Anda di halaman 1dari 16

1

A. MAKNA AKIDAH ISLAMIYAH

Pembahasan aqidah merupakan pembahasan yang paling penting dibandingkan


dengan berbagai perkara lainnya. Hal ini disebabkan aqidah merupakan asas, kaidah
berfikir, tolak ukur suatu perbuatan, dan standar (acuan) bagi seorang muslim serta
masyarakatnya memecahkan berbagai persoalan (problematika) yang terjadi dalam
kehidupannya di dunia. Dengan demikian, aqidah menjadi landasan bangunan peradaban
manusia, dasar berbagai tonggak kehidupan ditegakkan, tempat keluarnya berbagai
aturan dan peraturan kehidupan, norma, dan tata nilai masyarakat. Aqidah pula yang
menentukan cara dan arah pandang, cita-cita, dan tujuan yang dianut oleh para
pemeluknya, diyakini kebenarannya, diperjuangkan, dipertahankan, dan disebarluaskan
ke seluruh penjuru dunia.

Aqidah Islam sebagai asas bagi peraturan dan hukum karena Allah SWT. telah
memerintahkan kaum muslimin untuk merujuk dalam perkara ini terhadap hukum yang
diturunkan Allah SWT dan Rasul-Nya saja. Allah SWT berfirman:

‫وا فِي أَنفُ ِس ِه ْم َح َرجًا ِّم َّما‬


ْ ‫فَالَ َو َربِّكَ الَ ي ُْؤ ِمنُونَ َحتَّ َى يُ َح ِّك ُموكَ فِي َما َش َج َر بَ ْينَهُ ْم ثُ َّم الَ يَ ِج ُد‬

ْ ‫ضيْتَ َويُ َسلِّ ُم‬


‫وا تَ ْسلِي ًما‬ َ َ‫ق‬
“Maka demi Tuhanmu, mereka itu (pada hakikatnya) tidak beriman sebelum mereka
menjadikan kamu (Muhammad) sebagai hakim terhadap perkara yang mereka
perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa di hati mereka suatu keberatan terhadap
putusan yang kauberikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya.” (QS. An-Nisaa:
65)

Ayat di atas menegaskan kepada kita bahwa keimanan (aqidah) seorang muslim
dan masyarakatnya diukur dari apakah ia bersedia merujuk kepada hukum Allah dan
Rasul-Nya ataukah tidak. Hal ini menegaskan bahwa aturan dan peraturan kehidupan
manusia harus merujuk dan hanya lahir berasal dari aqidah Islam semata.
2

1. Pengertian Aqidah Islamiyyah


Pengertian aqidah secara bahasa (etimologi) dalam bahasa Arab berasal dari
dari kata aqada, ya’qidu, aqidatan. Kata tersebut mengikuti wazan fa’ilatan yang
berarti al-habl, al-bai’, al-‘ahd (tali, jual beli, dan perjanjian) Adapun pengertian
secara terminologi (istilah) adalah:

a. Syaikh Taqiyuddin An-Nabhaniy menyatakan aqidah adalah iman. Iman


merupakan pembenaran (keyakinan) yang bersifat pasti (tashdiqu al-jaaziim)
yang sesuai dengan kenyataan berdasarkan dalil”.
b. Mahmud Syaltouth menyatakan bahwa aqidah merupakan cara pandang
keyakinan yang harus diyakini terlebih dahulu sebelum segala perkara yang
lainnya dengan suatu keyakinan yang tidak diliputi keraguan dan tidak
dipengaruhi oleh kesamaran yang menyerupainya”
c. Muhammad Husein Abdullah menyatakan aqidah adalah pemikiran yang
menyeluruh tentang alam, manusia, kehidupan, serta hubungan semuanya dengan
sebelum kehidupan (Sang Pencipta) dan setelah kehidupan (Hari Kiamat), serta
tentang hubungan semuanya dengan sebelum dan setelah kehidupan (syari’at dan
hisab)

Dengan demikian, maka segala bentuk keyakinan yang tidak berasal dari jalan
yang menghasilkan kepastian atau datang melalui jalan yang pasti tetapi masih
mengandung persangkaan (dzan) di dalam keterangannya sehingga menimbulkan
perselisihan para ulama, maka hal seperti itu tergolong pada keyakinan yang tidak
wajib oleh agama untuk meyakininya. Hal ini merupakan garis pemisah atau
pembatas yang tegas antara orang-orang yang beriman dengan yang tidak beriman.
Sebutan aqidah Islamiyah ditunjukkan pada iman kepada Allah SWT, para
malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para Rasul-Nya, hari kiamat, dan kepada qadla dan
qadar, baik buruknya berasal dari Allah SWT. Namun demikian bukan berarti selain
hal ini tidak ada lagi perkara yang wajib diimani, tetapi enam perkara tersebut
merupakan kerangka aqidah Islam. Masih banyak terdapat perkara yang lain yang
termasuk pada bagian aqidah, yaitu iman kepada Al-Maut (ajal), rezeki, tawakkal
kepada Allah SWT, iman dengan pertolongan Allah SWT, iman terhadap sifat-sifat
Allah SWT, iman terhadap kema’shuman para nabi dan Rasul, mu’jizat Al-Qur'an,
dan lain-lain. Begitu pula keimanan terhadap adanya surga dan neraka, yaumul hisab
3

(hari perhitungan), iman terhadap keberadaan jin, setan dan berbagai perkara gaib
lainnya berbentuk kisah-kisah yang tercantum dalam Al-Qur'an dan hadits Rasulullah
SAW yang mutawatir.
Aqidah Islam ditetapkan oleh Allah SWT dan kita sebagai manusia wajib
mempercayainya sehingga kita layak disebut sebagai orang yang beriman atau
mukmin. Namun bukan berarti keimanan itu ditanamkan ke dalam diri seseorang
secara dogmatis, sebab proses keimanan haruslah disertai dalil-dalil. Dalil ini
adakalanya bersifat aqli atau naqli, tergantung perkara apa yang diimani. Jika sesuatu
itu masih dalam jangkauan panca indera maka dalilnya adalah aqli, tetapi jika sesuatu
itu di luar jangkauan panca indera, wajib disandarkan pada dalil naqli. Dengan
demikian dalil aqidah ada dua yakni:
1. Dalil Aqli: dalil yang digunakan untuk membuktikan perkara-perkara yang bisa
diindera sebagai jalan (perantara) untuk mencapai kebenaran yang pasti dari
keimanan. Yang meliputi di dalamnya adalah beriman kepada keberadaan Allah,
pembuktian kebenaran Al-Qur'an, dan pembuktian Nabi Muhammad itu adalah
utusan Allah.
2. Dalil Naqli: berita (khabar) pasti (qath’i) yang diberitakan kepada manusia
berkaitan dengan perkara-perkara yang tidak dapat secara langsung dijangkau oleh
akal manusia, yaitu mengenai beriman kepada Malaikat, Hari Akhir, Nabi-nabi
dan Rasul-Rasul, Kitab-kitab terdahulu, sifat-sifat Allah, dan tentang Taqdir.
Khabar yang qath’i ini haruslah bersumber pada sesuatu yang pasti yaitu Al-
Qur'an dan hadits mutawatir (hadits qath’i).

B. SUMBER AKIDAH ISLAMIAH


Dua sumber pengambilan dalil penting jika ditelaah melalui tulisan para ulama
dalam menjelaskan aqidah :
a.  Dalil asas dan inti yang mencakup Al-Qur’an, As-Sunnah dan Ijma’ para ulama.
b.   Dalil penyempurnaan yang mencakup akal sehat manusia dan fitrah kehidupan yang
telah diberikan oleh ALLAH SWT.

1. Al-Qur’an Sebagai Sumber Aqidah


Firman ALLAH SWT yang diwahyukan kepada Rasulullah melalui perantara
malaikat Jibril. Di dalamnya ALLAH telah menjelaskan segala sesuatu yang telah
dibutuhkan oleh hamba-Nya sebagai bekal kehidupan di dunia dan di akhirat. Ia
merupakan petunjuk bagi orang-orang yang diberi petunjuk, pedoman hidup bagi
4

orang-orang yang beriman, dan obat bagi jiwa-jiwa yang terluka. Sebagaimana Firman
ALLAH dalam QS. Al-An’am ayat 115 :

ْ ‫ت َوتَ َّم‬
‫ت‬ ِ ‫ْال َعلِي ُم ال َّس ِمي ُع َوهُ َو ۚلِ َكلِ َماتِ ِه ُمبَ ِّد َل اَل َۚو َع ْداًل‬
ُ ‫ص ْدقًا َربِّكَ َكلِ َم‬

“dan telah sempurna firman Tuhanmu (Al-Qur’an) dengan benar dan adil. Tidak ada
yang dapat mengubah Firman-Nya. Dan Dia Maha Mendengar dan Maha
Mengetahui”.

Al-imam Asy- Syatibi mengatakan Bahwa sesungguhnya ALLAH telah


menurunkan syariat ini kepada Rasul-Nya yang didalamnya terdapat penjelasan atas
segala sesuatu yang dibutuhkan manusia tentang kewajiban dan peribadatan yang
dipikulkan diatas pundaknya, termasuk didalamnya perkara aqidah. Allah menurunkan
Al-Qur’an sebagai sumber hukum aqidah karena Allah mengetahui kebutuhan manusia
sebagai seorang hamba yang diciptakan untuk beribadah kepada-Nya. Bahkan jika
dicermati akan ditemui banyak ayat dalam Al-Qur’an yang dijelaskan tentang aqidah,
baik secara tersurat maupun secara tersirat. Oleh karena itu, menjadi hal yang wajib
jika kita mengetahui dan memahami aqidah yang bersumber dari Al-Qur’an. Kitab
mulia ini merupakan penjelasan langsung dari Rabb manusia, yang hak dan tidak
pernah sirna ditelan masa.

2. As-Sunnah Sumber Kedua


Seperti halnya Al-Qur’an, As-Sunnah adalah satu jenis wahyu yang datang dari
Allah Swt walaupun Lafadznya bukan dari Allah tapi maknanya datang darinya. Hal
ini diketahui dalam firman Allah QS. An-Najm: 3-4.
“dan tidaklah yang diucapkan-Nya itu (Al-Qur’an) menurut keinginan-Nya.
Tidak lain (Al-Qur’an itu) adalah wahyu yang diwahyukan kepadanya.”
Yang menjadi persoalan adalah banyaknya hadits lemah yang beredar ditengah
umat dianggap “mutiara” yang bukan berasal dari Rasulullah Saw dinisbahakan
kepada beliau. Hal ini tidak lepas dari usaha penyimpangan yang dilakukan oleh
musuh-musuh ALLAH untuk mendapatkan keuntungan yang sedikit. Akan tetapi,
maha suci ALLAH yang telah menjaga kemurnian As-Sunnah hingga akhir zaman
melalui para ulama ahli ilmu.
5

Selain melakukan penjagaan terhadap ahli sunnah, ALLAH telah menjadikan


As-Sunnah sebagai sumber hukum dalam Agama. Kekuatan As-Sunnah dalam
menetapkan syari’at termasuk perkara aqidah ditegaskan dalam banyak ayat Al-
Qur’an, diantaranya firman ALLAH dalam QS.An-Nisa ayat 59 :

‫تُ ْؤ ِمنُونَ ُك ْنتُ ْم إِ ْن َوال َّرسُو ِل هَّللا ِ إِلَى فَ ُر ُّدوهُ َش ْي ٍء فِي تَنَا َز ْعتُ ْم فَإ ِ ْن ۖ ِم ْن ُك ْم اأْل َ ْم ِر َوأُولِي‬

َ ِ‫ال َّرسُو َل ا َوأَ ِطيعُو هَّللا َ آأَ ِطيعُوآ َمنُوا• الَّ ِذينَ أَيُّهَا يَا تَأْ ِوياًل َوأَحْ َس ُن َخ ْي ٌر ٰ َذل‬
‫ك ۚاآْل ِخ ِر َو ْاليَوْ ِم‬

ِ ‫بِاهَّلل‬
“Wahai orang-orang yang beriman! Taatilah Allah dan taatilah Rasul (Muhammad),
dan Ulil Amri (pemegang kekuasaan) diantara kamu. Kemudian, jika kamu berbeda
pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah pada Allah (Al-Qur’an) dan Rasul
(As-Sunnah), jika kamu beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu,
lebih utama bagimu dan lebih baik akibatnya.”

Firman Allah di atas menunjukkan bahwa tidak ada pilihan lain bagi seorang
muslim untuk mengambil sumber-sumber hukum aqidah dari As-Sunnah dengan
pemahaman ulama. Ibnu Qayyim juga pernah berkata “Allah memerintahkan untuk
mentaati-Nya dan mentaati Rasul-Nya dengan mengulangi kata kerja (taatilah)yang
menandakan bahwa menaati Rasul wajib secara independen tanpa harus mencocokkan
terlebih dahulu dengan Al-Qur’an, jika beliau memerintahkan sesuatu. Hal ini
dikarenakan tidak akan pernah ada pertentangan antara Qur’an dan Sunnah.

3. Ijma’ Para Ulama


Sumber aqidah yang berasal dari kesepakatan para mujtahid Umat Muhammad
Saw setelah beliau wafat, tentang urusan pada suatu masa. Mereka bukanlah orang
yang sekedar tahu tentang ilmu tetap juga memahami dan mengamalkan ilmu.
Berkaitan dengan ijma’, Allah Swt berfirman dalam QS. An-Nisa ayat 115 :

“dan barang siapa menentang Rasul (Muhammad) setelah jelas kebenaran baginya,
dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, kami biarkan dia dalam
kesesatan yang telah dilakukannya itu dan akan masukkan ia kedalam Neraka
Jahannam, dan itu seburuk-buruk tempat kembali.”
6

Imam Syafi’I menyebutkan bahwa ayat ini merupakan dalil pembolehan


disunnatkannya Ijma’, yaitu diambil dari kalimat “Jalannya orang-orang yang
beriman” yang berarti Ijma’. Beliau juga menambahkan bahwa dalil ini adalah dalil
Syar’I yang wajib untuk diikuti karena Allah menyebutkannya secara bersamaan
dengan larangan menyelisihi Rasul.

Di dalam pengambilan Ijma’ terdapat juga beberapa kaidah-kaidah penting


yang tidak boleh ditinggalkan. Ijma’ dalam masalah akidah harus bersandarkan kepada
dalil dari Al-Qur’an dan As-Sunnah yang shahih karena perkara aqidah adalah perkara
tauqifiyah yang tidak diketahui kecuali dengan jalan wahyu. Sedangkan fungsi Ijma’
adalah menguatkan Al-Qur’an dan As-Sunnah serta menolak kemungkinan terjadinya
kesalahan dalam dalil yang dzani sehingga menjadi qotha’i.

4. Akal Sehat Manusia


Selain ketiga sumber diatas, akal juga menjadi sumber hukum aqidah dalam
Islam. Hal ini merupakan bukti bahwa Islam sangat memuliakan akal serta
memberikan haknya sesuai dengan kedudukannya, dengan cara memberikan batasan
dan petunjuk kepada akal agar tidak terjebak kedalam pemahaman-pemahaman yang
tidak benar. Hal ini sesuai dengan sifat akal yang memiliki keterbatasan dalam
memahami suatu ilmu atau peristiwa.

Agama Islam tidak membenarkan pengagungan terhadap akal dan tidak pula
membenarkan membenarkan pelecehan terhadap kemampuan akal manusia, seperti
yang biasa dilakukan oleh beberapa golongan (firqoh) yang menyimpang. Syaikhul
Islam Ibnu Taimiyah mengatakan : “akal merupakan syarat untuk memahami ilmu dan
kesempurnaan beramal dengan keduanyalah ilmu dan dan amal menjadi sempurna,
hanya saja ia tidak dapat berdiri sendiri . di dalam jiwa ia berfungsi sebagai sumber
kekuatan, sama seperti kekuatan penglihatan pada mata yang jika mendapatkannya
cahaya Iman dan Al-Qur’an seperti mendapat cahaya matahari dan api. Tetapi jika
berdiri sendiri, ia tidak akan mampu melihat (hakikat) sesuatu dan jika sama sekali
dihilangkan ia akan menjadi sesuatu yang berunsur kebinatangan”.

Eksistensi akal memiliki keterbatasan pada apa yang bisa dicerna tentang
perkara-perkara nyata yang memungkinkan panca indra untuk menangkapanya.
Adapun masalah-masalah gaib yang tidak dapat disentuh oleh panca indra maka
7

tertutup jalan bagi akal untuk sampai pada hakikatnya. Sesuatu yang abstrak/gaib,
seperti akidah tidak dapat diketahui oleh akal kecuali mendapatkan cahaya dan
petunjuk wahyu baik dari Al-Qur’an dan As-Sunnah yang shahih. Al-Qur’an dan As-
Sunnah menjelaskan bagaimana cara memahami dan melakukan masalah tersebut.
Salah satu contohnya adalah akal mungkin tidak bisa menerima surga dan neraka
karena tidak bisa diketahui melalui indera. Akan tetapi melalui penjelasan yang berasal
dari Al-Qur’an dan As-Sunnah maka akan dapat diketahui bahwasanya setiap manusia
harus meyakininya. Mengenai hal ini ibnu taimiyah mengatakan bahwa apa yang tidak
terdapat dalam Al-Qur’an, As-Sunnah, dan ijma’ yang menyelisih akal sehat karena
sesuatu yang bertentangan dengan akal sehat adalah batil. Sedangkan tidak ada
kebatilan dalam Al-Qur’an, Sunnah, dan ijma’. Tetapi padanya terdapat kata-kata yang
mungkin sebagian orang tidak memahaminya atau mereka memahaminya dengan
makna yang batil.

C. KEDUDUKAN DAN KEPENTINGAN AQIDAH DALAM ISLAM


Dalam ajaran Islam, aqidah memiliki kedudukan yang sangat penting. Ibarat suatu
bangunan, aqidah adalah pondasinya, sedangkan ajaran Islam yang lain, seperti ibadah
dan akhlaq, adalah sesuatu yang dibangun di atasnya. Rumah yang dibangun tanpa
pondasi adalah suatu bangunan yang sangat rapuh. Tidak usah ada gempa bumi atau
badai, bahkan untuk sekedar menahan atau menanggung beban atap saja, bangunan
tersebut akan runtuh dan hancur berantakan. Maka, Aqidah yang benar merupakan
landasan (asas) bagi tegak agama (din) dan diterimanya suatu amal. Allah Swt berfirman
dalam surah Al-Kahfi ayat 110 :

َ َ‫أ‬
‫ح ًدا‬ َ ً‫فَ َم ْن َكانَ يَرْ جُوا لِقَآ َء َربِّ ِه فَ ْليَ ْع َملْ َع َمال‬
ُ ‫صالِحًا َوالَيُ ْش ِر‬
‫ك بِ ِعبَا َد ِة َربِّ ِه‬

“Maka barangsiapa mengharapkan perjumpaan dengan Tuhannya (di akhirat), maka


hendaklah ia beramal shaleh dan tidak menyekutukan seorang pun dalam beribadah
kepada Tuhannya”.

Allah SWT juga berfirman dalam surah Az-Zumar ayat 65 :

ِ َ‫ك َولَتَ ُكون ََّن ِّمنَ ْالخ‬


َ‫اس ِرين‬ َ ُ‫ك لَئِ ْن أَ ْش َر ْكتَ لَيَحْ بَطَ َّن َع َمل‬ ِ ُ‫َولَقَ ْد أ‬
َ ِ‫وح َى إِلَ ْيكَ َوإِلَى الَّ ِذينَ ِمن قَ ْبل‬
8

“Dan sungguh telah diwahyukan kepadamu dan kepada nabi-nabi sebelummu, bahwa
jika engkau betul-betul melakukan kesyirikan, maka sungguh amalmu akan hancur, dan
kamu benar-benar akan termasuk orang-orang yang merugi”

Mengingat pentingnya kedudukan aqidah di atas, maka para Nabi dan Rasul

mendahulukan dakwah dan pengajaran Islam dari aspek aqidah, sebelum aspek yang

lainnya. Rasulullah Saw berdakwah dan mengajarkan Islam pertama kali di kota Makkah

dengan menanamkan nilai-nilai aqidah atau keimanan, dalam rentang waktu yang cukup

panjang, yaitu selama kurang lebih tiga belas tahun. Dalam rentang waktu tersebut, kaum

muslimin yang merupakan minoritas di Makkah mendapatkan ujian keimanan yang

sangat berat. Ujian berat itu kemudian terbukti menjadikan keimanan mereka sangat kuat,

sehingga menjadi basis atau landasan yang kokoh bagi perjalanan perjuangan Islam

selanjutnya. Sedangkan pengajaran dan penegakan hukum-hukum syariat dilakukan di

Madinah, dalam rentang waktu yang lebih singkat, yaitu kurang lebih selama sepuluh

tahun. Hal ini menjadi pelajaran bagi kita mengenai betapa penting dan teramat pokoknya

aqidah atau keimanan dalam ajaran Islam.

1. Kebutuhan Akal Manusia


Kebutuhan akal untuk mengetahui berbagai hakikat besar di alam semesta :
Siapa dirinya, dari mana ia berasal, ke mana ia setelah meninggal, untuk apa ia hidup?
Alam semesta di sekelilingnya termasuk dirinya: Siapa yang menciptakan? Bagaimana
seharusnya hubungan dirinya dengan Sang Pencipta? Bagaimana ia dengan sesama
manusia dan makhluk lain? Dan berbagai pertanyaan lainnya.
Hanya aqidah islamiyah yang mampu menjawab berbagai pertanyaan itu dengan
menentramkan. Tanpa aqidah islamiyah, manusia menjadi bingung, ragu bahkan
menjadi bodoh tentang hal-hal yang sebenarnya aksiomatik.

2. Kebutuhan Fitrah Manusia


Manusia akan terus mengalami kelaparan rohani, kegersangan jiwa, merasa
kosong melompong tanpa iman kepada Allah. Dengan iman, kegelisahan berganti
ketenangan, rasa takut berubah menjadi rasa aman sehingga ia merasa menemukan
9

dirinya. Oleh karena itu, Al-Quran menerangkan bahwa agama yang hanif (Islam)
adalah fitrah itu sendiri.
Allah SWT berfirman dalam surah Ar-Rum ayat 30 :

ِ ‫اس َعلَ ْيهَا اَل تَ ْب ِدي َل لِخ َْل‬


َ • ِ‫ق هَّللا ِ َذل‬
ُ ‫ك ال •د‬
‫ِّين‬ ْ ِ‫ك لِلدِّي ِن َحنِيفًا ف‬
َ َّ‫ط َرتَ هَّللا ِ الَّتِي فَطَ َر الن‬ َ َ‫فَأَقِ ْم َوجْ ه‬

ِ َّ‫ْالقَيِّ ُم َولَ ِك َّن أَ ْكثَ َر الن‬


َ‫اس اَل يَ ْعلَ ُمون‬

Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah, (ia adalah) fitrah
Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada
ciptaan Allah. Itulah agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.

3. Kebutuhan Manusia Akan Kesehatan Jiwa Dan Kekuatan Spiritual


Iman kepada Allah ta’ala, keadilan dan rahmat-Nya, balasan di negeri abadi ..
akan menganugrahkan kesehatan jiwa dan kekuatan spiritual kepada manusia, serta
membangkitkan kesabaran dan harapan di dalam dirinya.
Sebaliknya, yang hidup di dunia tanpa iman, menjadi amat rapuh tatkala
bencana dan musibah datang, sampai pada perbuatan bunuh diri, terutama jika tak ada
orang lain yang menghiburnya. Bisa jadi karena budayanya baik, suatu masyarakat
kelihatan kuat menghadapi bencana yg menimpa banyak orang, tetapi individu-
individunya rapuh justru saat menghadapi musibah pribadi karena tidak memiliki
aqidah islamiyah.

4. Kebutuhan Masyarakat Pada Akhlak Yang Baik Dan Benar


Masyarakat memerlukan motivasi untuk berbuat baik dan melaksanakan
kewajiban meskipun tidak ada orang atau sistem yang mengontrolnya atau
memberikan reward untuknya. Masyarakat perlu moral dari dalam diri untuk
mencegah setiap orang melanggar hak orang lain. Pada sistem dan aturan buatan
manusia, tidak ada motivasi dan aturan moral yang bisa berfungsi seperti ini. Dan
setiap aturan manusia memiliki celah kelemahan yang bisa disalahgunakan oleh orang
yang tidak memiliki iman dan agama yang benar. Iman yang membuat hati menjadi
baik sehingga amalnya membaik pula.
10

D. BANGUNAN AKIDAH
1. Iman
Pengertian Iman adalah membenarkan dengan hati, diikrarkan dengan lisan dan
dilakukan dengan perbuatan. Iman secara bahasa berasal dari kata Aaman-Yu’minu-
Iimaanan artinya meyakini atau mempercayai. Pembahasan pokok aqidah Islam
berkisar pada aqidah yang terumuskan dalam rukun Iman yang ada enam yaitu :
a. Iman kepada Allah Yaitu mempercayai bahwa adalah dzat yang maha esa beriman
kepada Allah adalah membenarkan dengan yakin akan eksistensi Allah dan keesaannya
baik dalam perbuatannya pnciptaan alam seluruhnya maupun dalam pnerimaan ibadah
segenap hambanya.
        Akibat bagi orang yang tidak beriman kepada Allah
 Tidak dapat menerima kebenaraan
 Selalu dalam keaadan bimbang dan ragu
 Tidak boleh di angkat menjadi pemimpin bagi kaum yang beriman hanya akan
memperoleh kemenangan sementara
 Menjadi musuh Allah akan mendapat siksaan neraka
 Allah mempunyai sifat-sifat diantaranya yaitu hidup, tidak berpemulaan, kekal,
maha kuasa, maha tahu, berkemauan bebas, berbeda dengan makhluk-Nya,  maha
melihat dan mendengar.
b. Iman kepada malaikat-Nya adalah mempercayai bahwa Allah mempunyai mahluk
yang ghoib bernama malaikat yang tidak pernah durhaka pada-Nya, senantiasa
melaksanakan tugasnya dengan cermat dan sebak-baiknya. Ada sepuluh malaikat yang
wajib di ketahui oleh umat islam :
1. Jibril tugasnya menyampaikan wahyu
2. Mikail tugasnya menyelengarakan rizki mahluk
3. Isrofil tugasnya meniup sangkakala dan menjaga alam
4. Izroil tugasnya mengurus pencabutan roh
5. Roqib mencatat amal baik manusia
6. Atid mencatat amal buruk manusia
7. Mungkar mengajukan pertanyaan pada mayat di dalam kubur
8. Nakir mengajukan pertanyaan pada mayat di dalam kubur
9. Malik menjaga  neraka
10. Ridwan tugasnya menjaga surga.
11

c. Iman kepada Kitab-kitab-Nya adalah mempercayai bahwa Allah mempunyai kitab-


kitab yang di turunkan kepada Rasulnya sebagai pedoman hidup bagi umatnya. Kitab
Allah dan kalamulloh artinya perintah atau ketentuan Allah. Setiap manusia
berkewajiban mengimani semua kitab Allah sebagimana yang tercantum dalam Al-
quran surat al-Baqoroh ayat 85. Adapun kitab-kitab yang wajib diimani dan tercatat
dalam Al-quran ialah :
1.    Kitab Taurot di turunkan kepada nabi  Musa as. Qs al Baqoroh ayat 53
2.    Kitab Zabur  di turunkan kepada nabi Daud as. Qs al Israa ayat 55
3.   Kitab Injil diturunkan kepada nabi Isa as. Qs al Maidah ayat 46
4.    Kitab Al-Qur’an diturunkan kepada nabi Muhammad Saw. Qs Thaha ayat 113.
Keistimewaan Al-Qur’an dari kitab-kitab lainnya:
1. Merupakan penyempurnaan kitab Allah sebelemnya yang berisi bimbingan dan
petunjuk bagi manusia untuk memperoleh husnul khotimah dengan menghindari
berlaku durhaka kepada Allah.
2. Masa berlakunya alquran tidak terbatas.
3. Keaslian isinya terpelihara
4. Ajarannya sempurna dan mudah dimengerti.

d. Iman kepada Rasul-rasul-Nya adalah meyakini bahwa Allah mengutus Rasul–Rasul


untuk menyampaikan perintah-perintah-Nya pada umat manusia. Rasul adalah manusia
biasa yang di  pilih oleh Allah dengan diberi wahyu untuk disampaikan kepada
umatnya dan dijadikan sebagai pedoman agar memperoleh kebahagiaan didunia dan
akherat. Wahyu dari segi bahasa dapat bararti isyarat, ilham atau perundingan yang
bersifat rahasia. Sedangkan wahyu menurut istilah adalah nama bagi sesuatu yang
dididatangkan dengan cara cepat dari Allah kedalam dada para nabi dan rasulnya.
Terus rasul  juga bertugas memberi bimbingan dan contoh teladan yang sebaik-baiknya
bagi umatnya.
e. Iman kepada hari akhir adalah mempercayai atau meyakini akan adanya hari dimana
Allah akan mengakhiri semua kehidupan di alam semesta. Iman terhadap adanya hari
akhir merupakan kewajiban  bagi setiap muslim, karena termasuk salah satu rukun
iman. Apabila seseorang mengimani akan adanya Allah dia dengan sungguh-sungguh
mempelajari dan selalu  mengingat-Nya. Begitupula seseorang yang mengimani akan
adanya hari akhir.
12

f. Iman kepada Takdir Allah Artinya mempercayai bahwa dalam penciptaan alam
semesta termasuk Manusia Allah telah menciptakan kepastian dan ketentuan-Nya.
Terhadap makhluk selain manusia ketentuan yang diberlakukan Allah atasnya pada
dasarnya hanyalah sunnatulloh atau hukum alam saja.

2. Islam
Kata Islam berasal dari bahasa Arab yang mempunyai bermacam-macam arti
diantaranya:
1) Salam artinya Selamat, aman sentosa, sejahtera. Yakni aturan hidup yang dapat
menyelamatkan manusia didunia dan akhirat.
2) Aslama artinya menyerah atau masuk Islam. Yakni mengajarkan penyerahan diri
kepada Allah.
3) Silmun artinya keselamatan atau perdamaian.
4) Salamun artinya tangga atau kendaraan
Menurut istilah Islam adalah agama Allah yang diwahyukan kepada rasul-rasul-
Nya sejak nabi Adam AS hingga nabi terakhir Muhammad SAW. Agama islam
mengatur seluruh aspek kehidupan manusia baik keyakinan Ibadah, social, hukum
politik, ekonomi, dan lain sebagainya yang menjadi pedoman hidup bagi seluruh umat
manusia agar tercapai kshidupan yang  diridhoi Allah SWT dan kebahagiaan hidup
didunia dan akhirat.
Islam sebagai agama Samawi terakhir memiliki hubungan erat dengan yang
sebelumnya berupa :
1) Merupakan agama universal (berlaku untuk segenap umat manusia sepanjang masa
diseluruh dunia
2) Dibawakan oleh nabi Muhammad SAW merupakan penyempurna agama Allah
yang diwahyukan kepada Rasul sebelumnya
3) Merupakan pelurus dan pengoreksi terhadap perubahan atau penyimpangan yang
terjadi pada agama-agama sebelumnya.

a. Kebenaran agama Islam


Islam adalah agama yang paling diridhoi disisi Allah dan sebagai agama yang
benar ajaranya, dikuatkan dengan alasan dan bukti sebagai berikut:
1) Jelas asal usulnya yaitu sebagai agama wahyu yang terakhir.
2) Dibawakan oleh nabi terakhir Muhammad SAW
3) Diterangkan dalam kitab sucinya yaitu Al-Quran
13

4) Ajaranya tidak bertentangan dengan fitrah manusia


5) Mengatur seluruh aspek kehidupan manusia dan dapat diamalkan secara praktis
oleh pemeluknya
Sebagai agama samawi Islam memiliki sumber ajaran yaitu Al-Quran,
Hadist, Ijma’ dan Qiyas. 
b. Aspek-aspek ajaran Islam
Secara garis besar, aspek ajaran Islam terdiri atas 3 hal yaitu:
1) Aqidah merupakan fondasi agama Islam yang sifat ajaranya pasti, mutlak
kebenaranya, terperinci dan monoteistis. Inti ajaranya adalah mengEsakan Allah
2) Syariah Secara bahasa berarti “jalan yang harus dilalui” sedangkan menurut
istilah berarti “ketentuan hukun Allah yang mengatur hubungan manusia drngan
Allah, manusia dengan manusia, manusia dengan flora dan fauna serta alam
sekitarnya. Syariah dibagi menjadi beberapa bidang yaitu:
 Ibadah adalah hubungan manusia dengan Allah. Ibadah dibagi menjadi 2
macam yaitu Mahmudah dan Ghoiru Mahmudah.
 Muamalah yaitu aturan tentang hubungan manusia dengan manusia dalam
rangka memenuhi kepentingan hidupnya.
3) Akhlaq menurut bahasa berarti “perbuatan spontan” sedangkan menurut istilah
adalah aturan tentang perilaku lahir dan batin yang dapat membedakan antara
yang terpuji dan tercela. Akhlak yang benar menurut islam adalah yang
dilandasi iman yang benar. Secara garis besar akhlaq islam mencakup manusia
kepada Allah, diri sendiri, sesame manusia, maupun terhadap flora dan fauna
serta alam.
3. Ihsan
Ihsan berasal dari kata Ahsana-Yuhsinu-Ihsaanan yang artinya”berbuat baik”.
Sedangkan pengertian Ihsan menurut istilah adalah menyembah Allah seakan-akan
melihat-Nya jika tidak bias demikian maka sesungguhnya Allah maha Melihat. Maka
Ihsan adalah ajaran tentang penghayatan diri sebagai yang sedang menghadap Allah dan
berada di kehadiratan-Nya ketika beribadah. Ihsan adalah pendidikan atu latihan untuk
mencapai dalam aarti sesungguhnya. Karena seperti yang dikatakan Ibnu Taimiyah
diaatas, Ihsan menjadi puncak tertinggi keagamaan manusia.
Ihsan dianalogkan sebagai atap bangunan Islam (rukun Iman adalah pondasi dan
rujun Islam adalah bangunanya). Ihsan berfungsi sebagai pelindung bagi bangunan
14

keIslaman seseorang. Jika seseorang berbuat Ihsan, maka amal-amal islam lainnya akan
terpelihara dan tahan lama sesuai dengan fungsinya sebagai atap bangunan.
a. Ihsan mempunyai landasan yaitu :
1) Landasan Qauli
“Sesungguhnya Allah telah mewajibkan untuk berbuat Ihsan terhadap segala
sesuatu”(HR. Muslim). Tuntutan untuk berbuat Ihsan dalam Islam yaitu secara
maksimal dan optimal.
2) Landasan Kauny
Dengan melihat fenomena dalam kehidupan ini, secara sunnatulloh setiap orang
suka akan berbuat yang Ihsan.
b. Keuntungan seseorang jika beramal yang Ihsan antara lain:
1) Dicintai oleh Allah.
2) Mendapat pahala.
3) Mendapat pertolongan Allah.

4. Hubungan Antara Iman, Islam Dan Ihsan


Adapun kaitan antara ketiga hal tersebut yaitu Iman berkaitan dengan aqidah,
Islam berkaitan dengan syariah, dan Ihsan berkaitan dengan khuluqiya. Dari ketiga hal
diatas maka dalam perkembangan ilmu keislaman, ilmu terkelompokan menjadi
Aqidah, fiqih, dan Akhlaq.       
Diantara pengelompokan kata dalam agama islam ialah iman, islam dan ihsan.
Berdasarkan sebuah hadist yang terkenal, ketiga istilah itu memberikan umat ide
tentang rukun iman, rukun islam dan penghayatan terhadap tuhan yang maha Hadir
dalam hidup.
Setiap pemeluk islam mengetahui dengan pasti bahwa islam tidak absah tanpa
iman, dan iman tidak sempurna tanpa ihsan. Dari pengertian tersebut memiliki arti
masing-masing istilah terkait satu denga yang lain. Bahkan tumpang tindih sehingga
satu dari ketiga istilah tersebut mengandung makna dua istilah yang lainnya. Dari
pengertian inilah kita mengerti bahwa islam, iman dan ihsan adalah trilogy ajaran Ilahi.

 
15

KESIMPULAN

Aqidah adalah pondasi keber-Islaman yang tak terpisahkan dari ajaran Islam yang
lain: akhlaq, ibadah dan Muamalat. Aqidah yang kuat akan mengantarkan ibadah yang
benar, akhlaq yang terpuji dan muamalat yang membawa maslahat. Selain sebagai
pondasi, hubungan antara aqidah dengan pokok-pokok ajaran Islam yang lain bisa juga
bersifat resiprokal dan simbiosis. Artinya, ketaatan menuanaikan ibadah, berakhlaq
karimah, dan bermuamalah yang baik akan memelihara aqidah.
 Apabila aqidah telah dimiliki dan ibadah telah dijalankan oleh manusia, maka
kedua hal tersebut harus dijalankan dengan sebaik-baiknya, oleh karena itu diperlukan
adanya suatu peraturan yang mengatur itu semua.Aturan itu disebut Muamalah.
Muamalah adalah segala aturan islam yang mengatur hubungan antar sesama manusia.
Muamalah dikatakan berjalan baik apabila telah memiliki dampak sosial yang baik.
Untuk dapat mewujudkan aqidah yang kuat yaitu dengan cara ibadah yang benar dan juga
muamalah yang baik, maka diperlukan suatu adanya.
16

DAFTAR PUSTAKA

Mannan Audah, Aqidah Islamiyah, Makassar: Alauddin University Press, 2012.

Anwar Rosihon, Akidah Akhlak, Cet. I; Bandung: Pustaka Setia, 2008.

H.Aunur Rahim Faqih. 1997. Aqidah Islam.Yogyakarta: UII Press.


H. Tarmidzi S.2000. Aqidah Akhlaq. Jakarta: DepAg RI.

Drs.Tahrir, Team MGMP. 2006. Esensi Agama Islam. Yogyakarta: Karya Pustaka.

Hussain, Muhammad Fadhlullah, 1995, Logika dan Kekuatan Islam, Mizan, Bandung.

Https://www.beritaislamimasakini.com/pentingnya-akidah-islamiyah.htm

Anda mungkin juga menyukai