembut, jujur, dapat dipercaya, hingga akhirnya akan diperoleh
keberhasilan. Keberhasilan merupakan balasan Allah atas pilihan manusia
terhadap ketaqwaan didalam mendayagunakan potensinya. Sebaliknya jika sifat
fujur yang diambil manusia, maka nerakalah balasannya. Balasan Allah SWT
merupakan keadilan-Nya kepada manusia, karena sesungguhnya Allah telah
menunjukan dua jalan dan manusia diberikan potensi untuk mengetahuinya,
bahkan manusia pun telah diberikan kebebasannya untuk memilih (QS. Al-Balad :
8-10; Bukankah Kami telah memberikan kepadanya dua buah mata, lidah, dan
dua buah bibir. Bukankah Kami telah menunjukan kepadanya dua jalan, lihat
pula QS. Al-Insaan: 3, At-Taghaabun: 2 ). Sifat fujur menjadikan manusia
memperturutkan syahwatnya dan cenderung bersifat tergesa-gesa (QS. Al-Isra:
11, Al-Anbiya: 37), berkeluh kesah (QS. Al-Maaarij: 19), gelisah (Al-Maaarij :
20), enggan berbuat (Al-Maaarij: 21), bakhil (QS. Al-Isra: 100), kufur (QS.
Ibrahim: 34), susah payah (QS. Al-Balad: 4), senang berdebat (QS. Al-Kahfi:
54), pembantah (QS. Al-Aadiyaat: 6), Zhalim (QS. Ibrahim : 34, QS. Al-Ahzab :
72), jahil (QS. Al-Ahzab : 72), lemah (QS. An-Nisa: 28) merasa cukup (QS.
Al-Alaq: 6-7), sombong (QS. Al-Isra: 83), merugi (QS. Al-Ashr: 1-3) dan akhirnya
mereka akan mengalami kegagalan.

5. Pedoman dan Tujuan Hidup Manusia


5.1. Pedoman Hidup Manusia
Manusia diciptakan Allah dalam keadaan tidak berpengetahuan (QS. AnNahl: 78). Disisi lain, manusia pun diberikan potensi yang sama untuk berbuat
taqwa atau berbuat fujur, karena adanya tarikan antara ruh dan hawa nafsu (QS.
Asy-Syams : 7-8). Karenanya, manusia membutuhkan suatu pedoman dan
petunjuk sebagai standar kebenaran yang akan menjadi alasan bahwa apakah
manusia telah menempuh jalan yang benar atau jalan yang salah, yang dengan
demikian dapat ditegakkan neraca keadilan. Tanpa petunjuk manusia akan
tersesat dan tidak mengetahui dirinya tersesat atau tidak. Dalam Al-Quran
dijelaskan : Dan Dia mendapati mu sebagai seorang yang bingung, lalu dia
memberikan petunjuk (QS. Adh-Dhuha: 7); Sucikanlah nama Tuhanmu Yang
Maha Tinggi, yang menciptakan dan menyempurnakan (ciptaan-Nya), dan yang
menentukan kadar (masing-masing) dan memberi petunjuk (QS. Al-Alaa: 1-3).
Manusia membutuhkan petunjuk, tentu dari Penciptanya, bukan dari
makhluq yang diciptakan-Nya, sebab kebenaran hanya datang dari Sang Pencipta
(QS. Al-Kahfi: 29), bukan dari ciptaan (yang jahil) dan tidak ada setelah
kebenaran itu melainkan kesesatan (Adh-Dholaal). Al-Quran menyatakan Maka
(Zat yang demikian) itulah Allah Tuhan kamu yang sebenarnya; maka tidak ada
sesudah kebenaran itu; melainkan kesesatan. Maka bagaimanakah kamu dapat
dipalingkan (dari kebenaran)? (QS. Yunus: 32)
Petunjuk hidup manusia adalah aturan-aturan Penciptanya, kehendakkehendak Penciptanya, yang tertuang di dalam kitab-Nya yang suci. Dialah AlQuranul karim, sebagaimana firman Allah:


Alif Laam Miim. Kitab (Al-Quran) ini tidak ada keraguan padanya, petunjuk bagi
mereka yang bertaqwa, (yaitu) orang-orang yang beriman kepada yang ghaib,
yang mendirikan sholat dan menafkahkan sebahagian rezekinya yang Kami
anugerahkan kepada mereka (QS. Al-Baqarah: 1-3).
Al-Quran adalah petunjuk hidup yang tidak sedikit pun ada keraguan
padanya, yang telah terbukti kebenarannya, dan terjaga keasliannya (QS. Al-Hijr :
9; Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al-Quran dan sesungguhnya Kami
benar-benar memeliharanya). Bukan itu saja, Allah SWT pun memberikan
tantangan kepada manusia, jika mereka tidak mengimani Al-Quran dengan
menjadikannya sebagai petunjuk Dan jika kamu (tetap) dalam keraguan tentang
Al-Quran yang Kami wahyukan kepada hamba Kami (Muhammad), buatlah satu
surat (saja) yang semisal Al-Quran itu dan ajaklah penolong-penolong selain
Allah, jika kamu orang-orang yang benar(QS. AL-Baqarah: 23). Dalam ayat
lain dikatakan Apakah hukum jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum)
siapakah yang lebih baik dari pada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin
(QS. Al-Maidah: 50).
Selain Al-Quran, petunjuk hidup manusia adalah Sunnah Rasul. Rasul
adalah manusia terbaik yang dipilih Allah untuk menyampaikan wahyu-Nya (QS.
Al-Kahfi: 110), tanpa kehadirannya manusia tidak mengenal petunjuk
Penciptanya. Melalui Rasul itulah manusia menerima ajaran Allah, melalui Rasul
manusia mengetahui bagaimana mempraktekkan ajaran Allah, karenanya
mengimaninya merupakan manifestasi dari keimanan kepada-Nya pula. Al-Quran
menandaskan :


Hai orang-orang yang beriman, thaatilah Allah dan thaatilah Rasul (Nya), dan
ulil amri di antara kamu. Dan jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu,
maka kembalikan ia kepada Allah (Al-Quran) dan Rasul (Sunnahnya), jika kamu
benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih
utama bagimu dan lebih baik akibatnya (QS. An-Nisa : 59).






Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia. Dan apa yang
dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah; dan bertaqwalah kepada Allah,
sesungguhnya Allah sangat keras hukuman-Nya (QS. Al-Hasyr: 7).
Dalam hadits pun dikemukakan : Aku tinggalkan dua perkara, yang apabila
kamu berpegang teguh padanya, niscaya kamu tidak akan sesat selamalamanya, yaitu kitabullah dan sunnah Rasul-Nya. (HR. Bukhori Muslim).
5.2. Tujuan Hidup Manusia
Manusia diciptakan Allah SWT bukan tanpa tujuan. Dimuliakan
kedudukannya, diberi tugas dan amanah untuk ibadah dan memimpin dunia agar
terpenuhi kesejahteraan hidupnya, yang dengannya manusia akan diberikan
balasan setelah mereka dikembalikan kepada penciptanya. Al-Quran
menyatakan: Maka apakah kamu mengira, bahwa sesungguhnya Kami
menciptakan kamu secara main-main (saja), dan bahwa kamu tidak akan
dikembalikan kepada Kami ? (QS. Al-Muminuun : 115).

Pada hakikatnya tujuan hidup manusia adalah berusaha menuju dan


mencapai ridha Allah SWT sebagaimana diisyaratkan dalam firmannya. Dan
keridhaan-Nya itu tercermin dalam karunianya yang dilimpahkan kepada manusia
berupa kesuksesan di dunia, kesuksesan di akhirat dan diselamatkan dari api
neraka (QS,2:201)
Firman Allah SWT




Katakanlah: "Sesungguhnya shalatku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah
untuk Allah, Tuhan semesta alam, (QS. 6:162)




Allah menyeru (manusia) ke Darussalam (surga), dan menunjuki orang yang
dikehendaki-Nya kepada jalan yang lurus (Islam).(QS.10:25)

Dan di antara mereka ada orang yang berdo`a: "Ya Tuhan kami, berilah kami
kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa
neraka". (QS.2:201)
Tidak seperti orang-orang yang beriman, yang menganggap hidup hanyalah
di dunia saja (QS. Al-Anaam: 29), seorang beriman mencurahkan seluruh
hidupnya untuk mencapai kemenangan, yakni balasan kebaikan dari Allah SWT
dan keridhaan-Nya yakni surga yang penuh dengan kenikmatan, sebagaimana
dinyatakan dalam Al-Quran Dan diantara manusia ada orang yang
mengorbankan dirinya karena mencari keridhaan Allah; dan Allah Maha
Penyantun kepada hamba-hamba-Nya (QS. AL-Baqarah: 207). Dalam ayat lain
Allah berfirman : sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin,
diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka
berperang pada jalan Allah, lalu mereka terbunuh atau membunuh. (itu telah
menjadi) janji yang benar dari Allah dalam Taurat, Injil dan Al-Quran. Dan
siapakah yang lebih menepati janjinya (selain) daripada Allah ? maka
bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu, dan itulah
kemenangan yang besar(QS. At-Taubah : 111).
6. Teladan Hidup Manusia
Dalam menggapai kebaikan hidup di dunia maupun di akhirat, kaum
muslimin harus disamping menjadikan alquran sebagai pedoman dalam
hidupnya, juga mereka harus meneladani orang-orang yang dicintai dan diridhai
Allah swt, yaitu: (1) Rasulullah Muhammad SAW (QS.33:21); (2) Para Nabi dan
Rasul lainnya (QS. 60:4); (3) Orang-orang yang mengikuti petunjuk Allah Swt
(Para Nabi,Shiddiqin, Syuhada, Shalihin dll(QS. 4:69).
Ada beberapa alasan mengapa manusia (khususnya umat Islam) harus
menjadikan Rasulullah SAW sebagai teladan dalam segala dimensi kehidupan,
diantaranya:
Pertama, Manusia diciptakan oleh Allah SWT untuk beribadah kepadanya
sebagaimana dinyatakan dalam Al-Quran.


Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka
menyembah-Ku. (QS.51:56)





Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan
memurnikan keta`atan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus,
dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang
demikian itulah agama yang lurus. (QS. 98:5)




Katakanlah: "Sesungguhnya shalatku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah
untuk Allah, Tuhan semesta alam, (QS. 6:162)
Ibadah yang dimaksud adalah segala ucapan dan perbuatan yang dicintai
Allah SWT sesuai dengan yang disyariatkan. Ibadah bukan hanya melaksanakan
shalat, zakat, puasa dan ibadah haji, melainkan seluruh aktivitas manusia dari
bangun sampai tidur, dari tidur hingga bangun (kembali). Semua aktivitas
tersebut jika dilakukan sesuai dengan syariat dan penuh keikhlasan, maka
aktivitas itu termasuk kategori ibadah, seperti menuntut ilmu, menolong orang
yang membutuhkan, menjalankan suatu perniagaan, berdiskusi, bersilaturahmi,
dan sebagainya.
Dalam melaksanakan ibadah ini umat Islam tidak boleh membuat aturan
dan melakukannya dengan keinginan sendiri melainkan harus meneladani ibadah
yang telah dilakukan oleh baginda Rasulullah SAW. karena beliaulah yang paling
tahu dan paling benar dalam menjalankan ibadahnya kepada Allah SWT. inilah
alasan pertama mengapa umat Islam harus meneladani Rasulullah SAW.
Kedua, sebagai bukti cinta kepada Allah SWT. artinya jika umat Islam
mencintai Allah SWT, maka diantara indikator kecintaannya itu tercermin dalam
mengikuti Rasulullah SAW. Hal ini ditegaskan dalam al-Quran surat Ali- Imran
ayat 31.




Katakanlah: "Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah
mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu." Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang.(QS. Ali Imran:31)
Dari ayat tersebut ditegaskan bahwa mencintai Allah SWT harus diikuti dengan
mengikuti Rasulullah SAW. Dan barangsiapa yang mengikuti Rasulullah SAW ini
maka Allah SWT akan senantiasa mencintainya dan Dia akan mencurahkan
maghfirahNya.
Ketiga, Diperintah Allah SWT. maksudnya Allah SWT memepintahkan
kepada manusia untuk senantiasa mentaatiNya dan mentaati Rasul sebagaimana
ditegaskan dalam Al-Quran


Hai orang-orang yang beriman, ta`atilah Allah dan ta`atilah Rasul (Nya), dan ulil
amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu,
maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur'an) dan Rasul (sunnahnya), jika
kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu
lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.(QS. An-Nisa:59)



Katakanlah: "Ta`atilah Allah dan Rasul-Nya; jika kamu berpaling,


sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang kafir".(QS.3:32).

maka

Keempat, Rasulullah SAW adalah uswatun hasanah dan memiliki akhlak


yang agung sehingga patut untuk diteladani hal ini ditegaskan dalam Al-Quran.




Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik
bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari
kiamat dan dia banyak menyebut Allah. (QS.33:21)
Rasulullah SAW sebagai qudwah hasanah (teladan) yang memiliki
kesempurnaan yang justru karena beliau mengetahui akhlak, maka jadilah beliau
sebagai manusia yang paling mulia akhlaknya sebagaimana ditegaskan dalam
firman Allah SWT.

Sesungguhnya engkau (Muhammad) berbudi pekerti yang luhur. (QS 68:4)
Sahabat Anas r.a menyatakan:
Adalah Rasulullah SAW manusia yang paling baik peranginya. (HR Bukhari dan
Muslim)
Abdullah bin Umar r.a. meriwayatkan, bahwa Nabi SAW pernah bersabda:
Sesungguhnya yang paling
akhlaknya. (Muttafaq alaih).

baik

diantara

kamu

ialah

yang

paling

baik

Kemudian bagaimana cara meneladani Rasulullah SAW ?


Pertama, dengan ittiba (mengikuti) kepada Rasulullah SAW dalam setiap
kehidupan. .... fattabiuuni ... (ikutilah aku) (QS. Ali Imran:31). Dalam hal ini
umat Islam harus mengikuti jejak langkah rasulullah SAW dalam seluruh dimensi
kehidupan kecuali yang menjadi kekhususan bagi rasul. Baik yang berkaitan
dengan ibadah mahdhah, ibadah sosial maupun dimensi-dimensi kehidupan
lainnya. Jalan untuk mengikuti ini tentunya dengan cara mempelajari Al-Quran
dan Sunnah / hadits yang shahih.
Kedua,
dengan thaat, yaitu mentaati Rasulullah SAW dalam setiap
perintah dan menjauhi larangannya. Sebagaimana ditegaskan dalam al-Quran
surat 3:32 dan surat an-Nisa: 9.
Ketiga, dengan mencintai Rasulullah SAW dan menempatkannya pada
prioritas cinta yang utama setelah cintai kepada Allah SWT. hal ini diisyaratkan
dalam Al-Quran surat at-Taubah:24.








Katakanlah: "Jika bapa-bapa, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, kaum
keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu
khawatiri kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai,
adalah lebih kamu cintai daripada Allah dan Rasul-Nya dan (dari) berjihad di
jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya." Dan
Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang fasik. (QS.9:24)
Meneladani Ibadah Rasulullah SAW.

Hendaknya setiap muslim


beribadah. Beliau yang sudah
namun beliau tetap beribadah
tidak kurang 100 kali setiap hari,

selalu terbayang bagaimana rasulullah SAW


dijamin oleh Allah SWT mendapatkan surga,
dengan sungguh-sungguh, membaca istighfar
beribadah malam hingga kaklinya bengkak, dst.

Meneladani Kezuhudan Rasulullah SAW.


Setiap muslim hendaknya membayangkan bagaimana sikap Rasulullah SAW
yang senantiasa mencerminkan sifat zuhud. Beliau tak pernah makan roti hingga
kenyang, beliau tidak pernah tidur dialas kasur yang empuk dan mewah,
malahan beliau tidur diatas serabut kurma dan berbantalkan rerumpuntan,
berpakaian sederhana namun bersih dan rapi.
Meneladani Kesabaran dan kelembutan Rasulullah SAW.
Setiap muslim hendaknya membayangkan dan meneladani rasul. Beliau
tidak marah ketika melihat orang badus yang kencing di dalam masjid namun
setelahnya beliau menasehatinya, beliau tidak marah ketika dilempari kotoran
dan diludahi oleh orang yang tidak suka padanya, dst.
Meneladani Kemandirian Rasulullah SAW.
Rasulullah adalah figur umat manusia sepanjang zaman. Beliau menunjukan
sifat kemandiriannya, tidak menjadikan beban orang lain namun justru
menunjukan sikap untuk senantiasa mengurangi dan membantu kesulitan orang
lain. Beliau menjahit baju dan memperbaiki sepatunya sendiri, membantu
isterinya dst.
Wallahu alam bish-shawaab
7. Teman dan Lawan Hidup Manusia
Lingkungan merupakan suatu hal yang penting bagi kehidupan manusia.
Lingkungan yang baik akan berpengaruh positif terhadap manusia, sebaliknya
lingkungan yang buruk akan berpengaruh buruk pula bagi manusia. Di atas itu
semua manusia dituntut untuk bersosialisasi dengan lingkungan. Oleh
karenanya, teman di dalam kehidupan manusia memiliki posisi yang penting
pula.
Di dalam Al-Quran orang-orang yang beriman diperintahkan untuk
berteman dengan orang-orang yang baik dan dilarang untuk berteman dengan
orang-orang kafir.




Janganlah orang-orang mukmin mengambil orang-orang kafir menjadi wali
dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Barangsiap berbuat demikian,
niscaya lepaslah ia dari pertolongan Allah kecuali karena (siasat) memelihara diri
dari sesuatu yang ditakuti dari mereka. Dan Allah memperingatkan kamu
terhadap diri (siksa)-Nya. Dan hanya kepada Allah kembali (mu) .(QS.3:28)
Lebih jauh dari itu, terhadap syetan hendaknya dijadikan sebagai musuh (QS.
Al-Baqarah : 208; Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam
Islam secara keseluruhan, dan janganlah kamu turut langlah-langkah syetan.
Sesungguhnya syetan itu musuh yang nyata bagimu). Dalam QS. Faathir : 6,
dijelaskan Sesunguhnya syetan itu musuh bagimu, maka anggaplah ia musuh
(mu), karena sesungguhnya syetan-syetan itu hanya mengajak golongannya
supaya mereka menjadi penghuni neraka yang menyala-nyala . Pada sisi lain AlQuran memerintahkan pada sesama muslim untuk saling bersaudara dan saling

melindungi Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah bersaudara karena itu


damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertaqwalah kepada Allah supaya
kamu mendapat rahmat (QS. Al-Hujurat : 10). Dalam ayat lain dikemukakan :






Dan orang-orang yang beriman, laki-laki dan perempuan, sebahagian mereka
(adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. Mereka menyuruh
(mengerjakan) yang maruf, mencegah dari yang mungkar, mendirikaan sholat,
menunaikan zakat, dan mereka thaat kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu
akan diberi rahmat oleh Allah; Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha
Bijaksana(QS. At-Taubah: 71).
Dari ayat di atas secara umum manusia terpilih menjadi dua golongan,
yakni golongan mukmin, yang dirahmati Allah dan golongan yang benci Allah,
dimana golongan yang dirahmati Allah hendaknya dijadikan kawan, dan golongan
yang dibenci Allah hendaknya tidak dijadikan kawan. Al-Quran mengungkap
lebih jauh tentang pembagian manusia tersebut, dengan berbagai variasi
sebutan. Adapun golongan manusia yang dicintai Allah antara lain :
1.
Al-Muhsinin (orang-orang yang berbuat ihsan; QS. Al-Baqarah : 195; AliImran : 134; dan Al-Maidah : 13)
2.
Al-Muttaqiin (orang-orang yang bertaqwa; QS. At-Taubah:7; Ali-Imran: 76).
3.
Ash-Shabirin (orang-orang yang Shabar, QS. Ali-Imraan : 146)
4.
Al-Mutawakkilin (orang-orang yang bertawakkal, QS. Ali-Imraan : 159)
5.
At-Tawwabiin wal Mutathahhirin (orang-orang yang bertaubat dan
mensucikan diri, QS. At-Taubah : 108 dan Al-Baqarah : 222)
6.
Al-Muqshithin (orang-orang yang adil, QS. Al-Maidah:42 dan Al-Hujurat : 9)
7.
Al-Mujaahidin (orang-orang yang berperang di jalan Allah, QS. Ash Shaf : 4
dan al-Maidah : 54)
8.
Yang mencintai Allah (QS. Ali-Imraan : 31 dan Al-Maidah : 54)
9.
Yang bersikap lemah lembut terhadap orang mukmin (QS. Al-Maidah :
54)
10. Yang tegas terhadap orang-orang kafir (QS. Al-Maidah : 54)
11. Yang tidak takut celaan dalam menegakkan Dienullah (QS. AlMaidah : 54)
12. Al-Muminin (Orang-orang yang beriman, QS. Al-Fath : 18)
13. Orang-orang yang takut kepada Allah (QS. Al-Bayyinah : 8)
Adapun golongan orang-orang yang dibenci Allah antara lain :
1. Al-Kaafirin (Orang-orang yang kafir, QS. Ali-Imraan : 32)
2. Al-Munafiqiin (orang-orang munafiq, QS. At-Taubah : 68 dan Al-Ahzab : 73)
3. Azh-Zhalimin (orang-oranmg yang zhalim, Qs. Ali-Imraan : 57 , 140)
4. Mufsidin (orang-orang yang merusak, QS. Al-Maidah:64 dan Al-Qashash: 77)
5. Mukhtal Fakhur (orang-orang yang angkuh, sombong, QS. Al-Qashash : 76)
6. Al-Mustakbirin (orang-orang yang sombong, QS. An-Nahl : 23)
7. Al-Farihin (orang-orang yang membanggakan dirinya, QS. Al-Qashash : 76)
8. Al-Musrifin (orang-orang yang boros, berlebihan, QS. Al-Araaf : 31 dan AlAnaam : 141)
9. Orang yang berkhianat dan bergelimang dosa (QS. An-Nisa : 107 dan AlHajj : 38)
10. Al-Musyrikin (orang-orang yang musyrik, QS. Al-Ahzab : 73)
11. Al-Faasiqin (orang-orang yang fasiq, QS. At-Taubah : 96)
12. Orang yang menghalangi jalan Allah (QS. Al-Araaf : 45)

C. AGAMA
1.

Urgensi dan Pengertian Agama

1. 1. Urgensi Agama
Manusia diciptakan Allah SWT dengan potensinya yang luar biasa (akal dan
ilmunya), ia mampu menundukan dunia ini. Jika manusia yang luar biasa
kemampuannya ini menggunakannya untuk kebaikan maka nikmat yang ada
dirasakan (QS. Luqman : 20). Namun sebaliknya, jika kehebatan ini digunakan
untuk memenuhi
hawa nafsu manusia, maka kehancuranlah yang akan
dirasakan. Al-Quran mengingatkan : Andaikata kebenaran itu menuruti hawa
nafsu mereka, pasti binasalah langit dan bumi, dan semua yang ada di
dalamnya. Sebenarnya kami telah mendatangkan kepada mereka kebanggaan
mereka tetapi mereka berpaling dari kebanggan itu (QS. Al-Muminun : 7).
Dalam ayat yang lain dikemukakan : Telah tampak kerusakan di darat dan di
laut disebabkab karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan
kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali
(ke jalan yang benar )(QS. Ar-Rum : 41). Agama dibutuhkan manusia dalam
rangka mengarahkan potensinya agar tidak digunakan secara tidak terkendali,
yang akan mengancam kelangsungan hidup bukan saja manusia, tetapi alam
semesta ini. Kerusakan-kerusakan alam yang sekarang dirasakan manusia di
mana-mana merupakan manifestasi dari rekayasa manusia terhadap potensi
sumber daya alam yang tak terkendali, akibat pengolahan sumber daya tersebut,
tidak bersandar pada aturan-aturan agama (Allah) yang benar.
Kehidupan modern telah membawa manusia pada realitas yang delematis.
Pada satu sisi manusia dituntut untuk hidup kreatif, dinamis dan maju. Namun di
sisi lain kemajuan menuntut manusia untuk menghabiskan segala potensi fisik
(jasad) dan akalnya dalam memenuhi tuntutan kemajuan tersebut. Sementara
potensi lain yang ada pada manusia yakni ruhani, sering terabaikan karena
kurangnya porsi waktu yang dipergunakan untuk memperhatikan ruhaninya.
Tawazunitas kehidupan manusia menjadi sesuatu yang sulit untuk dirasakan.
Tidak jarang jika kita menyaksikan manusia modern yang kelelahan mental dan
intelektualnya (alienasi), yang sering terapinya sering tidak logis. Mereka pergi
ke dukun, meramal dengan horoskop, mengkonsumsi obat-obat penenang,
hiburan, dan sebagainya, yang semuanya tidak dibenarkan menurut akal yang
sehat, dan semuanya akan menghancurkan kehidupan manusia itu sendiri. AlQuran mengingatkan : Demi masa. Sesungguhnya manusia itu berada di dalam
kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan beramal saleh dan nasehat
menasehati supaya mentaati
kebenaran dan nasehat menasehati supaya
menetapi kesabaran (QS. Al-Ashr : 1-3). Agama berperan di dalam
memberikan aspek tawazunitas kehidupan manusia di dalam menata potensinya,
dan menata waktu hidupnya yang disediakan secara terbatas.
Urgensi agama yang lain adalah bahwa agama selalu mendapat tantangan
yang dahsyat dari musuh-musuhnya. Ghazwul fikri (perang pemkiran), baik
melalui sarana budaya, informasi, maupun hiburan-hiburan yang dilakukan oleh
sekuralir dan orang-orang yang tidak senang dengan tegaknya dienullah (AlIslam), demikian keras dilakukan untuk membenturkan Islam dengan realitas
kehidupan, sehingga agama (Islam) disalah tafsir dan disalah-amalkan oleh
pemeluk-pemeluknya sendiri. Dalam pandangan mereka yang terkena penyakit
ini, Islam dipandang sebagai agama Muhammad atau agama yang sama dengan
agama-agama yang lain seperti Hindu, Budha, Nasrani dan juga kepercayaankepercayaan lainnya. Bila agama atau kepercayaan hanya menekanka satu
aspek kehidupan saja (parsial), seperti tata cara ibadah (ritual), maka Islam pun
dianggap hanya agama yang mengatur tata cara beribadah kepada Allah SWT.

yang pada intinya dilukiskan bahwa Islam adalah agama akhirat, yang tidak
mampu mengakomodasi realitas, tidak cocok dengan kehidupan nyata, dan
ujung-ujungnya ditinggalkan. Al-Quran mengungkapkan : Mereka ingin hendak
memadamkan cahaya (agama) Allah dengan mulut (ucapan-ucapan) mereka,
dan Allah tetap menyempurnakan cahaya-Nya meski orang-orang kafir benci .
(QS. Ash-Shaaf : 8)
1. 2. Pengertian Agama
Dari penjelasan di atas, selain pentingnya agama dalam kehidupan manusia
dan alam, pengertian tentang agama (dien) juga merupakan suatu yang urgen,
mengingat bahwa agama telah dipahami secara keliru, sehingga begitu banyak
manusia beragama tetapi jiwa agama telah hilang dari dalam dadanya, telah
mengering dari buah pikirannya, dan telah hampa dari perilakunya.
Pengertian agama (dien) dalam terminologi arab bisa berarti kekuasaan,
sebagaimana hadits Rasul : Orang yang pintar adalah orang yang menguasai
hawa nafsunya dan bekerja untuk hari setelah mati . Dien juga berarti tunduk
(QS. Al-Taubah : 29 ; Perangilah orang-orang yang beriman kepada Allah dan
tidak (pula) kepada hari kemudian dan mereka tidak mengharamkan apa yang
telah diharamkan Allah dan Rasul-Nya dan tidak beragama dengan agama yang
benar (agama Allah), (yaitu orang-orang) yang diberikan Al-Kitab kepad mereka,
sampai mereka membayar jizyah dengan patuh sedang mereka dalam keadaan
tunduk). Makna lain dari dien adalah balasan (QS. Al-Fatihah : 4 ; Yang
menguasai hari pembalasan ), dan dien pun berarti undang-undang atau
peraturan (QS. Yusuf : 76 ; Tiadalah patut Yusuf menghukum saudaranya
menurut undang-undang raja, kecuali Allah menghendakinya. Kami tinggikan
derajat orang yang kami kehendaki : dan di atas tiap-tiap orang yang
berpengetahuan itu ada lagi yang maha mengetahui).
Sayyid Quthub memberikan komentar dalam menafsirkan ayat 76 Surat
Yusuf sebagai berikut : Sesungguhnya nash dalam ayat ini memberikan batasan
sangat mendetail tentang makna dien, bahwa makna kalimat Dien Malik dalam
ayat ini berarti peraturan dan syariat malik (raja). Lalu lanjutannya, Al-Quran
mengungkapkan bahwa peraturan dan syariat adalah dien, maka barang siapa
yang berada pada peraturan dan syariat Allah berarti dia berada dalam dien
Allah. Sebaliknya, barangsiapa yang berada pada peraturan seseorang dan
undang-undang seorang raja berarti ia berada dalam dien raja tersebut.
2. Islam dan Ciri Khas Dienul Islam
2.1 Pengertian Al-Islam
Islam secara harfiah memiliki makna seperti aslama (menundukan atau
menghadapkan wajah, QS. An-Nisa : 125 Dan siapakan yang lebih baik
agamanya daripada orang yang ikhlas menyerahkan diri kepada Allah, sedang
dia pun mengerjakan kebaikan, dan ia mengikuti agama Ibrahim yang lurus. Dan
Allah mengambil Ibrahim menjadi kesayangan-Nya); sallama (menyerahlan diri,
QS Ali-Imran : 83; Maka apakah mereka mencari agama yang lain dari agama
Allah , padahal kepada-Nya-lah berserah diri segala apa yang ada di langit dan di
bumi, baik dengan suka maupun terpaksa dan hanya kepada Allah-lah mereka
dikembalikan). Salaama (kesejahteraan atau keselamatan, QS. Al-Anam : 54;
Apabila orang-orang yang beriman kepada ayat-ayat kami itu datang
kepadamu, maka katakanlah: salaamun alaikum. Tuhanmu telah menetapkan
atas diri-Nya kasih sayang, (yaitu) bahwasannya barang siapa yang berbuat
kejahatan di antara kamu lantaran kejahilan, kemudian ia bertaubat setelah
mengerjakannya dan mengadakan perbaikan, maka sesungguhnya Allah Maha

Pengampun Lagi Maha Penyayang), saliim (kedamaian, QS. Muhammad : 35;


Janganlah kamu lemah dan minta damai padahal kamulah yang di atas dan
Allah (pun) beserta kamu dan Dia sekali-kali tidak ada mengurangi (pahala)
amal-amalmu, dan QS. Al-Baqarah : 208), dan sullam (tangga). Islam,
karenanya dapat diartikan tunduk dan menyerahkan diri, dan setiap muslim wajib
tunduk dan patuh menyerahkan diri sepenuhnya kepada ketentuan Allah SWT
(QS. An-Nusa: 65) dan Islam, berarti keselamatan dan damai, sebab orang yang
telah memikul dien Islam dan mengerjakan tuntunannya akan selamat di dunia
dan akhirat, serta mendapat keselamatan atau kedamaian sejati.
Adapun secara istilah, Islam adalah tunduk dan menyerah kepada Allah baik
lahir maupun batin dengan melaksanakan perintah-Nya. Lapadz Islam digunakan
sebagai nama dari dien dan peraturan yang diturunkan Allah kepada Nabi
Muhammad SAW. dan Allah menerangkan bahwa siapa yang mencari dien selain
Islam tidak akan diterima amal perbuatannya dan di akhirat termasuk orang yang
merugi (QS. Ali-Imran : 85; Barang siapa mencari agama selain agama Islam,
maka sekali-kali tidak akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat
termasuk orang-orang yang merugi ).
2. 2. Ciri Khas Dienul Islam
Dienul Islam memiliki beberapa makna yang menggambarkan sifat dari
dienul Islam itu sendiri, seperti wahyu Allah (Islam merupakan wahyu Allah,
karena Islam mengharuskan manusia untuk tunduk kepada wahyu Allah yang
diturunkan kepada para Nabi terutama Nabi Muhammad SAW, dan Al-Quran
merupakan wahyu Allah yang dituruhkan kepada Rasulullah Muhammad,
sehingga Al-Islam adalah Al-Qurn dan Al-Quran adalah petunjuk Allah, (QS. ALIara : 90, Islam Dienul Anbiya Wal Mursalin (Islam agama para Nabi dan
Rasul, sejak Nabi pertama Adam AS hingga terakhir Muhammad SAW, sebagai
seruan Ibrahim AS : Hai anak-anakku ! Sesungguhnya Allah telah memilih
agama ini bagimu, maka janganlah kamu mati kecuali dalam memeluk agama
Islam : QS. Al-Baqarah : 132), Islam Minhajul Hayah (Islam adalah pedoman
Hidup, QS. Al-Baqarah :1-2, Al-Maidah : 48), Islam Ahkamullah fi kitabihi wa
Sunnati Rasulihi (Islam adalah hukum Allah yang ada di dalam Al-Quran dan
Sunnah, QS. AL-Maidah : 44-48; An-Nisa : 59; Al-Hasyr :7), dan Islam salaamah
ad dunya wal akhirah (selamat dunia dan akhirat, Qs. Al-Baqarah :201).
Dari pengertian-pengeertian di atas tergambar bahwa Islam adalah agama
Allah yang begitu luas, lengkap, dan sempurna sebgaimana diungkapkan AlQuran Pada hari ini telah kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Kucukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan talah Ku-ridhai Islam itu jadi agama
bagimu(Qs. Al-Maidah : 3).
Adapun beberapa ciri khas Dienul Islam antara lain :

a.

Rabbaniyyah (Allah centris); Islam adalah dienullah, karenanya segala


sesuatunya terikat dan terkait dengan Allah SWT. sifat Rabbaniyyah Islam
mencakup Rabbaniyyah di dalam sumber (rabbaniyal masdar ), artinya
bahwa Islam bersumber kepada Allah SWT bukan dari manusia (QS. AsySyura : 13), karenanya di dalam Islam tidak dikenal dengan ajaran
kerahiban (ruhbaniyyah), dimana seorang ahli agama memiliki legitimasi
untuk menetapkan suatu hukum yang tidak bersumber kepada Allah SWT.
Rabbaniyyah Islam juga mencakup aspek tujuan (rabbaniyyah al-ghayah),
artinya tujuan awal dan akhir
dienul Islam adalah agar manusia
menyembah Allah SWT (QS. Adz-Dzariyat : 56).

b.

Insaniyyah Alamiyyah (manusiawi dan Universal ); Islam adalah agama


yang diturunkan Allah SWT bukan khusus untuk sekelompok
atau
segolongan umat, melainkan ia diturunkan untuk seluruh manusia, di mana
pun. Karenanya tidaklah tepat jika Islam adalah agama orang Arab, atau
ada istilah Islam Indonesia, Islam Malayasia, dan sebagainya. Islam adalah
satu untuk semuanya (QS. Al-Anbiya : 107; Saba :28; dan Al Araaf:158).

c.

Syamil (Lengkap dan Mencakup); Islam merupakan agama yang mencakup


seluruh aspek kehidupan manusia. Tidak ada satu pekerjaan baik yang besar
maupun yang kecil, melainkan Islam telah menerangkan hukumnya (QS. AlAnam : 38 dan An-Nahl : 89). Dikatakan oleh Hasan al-Bana bahwa Islam
adalah sistem hidup menyeluruh, yang menyentuh seluruh segi kehidupan.
Ia adalah negara dan tanah air, pemerintah dan umat, akhlak dan kekuatan,
kasih sayang dan keadilan, peradaban dan undang-undang, ilmu dan
peradilan, materi dan kekayaan alam, penghasilan dan kekayaan, jihad dan
dakwah, pasukan dan pemikiran, sebagaimana ia pun adalah aqidah yang
lurus dan ibadah yang benar, tidak kurang dan tidak lebih.

d.

Basathah ( Mudah ) Islam adalah agama yang mudah diperaktekan,


seluruh kewajiban-kewajiban di dalamnya mudah untuk dikerjakan, tak ada
kesulitan sedikitpun, sebab Islam tidak membebankan manusia suatu
kewajiban kecuali sebatas kemampuannya (QS. Al-Hajj : 78; Al-Maidah : 6;
dan Al-Baqarah :186). Contoh paling kongkrit tentang mudahnya Islam
adalah pada perintah shalat, bagi orang yang sehat ia wajib dengan berdiri,
bagi yang sakit boleh dengan duduk bahkan berbaring, demikian pula jika
dalam perjalanan, rakaat shalat tertentu dapat diperpendek (qashar) dan
waktu pelaksanaanya pun utntuk shalat tertentu dapat digabung (jama).

e.

AlAdalah (Keadilan yang mutlak ); Islam adalah agama yang dituruhkan


Allah SWT dalam rangka menegakkan keadilan mutlak dan mewujudkan
persaudaraan dan persamaan di tengah kehidupan manusia, serta
memelihara dan melindungi hak-hak asasi hidup manusia, baik yang
menyangkut jiwa, harta, kehormatan, akal dan dien manusia (QS. Al-Maidah:
8; Al-Anam:152; dan An-Nisa :135).

f.

Tawazun (Keseimbangan); Islam dan seluruh ajarannya menjaga


keseimbangan antara kepentingan pribadi dan kepentingan umum, antara
jasad dan ruh, antara dunia dan akhirat (QS. Al-Qashas :77). Maka kita lihat
diantara ajaran Islam adalah apabila maslahat pribadi berbenturan dengan
maslahat umum, maka yang didahulukan adalah maslahat umum. Salah
satu contoh berkaiatan dengan ini adalah Islam mengharamkan riba dan
memperbolehkan jual beli (QS. Al-Baqarah:275). Riba dan jual beli hampir
mirip, yakni transaksi bisnis dua pihak, namun pada riba pihak yang
diuntungkan hanya satu pihak saja. Berbeda dengan jual beli kedua pihak
hendaknya mendapat keuntungan. Dalam hal ini keseimbangan antara
kebutuhan ruhaniyah dan jasadiyah Nabi SAW bersabda : Sesungguhnya
badanmu memiliki hak atasmu, maka berikanlah setiap yang punya hak,
haknya:.

g.

Perpaduan antara Tsabat (tidak berubah) dan Marunah (menerima


Perubahan); di antara ciri khas dienul Islam adalah perpaduan antara tsabat
dan marunan. Tsabat pada pokok-pokok dan tujuannya dan murunah pada
cabang, sarana dan cara-caranya sehingga dengan sifat murunah dienul
Islam dapat menyesuaikan diri dan dapat menghadapi perkembangan
zaman serta sesuai dengan situasi dan keadaan yang baru dan terus
berkembang. Dan dengan sifat tsabat pada pokok-pokok dan tujuan Islam

tidak dapat larut dan tunduk terhadap persoalan zaman dan perputaran
waktu. Inilah beberapa ciri khas dienul Islam yang membedakannya dari
dien yang lain,
dari peraturan-peraturan, dan undang-undang buatan
manusia.
3. Isi Kandungan Dienul Islam
Islam
adalah
dienullah
yang
syamil,
sempurna,
mutakammil
(menyempurnakan), merupakan sistem hidup yang lengkap. Jika di ibaratkan
dengan sebatang pohon ia adalah pohon yang kuat, kokoh, besar, rimbun dan
berbuah
lebat
yang
tak
ada
habis-habisnya.
Demikian
Al-Quran
mengumpamakan kalimah thayyibah (QS. Ibrahim : 24) jika diibaratkan
bangunan Islam pun merupakan bangunan yang kokoh, kuat lengkap, nyaman,
indah, yang dalam Al-Quran seperti bunyanuun marshuus (QS. Ash-Shaaf : 4).
Demikian gambaran tentang kandungan dienullah Al-Islam. Adapun jika dilihat
dari cakupan ajaran Islam, kandungan dienullah Al-Islam dapat digolongkan
sebagai berikut :
3.1. Pokok dan Pondasi (Asas)
Kandungan Islam mencakup hal-hal yang bersifat asas (fundamental)
dimana di atas fundamen ini ajaran-ajaran lain di bangun. Ia merupakan pangkal
dari ajaran (kandungan) Islam yang lain. Tanpa asas (fundamen) ini, ia
(kandungan lain) tidak memiliki pijakan yang akhirnya akan runtuh. Adapun
fundamen ajaran Islam adalah :
Aqidah, yang mencakup dua kalimah syahadat dan rukun iman yang enam (QS.
Al-Baqarah : 177).
3. 2. Bangunan (Binaa)
Bangunan yang kokoh tidak cukup pondasi saja, tetapi harus ada wujud
bangunannya sendiri, yakni ada tembok dan atapnya. Adapun yang termasuk
dalam bangunan Islam meliputi :
Pertama, ibadah; yang merupakan sistem ibadah yang paling lengkap dan
terperinci aturannya diantara berbagai sistem ibadah lain di dunia. Ibadah, yang
mencakup shalat, zakat, puasa, haji dan lain-lain, sebagaimana hadits Rasulullah
SAW : Islam didirikan atas lima pokok : Bersaksi bahwa tidak ada Tuhan
selain Allah dan Muhammad hamba dan utusan-Nya, mendirikan shalat,
menunaikan zakat, shaum di bulan ramadhan, dan menunaikan haji bagi yang
mampu.
Adapun
bangunan
yang
tercermin
dalam
ibadah
ghair
mahdhah/muamalah antara lain: Sistem politik, yang mencakup sistem
musyawarah (QS. Ali-Imaran :159 dan Asy-Syuura : 38). Sistem perdamaian (QS.
Al-Baqarah :208 dan Al-Anfal : 61), sistem hukum (QS. Al-Anam : 57 dan Yusuf :
40 ), serta sistem jinayah. Sistem perekonomian, yang mencakup utang
piutang (QS. Al-Baqarah : 283), pegadaian (QS. Al-Baqarah : 283), pengharaman
riba dan penghalalan jual beli (QS. Al-Baqarah : 275). Sistem Keprajuritan,
yang
mencakup
penyiapan
tentara
(QS.
8:
60).
Sistem
Sosial
Kemasyarakatan, yang mencakup sistem pengelolaan zakat (QS. Al-Taubah :60,
103), keadilan dalam menegakkan hukum (QS. An-Nisa :58), persaudaraan (QS.
Al-Hujurat : 10,13 ), dan lain-lain. Sistem Pengajaran, mencakup nasihatnasihat (QS. Al-Ashr : 1-3, Luqman : 12-19), kelembutan dalam pengajaran (QS.
Ali Imran : 159), dan lain sebagainya. Kedua, akhlak yang merupakan aturan
yang harus melekat pada setiap aspek kehidupan seorang mukmin,yang meliputi
akhlak terhadap Allah SWT, akhlak terhadap sesama manusia dan akhlak
terhadap alam semesta /lingkungan.

3. 3. Pendukung dan Penopang


Kekokohan bangunan karena adanya pendukung dan penopangnya.
Bangunan yang besar pendukung dan penopangnya pun harus besar, tanpa itu
bangunan akan runtuh. Adapun yang termasuk dalam komponen pendukung dan
penopang adalah Amar maruf nahi mungkar (QS. Ali Imaran :104) dan Jihad (QS.
Al-Hajj :39-40).

Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada
kebajikan, menyuruh kepada yang ma`ruf dan mencegah dari yang munkar;
merekalah orang-orang yang beruntung. (QS.3:104)












Telah diizinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi, karena


sesungguhnya mereka telah dianiaya. Dan sesungguhnya Allah, benar-benar
Maha Kuasa menolong mereka itu. () (yaitu) orang-orang yang telah diusir dari
kampung halaman mereka tanpa alasan yang benar, kecuali karena mereka
berkata: "Tuhan kami hanyalah Allah". Dan sekiranya Allah tiada menolak
(keganasan) sebagian manusia dengan sebagian yang lain, tentulah telah
dirobohkan biara-biara Nasrani, gereja-gereja, rumah-rumah ibadat orang Yahudi
dan masjid-masjid, yang di dalamnya banyak disebut nama Allah. Sesungguhnya
Allah pasti menolong orang yang menolong (agama) -Nya. Sesungguhnya Allah
benar-benar Maha Kuat lagi Maha Perkasa. (QS.22:39-40)

4. Perkara yang Menguatkan Dan Membatalkan Keislaman


Seperti yang diterangkan bahwa jiwa manusia selalu berubah, demikian pula
keimanan seseorang dapat bertambah dapat pula berkurang. Seperti Hadits
Nabi : Iman itu dapat berkurang dan dapat bertambah, berkurang karena
kemaksiatan dan bertambah karena ketaatan . Oleh karena itu, sangatlah
penting untuk memahami batas-batas yang akan menggugurkan keimanan dan
keislaman seseorang.
4 1. Keyakinan Seorang Muslim Terhadap Islam
a. Islam adalah wahyu Allah (QS. Asy-Syura :13).
b. Islam adalah dienul haq (QS. Ash-Shaaf :9; At-Taubah :33).
c. Islam adalah dien yang lurus (QS. Yusuf : 40; Ar-Rum : 30).
d. Islam adalah dien yang bersih (QS. Az-Zumar : 3)
Bersih dari syirik (QS. Ar-Raad : 36)
Bersih dari kesalahan dan kekurangan (QS. An-Nisa : 82)
Bersih dari campur tangan manusia dan hawa nafsu
e. Islam adalah satu-satunya dien Allah (QS. Ali Imran : 19), dan Allah tidak
akan menerima dien selain Islam (QS. Ali Imran : 83).
4. 2. Yang Membatalkan Islam Seseorang
Faktor-faktor yang membatalkan Islam seseorang antara lain :
a. Seluruh bentuk syirik (QS. An-Nisa : 116).

b. Barangsiapa yang mengambil perantara antara dia dengan Allah kemudian


menyerunya dan meminta kepadanya syarat, maka ia kafir menurut ijma
ulama (QS. Yunus:18).
c. Siapa yang tidak mengkafirkan orang-orang musyrik atau ragu dengan
kekafirannya atau membenarkan madzhabnya maka ia kafir menurut ijma
d. Barang siapa yang berkeyakinan bahwa petunjuk selain Nabi SAW lebih
sempurna dari petunjuknya (Nabi) atau hukum selain Nabi lebih baik
hukumnya sebagaimana mereka
yang mengutamakan hukum-hukum
thagut atas hukum Allah maka ia kafir menurut Al-Quran (QS. Al-Maidah :
44, 45, 47, 50).
e. Siapa yang membenci sesuatu dari ajaran yang dibawa Nabi SAW walaupun
ia mengerjakannya, ia kafir menurut ijma (QS. Muhammad : 9)
f. Siapa yang mencemoohkan ajaran dienullah atau mengejek pahala dan
siksa maka ia kafir menurut ijma (QS. Al-taubah: 65)
g. Sihir (QS. Al-Baqarah: 102)
h. Berkeyakinan bahwa ada sebagian manusia yang tidak diwajibkan mengikuti
Nabi SAW maka ia menjadi kafir menurut ijma
i. Berpaling dari dienullah Al-Islam, tidak mau belajar dan tidak mau
mengamalkannya (QS. As-Sajdah: 22).
Wallahu alam bishshawab.

Anda mungkin juga menyukai