Anda di halaman 1dari 29

modul

Pendidikan agama islam

Program pendidikan
Tingkat persiapan bersama (tpb)
Institut pertanian bogor

AQIDAH ISLAM DAN KARAKTERISTIKNYA


Tujuan
1. Mempelajari pengertian aqidah Islamiyah
dan ruang lingkupnya
2. Mempelajari makna tauhid sebagai inti
aqidah Islamiyah
3. Mempelajari
rukun
iman
serta
implementasinya dalam kehidupan seharihari
4. Mengidentifikasi manfaat iman kepada
Allah Swt, iman kepada para Malaikat,
Iman pada kitab-kitab, iman kepada hari
akhir dan iman pada qadha dan qadar.
A.

PENGERTIAN DAN SUMBER AQIDAH

Secara etimologis, aqidah berakar dari kata kata aqoda yaqidu aqdan
aqidatan yang berarti ikatan (al-rabthu), janji (al-ahdu), atau keyakinan yang
mantap (al-jazmu) dan kokoh. Setelah terbentuk menjadi aqidah berarti
keyakinan. Relevansi antara arti kata aqdan dan aqidah adalah keyakinan itu
tersimpul dengan kokok di dalam hati, bersifat mengikat dan mengandung
perjanjian. Sedangkan menurut terminologis aqidah didefinisikan oleh para
ulama, antara lain Imam Hasan Al-Bana : Aqaid (bentuk jama dari aqidah)
berarti perkara-perkara yang wajib diyakini kebenarannya oleh hati yang dapat
mendatangkan ketentraman jiwa dan (pemiliknya) memiliki keyakinan yang
tidak bercampur sedikitpun dengan keragu-raguan.. kemudian Abu bakar Al
Jazairi mengungkapkan Aqidah adalah sejumlah kebenaran yang dapat diterima
secara umum oleh manusia berdasarkan akal, wahyu, dan fitrah. (kebenaran) itu
dipatrikan (oleh manusia) di dalam hati (serta) diyakini kesahihan dan
keberadaanya (secara pasti) sdan ditolak segala sesuatu yang bertentangan
dengan kebenaran itu.
Dari pengertian aqidah tersebut di atas ada beberapa hal yang penting yang
harus diperhatikan dalam memahami aqidah:
Pertama, keyakinan itu harus bulat dan penuh, tidak berbaur dengan
kesamaran dan keraguan. Oleh karena itu untuk sampai pada keyakinan,
manusia harus memiliki ilmu sehingga ia dapat menerima kebenaran hati (lihat
QS. 22:54)



Dan agar orang-orang yang telah diberi ilmu, meyakini bahwasanya Al Qur'an
itulah yang hak dari Tuhanmu lalu mereka beriman dan tunduk hati mereka
kepadanya, dan sesungguhnya Allah adalah Pemberi petunjuk bagi orang-orang
yang beriman kepada jalan yang lurus. (QS.22:54)
Kedua, Aqidah harus mendatangkan ketentraman jiwa kepada orang yang
meyakininya. Untuk itu diperlukan adanya keselarasan antara keyakinan dengan
lahiriyah dan bathiniyah. Pertentangan anatara kedua hal tersebut akan
melahirkan kemunafikan.




Di antara manusia ada yang mengatakan: "Kami beriman kepada Allah dan Hari
kemudian", padahal mereka itu sesungguhnya bukan orang-orang yang beriman.

() Mereka hendak menipu Allah dan orang-orang yang beriman, pada hal mereka
hanya menipu dirinya sendiri sedang mereka tidak sadar. (QS.2:8-9)









Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas
tipuan mereka. Dan apabila mereka berdiri untuk shalat mereka berdiri dengan
malas. Mereka bermaksud riya (dengan shalat) di hadapan manusia. Dan
tidaklah mereka menyebut Allah kecuali sedikit sekali. () Mereka dalam keadaan
ragu-ragu antara yang demikian (iman atau kafir): tidak masuk kepada golongan
ini (orang-orang beriman) dan tidak (pula) kepada golongan itu (orang-orang
kafir). Barangsiapa yang disesatkan Allah, maka kamu sekali-kali tidak akan
mendapat jalan (untuk memberi petunjuk) baginya. (QS.4:142-143)
Ketiga, Apabila seseorang telah meyakini suatu kebenaran, maka
konsekuensinya ia harus sanggup membuang segala hal yang bertentangan
dengan kebenaran yang diyakininya itu.
Aqidah Islam bersumber dari tiga hal, yaitu Al-Quran, as-sunnah, dan alijma.
B.
1.
2.
3.
4.

RUANG LINGKUP PEMBAHASAN AQIDAH ISLAM


Menurut Hasan Al-Banna ruang lingkup pembahasan aqidah meliputi:
Ilahiyah, yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang berhubungan
dengan Ilah (Tuhan) seperti wujud Allah, nama-nama dan sifat-sifat Allah,
perbuatan-perbuatan Allah, dll.
Nubuwwah, yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang berhubungan
dengan Nabi dan Rasul, termasuk pembicaraan mengenai kitab-kitab Allah,
mukjizat, dan sebagainya.
Ruhaniyah, yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang berhubungan
dengan alam metafisik, seperti malaikat, Jin, setan, ruh.
Samiyah, yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang hanya bisa
diketahui melalui sami yakni dalil aqli berupa al-Quran dan as-Sunnah. Yang
termasuk wilayah ini seperti alam barzahk, akhirat, alam kubur dan
sebagainya.

Disamping sistematika di atas, pembahasan aqidah ini dapat mengikuti


sistematika arkanul iman (rukun iman) yang enam; iman kepada Allah. Iman
kepada malaikat, iman kepada kitabullah, iman kepada nabi dan Rasul, iman
kepada hari akhir, dan iman kepada qadha dan qadar. (QS.2:177)






Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan,
akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari
kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang
dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir
(yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan
(memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan
orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang
sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah
orang-orang yang benar (imannya); dan mereka itulah orang-orang yang
bertakwa. (QS.2:177)

C.

KARAKTERISTIK AQIDAH ISLAM

1. Akidah yang Jelas


Akidah Islam memiliki kelebihan-kelebihan yang tidak dimiliki oleh akidahakidah lainnya. Ia merupakan akidah yang jelas dan sederhana, tidak ada
kerumitan dan kesamaran padanya, yang terangkum dalam keyakinan bahwa
dibalik alam yang indah, harmonis, dan teratur rapi ini ada Dzat Tunggal yang
telah menciptakan dan mengaturnya, yang telah menentukan ukuran segala
sesuatu padanya. Dzat ini tidak memiliki sekutu, misal yang menyerupai, isteri,
dan anak (Al-Baqarah/2:116).




Mereka (orang-orang kafir) berkata: "Allah mempunyai anak". Maha Suci Allah,
bahkan apa yang ada di langit dan di bumi adalah kepunyaan Allah; semua
tunduk kepada-Nya. (QS. 2:116)
Ini adalah akidah jelas yang diterima, karena akal selamanya akan selalu
menuntut adanya harmonika dan keesaan dibalik keberagaman (kebinekaan) dan
banyaknya jumlah partikel alam, dan akal selalu menginginkan semuanya itu
dikembalikan kepada sebab yang tunggal.
Oleh karena itu, tidak ada dalam akidah Tauhid apa yang ada dalam akidah
Trinitas, Dualisme, dan sebagiannya dari ketidakjelasan dan keruwetan yang
selalu berpedoman pada kata-kata klise yang turun temurun di kalangan umat
non Muslim: Percayailah secara buta!
2. Akidah Fitrah
Ia merupakan akidah yang tidak asing dari fitrah dan tidak bertentangan
dengannya, bahkan ia sesuai dengan fitrah bagaikan kesesuaian sebuah kunci
yang telah diplot pada gemboknya yang kokoh (Ar-Rum/30:30)


Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah); (tetaplah
atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada
perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan
manusia tidak mengetahui,(QS.30:30)
Dalam hadits secara eksplisit dinyatakan: Setiap anak dilahirkan dalam
kondisi fitrah, yaitu dalam kondisi Islam, dan sesungguhnya kedua orang
tuanyalah yang menjadikannya seorang Yahudi, Nasrani, atau Majusi. (HR
Muttafaq Alaih). Hal itu menunjukkan bahwa Islam adalah fitrah Allah SWT,
maka tidak usah memerlukan pengaruh dari kedua orang tua (untuk menetapkan
wujud awalnya). Adapun agama-agama lain dari Yahudi, Nasrani, dan Majusi
merupakan hasil dari doktrin ayah dan ibu.
3. Akidah yang Solid (Kokoh)
Ia merupakan akidah solid yang baku, tidak menerima tambahan dan
pengurangan, serta tidak mengalami distorsi dan perubahan. Maka dari itu tidak
berhak (tidak boleh) bagi seorang penguasa, sebuah lembaga ilmiah, atau
sebuah muktamar agama untuk menambahkan padanya atau memutar balikkan

apa yang ada padanya, dan setiap penambahan atau pemutarbalikan adalah
tertolak secara mentah-mentah (Asy-Syura/-42:21). Nabi saw bersabda:
Barangsiapa yang mengada-adakan dalam urusan kami sesuatu yang tidak
berasal darinya maka ia adalah tertolak. (HR Muttafaq Alaih).
Bertolak pada hal ini, maka setiap bidah (dalam agama), takhayul, dan
khurafat yang telah menodai sebagian buku-buku umat Islam atau yang diisukan
di kalangan kaum awam umat Islam merupakan suatu kebathilan yang tertolak
secara mentah-mentah yang tidak pernah diakui oleh Islam dan tidak akan
diambil sebagai dalil acuan dalam Islam.
4. Akidah yang Argumentatif
Ia merupakan akidah yang argumentatif yang tidak cukup dalam
menetapkan persoalan-persoalannya dengan mengandalkan doktrin lugas dan
instruksi keras (Al-Baqarah/2:111, An-Naml/27:64), serta tidak menyatakan
sebagaimana yang dikatakan oleh sebagian akidah selain Islam: Percayalah
secara buta! atau Percayalah dahulu, barulah kemudian ketahui! atau
Pejamkanlah kedua matamu kemudian ikuti aku! atau Ketidaktahuan atau
ketakwaan (seiring).
Tidak boleh seorang pun dari ulama kita untuk mengatakan seperti
pernyataan yang telah dikatakan oleh seorang filosuf Kristen Saint Agustin, Saya
percaya hal ini karena ia adalah sesuatu yang mustahil. Ulama kita harus
menegaskan bahwa; sesungguhnya iman seseorang yang sekedar ikut-ikutan
(muqallid) adalah tidak diterima (oleh Allah SWT).
Demikian pula tidak cukup hanya sekedar berdialog dengan hati dan
perasaan serta mengandalkannya untuk menjadi dasar pedoman akidah. Akan
tetapi harus dapat mengikuti dan menguasai segala persoalannya dengan
disertai alasan yang kuat, argumentasi yang akurat, dan penjelasan duduk
perkara secara jelas yang dapat mengatasi krisis akal (pemikiran) dan memakai
kiat untuk menarik simpati hati. Para ulama kita mengatakan: Sesungguhnya
akal merupakan dasar transformasi dalil wahyu, dan dalil wahyu yang benar tidak
bertentangan dengan akal yang benar.
Maka dari itu kita melihat Al-Quran dalam masalah ketuhanan menunjukkan
dalil-dalil (bukti kebenaran) dari alam, diri manusia, dan dari sejarah untuk
membuktikan eksistensi (wujud) Allah SWT, keesaan, dan kesempurnaan-Nya.
Dalam persoalan kebangkitan kembali manusia setelah kematian, Al-Quran
membuktikan posibilitasnya (kemungkinannya) dengan dasar prinsip penciptaan
manusia pada awal mulanya, penciptaan langit dan bumi, penghidupan
(penyuburan) bumi setelah kematiannya (kegersangannya), serta ia
membuktikan hikmahya yang menunjukkan tentang keadilan Allah SWT dalam
pemberian ganjaran (pahala) terhadap orang yang berbuat baik dan pemberian
hukuman (sangsi) terhadap orang yang berbuat jahat (An-Najm/53:31).
5. Akidah yang Moderat
Ia merupakan akidah moderat (pertengahan) yang mana anda tidak akan
mendapatkan padanya sikap berlebih-lebihan maupun pengurangan.
Ia adalah pertengahan antara akidah orang-orang yang mengingkari segala
hal metafisik (apa yang dibalik alam nyata) dari apa yang tidak terjangkau oleh
indera mereka, dan antara akidah orang-orang yang menetapkan bahwa alam ini
memiliki lebih dari satu Tuhan, bahkan mereka menginkarnasikan (merasukkan)
roh Tuhan ke dalam diri para Raja dan penguasa. Bahkan ia merasukkan roh
Tuhan ke dalam jasad sebagian hewan dan tumbuh-tumbuhan seperti sapi dan
pohon.
Akidah Islam telah menolak kekafiran ateisme, sebagaimana ia menolak
politeisme yang bodoh dan kemusyrikan yang lalai. Akidah Islam hanya

menetapkan satu sesembahan (yaitu:Allah SWT) bagi alam, tidak ada Ilah
melainkan Dia (Al-Muminun/23:84-89)
Ia merupakan akidah moderat tentang sifat-sifat Allah SWT. Tidak ada dalam
akidah ini sikap berlebih-lebihan dan peniadaan sifat keutuhan yang menjadikan
sifat-sifat Tuhan sekedar berupa sifat negatif yang tidak memberikan makna (arti)
dan tidak mengilhami rasa takut dan harapan kepada-Nya sebagaimana yang
dilakukan oleh filsafat Yunani dan segala yang anda sifatkan kepada Tuhan bahwa
Dia itu adalah bukan seperti ini dan bukan seperti itu, tanpa anda mengatakan
apa itu sifat-sifat Tuhan yang positif ? Dan apa pengaruhnya pada alam ini?
Dan kebalikan dari ini bahwa akidah Islam telah lenyap dari padanya akidah
Tasybih (penyamaan Allah SWT dengan makhluk) dan Tajsim (anthropomorphism)
seperti yang terjadi dalam akidah selain Islam seperti Yahudi yang menjadikan
Tuhan Pencipta sebagai layaknya salah seorang makhluk dari manusia, dan
memberikan sifat pada-Nya dengan sifat tidur, lelah, istirahat, berpihak, pilih
kasih, kekerasan, dan seterusnya serta menggambarkan Tuhan bertemu dengan
sebagian nabi, ia bergulat dengan-Nya, lalu nabi tersebut dapat mengalahkan
dan menjatuhkan-Nya, kemudian Tuhan itu tidak dapat lepas darinya sehingga
Dia berkenan menganugerahinya sebutan (gelar) yang baru.
D. TAUHID
1. Tauhid: Inti Aqidah Islam
1.1 Kalimat Tauhid
Tauhid merupakan inti dari aqidah Islam, inti dari seluruh tatanan atau norma
ajaran Islam. Tauhid berasal dari kata wahhada, yuwahhidu dan tauhidan
yang artinya mengesakan; wahid berarti satu sedang ahad berarti esa. Secara
terminologi, Tauhid diartikan sebagai keyakinan akan keesaan Allah SWT. Kalimat
laa ilaha illaLlah yang artinya tiada tuhan kecuali Allah SWT disebut sebagai
kalimat Tauhid. Kalimat Tauhid merupakan salah satu dari dua kalimat syahadat.
Ketika seorang muslim mengikrarkan kalimat syahadat, berarti ia telah berikrar
dan meyakini hal-hal berikut: (1) tidak ada pencipta selain Allah SWT (AlAnam/6:102, Al-Muminun/40:62), (2) tidak ada yang memberi rezeki selain
Allah SWT (Hud/11:6, Faathr/35:3), (3) tidak ada yang memiliki selain Allah
SWT (Al-Baqarah/2:284), (4) tidak ada yang memberi manfaat dan mudharat
selain Allah SWT (Al-Anam/6:17, Al-Maidah/5:76, Yunus/10:107), (5) tidak
ada yang mengatur alam semesta ini selain Allah SWT (As-Sajdah/32:5), (6)
tidak ada yang menjadi pelindung selain Allah SWT (Al-Maidah/5:55, AlBaqarah/2:257), (7) tidak ada yang berhak menentukan hukum selain Allah
SWT (Al-Anam/6:57,114, Yusuf/12:40), (8) tidak ada yang berhak
memerintah dan melarang selain Allah SWT (Al-Araf/7:54), (9) tidak ada yang
berhak menentukan undang-undang selain Allah SWT (Asy-Syura/42:21), (10)
tidak ada yang ditaati selain Allah SWT (Ali Imran/3:32, 132), dan (11) tidak
ada yang berhak disembah selain Allah SWT (Thaha/20:14).
1.2. Tauhid dan Islam: Ajaran Semua Nabi dan Rasul
Tauhid merupakan ajaran tiap nabi dan rasul yang diutus Allah SWT,
sebagaimana firman-Nya dalam QS Al-Anbiya/21:25. Ayat-ayat dalam Al-Quran
menerangkan bahwa para nabi berikut membawa ajaran Tauhid: Nuh as (AlMuminun/23:23), Hud as (Hud/11:50), Saleh as (Hud/11:61), Musa as
(Thaha/20:14), Ibrahim as Ishak as Ismail as (Al-Baqarah/2:133), dan Isa as
(Al-Maidah/5:72).
Firman Allah SWT




Adakah kamu hadir ketika Ya`qub kedatangan (tanda-tanda) maut, ketika ia
berkata kepada anak-anaknya: "Apa yang kamu sembah sepeninggalku?"
Mereka menjawab: "Kami akan menyembah Tuhanmu dan Tuhan nenek
moyangmu, Ibrahim, Ismail dan Ishaq, (yaitu) Tuhan Yang Maha Esa dan kami
hanya tunduk patuh kepada-Nya." (QS.2:133)






Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang berkata: "Sesungguhnya Allah
adalah Al Masih putera Maryam", padahal Al Masih (sendiri) berkata: "Hai Bani
Israil, sembahlah Allah Tuhanku dan Tuhanmu" Sesungguhnya orang yang
mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan
kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang
zalim itu seorang penolongpun. (QS. 5:72)
Disamping membawa inti ajaran yang sama, yaitu Tauhid, para nabi dan
rasul utusan Allah SWT juga membawa agama yang sama, yaitu ISLAM karena
Islam adalah satu-satunya
agama dari Allah SWT - dienullah (Ali
Imran/3:19,85). Nabi Nuh as adalah seorang muslim (Yunus/10:72), demikian
pula Nabi Ibrahim as (Ali Imran/3:67) bahkan ayat tersebut menegaskan bahwa
beliau bukan Yahudi bukan Nashara melainkan Muslim, Nabi Musa
(Yunus/110:84), serta Nabi Isa as (Ali Imran/3:52). Nabi Ibrahim as dan Nabi
Yaqub as mewasiatkan kepada anak-anaknya bahwa mereka adalah muslim (Al
Baqarah/2:132-133).
Pemahaman Tauhid secara benar bagi seorang muslim sangat penting
karena beberapa alasan berikut. Pertama, dalam sejarah perjuangan
menegakkan Islam, membina Tauhid ummat adalah hal pertama yang Rasulullah
saw lakukan selama periode Makkah dalam kurun waktu sekitar 13 tahun, dan
dilanjutkan pada periode Madinah. Ke dua, tiap ajaran Islam yang menyangkut
ibadah mahdlah, yaitu ibadah yang tata caranya diatur syara, selalu
mencerminkan jiwa Tauhid. Ke tiga, tiap perbuatan yang bertentangan dengan
jiwa Tauhid, yaitu syirik, dinilai Allah SWT sebagai dosa paling besar (AnNisa/4:48, Luqman/31:13), kesesatan yang fatal (An-Nisa/4:116), pelakunya
diharamkan masuk surga (Al-Maidah/5:72), dan dosanya tidak diampuni (AnNisa/4:48). Ke empat, Tauhid hendaknya direalisasikan dengan senantiasa ikhlas
beribadah kepada Allah SWT, mengingkari thagut, dan membebaskan diri dari
syirik.
1.3. Pembagian Tauhid
1.3.1. Tauhid Rububiyah
Yaitu mentauhidkan Allah SWT dalam hal perbuatan-perbuatan-Nya,
mengimani bahwa sesungguhnya Dia adalah Sang Pencipta, pemberi rizki,
pengatur urusan hamba-Nya, pengurus urusan-urusan hamba baik dunia dan
juga di akhirat. Dia adalah Dzat yang tiada sekutu bagi-Nya. Allah SWT berfirman:


Allah adalah pencipta segala sesuatu.... (QS Az-Zumar:62),




Sesungguhnya Rabb kamu adalah Allah yang menciptakan langit dan bumi
dalam enam masa, kemudian Dia bersemayam di atas `Arsy (singgasana) untuk
mengatur segala urusan. (Yunus/10:3)
Adapun tentang tauhid macam ini, maka orang-orang musyrik penyembah
berhala mengakuinya, akan tetapi mayoritas mereka mengingkari hari
kebangkitan dan hari kiamat. Pengakuan mereka terhadap tauhid ini belum
menjadikan mereka tergolong muslim, sebab mereka masih melakukan
kemusyrikan dalam hal ibadah dan penyembahan kepada patung-patung dan
berhala-berhala, serta tidak mengimani kerasulan Muhammad saw.
1.3.2. Tauhid Uluhiyah
Tauhid ini dinamakan juga tauhid ibadah. Yaitu, peribadatan hanya untuk Allah
SWT. patuh dan taat kepada-Nya. Tidak menghambakan diri kepada selain Allah
SWT dan tidak pula menyekutukan-Nya.



(Yang memiliki sifat-sifat yang) demikian itu ialah Allah Tuhan kamu; tidak ada
Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia; Pencipta segala sesuatu, maka
sembahlah Dia; dan Dia adalah Pemelihara segala sesuatu. (QS. 6:102)


Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka
menyembah-Ku. (QS. 51:56)
Tauhid inilah yang diingkari kebanyakan kaum musyrikin. Sebagaimana
disebutkan Allah SWT dalam firman-Nya:

Dan mereka heran karena mereka kedatangan seorang pemberi peringatan
(rasul) dari kalangan mereka; dan orang-orang kafir berkata: Ini adalah seorang
ahli sihir yang banyak berdusta. Mengapa ia menjadikan ilan-ilah itu Ilah Yang
Satu saja. Sesungguhnya ini benar-benar suatu hal yang sangat mengherankan.
(Shad/38:5)
Ayat-ayat yang semisal dengan itu cukup banyak. Tauhid ini meliputi:
mengikhlaskan ibadah kepada Allah SWT semata, mengimani bahwa Dia-lah
yang berhak menerima peribadatan. Peribadatan kepada selain-Nya adalah
termasuk kebathilan. Dan inilah kandungan Laa Ilaaha Illallah, karena maknanya
adalah tidak ada yang berhak diibadahi kecuali Allah. Hal ini sebagaimana firman
Allah SWT:



(Kuasa Allah) yang demikian itu, adalah karena sesungguhnya Allah, Dialah
(Rabb) yang Haq dan sesungguhnya apa saja yang mereka seru selain Allah,
itulah yang bathil, dan sesungguhnya Allah, Dialah yang Maha Tinggi lagi Maha
Besar. (Al-Hajj/22:62)
1.3.3. Tauhid Asma` Wa sifat
Yaitu mengimani segala sesuatu yang datang dari Al Quran da As Sunnah
yang shahih dari Rasulullah saw tentang nama-nama dan sifat-sifat-Nya dan

menetapkannya untuk Allah SWT sesuai dengan yang dikehendaki-Nya, tanpa


tahrif, tathil, takyif, dan tamsil.
Allah SWT berfirman:



Katakanlah: Dialah Allah, Yang Maha Esa. Allah adalah Ilah yang kepadaNya
bergantung segala urusan. Dia tidak beranak dan tiada pula diperanakkan, dan
tidak ada sesuatu pun yang setara denganNya. (Al Ikhlas/112:1-4).





(Dia) Pencipta langit dan bumi. Dia menjadikan bagi kamu dari jenis kamu
sendiri pasangan-pasangan dan dari jenis binatang ternak pasangan-pasangan
(pula), dijadikanNya kamu berkembang biak dengan jalan itu. Tidak ada
sesuatupun yang serupa denganNya, dan Dialah Yang Maha Mendengar lagi
Maha Melihat. (Asy-Syura/42:11).

Hanya milik Allah Asmaul Husna, maka bermohonlah kepadaNya dengan


menyebut Asmaul Husna itu dan tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang
dari kebenaran dalam (menyebut) nama-namaNya. Nanti mereka akan
mendapat balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan. (Al-Araf/7:180).



Orang-orang yang tidak beriman kepada kehidupan akhirat, mempunyai sifat
yang buruk; dan Allah mempunyai sifat yang Maha Tinggi; dan Dia-lah Yang
Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (An-Nahl/16:60).
1.4. Manifestasi Tauhid
Itikad dan keyakinan tauhid hendaknya diwujudkan dalam aktivitas
kehidupan seorang muslim. Dengan perkataan lain segala aktivitas dalam semua
dimensi kehidupan seorang muslim harus senantiasa mencerminkan nilai-nilai
ketauhidan. Berikut ini diuraikan beberapa hal yang mencerminkan implementasi
tauhid seorang muslim dalam aktivitas kehidupannya.
Tauhid harus diwujudkan dalam ibadah, yaitu bahwa tidak ada yang patut
disembah kecuali Allah SWT (Al-Fatihah/1:1-7), dan dalam doa karena tidak
ada dzat yang pantas menerima dan memenuhi doa kecuali Allah SWT (Al
Fatihah/1:1-7).

Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah kami
mohon pertolongan (QS.1:5)
Tauhid harus diwujudkan dalam mencari nafkah dan berekonomi, karena
tidak ada dzat yang memberi rizki dan pemilik mutlak kecuali Allah SWT (AlBaqarah/2:284; Huud/11:6)





Dan tidak ada suatu binatang melatapun di bumi melainkan Allah-lah yang
memberi rezkinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat
penyimpanannya. Semuanya tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh).
(QS.11:6)


Kepunyaan Allah-lah segala apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi.
Dan jika kamu melahirkan apa yang ada di dalam hatimu atau kamu
menyembunyikannya, niscaya Allah akan membuat perhitungan dengan kamu
tentang perbuatanmu itu. Maka Allah mengampuni siapa yang dikehendaki-Nya
dan menyiksa siapa yang dikehendaki-Nya; dan Allah Maha Kuasa atas segala
sesuatu. (QS.2:284)
Tauhid harus diwujudkan juga dalam melaksanakan pendidikan dan dakwah
karena hanya Allah SWT yang dapat memberikan petunjuk (hidayah) kepada
seseorang (An-Nahl/16:37; Al-Qashash/28:56).


Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang
kamu kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya,
dan Allah lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk.
(QS.28:56)
Tauhid harus pula diwujudkan dalam berpolitik karena penguasa yang Maha
Mutlak hanyalah Allah SWT (Al-Maidah/5:18, Al-Mulk/67:1) dan seseorang hanya
akan memperoleh sesuatu kekuasaan karena anugerah Allah SWT semata (AliImran/3:26) karena kemuliaan dan kekuasaan hanyalah kepunyaan Allah SWT
(Yunus/10:65).

Katakanlah: "Wahai Tuhan Yang mempunyai kerajaan, Engkau berikan kerajaan


kepada orang yang Engkau kehendaki dan Engkau cabut kerajaan dari orang
yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan orang yang Engkau kehendaki dan
Engkau hinakan orang yang Engkau kehendaki. Di tangan Engkaulah segala
kebajikan. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu. (QS.3:26)
Aspek kehidupan lain yang harus menjadi wujud tauhid adalah dalam
menjalankan hukum karena hukum yang benar hanyalah hukum yang datang
dari Allah SWT (Yusuf/12:40) dan sumber kebenaran yang mutlak adalah Allah
SWT (Yusuf/12:67). Oleh karena itu seluruh hukum yang disusun manusia harus
mengacu dan tidak bertentangan dengan hukum Allah SWT. bahkan Allah
mengancam siapa pun yang tidak bertahkim dengan hukum Allah maka ia
termasuk kelompok orang-orang yang dzalim, kafir dan fasik (QS, Al-Maidah/5:
44.45.47)









Kamu tidak menyembah yang selain Allah kecuali hanya (menyembah) namanama yang kamu dan nenek moyangmu membuat-buatnya. Allah tidak
menurunkan suatu keteranganpun tentang nama-nama itu. Keputusan itu
hanyalah kepunyaan Allah. Dia telah memerintahkan agar kamu tidak
menyembah selain Dia. Itulah agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia
tidak mengetahui. (QS.12:40)

Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah,


maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir. (QS.5:44)


Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah,
maka mereka itu adalah orang-orang yang zalim.(QS.5:45)


Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah,
maka mereka itu adalah orang-orang yang fasik.(QS.5:47)
Sikap hidup secara keseluruhan juga harus mencerminkan tauhid, yaitu
bahwa tiada yang patut ditakuti kecuali Allah SWT (At-Taubah/9:18, AlBaqarah/2:150), tiada yang patut dicintai kecuali Allah SWT (At-Taubah/9:24;
2:166), tiada yang dapat menghilangkan kemadharatan kecuali Allah SWT
(Yunus/10:107), tiada yang memberikan karunia kecuali Allah SWT (Ali
Imran/3:73; At-Taubah/9:71), dan yang menentukan mati hidup seseorang
hanyalah Allah SWT (Ali-Imran/3:145).





Hanyalah yang memakmurkan mesjid-mesjid Allah ialah orang-orang yang
beriman kepada Allah dan hari kemudian, serta tetap mendirikan shalat,
menunaikan zakat dan tidak takut (kepada siapapun) selain kepada Allah, maka
merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk golongan orang-orang yang
mendapat petunjuk. (QS.9:18)








Katakanlah: "Jika bapa-bapa, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, kaum
keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu
khawatiri kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai,
adalah lebih kamu cintai daripada Allah dan Rasul-Nya dan (dari) berjihad di
jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya." Dan
Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang fasik. (QS.9:24)






Dan di antara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan
selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun
orang-orang yang beriman sangat cinta kepada Allah. Dan jika seandainya
orang-orang yang berbuat zalim itu mengetahui ketika mereka melihat siksa
(pada hari kiamat), bahwa kekuatan itu kepunyaan Allah semuanya dan bahwa
Allah amat berat siksaan-Nya (niscaya mereka menyesal). (QS.2:165)








Jika Allah menimpakan sesuatu kemudharatan kepadamu, maka tidak ada yang
dapat menghilangkannya kecuali Dia. Dan jika Allah menghendaki kebaikan bagi
kamu, maka tak ada yang dapat menolak kurnia-Nya. Dia memberikan kebaikan
itu kepada siapa yang dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya dan Dia-lah
Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS.10:107)

Dalam ucapan sehari-hari, hendaknya seorang muslim melatih dan


membiasakan diri menggunakan istilah-istilah yang menunjukkan bahwa segala
sesuatu yang terjadi harus selalu dikembalikan kepada Allah SWT sebagai
perwujudan tauhid. Kita diperintahkan mengawali pekerjaan yang baik dengan
bacaan Bismillah (dengan nama Allah) dan mengakhirinya dengan bacaan
alhamdulillah (segala puji bagi Allah). Alhamdulillah juga dibaca apabila
memperoleh nikmat sebagai rasa syukur. Ketika menyaksikan sesuatu yang
menakjubkan hendaknya diucapkan Allahu akbar (Allah Maha Besar) atau
Subhanallah (Maha Suci Allah). Bila berjanji hendaknya diiringi dengan ucapan
insya Allah (bila Allah menghendaki), dan bila menyatakan sumpah dengan
wallahi billahi tallahi (demi Allah). Bila mendapatkan musibah atau
mendengar berita bahwa saudaranya meninggal, ucapkan inna lillahi wa inna
ilaihi rajiun (kami semua milik Allah dan kami semua akan kembali kepadaNya). Hendaknya seorang muslim mohon perlindungan dari sesuatu hal yang
tidak baik dengan membaca audzubillahi min dzalik (aku berlindung kepada
Allah dari hal demikian), dan bila terlanjur berbuat khilaf segera memohon
ampun dengan ucapan astaghfirullah (aku mohon ampun kepada Allah).
Jiwa dan ruh tauhid yang terjaga kemurniannya akan melahirkan muslim
dengan aqidah yang benar (salimul aqidah), yang akan termanifestasikan dalam
contoh sikap-sikap berikut. (1) Mengikhlaskan amal hanya untuk Allah SWT. (2)
Mengesakan Allah SWT dalam Rububiyyah dan Uluhiyyah. (3) Tidak
menyekutukan sifat Allah SWT, baik dalam Asma-Nya dan Afal-Nya. (4)
Menerima dan tunduk secara penuh kepada Allah SWT dan tidak bertahkim
kepada selain yang diturunkanNya. (5) Berwala (loyal) kepada Allah SWT, RasulNya, dan orang-orang beriman. (6) Tidak berwala (loyal) kepada musuh-musuh
Islam dan kaum muslimin. (7) Tawakkal kepada Allah SWT. (8) Mensyukuri nikmat
Allah SWT saat mendapatkan nikmat. (9) Mengimani rukun iman. (10) Tidak
meruqyah (menjampi) kecuali dengan Al-Quran atau as-sunnah. (11) Tidak
meminta tolong kepada orang yang berlindung kepada jin. (12) Tidak menghadiri
majlis dukun dan peramal (paranormal). (13) Tidak meramal nasib dengan
melihat telapak tangan. (14) Tidak berhubungan dengan jin. (15) Tidak mengikuti
langkah-langkah syetan. (16) Menjadikan syetan sebagai musuh. (17) Tidak
meminta berkah dengan mengusap-usap kuburan. (18) Tidak meminta tolong
kepada orang yang telah dikubur (mati). (19) Beriman kepada nikmat dan siksa
kubur. (20) Tidak tasya-um (merasa sial karena melihat atau mendengar
sesuatu). (21) Tidak bersumpah dengan selain Allah SWT. (22) Membedakan
antara karomah (pertolongan Allah SWT) dengan istijrad (pertolongan syaitan).
(23) Berusaha meraih rasa manisnya iman. (24) Meyakini bahwa masa depan ada
di tangan Islam. (25) Tidak mengkafirkan seorang muslim.
E.

BEBERAPA DOSA BESAR YANG MERUSAK TAUHID

Syirik
Syirik, yaitu mempersekutukan Allah SWT dengan melakukan perbuatan
yang seharusnya ditujukan hanya kepada Allah SWT, adalah dosa besar. Allah
SWT tidak akan mengampuni dosa syirik, sebagaiman firmannya dalam surat AnNisa (4) ayat 48 dan 116.




Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni
segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya.
Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa
yang besar.(QS.4:48)






Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa mempersekutukan (sesuatu)
dengan Dia, dan Dia mengampuni dosa yang selain dari syirik itu bagi siapa yang
dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan (sesuatu) dengan Allah,
maka sesungguhnya ia telah tersesat sejauh-jauhnya. (QS.4:116)
Perihal syirik ini, Bukhari-Muslim meriwayatkan sabda Rasulullah saw
berikut: Ibnu Masud bertanya kepada Rasulullah saw dosa apa yang paling
besar, beliau menjawab Engkau menjadikan sesuatu sebagai tandingan Allah
SWT, padahal Dialah yang mencipta-kan kamu.
Syirik ada dua macam, yaitu syirik akbar (besar) dan syirik asghar (kecil).
Syirik akbar dapat tampak nyata (dzahirun jali) atau tersembunyi (batinun kahfi).
Contoh syirik akbar antara lain: beribadah kepada selain Allah SWT (dzahirun
jali), meminta pertolongan kepada orang mati (batinun kahfi), mengangkat
pembuat undang-undang selain Allah SWT (diantara kedua macam syirik akbar),
menaati makhluk serta mengikuti selain yang disyariatkan oleh Allah SWT dan
Rasul-Nya (Al-Anam/6:121, As-Syura/42:21). Contoh syirik asghar antara lain
adalah: bersumpah dengan selain Allah SWT, memakai kalung atau benang yang
diyakini memiliki kekuatan gaib (Yunus/10:106), menggantung azimat atau
benda yang memiliki kekuatan gaib (Al-Anam/6:17), mantra, yaitu
mengucapkan kata-kata tertentu agar dapat menolak kejahatan dan
mendapatkan kekuatan gaib dengan bantuan jin, sihir, yaitu cara penipuan dan
pengelabuan
yang
dilakukan
dengan
cara
mantra
atau
menjampi
(Yunus/10:81), ramalan, merupakan salah satu bentuk sihir, guna-guna, dukun
dan tenung (An-Naml/27:65, Al-Anaam/6:59), bernadzar kepada selain Allah
SWT (Al-Baqarah/2:270), sembelihan selain untuk Allah SWT (AlKautsar/108:2), tathayur yaitu berfirasat buruk atau sial, menimbulkan rasa
pesimis karena mendengar atau melihat suatu kejadian.

Nifaq, munafik
Allah SWT berfirman dalam surat Al Baqarah (2) ayat 8 mengenai orang
munafik: Diantara manusia ada yang mengatakan: Kami beriman kepada Allah
dan hari kemudian, padahal mereka itu sesungguhnya bukan orang-orang yang
beriman. Tanda-tanda munafik adalah sebagai berikut.
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Lemah keyakinan (Al-Baqarah/2:10).


Membuat kerusakan di muka bumi dengan menyebarkan berbagai
kemaksiatan (Al-Baqarah/2:11).
Menuduh orang-orang mukmin yang baik dan taat sebagai orang bodoh dan
jahat (Al-Baqarah/2:13).
Menjadikan orang-orang kafir sebagai pemimpin dan pelindung serta
meninggalkan orang-orang beriman (An-Nisa/4:138-139).
Yang diutamakan adalah keuntungan yang bersifat duniawi walaupun harus
mengorbankan keyakinan (An-Nisa/4:141).
Niat dan tujuan ibadah yang dilakukan hanya semata-mata riya ingin
dipandang manusia, bukan karena Allah SWT (An-Nisa/4:142-143).

Sombong, takabur
Orang yang sombong atau takabur selalu merasa dirinya lebih baik. Oleh
karena itu ia tidak mau menerima nasehat dan tidak mau mengakui kesalahan.
Takabur adalah sikap iblis laknatullah, sebagaimana firman Allah SWT:



Apakah yang mengahalangimu untuk bersujud (kepada Adam) diwaktu Aku
menyuruhmu? Menjawab iblis: Saya lebih baik daripadanya, Engkau ciptakan
saya dariu api sedang dia Engkau ciptakan dari tanah (Al-Araf/7:12).
Rasulullah saw bersabda: Takutlah kamu akan sikap takabur karena
sesungguhnya ketakaburanlah yang menyebabkan iblis tidak mau sujud (hormat)
kepada Adam (HR Ibnu Masud riwayat Ashobir).
Selalu berdusta
Dalam sebah hadits dinyatakan Jauhilah perbuatan dusta karena
sesungguhnya dusta itu akan menyebabkan seseorang itu jauh dari iman yang
benar. (HR Ahmad).
Mengubah-ubah hukum Allah
dan mengharamkan yang halal

SWT,

menghalalkan

yang

haram

Abdi bin Haatim seorang Nasrani yang memeluk Islam ketika datang kepada
Nabi ia mendengar Nabi membaca surat At-Taubah (9) ayat 31, lalu ia berkata:
Wahai Rasul sesungguhnya orang-orang Nasrani itu tidak menyembah/ibadah
pendeta-pendetanya. Rasul menjawab, Betul mereka tidak menyembahnya,
akan tetapi jika pendeta-pendeta itu menghalalkan yang haram atau
mengharamkan yang halal, mereka mengikutinya. Itulah arti dari ibadah mereka
kepada pendeta-pendeta tersebut. (HR Turmudzi).
Tidak mempunyai rasa malu di dalam mengerjakan apa yang dilarang
dan tidak mengerjakan apa yang diperintahkan.
Rasa malu dan iman senantiasa berbarengan, apabila hilang salah satunya
maka hilang pula yang lainnya. (HR Hakim dari Ibn Umar).
F.

RUKUN IMAN

Rukun iman menyangkut keimanan/keyakinan kepada hal-hal yang bersifat


ghaib. Iman kepada yang ghaib ini merupakan salah satu ciri orang yang
bertakwa (Al-Baqarah/2:3). Bukhari-Muslim meriwayatkan dari
Umar r.a.
jawaban Nabi saw terhadap pertanyaan malaikat Jibril tentang iman, yaitu .....
Jawab Nabi: Engkau beriman kepada Allah, dan malaikat-Nya, kepada kitab-kitabNya, kepada rasul-rasul-Nya, kepada hari kiamat, dan beriman kepada qadar
baik dan yang buruk ..... Keenam hal yang harus diyakini tersebut merupakan
dasar aqidah Islam, yang dapat dibuktikan kebenarannya berdasarkan dalil naqli,
yaitu dalil yang dinukil dari Al-Quran dan As-Sunnah, serta dalil aqli berdasarkan
penerimaan akal manusia.
1.

Iman kepada Allah


Iman kepada Allah mencakup keimanan kepada eksistensi atau keberadaan
Allah SWT, (wujud Allah SWT), keimanan kepada ketuhanan Allah SWT (uluhiyah),
dan keimanan kepada pemeliharaan-Nya atas segala sesuatu (Rububiyyah), dan
keimanan kepada kesempurnaan-Nya.

Kaum muslim yang beriman kepada Allah SWT dengan arti membenarkan
adanya Tuhan Yang Maha Agung pencipta langit dan bumi, Maha Mengetahui
segala yang gaib dan nyata. Tak ada Tuhan yang patut disembah selain Dia. Allah
SWT Maha Tinggi dan Maha Agung, memiliki segala sifat sempurna dan Maha
Suci dari segala sifat kekurangan. Hal itu berkat petunjuk dan hidayah Allah SWT
sebelumnya.
Kaum muslim wajib beriman kepada ketuhanan Allah SWT, yaitu tuhan
seluruh manusia, baik yang hidup pada zaman permulaan maupun sesudahnya.
Tidak hanya tuhan bagi manusia, Allah SWT adalah tuhan seluruh alam raya.
Oleh karena itu Allah SWT adalah satu-satunya dzat yang patut disembah oleh
makhluk-Nya.
Jalan mengenal Allah SWT antara lain adalah melalui alam ciptaan-Nya dan
melalui sifat-sifat-Nya. Sifat-sifat Allah SWT antara lain adalah: ada (wujud).
Keberadaan atau wujud Allah SWT adalah tanpa awal (qadim), tanpa akhir
(baqa), berdiri sendiri (qiyamuhu binafsihi), dan berbeda dari segala sesuatu
yang ada (mukhalafatuhu lilhawaditsi). Selanjutnya Allah SWT memiliki segala
sifat kesempurnaan (Al-Muhith), yaitu Maha Melihat (bashar), Maha
Mendengar (sama), Maha Bersabda (Kalam), Maha Kuasa (Qudrat), dan
Maha Mengetahui (Ilmu). Sifat-sifat lainnya diantaranya adalah: As-Salam
(Maha Menyelamatkan), Al-Mumin (Maha Pemelihara Keamanan), AlMuhaimin (Maha Penjaga), Al-Fattah (Maha Membukakan), Al-Ghaffar (Maha
Pengampun), Al-Wahab (Maha Pemberi), Al-Alim (Maha Mengetahui), Al-Raafi
(Maha mengangkat).
Dalil Naqli Iman kepada Allah
a.

Allah SWT sendiri mengabarkan wujud-Nya, tentang pemeliharaan-Nya


terhadap seluruh makhluk, tentang nama-nama dan sifat-sifat-Nya (AlAraf/7:54, Al-Qashash/28:30, Taha/20:14, Al-Hasyr/59:22-4, Al-Fatihah/1:24, Al-Anbiya/-21:22,92, Al-Muminun/23:52).

b.

Firman Allah SWT bahwa Ia adalah Rabb semesta alam (Al-Fatihah/2:2),


Rabb langit dan bumi (Al-Kahfi/18:14), yang menguasai barat dan timur
(Asy-Syuara/26:28), dan Rabb bagi segala sesuatu (Al-Anam/6:164).

c.

Firman Allah SWT bahwa Ia adalah tuhan yang berhak disembah (Ali
Imran/3:18, Al-Baqarah/2:255, Thaha/20:14, Muhammad/47:19).

d.

Pemberitaan para Rasul tentang ketuhanan Allah SWT dan seruan mereka
kepada ummatnya untuk mengakui ketuhanan Allah SWT dan beribadah
kepada-Nya (Al-Muminun/23:23, Al-Anbiya/21:87, Al-Araf/7:140).

e.

Firman Allah SWT bahwa Ia-lah pencipta segala sesuatu (Az-Zukruf/43:9),


pemberi rizki bagi makhluk-Nya (Hud/11:6), dan yang menghidupkan serta
mematikan seluruh makhluk (Qaf/50:43).

Dalil Aqli Iman kepada Allah


a.

Akal manusia menyangkal adanya sesuatu tanpa ada yang menciptakan,


meskipun sesuatu yang sangat sederhana. Adanya alam yang beraneka
ragam dengan berbagai macam makhluk menjadi saksi keberadaan Khalik
(pencipta), yaitu Allah SWT, karena di 15okum1515a tidak ada siapapun
yang mengaku dirinya telah menciptakan dan mengadakan 15okum1515a
selain Allah SWT.

b.

Adanya firman Allah SWT yang berada di tangan kita, menjadi bukti atas
adanya Allah SWT, karena mustahil ada kata-kata tanpa ada yang
mengatakannya.

c.

Adanya 15okum15 yang teratur rapi di alam semesta ini, baik 15okum15
yang mengatur kejadian, pembentukan, pertumbuhan, dan perkembangan
makhluk hidup, maupun yang mengatur pergerakan seluruh makhluk,

menunjukkan bahwa semuanya itu tunduk pada suatu 16okum. Dan


16okum tersebut tiada lain selain 16okum Allah SWT. Akal manusia tidak
dapat menerima keteraturan 16okum16 kecuali ada yang mengaturnya.
Keteraturan seluruh 16okum16 di alam raya ini membuktikan pemeliharaan
Allah SWT atas segala sesuatu yang diciptakan-Nya.
Hikmah Iman Kepada Allah

2.

a.

Membebaskan jiwa dari penghambaan kepada selain Allah SWT, sebab


iman menuntut seseorang untuk mengakui bahwa Allah SWT-lah yang
menciptakan (Al-Muminun/-40:62), yang memberi rizki (Faathir/35:3), dan
yang mengangkat atau merendahkan (Ali Imran/3:26).

b.

Membangkitkan ruh keberanian tak takut mati, serta cinta mati syahid,
sebab ia meyakini bahwa yang memberikan jatah umur, manfaat dan
bahaya serta menghidupkan dan mematikan adalah Allah SWT (Ali
Imran/3:145, An-Nisa/4:78).

c.

Mendapatkan kehidupan yang baik di dunia yang dianugerahkan Allah SWT


sebelum kebaikan di akhirat, berupa: (a) perlindungan Allah SWT (AlBaqarah/2:257), (b) petunjuk-Nya (Al-Hajj/22:54, At-Taghabun/64:11), (c)
pertolongan-Nya (Al-Muminun/40:51), (d) penjagaan-Nya (Yunus/10:98),
(e) janji Allah SWT akan menjadikannya pemimpin di muka bumi dan
mengokohkan dien baginya (An-Nur/24:55), dan (f) datangnya barokah dari
langit dan bumi (Al-Araf/7:96).

d.

Merasakan ketenangan batin (Ar-Rad/13:28, Al-Fath/48:4).


Iman kepada Malaikat Allah

Kaum muslim beriman kepada malaikat Allah. Malaikat itu adalah makhluk
yang paling dimuliakan Allah SWT dan sebagai hamba-Nya yang dihormati. Allah
SWT menciptakan malaikat dari cahaya. Allah SWT telah menugaskan malaikat
dengan berbagai pekerjaan dan mereka melaksanakannya. Di antaranya,
malaikat yang memelihara hamba-hamba Allah SWT dan mencatat amal
perbuatannya. Ada pula yang bertugas mengurusi surga dan nikmatnya serta
yang bertugas menjaga neraka dan azabnya. Dan ada pula yang tak hentihentinya bertasbih siang dan malam. Di antara malaikat ada yang dilebihkan
derajatnya oleh Allah SWT, di antaranya malaikat Muqarrabun seperti Jibril,
Mikail, dan Israfil.
Malaikat adalah makhluk tanpa materi/jasad. Selain malaikat, mahluk Allah
SWT yang juga tanpa materi/jasad adalah jin. Berbeda dari malaikat yang
diciptakan dari cahaya, jin diciptakan dari api (Al-Hijr/15:27). Sebagaimana
manusia, jin mendapat tugas beribadah kepada Allah SWT (Adz-Dzariyat/51:56),
mereka juga diperintah dan dilarang oleh peraturan Allah SWT (Al-Anam/6:130).
Jin ada yang salih, ada juga yang jahat (Al-Jin/72:14-15), dan mereka tidak
mengetahui hal-hal yang ghaib (Al-Kahfi/18:50).
Istilah syaitan dipergunakan sebagai sebutan untuk manusia dan jin yang
jahat (Al-Maidah/5:114, Al-Baqarah/2:14, Al-Anam/6:112). Iblis adalah golongan
jin yang melanggar perintah Allah SWT karena menolak melakukan sujud untuk
menghormat Nabi Adam (Al-Kahfi/18:50). Iblis mempunyai keturunan (AlKahfi/18:50), yaitu syaitan dari golongan jin. Iblis diberi tangguh hidup hingga
hari kebangkitan (Shad/38:79-81). Syaitan adalah musuh manusia (Yaa
Siin/36:60) karena mereka selalu mengganggu dan menyesatkan manusia (AnNahl/16:63, Al-Anfal/8:48, Al-Araf/7:16-17). Oleh karena itu manusia yang
melanggar ketentuan Allah SWT berarti memperkuat kedudukan syaitan (AzZukruf/43:36).

Dalil Naqli Iman kepada Malaikat Allah


a.

Allah SWT memerintahkan agar manusia beriman kepada malaikat dan


memberitahukan hal ihwal malaikat itu kepada manusia (An-Nisa/4:136 dan
172, Al-Baqarah/2:30 dan 98).

b.

Allah SWT berfirman tentang karakteristik para malaikat, demikian pula


Rasulullah saw, yaitu: () mereka adalah hamba-hamba Allah SWT yang
dimuliakan (Al-Anbiya/21:26-27), () selalu patuh kepada Allah SWT (AnNahl/16:50), () tidak pernah durhaka kepada Allah SWT (At-Tahrim/66:6 ),
() tidak pernah sombong dan selalu bertasbih kepada Allah SWT (AlAraf/7:206), serta () diciptakan dari cahaya (HR Muslim dari Aisyah).

c.

Allah SWT berfirman tentang tugas-tugas para malaikat, yaitu sebagai


berikut: () beribadah kepada Allah SWT dengan bertasbih kepada-Nya
siang dan malam tanpa rasa bosan atau terpaksa (Al-Araf/7:206, AlAnbiya/21:19-20, Az-Zumar/39:75, At-Tahrim/66:6), () membawa wahyu
kepada anbiya dan para rasul (Al-Baqarah/22:97, An-Nahl/16:102), ()
memohonkan ampunan bagi kaum mukminin (Al-Mumin/40:7-9), ()
meniup sangkakala (Az-Zumar/39:68-70,75), () mencatat amal perbuatan
(Az-Zukruf/43:70-80, Qaaf/50:16-18, Al-Infithaar/-82:10-12), () mencabut
nyawa (Al-Anaam/6:61; An-Nahl/16:32; As-Sajdah/-32:11), () memberi
salam kepada ahli surga (Ar-Rad/13:23-24; Az-Zumar/39:73), () menyiksa
ahli neraka (Al-Mumin/40:49,50; Az-Zukruf/-43:74,78; At-Tahrim/66:6; AlMuzzammil/73:30-31), () memikul arsy (Al-Mumin/40:7; Al-Haqqah/69:17),
() memberi kabar gembira dan memperkokoh kedudukan kaum mukminin
(Al-Anfal/8:12; Fushshilat/41:30-32), () menger-jakan pekerjaan selain yang
telah disebutkan sebelumnya (Ash-Shaffat/37:1-3; Adz-Dzariyat/51:1-4; AlMursalat/77:1-6).
Hadits-hadits Rasulullah yang memberitahukan tentang adanya malaikat.
Ya Allah SWT Tuhan Jibril, Mikail, dan Israfil, Pencipta langit dan bumi yang
Maha Mengetahui yang gaib dan yang nyata, Engkau menjadi hakim di
antara hamba-Mu mengenai apa yang mereka perselisihkan. Tunjukilah aku
pada hal-hal yang mereka perselisihkan dari kebenaran atas izin-Mu.
Karena sesungguhnya Engkau memberi petunjuk kepada orang yang
Engkau kehendaki ke jalan yang lurus. (HR. Muslim)
Apabila datang hari Jumat pada setiap pintu masjid berdiri malaikat yang
mencatat. Yang pertama kali datang dicatatnya sebagai yang pertama. Bila
imam telah duduk, para malaikat menutup buku catatannya lalu mereka
mendengarkan zikir. (HR. Malik, hadis shahih)
Kadang-kadang malaikat datang padaku menyerupai seorang laki-laki, lalu
berbicara denganku dan aku ingat apa yang ia katakan. (HR. Bukhari)
Bergantian para malaikat datang kepadamu, ada malaikat yang datang
malam hari dan ada pula yang datang siang hari. (HR. Bukhari)
Malaikat diciptakan dari cahaya, sedangkan jin dari nyala api dan Adam
diciptakan dari sesuatu yang disifatkan kepadamu. (HR. Muslim)

Dalil Aqli Iman kepada Malaikat


a.

b.

Apabila semua orang berakal dapat menerima adanya sesuatu karena ada
bekasnya, maka adanya malaikat adalah pasti, karena malaikat
meninggalkan bekas yang banyak. Di antara hal-hal yang memperkuat
adanya malaikat ialah:

Datangnya wahyu kepada para nabi dan rasul Allah SWT. Karena
kebanyakan wahyu itu disampaikan melalui perantaraan malaikat
Jibril yang bertugas menyampaikan wahyu. Dan ini merupakan bukti
nyata yang tak dapat dipungkiri tentang adanya malaikat.

Kematian semua makhluk karena dicabut roh mereka. Hal itu


menjadi bukti ada malaikat maut dan pembantu-pembantunya (AsSajdah/32:11)

Manusia dipelihara dari bahaya-bahaya yang datang dari jin dan


setan sepanjang hidupnya. Manusia hidup di antara golongan jin dan
setan, kedua makhluk itu melihat manusia dan manusia tidak dapat
melihat mereka. Mereka itu bisa mencelakakan manusia tapi
sebaliknya manusia tidak mampu mencelakakan dan menolak
bahaya dari mereka. Maka hal itu menjadi bukti adanya malaikat
yang menjaga dan menolak bahaya yang mengancam manusia.
(Ar-Rad/13:11)

Sesuatu tidak terlihat karena kurangnya kemampuan penglihatan atau


karena tidak memiliki peralatan lengkap untuk melihat sesuatu yang tidak
18oku dinafikan adanya. Karena di alam nyata ini bayak benda-benda yang
tak dapat dilihat oleh mata telanjang. Tetapi sekarang benda-benda itu
tampak jelas melalui mikroskop.

Hikmah Iman kepada Malaikat


a.

Mengetahui keagungan Allah SWT, kekuatan, dan kekuasaan-Nya.

b.

Syukur kepada Allah SWT atas perhatian-Nya kepada manusia sehingga


menugaskan kepada malaikat untuk mencatat amal dan untuk berbagai
kemaslahatan lainnya.

c.

Menumbuhkan cinta kepada amal soleh karena malaikat selalu siap


mencatat amal manusia.

d.

Dengan beriman kepada malaikat yang selalu menyertai dan mencatat


amal kita, menjadikan kita selalu waspada sehingga tidak terperosok ke
dalam maksiat.

3.

Iman Kepada Kitab-Kitab Allah

Secara etimologis kitab adalah bentuk masdar dari kata ka-ta-ba yang
berarti menulis. Setelah jadi masdar (kitab) berarti tulisan atau yang ditulis.
Bentuk jamaknya adalah kutub.
Kata Al-Kitab di dalam Al-Quran dipakai untuk beberapa pengertian : (1)
menunjuk semua kitab suci yang pernah diturunkan kepada Nabi dan Rasul
(QS.2:177); (2) menunjuk semua kitab suci yang diturunkan sebelum Al-Quran
(QS.13:43); (3) menunjuk kitab suci tertentu sebelum al-Quran diturunkan
misalnya taurat (QS.2:87); (4) menunjuk kitab suci Al-Quran secara khusus
(QS.2:2)
Kaum muslim beriman kepada kitab-kitab yang diturunkan Allah SWT dan
kepada lembaran-lembaran suci (shuhuf) yang diberikan kepada sebagian
utusan-utusan-Nya. Kitab itu adalah firman-firman Allah SWT yang diwahyukan
kepada para Rasul-Nya agar mereka menyampaikannya sebagai suatu syariat
agama. Di antaranya ada empat kitab terbesar, yaitu Al-Quran (diturunkan pada
Nabi Muhammad), Taurat (diturunkan pada Nabi Musa), Zabur (diturunkan pada
Nabi Daud), dan Injil (diturunkan pada Nabi Isa). Selain keempat kitab besar
tersebut, terdapat pula shuhuf yang diturunkan kepada Nabi Ibrahim dan Nabi
Musa. Al-Quran merupakan kitab terbesar dan terpelihara serta menggantikan
semua syariat-syariat agama sebelumnya.
Kaum muslim percaya bahwa Al-Quran adalah kitab Allah SWT yang
diturunkan kepada rasul utama yaitu Muhammad saw, sebagaimana telah
diturunkan-Nya kitab-kitab kepada para rasul terdahulu. Sesungguhnya 19okumhukum dalam Al-Quran itu telah menggantikan 19okum-hukum dalam kitabkitab samawi terdahulu, sebagaimana risalahnya menjadi penutup risalah-risalah
sebelumnya.
Al-Quran adalah kitab yang mencakup syariat Allah SWT terbesar yang
memberi jaminan kepada mereka yang menggunakannya untuk memperoleh
kebahagiaan hidup dunia akhirat. Al-Quran adalah satu-satunya kitab yang
dijamin Allah SWT pemeliharaannya dari pengurangan, penambahan, dan
perubahan sedang kitab-kitab lainnya telah mengalami perubahan. Dan AlQuran akan tetap abadi sampai hari kiamat.
Al-Quran merupakan salah satu mujizat Rasulullah saw. Beberapa
kemujizatan Al-Quran diantaranya adalah ia menjadi penyebab masuknya
orang-orang kafir ke dalam Islam. Dalam Al-Quran terdapat ayat-ayat yang
berhubungan dengan ilmu dan masalah lainnya yasng ghaib, yang menunjukkan
bahwa Al-Quran adalah firman Allah SWT bukan ciptaan Rasulullah saw yang
ummi (Al-Araaf/7:158). Dalam Al-Quran
terdapat ayat-ayat yang berisi
tantangan untuk membuat karya yang seperti Al-Quran (Al-Israa/17:88),
membuat 10 atau satu surat tandingan (Hud/11:13, Al-Baqarah/2:23).
Bukti-bukti bahwa Al-Quran merupakan wahyu Allah SWT sangat banyak
dan jelas. Seseorang yang tidak menerima Al-Quran sebagai wahyu lazimnya
karena dua hal, yaitu tidak berpikir jujur dan sungguh-sungguh (An-Nisa/4:82),
atau tidak sempat mendengarkan dan mengetahui Al-Quran secara baik.
Selanjutnya, fungsi Al-Qur;an terhadap Kitab-Kitab Allah SWT yang lain,
antara lain:

Al-Quran berfungsi Nasikh baik lafadz maupun 19okum terhadap kitabkitab Allah sebelumnya. Artinya semua kitab suci terdahulu dinyatakan tidak
lagi berlaku. Satu-satunya yang wajib diikuti dan dilaksanakan petunjuknya
hanyalah kitab suci Al-Quran. Alasannya: (1) kitab suci terdahulu tidak ada
lagi yang asli; (2) kitab-kitab suci terdahulu berlaku khusus untuk umat dan
masa tertentu (QS. 5:48); (3) kitab-kitab suci terdahulu tidak mendapatkan
jaminan dari Allah SWT terjaga keaslian dan kebenarannya.

Al-Quran berfungsi Muhaimin atau batu ujian terhadap kebenaran kitabkitab sebelumnya. Artinya Al-Quran lah yang menjadi korektor terhadap
perubahan-perubahan yang terjadi pada kitab-kitab sebelumnya (QSD.5:48)

Al-Quran berfungsi Mushaddiq (menguatkan kebenaran-kebenaran) pada


kitab-kitab Allah sebelumnya. Seperti berita tentang kedatangan nabi dan
rasul yang terakhir yang terdapat dalam kitab Taurat dan Injil dibenarkan
oleh Al-Quran dengan kedatangan nabi Muhammad SAW.
Al-Quran berfungsi mengoreksi dan menyempurnakan kitab-kitab Allah
sebelumnya. (QS.16:64)

Dalil Naqli Iman kepada Kitab-kitab Allah


a.

Allah SWT memerintahkan untuk beriman kepada kitab-kitab-Nya (AlBaqarah/-2:285, An-Nisa/4:136)

b.

Allah SWT dalam Al-Quran memberitahukan tentang kitab-kitab dan


shuhuf yang diturunkan-Nya, yaitu Shuhuf Ibrahim (Al-Ala/87:14-19; AnNajm/53:36-42), Shuhuf Musa (Al-Ala/87:14-19; An-Najm/53:36-42), Taurat
(Al-Baqarah/2:53; Ali Imran/3:3; Al-Maidah/5:44; Al-Anam/6:91), Zabur (AnNisa/4:164; Al-Kahfi/18:55; Al-Anbiya/21:105), Injil (Ali Imran/3:3; AlMaidah/5:46), dan Al- Quran (Al-Baqarah/2:2; Yusuf/12:2; Al-Kahfi/18:1, AlFurqan/25:1; Al-Qalam/68:51-52). Dengan demikian Al-Quran merupakan
saksi kebenaran kitab-kitab Allah SWT yang lalu (Al-Maidah/5:48). Oleh
karena itu Al-Quran berperan menjawab atau menyelesaikan perbedaanperbedaan pendapat para penganut agama (An-Nahl/16:64).

c.

Allah SWT memberitahukan tentang Al-Quran dalam firman-Nya (AlFurqan/-25:1;


An-Nisa/4:105;
Al-Maidah/5:15-16;
Taaha/20:123-124;
Fussilat/41:42; Al-Hijr/15:9)

d.

Al-Quran adalah wahyu Allah SWT (Al-Araf/7:2) dan merupakan mujizat


bagi Rasulullah saw (Al-Isra/17:88). Ia menjadi pedoman hidup bagi setiap
muslim (Al-Jatsiyah/45:20), dan kandungan Al-Quran mengoreksi serta
menyempurnakan kitab-kitab Allah SWT sebelumnya (An-Nahl/16:64). Halhal tersebut merupakan fungsi Al-Quran.

e.

Allah SWT memelihara kemurnian Al-Quran (Al-Hijr/15:9), antara lain


dengan
adanya
kemudahan
dalam
menghafalnya
(AlQamar/54:17,22,32,40). Kitab Taurat dan Injil semula adalah dari Allah SWT
(Ali Imran/3:3). Akan tetapi Taurat kemudian telah diubah isinya (AnNisa/4:46) dan sebagian isi kedua kitabullah tersebut telah disembunyikan
(Al-Maidah/5:14-15).

f.

Rasulullah memberi kabar tentang kitab-kitab yang diturunkan Allah SWT


dalam banyak hadits, yaitu:
Ingatlah bahwasanya aku telah diberi al-Kitab (Quran) dan sebangsanya
bersamanya. (HR. Abu Daud, Tirmizi, Ibn Majah, hadis hasan)
Tak ada seorang Nabi pun yang tidak diberi-Nya ayat-ayat seperti Quran,
dan manusia beriman kepadanya. Sesungguhnya itu pulalah yang
diberikan kepadaku. Maka aku mengharap akulah Nabi yang paling banyak
pengikutnya pada hari kiamat. (HR. Muslim)
Tak 20okum2020a iri hati kecuali terhadap dua hal. Pertama, seorang lakilaki yang diberi Quran oleh Allah SWT. Lalu ia membacanya malam dan
siang. Dan seorang yang diberi-Nya harta lalu ia menafkahkannya malam
dan siang. (HR. Bukhari)
Aku tinggalkan (wariskan) sesuatu yang apabila kamu berpegang teguh
dengannya, kamu tak akan tersesat selama-lamanya, yaitu Kitabullah dan
sunnah Rasul-Nya. (HR. Hakim dalam al-Mustadrak, hadis shahih)
Sebaik-baiknya kamu adalah
mengajarkannya. (HR. Bukhari)

orang

yang

belajar

Quran

dan

Dalil Aqli Iman kepada Kitab-kitab Allah


a.

Ketidakmampuan manusia dan kebutuhan pada Tuhannya untuk kebaikan


jasmani dan rohaninya menyebabkan diturunkannya kitab-kitab suci yang
berisi syariat dan undang-undang untuk kesempurnaan dan tuntutantuntutan hidup manusia di dunia akhirat.

b.

Para rasul adalah perantara antara Khalik dan manusia sebagai makhlukNya. Rasul itu sama seperti manusia biasa. Mereka hidup pada suatu masa,
kemudian mati. Kalau rasul-rasul tidak membawa kitab-kitab tertentu,
maka ajarannya akan lenyap dengan kematiannya. Dan manusia yang
hidup sepeninggal mereka akan menjadi sesat, dengan demikian sirnalah
tujuan pokok dari wahyu dan kerasulan. Oleh karena itu diturunkannya
kitab-kitab tersebut sangat diperlukan.

c.

Apabila rasul-rasul yang menyeru ke jalan Allah SWT tidak membawa kitab
suci dari Tuhannya yang berisi syariat, petunjuk, dan kebaikan, maka
manusia akan mudah mendustakan dan mengingkari mereka. Dengan
demikian diturunkannya kitab suci merupakan tuntutan yang mutlak.

d.

Al-Quran menerangkan berbagai disiplin ilmu, mencakup ilmu-ilmu alam,


sejarah, syariat dan 21okum, serta kemiliteran dan politik, padahal yang
diberi Al-Quran sama sekali tidak dapat membaca-menulis, dan tidak
pernah memasuki lembaga pendidikan formal sehingga memungkinkannya
mempelajari
ilmu-ilmu
tersebut.
Kandungan
ilmu-ilmu
tersebut
menunjukkan bahwa Al-Quran itu adalah firman Allah SWT. Akal tidak
dapat menerima jika ilmu-ilmu 21okum21 dari seorang yang ummi, yang
sama sekali tidak mengenal membaca dan menulis.

e.

Dalam Al-Quran, Allah SWT menantang manusia dan jin untuk


mendatangkan karya seperti Al-Quran (QS Al-Isra/17:88) juga menantang
para sastrawan dan penyair Arab untuk membuat satu surat yang dapat
menandingi surat dalam Al-Quran. Manusia dan jin tidak mampu dan pasti
tidak sanggup membuatnya. Hal itu merupakan bukti terbesar dan terkuat
bahwa Al-Quran adalah firman Allah SWT dan sedikitpun tidak terdapat
kata-kata manusia di dalamnya.

f.

Al-Quran memuat berita-berita tentang soal-soal gaib, yang tidak


terjangkau oleh akal manusia. Ramalan-ramalan Al-Quran terbukti
sepenuhnya. Contohnya adalah berita dalam surat Ar-Ruum bahwa bangsa
Romawi akan mengalahkan bangsa Persia yang sebelumnya telah
mengalahkan bangsa Romawi.

Hikmah Iman kepada Kitab-kitab Allah


a.

Menyadarkan kita akan kasih sayang Allah SWT sehingga kita harus
mensyukuri segala nikmatyang telah dianugerahkan-Nya kepada kita.

b.

Mengetahui perhatian Allah SWT terhadap hamba-hamba-Nya sehingga


menurunkan kitab yang menjadi hidayah bagi setiap ummat.

c.

Meyakinkan kita bahwa Islam adalah risalah seluruh nabi dan rasul.

d.

Mengetahui hikmah Allah SWT dalam syara atau hukumnya sehingga


menetapkan hukum sesuai dengan tabiat dan keadaan tiap ummat.

4.

Iman Kepada Rasul-Rasul Allah


Kaum muslimin percaya bahwa Allah SWT telah memilih di antara manusia,
para rasul untuk menjadi utusannya. Allah SWT mewahyukan kepada mereka
syariat-Nya dan mengamanatkan agar menyampaikannya untuk menjadi bukti

bagi manusia pada hari kiamat. Allah SWT mengutus para rasul dengan buktibukti yang dikuatkan dengan mukjizat.
Para rasul Allah SWT itu, meskipun manusia biasa yang memiliki sifat-sifat
manusia seperti makan, minum, sakit, sehat, hidup, dan mati, tapi mereka adalah
makhluk yang paling sempurna secara mutlak dan orang yang paling utama
tanpa kecuali. Sesungguhnya tidak sempurna iman seorang hamba, sebelum
beriman kepada semua rasul, baik secara garis besar maupun secara rinci.
Kaum muslimin percaya bahwa Nabi Muhammad bin Abdullah bin Abdul
Muthalib keturunan Bani Hasyim dari Suku Quraisy bangsa Arab, yang berasal
dari keturunan Ismail bin Ibrahim adalah hamba Allah SWT dan rasul-Nya. Beliau
diutus Allah SWT kepada seluruh umat manusia dan kenabiannya menjadi
penutup semua nabi dan rasul. Tak ada nabi dan rasul sesudah Muhammad. Allah
SWT mengukuhkannya dengan mukjizat dan mengunggulkannya terhadap semua
nabi, sebagaimana Allah SWT mengunggulkan umat Rasulullah terhadap seluruh
umat. Allah SWT telah mewajibkan untuk mencintai, mentaati dan mengharuskan
mengikutinya. Allah SWT memberi keistimewaan kepada Nabi saw yang tidak
diberikan kepada siapa pun.
Dalil Naqli Iman kepada Rasul-Rasul Allah
a.

Firman Allah SWT bahwa setiap mukmin wajib beriman kepada seluruh Rasul
Allah (Al-Baqarah/2:285), baik yang dinyatakan dalam Al-Quran maupun
tidak (An-Nisa/4:164). Semua rasul memiliki misi yang sama, yaitu
menyampaikan ajaran tauhid (Ibrahim/16:25, An-Nahl/16:36). Setiap ummat,
sebelum Nabi Muhammad saw, pasti ada rasulnya (Yunus/10:47). Mereka
adalah dari kaum pria (Al-Anbiya/21:7) dan masing-masing dari mereka
berbicara menggunakan bahasa kaumnya (Ibrahim/14:4).

b.

Firman Allah SWT tentang kerasulan Muhammad saw (An-Nisa/4:170).


Taurat dan Injil mengakui dan menjadi saksi atas diutusnya Rasulullah saw,
risalah dan kenabiannya, juga sebagai berita gembira dari Musa dan Isa
terhadap Nabi saw (As-Shaff/61:6, Al-Araf/7:157).

c.

Firman Allah SWT tentang karakteristik kerasulan Muhammad saw: () rasul


terakhir (Al-Ahzab/33:40), () diutus untuk seluruh ummat manusi!
(Saba/34:28), () berbudi pekerti agung (Al-Qalam/68:4), oleh karena itu
kehidupannya lerupakan teladan yang baik (Al-Ahzab/33:21) bagi seluruh
manusia, () diam-puni segala dosanya dan bersih dari segala dosa (Ali
Imran/3:161), () seorang nabi yang ummi (Al-Araf/7:157), yang tidak
pernah berguru kepada seseorang (An-Najm/54:4-5), () misinya menjadi
rahmat bagi seluruh alAm (Al-Anbiya/21:107), dan () perintah serta
harangannya wajib dipatuhi oleh kaum musli- (An-Nisa/4:59, Al-Hasyr/59:7).

d.

Hadits-hadits Rasulullah saw berikut:


Aku adalah nabi, sungguh tak bohong. Aku adalah anak Abdul Muthallib.
(HR Bukhari Muslim)
Aku terhadap nabi-nabi sebelumku ibarat seseorang yang mendirikan
sebuah rumah, lalu diperindah dan diperindah lagi kecuali satu batu bata.
Manusia mengelilingi rumah itu dan mengaguminya. Mereka berkata:
Mengapa batu bata ini belum ada? Maka akulah batu bata itu. Dan aku
adalah penutup semua nabi. (HR Bukhari Muslim)
Demi Tuhan yang diriku ada dalam kekuasaan-Nya. Tidak sempurna iman
salah seorang di antara kamu sebelum dia mencintai aku lebih dari
mencintai anaknya, bapaknya dan semua manusia. (HR Bukhari)
Kamu semua akan masuk surga, kecuali orang yang enggan. Siapa yang
enggan, ya Rasulullah? Beliau menjawab, mereka yang mentaatiku, ia

masuk surga. Dan yang mendurhakaiku, berarti mereka enggan masuk


surga. (HR Bukhari)
Sesungguhnya risalah dan kenabian telah selesai, maka tak ada rasul dan
nabi sesudah aku. (HR Ahmad dan Tirmidzi)
Aku diberi kelebihan terhadap nabi-nabi yang lain dengan enam hal,
pertama, aku diberi kumpulan kalam Illahi. Kedua, aku ditolong dengan
(ditimbulkannya) rasa takut (dalam hati musuh). Ketiga, dihalalkan padaku
harta rampasan (ghanimah). Keempat, seluruh bumi ini dijadikan masjid
untukku dan alat suci. Kelima, aku diutus kepada seluruh makhluk.
Keenam, aku menjadi penutup para nabi. (HR Muslim dan Tirmidzi)
Surga itu diharamkan kepada semua nabi, sebelum aku masuk ke
dalamnya. Dan surga itu diharamkan kepada seluruh umat sebelum
umatku memasukinya. (HR Daruqutni)
Apabila datang hari kiamat, aku adalah pemimpin (imam) para nabi, juru
bicaranya dan pemilik syafaat buat mereka dan aku tidak sombong. (HR
Tirmidzi, Ibn Majah dan Ahmad)
Aku adalah penghulu seluruh anak cucu Adam pada hari kiamat. Dan
orang pertama yang bangkit dari kubur serta orang pertama yang
memberi syafaat dan orang pertama yang dikabulkan syafaatnya. (HR
Muslim)

Dalil Akli Iman kepada Rasul-rasul Allah


a.

Karena pemeliharaan dan rahmat Allah SWT menghendaki diutusnya para


rasul kepada makhlukNya agar mereka memperkenalkan kepada manusia
Tuhan mereka, mengajar mereka untuk mencapai kesempurnaan hidup
dan kebahagiaan dunia dan akhirat.

b.

Karena Allah SWT menciptakan makhluk dengan tujuan untuk mengabdi


kepada-Nya (Az-Zariyat/51:56). Hal itu menuntut diutusnya para Rasul
untuk mengajar mereka ibadah. Bagaimana caranya ibadah kepada Allah
SWT dan taat kepadaNya. Karena itulah tujuan utama mengapa manusia
diciptakan.

c.

Adanya pahala dan dan siksa akibat dari ketaatan dan kedurhakaan pada
diri manusia. Persucian jiwa menuntut untuk diutusnya para rasul, agar
manusia pada hari kiamat tidak berkata: Ya Tuhan kami, kami tidak
mengetahui cara taat, sehingga kami bisa taat dan kami tidak tahu hal
yang dianggap durhaka, sehingga kami tidak dapat menyelamatkan diri.
Hari ini tidak ada aniaya padaMu, maka janganlah Engkau menyiksa
kami. Keadaan itu menghendaki diutusnya para rasul untuk menolak
alasan mereka (An-Nisa/4:165).

d.

Apa yang mencegah Allah SWT untuk mengutus Muhammad menjadi


rasul-Nya, padahal sebelumnya Allah SWT telah mengutus ratusan rasul
dan ribuan nabi. Apabila dari segi akal dan syariat tidak ada yang
mencegahya, maka apa alasan manusia mengingkari risalah dan menolak
kenabiannya.

e.

Situasi pada saat nabi diutus, memang menghendaki adanya risalah dari
langit dan mengharapkan seorang rasul yang akan melakukan
pembaharuan bagi kemanusiaan dan Allah SWT Maha Mengetahui hal itu.

f.

Tersebar dan diterimanya Islam dengan cepat di dunia ini oleh manusia
lebih dari agama-agama lainnya, menunjukkan benarnya kenabian
Muhammad.

g.

Kebenaran prinsip-prinsip misi Muhammad saw melahirkan kebaikan dan


menampakkan keberkahan bagi manusia, menjadi bukti risalah yang
dibawanya berasal dari Allah SWT.

h.

Mukjizat-mukjizat dan keajaiban-keajaiban yang tampak pada Nabi saw


tak akan dimengerti oleh akal, kecuali datangnya dari tangan nabi dan
rasul. Mukjizat-mukjizat itu tercantum dalam hadits-hadits sahih yang
menyerupai mutawatir, tak mungkin orang mendustakannya, kecuali
orang lemah akalnya atau tak mau menggunakan akalnya.

Hikmah Beriman kepada Para Nabi dan Rasul Allah


a. Diutusnya para nabi dan rasul yang membawa ajaran tauhid serta
mengaplikasikan ajaran tersebut dalam berbagai aspek kehidupan
memungkinkan ummat manusia mengenal Tuhan mereka secara benar,
yaitu Allah SWT, sehingga terhindar dari syirik.
b. Diutusnya para nabi dan rasul yang dijamin kebenarannya oleh Allah
menjadikan manusia dapat beribadah untuk menyembah Allah SWT secara
benar pula. Tanpa tuntunan dan bimbingan para nabi dan rasul, manusia
cenderung membuat-buat ritual peribadatan yang dapat membawa kepada
tindakan syirik.
c. Para nabi dan rasul yang dibimbing oleh wahyu adalah dari golongan
manusia juga, sehingga hal ini memungkinkan ummat manusia menjadikan
mereka sebagai contoh. Bagi kaum muslimin, Rasulullah saw adalah sebaikbaik contoh untuk diteladani.
d. Hikmah di atas akan membawa rasa syukur yang makin dalam ke hadlirat
Allah SWT yang dengan kasih-sayangnya telah mengutus para nabi dan
rasul tersebut sehingga manusia yang mau mengikuti mereka dapat lebih
kuat menghadapi bujukan dan tarikan syaitan, baik dari golongan jin
maupun manusia untuk mencapai keselamatan di akhirat maupun di dunia.

5.

Iman Kepada Hari Akhir

Menurut Abu Bakar Jabir al-Jazairi yang dimaksud hari akhir ada dua hal,
yaitu (1) rusaknya semua alam dan berhentinya kehidupan, (2) datang dan
bermulanya kehidupan akhirat. Dari kedua makna tersebut secara singkat dapat
dikatakan bahwa ungkapan Hari Akhir adalah untuk menunjukan berakhirnya
hari dari kehidupan dunia dan menunjukkan pada hari pertama dan terakhir
dalam kehidupan akhirat. Kaum muslimin percaya bahwa kehidupan di dunia ini
ada akhirnya dan tidak ada hari lagi sesudah hari tersebut. Datangnya hari akhir,
atau disebut hari kiamat, menandai diawalinya kehidupan hari kemudian yang
kekal dialam akhirat. Pada saat hari akhir, Allah SWT membangkitkan seluruh
makhluk dan mereka semua dikumpulkan di suatu tempat untuk dihisab. Siapa
yang beramal baik dibalas dengan nikmat dalam surga dan siapa yang jahat
dibalas dengan siksa yang hina dalam neraka.
Hari kiamat itu didahului oleh tanda-tanda dan ciri-ciri seperti keluarnya
Dajjal, Yajuj dan Majuj, turunnya Nabi Isa, keluarnya binatang besar (Dabbah),
matahari terbit dari sebelah barat dan sejumlah ciri-ciri lainnya.
Kemudian ditiuplah sangkakala, tiupan pertama untuk menghancurkan dan
mencabut nyawa, lalu tiupan lain untuk membangkitkan hidup sesudah mati.
Kemudian menghadap Allah SWT Rabbul Alamin dan diberikan kitab catatan. Ada
di antaranya yang mengambil buku itu dengan tangan kanan dan ada pula
dengan tangan kirinya, lalu ditimbang amalnya dan dilaksanakan hisab, lalu
dibentangkan sirat. Dan berakhirlah hari kiamat itu dengan ketetapan ahli surga
di surga dan ahli neraka di neraka.

Manusia ketika dicabut nyawanya, maka ia kemudian berada dalam alam


barzakh atau alam kubur, yaitu kehidupan akhirat sebelum terjadinya hari kiamat
(Ar-Rum/30: 55-56). Manusia pada saat itu menyadari kebenaran janji Allah SWT
(Al-Muminun/-23:99-100), dan bagi mereka yang berbuat jahat selama di dunia,
ada azab kubur (Al Muminun/40:46).
Bukhari meriwayatkan hadits Rasulullah saw perihal azab kubur sebagai
berikut: Apabila seseorang diantara kamu mati, akan diperlihatkan kepadanya
tempatnya (di akhirat) pagi dan petang. Bila dia ahli neraka, maka dia penghuni
neraka. Lalu dikatakan padanya, Inilah tempatmu sebelum dibangkitkan pada
hari kiamat. Rasulullah saw memohon perlindungan kepada Allah SWT dari azab
kubur: Ya Allah, aku berlindung kepadamu dari siksa kubur, dari siksa api
neraka, dan dari fitnah kehidupan, fitnah kematian, dan fitnah Dajjal (HR
Bukhari). Hadits lainnya yaitu: Kedua orang dalam kubur itu sedang disiksa.
Mereka disiksa bukan karena dosa besar. Lalu sabda Nabi lagi: Benar, yang satu
karena dosa mengadu domba (antara orang) dan yang seorang lagi karena tidak
bersuci dari buang air kecil. (HR Bukhari)
Disamping istilah hari akhir (yaumul Akhir) Al-Quran juga menggunakan
istilah atau nama-nama lain yang masing-masing nama menunjukan peristiwa,
keadaan atau suasana yang akan dialami oleh umat manusia dalam proses
menuju kehidupan kekal (daar al- khulud). Nama-nama itu antara lain : (1)
yaumul qiyamah
(hari qiyamah), QS.39:60. (2) yaumul baats
(hari
kebangkitan, QS.30:56; 21:104; 23:16,115). (3) yaumul hisab
(hari
perhitungan, QS.40:27). (4) yaumuddin (hari pembalasan, QS.1:4). (5)yaumul
khulud (hari kekekalan, QS.50:34). (6) yaumul hasrah (hari penyesalan,
QS.19:39). (7) yaumul fasl (hari keputusan, QS.78:17). (8) al-akhirat (akhirat,
QS.87:16-17). (9) al-waaqiah (peristiwa dahsyat, QS.56:1).dll
Dalil Naqli Iman kepada Hari Akhir
a.
Firman Allah SWT bahwa hari akhir pasti datang (Al-Kahfi/18:21, Al-Hajj/22:7), meskipun demikian hanya Allah SWT-lah yang Maha Mengetahui saat
datangnya hari tersebut (Al-Araf/7:187, Al-Ahzab/33:63) dan merupakan
rahasia Allah SWT (Thaaha/20:15).
b.

Firman Allah SWT bahwa pada hari tersebut seluruh alam semesta rusak
secara fatal (Ibrahim/14:48, Al Qiyamah/75:6-10) bersamaan dengan
ditiupnya sangkaka-la, dan pada tiupan ke dua seluruh manusia
dibangkitkan dan diberi keputusan secara adil atas amal perbuatannya (AzZumar/39:68-70, Al-Anbiya/21:47, Al-Haqqah/-69:13-34, Al-Muthaffifin/83:46).

c.

Firman Allah SWT tentang tanda-tanda datangnya hari akhir, yaitu keluarnya
sejenis binatang melata dari bumi (An-Naml/27:82) dan dibukakan tembok
Yajuj dan Majuj (Al-Anbiya/21:96-97).

d.

Firman Allah SWT tentang nama lain hari akhir, yaitu hari Akhir (Al-Baqarah/2:4), hari Pembalasan (Al-Fatihah/1:4), hari Baats (Ar-Rum/30:56), hari
Kiamat (Az-Zumar/39:60), dan hari Perhitungan (Ibrahim/14:41).

e.

Berdasar hadits-hadits Nabi saw berikut.


Sesungguhnya kiamat tidak akan terjadi sebelum adanya sepuluh tandatanda kiamat, yaitu: gerhana di timur, gerhana di barat, gerhana di jazirah
Arab, adanya asap, adanya dabbah (binatang melata yang besar), Yajuj dan
Majuj, terbit matahari dari sebelah barat, keluar api dari ujung Aden, dan
turunnya Nabi Isa. (HR Muslim).
Pada hari kiamat, setiap hamba tak akan melangkah sebelum ditanya
empat hal, yaitu tentang umurnya untuk apa ia habiskan, ilmunya untuk apa
ia amalkan, hartanya dari mana ia peroleh dan untuk apa ia belanjakan, dan

kesehatannya untuk apa ia pergunakan. (HR Tirmizi, hadits hasan


sahih).
Aku adalah penghulu anak cucu Adam dan tidak sombong. Aku orang
pertama bangkit pada hari kiamat. Dan aku orang pertama yang memberi
syafaat dan diterima syafaatnya namun aku tidak menyombongkan diri.
Panji Kebesaran pada hari kiamat berada di tanganku dan aku tidak
menyombongkan diri. (HR Tirmizi, Ibn Majah, Nasai, Ibn Hibban, dan
Hakim).
Berjuta-juta orang dari para nabi, rasul, ahli hikmah, ulama dan salihin,
beriman dan yakin kepada hari kiamat dan segala sesuatu yang berkaitan
dengan hari kiamat.
Dalil Aqli Iman kepada Hari Akhir
a. Untuk mengokohkan kekuasaan-Nya, Allah SWT menghidupkan kembali
makhluk-Nya setelah mereka binasa. Karena menghidupkan kembali tidak
lebih sulit ketika menciptakan mereka tanpa ada contoh terlebih dahulu.
b. Masalah bangkit sesudah mati dan pembalasan, tidak bertentangan dengan
akal, karena akal tidak menolak sesuatu mungkin, kecuali sesuatu yang
memang mustahil terjadi seperti bersatunya dua hal yang berlawanan,
sedangkan soal kebangkitan dan pembalasan tidak termasuk golongan
semacam itu.
c. Merupakan hikmah yang nyata dari pengaturan Allah SWT terhadap
makhluk-Nya dalam segala lapangan kehidupan. Menolak kebangkitan
sesudah mati berarti menolak adanya pembalasan terhadap amal baik dan
buruk dalam kehidupan manusia.
d. Adanya kehidupan di dunia yang berisi kesenangan dan kesengsaraan
menjadi bukti atas adanya kehidupan lain yang di dalamnya ada keadilan,
kebajikan, kesempurnaan, kebahagiaan, dan kesengsaraan yang lebih
besar dan lebih utama. Karena dalam kehidupan di dunia ini yang berisi
kebahagiaan dan kesengsaraan tidak lain ibarat suatu bagian dari satu
bangunan besar atau ibarat satu petak dari suatu kebun yang besar.
Hikmah Iman Kepada Hari Akhir
a. Adanya rasa kebencian yang dalam kepada kemaksiatan dan kebejatan
moral yang menghakibatkan murka Allah SWT di dunia dan di akhirat.
b. Menyejukkan dan menggembirakan hati orang-orang mukmin dengan
segala kenikmatan akhirat yang sama sekali tidak dirasakan di alam dunia
ini.
c. Senantiasa tertanam kecintaan dan ketaatan kepada Allah SWT dengan
mengharapkan maunah-Nya pada hari itu.
d. Dengan iman kepada hari akhir senantiasa termotivasi untuk beramal
kebajikan dengan ikhlas mengharapkan ridha Allah SWT semata.
e. Senantiasa membendung nilai-nilai yang buruk, apalagi melaksanakannya.
6.

Iman Kepada Qadha dan Qadar


Secara etimologis Qadha adalah bentuk masdar dari kata qadha yang
berarti kehendak atau ketetapan 26okum. Dalam hal ini qadha adalah kehendak
atau ketetapan 26okum Allah SWT terhadap sesuatu. Sedangkan qadar secara
etimologis adalah bentuk masdar dari kata qadara yang berarti ukuran atau
ketentuan. Dalam hal ini qadar yang berarti ukuran atau ketentuan Allah SWT
terhadap segala sesuatu.
Secara terminologis para ulama berbeda pendapat tentang perbedaan
antara kedua istilah tersebut. Sebagian mengatakan bahwa qadar adalah

ketentuan Allah SWT sejak zaman azali, sedangkan qadha adalah ketetapan Allah
SWT terhadap sesuatu pada waktu terjadi. Maka ketika Allah SWT menetapkan
sesuatu akan terjadi pada waktunya, ketentuan ini disebut qadar. Kemudian
ketika tiba waktu yang telah ditetapkan pada sesuatu tersebut, ketentuan
tersebut disebut qadha. (Masalah qadha banyak disebut dalam Al-Quran seperti
tercantum dalam QS.Yusuf:41; Ghafir:20.)
Dengan perkataan lain, qadar adalah ilmu Allah SWT tentang apa-apa yang
akan terjadi pada seluruh makhluk-Nya pada masa yang akan datang. Dan qadha
adalah penciptaan segala sesuatu oleh Allah SWT sesuai dengan ilmu dan iradhaNya. Sebagian ulama lagi menyatakan bahwa kedua istilah tersebut mempunyai
makna yang sama. (lihat Syeikh Muhammad Shalih, hal 17 dan Yunahar Ilyas hal
177). Dengan demikian, inti dari makna iman kepada qadha dan qadar adalah
bahwa meyakini segala sesuatu yang terjadi di alam semesta ini merupakan
ketetapan dan ketentuan Allah SWT, dan semuanya terjadi berdasarkan ilmu dan
iradha-Nya. Iman kepada qadar meliputi keyakinan bahwa segala sesuatu itu
diketahui, dituliskan, dikehendaki dan diciptakan oleh Allah SWT.
Kaum Muslimin percaya terhadap adanya qadha dan qadar Allah SWT yang
merupakan ketetapan dan kekuasaan-Nya, akan hikmahnya, dan terhadap
kehendak Allah SWT. Bahwasanya tak ada sesuatu yang terjadi di alam ini,
bahkan semua perbuatan hamba yang diusahakannya, kecuali ada dalam ilmu
Allah SWT dan kekuasaan-Nya. Dan bahwasanya Allah SWT Maha Adil dalam
qadha dan qadar-Nya. Maha Bijaksana dalam mengatur dan merencanakannya.
Segala yang tidak dikehendaki Allah SWT tidak akan ada. Dan tidak ada daya dan
kekuatan kecuali dari Allah SWT. Manusia diberi kebebasan untuk memilih dan
menentukan nasibnya sendiri dengan segala usaha dan dengan bermohon
kepada Allah SWT.
Manusia dikaruniai akal, bimbingan wahyu, dan perasaan atau syahwat.
Dengan tiga bekal tersebut, manusia bebas memilih kebaikan atau keburukan.
Bila ia memilih kebaikan maka akan membawa kepada kebahagiaan, sebaliknya
bila memilih keburukan maka akan membawa kepada penderitaan.
Qadha Allah SWT berlaku terhadap seluruh alam, termasuk manusia.
Manusia ketika lahir tidak bebas memilih karena telah ditentukan ayah-ibunya
dan penampakan fisiknya. Meskipun demikian ketentuan tersebut tidak
membedakan tiap manusia di hadapan Allah SWT, karena semua bayi lahir dalam
keadaan fitrah (Al-Hadits). Manusia diberi kebebasan untuk mengembangkan
dirinya, dan dalam pengembangan diri ini harus tetap berpegang pada ketentuan
yang diciptakan Allah SWT berupa sunnatullah dan syariatullah. Apa yang terjadi
pada manusia merupakan perpaduan antara ikhtiar yang dilakukan dengan
keputusan Allah SWT kepada dirinya.
Iman kepada qadar tidak berarti seseorang boleh berdalih dalam
meninggalkan kewajiban dan mengerjakan kemaksiatan, karena alasan-alasan
berikut: (i) kalau alasan karena takdir dibenarkan, maka Allah SWT tidak akan
membuat siksaan bagi pelaku maksiat (Al-Anam/6:148), (ii) kalau alasan takdir
dibenarkan bagi orang yang melakukan kemaksiatan, maka Allah SWT tidak akan
mengutus para rasul-Nya sebagai pemberi peringatan dan pembawa kabar
gembira (An-Nisa/4:165), dan (iii) Allah SWT memang menyuruh dan melarang,
namun yang patut dituntut hanyalah batas kemampuan manusia (AtTaghabun/64:16, Al-Baqarah/2:286).
Dalil Naqli Iman kepada Qadha dan Qadar
a. Firman Allah SWT yang menciptakan segala sesuatu melalui tiga proses,
yaitu penciptaan, penyempurnaan, penentuan kadar (Al-Alaa/87:2-3). Allah
SWT menciptakan alam semesta beserta segala isinya dengan segala
ketentuan yang berlaku padanya (Al Furqan/25:2, Ad-Dukhan/44:4, AlQamar/54:49, Ath-Thalaq/65:3).

b. Firman Allah SWT agar manusia berikhtiar, dan akan dibalasi sesuai dengan
yang
mereka
usahakan
(Al-Baqarah/2:286,
At-Taubah/9:51,105,
Yunus/10:44, Ar-Rad/13:11, Asy-Syura/42:30).
c. Allah SWT menetapkan keputusan bagi manusia (Al-Hadid/57:22-23, Yunus/10:107, At-Taubah/9:51, At-Taghabun/64:11, Attakwir/81:29).
d. Rasulullah mengemukakan tentang qadha dan qadar Allah SWT dalam
sabdanya:
Hai anak muda, aku akan mengajarkan kepadamu beberapa nasihat,
yaitu peliharalah batas-batas hak Allah, maka Allah akan menjagamu.
Peliharalah hak Allah maka kamu akan mendapatkan pertolongan-Nya.
Apabila kamu bermohon, mohonlah kepada Allah. Dan bila minta tolong,
mintalah pertolongan Allah. Ingatlah, bila suatu umat bersama-sama ingin
memberi sesuatu yang bermanfaat bagimu, maka mereka tidak akan bisa
memberinya kecuali apabila Allah menetapkannya untuk kamu. Dan
apabila mereka bersama-sama bermaksud mencelakakanmu dengan suatu
rencana, maka mereka takkan bisa mencelakakanmu, kecuali bila Allah
telah menetapkannya untukmu. Telah diangkat pena dan telah kering buku
catatan ketetapan. (HR Tirmidzi)
Sesungguhnya yang pertama kali diciptakan Allah adalah pena. Maka
berfirmanlah Allah kepadanya: Tulislah. Pena berkata: Tuhanku apa yang
mesti hamba tulis. Allah berfirman: Tulislah olehmu Qadar segala sesuatu
sampai hari kiamat. (HR Ahmad dan Tirmidzi)
Beramalah kamu sekalian, karena setiap orang dimudahkan terhadap
sesuatu yang telah diciptakan untuknya. (HR Muslim)
Nazar tidak dapat menolak qada. (HR Jamaah)
Wahai Abdullah bin Qais, aku ingin mengajarimu suatu kalimat yang
merupakan kekayaan surga yaitu: Tak ada daya upaya dan kekuatan
kecuali dengan pertolongan Allah. (HR Muttafaq alaih)
Sabda Nabi saw pada orang yang berkata: Apa yang dikehendaki Allah
dan yang aku kehendaki. Tetapi katakanlah, apa yang dikehendaki Allah
(Masya Allah). (HR Nasai)
Dalil Aqli Iman kepada Qadha dan Qadar
a. Sesungguhnya akal tidak akan menyangkal sesuatu yang bertalian dengan
qadha dan qadar Allah SWT, dengan hikmah pengaturan-Nya. Bahkan akal
mengharuskan itu semua, karena adanya bukti-bukti yang nyata di alam
ini.
b. Iman kepada Allah SWT dan kepada kekuasaan-Nya mengharuskan iman
kepada qadha dan qadar, hikmah dan kehendak-Nya.
c.

Bila seorang arsitek menggambar sebuah gedung dan merencanakan


waktu pelaksanaannya dan melaksanakannya, maka rencana itu tidak
dianggap selesai sebelum gedung itu selesai dibangun. Maka bagaimana
kita dapat memungkiri bahwa Allah SWT telah menentukan takdir bagi
alam semesta sampai hari kiamat. Kemudian karena kesempurnaan
kekuasaan dan ilmu Allah SWT maka muncullah dalam kenyataan sesuai
apa yang Dia tetapkan dalam taqdir-Nya, baik mengenai jumlah, cara,
waktu dan tempatnya disertai pengetahuan bahwa Allah SWT Maha Kuasa
atas segala sesuatu.

Hikmah Iman kepada Qadha dan Qadar


a.

b.

c.

d.
e.
f.

Menjadi pendorong bagi seseorang untuk melaksanakan amal salih serta


menimbulkan keberanian dalam menghadapi masalah-masalah yang besar
dengan keteguhan, percaya diri, dan keyakinan.
Menimbulkan kepuasan serta ketenangan jiwa terhadap taqdir yang
berlaku, tidak gelisah karena hilangnya sesuatu yang disenangi dan datang
sesuatu yang tidak disukai, karena yakin seluruhnya adalah ketentuan Allah
(57:22-23).
Dapat menghilangkan rasa kagum kepada dirinya dikala berhasil apa yang
ia cita-citakan karena yakin apa yang ia dapatkan semata-mata nikmat
Allah SWT.
Menyandarkan kepada Allah SWT untuk semua hasil yang ia kerjakan
karena segala sesuatu ditentukan oleh taqdir Allah SWT.
Tabah dalam menghadapi ujian yang datang yang datang dari Allah SWT.
Hakekat taqdir adalah rahasia Allah (sirrullah) Taala atas hamba-Nya.
Taqdir itu tidak diketahui oleh malaikat yang dekat dengan-Nya dan oleh
Nabi yang diutus. Bertele-tele dan menyelidiki masalah taqdir adalah jalam
menuju kehinaan, tangga menuju perbuatan haram dan tingkatan menuju
perbuatan berlebih-lebihan. Oleh karenanya harus berhati-hati dalam
menyelidikinya, memikirkannya dan memperbincangkannya, karena Allah
telah menutupi ilmu taqdir dari makhluk-makhlukNya, serta Allah melarang
menggapainya, sebagaimana firman Allah dalam kitab-Nya: Dia tidak
ditanya tentang apa yang diperbuat-Nya, dan merekalah yang akan
ditanyai. (Al-Anbiya:23). Barangsiapa menanyakan Kenapa Dia
melakukan itu, berarti orang tersebut menolak hukum kitab, dan
barangsiapa menolak hukum kitab, maka dia termasuk golongan kafir.

Anda mungkin juga menyukai