Aqidah Islam sebagai asas bagi peraturan dan hukum karena Allah SWT. telah
memerintahkan kaum muslimin untuk merujuk dalam perkara ini terhadap hukum yang
diturunkan Allah SWT dan Rasul-Nya saja. Allah SWT berfirman:
Ayat di atas menegaskan kepada kita bahwa keimanan (aqidah) seorang muslim
dan masyarakatnya diukur dari apakah ia bersedia merujuk kepada hukum Allah dan
Rasul-Nya ataukah tidak. Hal ini menegaskan bahwa aturan dan peraturan kehidupan
manusia harus merujuk dan hanya lahir berasal dari aqidah Islam semata.
2
Dengan demikian, maka segala bentuk keyakinan yang tidak berasal dari jalan
yang menghasilkan kepastian atau datang melalui jalan yang pasti tetapi masih
mengandung persangkaan (dzan) di dalam keterangannya sehingga menimbulkan
perselisihan para ulama, maka hal seperti itu tergolong pada keyakinan yang tidak
wajib oleh agama untuk meyakininya. Hal ini merupakan garis pemisah atau
pembatas yang tegas antara orang-orang yang beriman dengan yang tidak beriman.
Sebutan aqidah Islamiyah ditunjukkan pada iman kepada Allah SWT, para
malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para Rasul-Nya, hari kiamat, dan kepada qadla dan
qadar, baik buruknya berasal dari Allah SWT. Namun demikian bukan berarti selain
hal ini tidak ada lagi perkara yang wajib diimani, tetapi enam perkara tersebut
merupakan kerangka aqidah Islam. Masih banyak terdapat perkara yang lain yang
termasuk pada bagian aqidah, yaitu iman kepada Al-Maut (ajal), rezeki, tawakkal
kepada Allah SWT, iman dengan pertolongan Allah SWT, iman terhadap sifat-sifat
Allah SWT, iman terhadap kema’shuman para nabi dan Rasul, mu’jizat Al-Qur'an,
dan lain-lain. Begitu pula keimanan terhadap adanya surga dan neraka, yaumul hisab
3
(hari perhitungan), iman terhadap keberadaan jin, setan dan berbagai perkara gaib
lainnya berbentuk kisah-kisah yang tercantum dalam Al-Qur'an dan hadits Rasulullah
SAW yang mutawatir.
Aqidah Islam ditetapkan oleh Allah SWT dan kita sebagai manusia wajib
mempercayainya sehingga kita layak disebut sebagai orang yang beriman atau
mukmin. Namun bukan berarti keimanan itu ditanamkan ke dalam diri seseorang
secara dogmatis, sebab proses keimanan haruslah disertai dalil-dalil. Dalil ini
adakalanya bersifat aqli atau naqli, tergantung perkara apa yang diimani. Jika sesuatu
itu masih dalam jangkauan panca indera maka dalilnya adalah aqli, tetapi jika sesuatu
itu di luar jangkauan panca indera, wajib disandarkan pada dalil naqli. Dengan
demikian dalil aqidah ada dua yakni:
1. Dalil Aqli: dalil yang digunakan untuk membuktikan perkara-perkara yang bisa
diindera sebagai jalan (perantara) untuk mencapai kebenaran yang pasti dari
keimanan. Yang meliputi di dalamnya adalah beriman kepada keberadaan Allah,
pembuktian kebenaran Al-Qur'an, dan pembuktian Nabi Muhammad itu adalah
utusan Allah.
2. Dalil Naqli: berita (khabar) pasti (qath’i) yang diberitakan kepada manusia
berkaitan dengan perkara-perkara yang tidak dapat secara langsung dijangkau oleh
akal manusia, yaitu mengenai beriman kepada Malaikat, Hari Akhir, Nabi-nabi
dan Rasul-Rasul, Kitab-kitab terdahulu, sifat-sifat Allah, dan tentang Taqdir.
Khabar yang qath’i ini haruslah bersumber pada sesuatu yang pasti yaitu Al-
Qur'an dan hadits mutawatir (hadits qath’i).
orang-orang yang beriman, dan obat bagi jiwa-jiwa yang terluka. Sebagaimana Firman
ALLAH dalam QS. Al-An’am ayat 115 :
ْ ت َوتَ َّم
ت ِ ْال َعلِي ُم ال َّس ِمي ُع َوهُ َو ۚلِ َكلِ َماتِ ِه ُمبَ ِّد َل اَل َۚو َع ْداًل
ُ ص ْدقًا َربِّكَ َكلِ َم
“dan telah sempurna firman Tuhanmu (Al-Qur’an) dengan benar dan adil. Tidak ada
yang dapat mengubah Firman-Nya. Dan Dia Maha Mendengar dan Maha
Mengetahui”.
تُ ْؤ ِمنُونَ ُك ْنتُ ْم إِ ْن َوال َّرسُو ِل هَّللا ِ إِلَى فَ ُر ُّدوهُ َش ْي ٍء فِي تَنَا َز ْعتُ ْم فَإ ِ ْن ۖ ِم ْن ُك ْم اأْل َ ْم ِر َوأُولِي
َ ِال َّرسُو َل ا َوأَ ِطيعُو هَّللا َ آأَ ِطيعُوآ َمنُوا• الَّ ِذينَ أَيُّهَا يَا تَأْ ِوياًل َوأَحْ َس ُن َخ ْي ٌر ٰ َذل
ك ۚاآْل ِخ ِر َو ْاليَوْ ِم
ِ بِاهَّلل
“Wahai orang-orang yang beriman! Taatilah Allah dan taatilah Rasul (Muhammad),
dan Ulil Amri (pemegang kekuasaan) diantara kamu. Kemudian, jika kamu berbeda
pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah pada Allah (Al-Qur’an) dan Rasul
(As-Sunnah), jika kamu beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu,
lebih utama bagimu dan lebih baik akibatnya.”
Firman Allah di atas menunjukkan bahwa tidak ada pilihan lain bagi seorang
muslim untuk mengambil sumber-sumber hukum aqidah dari As-Sunnah dengan
pemahaman ulama. Ibnu Qayyim juga pernah berkata “Allah memerintahkan untuk
mentaati-Nya dan mentaati Rasul-Nya dengan mengulangi kata kerja (taatilah)yang
menandakan bahwa menaati Rasul wajib secara independen tanpa harus mencocokkan
terlebih dahulu dengan Al-Qur’an, jika beliau memerintahkan sesuatu. Hal ini
dikarenakan tidak akan pernah ada pertentangan antara Qur’an dan Sunnah.
“dan barang siapa menentang Rasul (Muhammad) setelah jelas kebenaran baginya,
dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, kami biarkan dia dalam
kesesatan yang telah dilakukannya itu dan akan masukkan ia kedalam Neraka
Jahannam, dan itu seburuk-buruk tempat kembali.”
6
Agama Islam tidak membenarkan pengagungan terhadap akal dan tidak pula
membenarkan membenarkan pelecehan terhadap kemampuan akal manusia, seperti
yang biasa dilakukan oleh beberapa golongan (firqoh) yang menyimpang. Syaikhul
Islam Ibnu Taimiyah mengatakan : “akal merupakan syarat untuk memahami ilmu dan
kesempurnaan beramal dengan keduanyalah ilmu dan dan amal menjadi sempurna,
hanya saja ia tidak dapat berdiri sendiri . di dalam jiwa ia berfungsi sebagai sumber
kekuatan, sama seperti kekuatan penglihatan pada mata yang jika mendapatkannya
cahaya Iman dan Al-Qur’an seperti mendapat cahaya matahari dan api. Tetapi jika
berdiri sendiri, ia tidak akan mampu melihat (hakikat) sesuatu dan jika sama sekali
dihilangkan ia akan menjadi sesuatu yang berunsur kebinatangan”.
Eksistensi akal memiliki keterbatasan pada apa yang bisa dicerna tentang
perkara-perkara nyata yang memungkinkan panca indra untuk menangkapanya.
Adapun masalah-masalah gaib yang tidak dapat disentuh oleh panca indra maka
7
tertutup jalan bagi akal untuk sampai pada hakikatnya. Sesuatu yang abstrak/gaib,
seperti akidah tidak dapat diketahui oleh akal kecuali mendapatkan cahaya dan
petunjuk wahyu baik dari Al-Qur’an dan As-Sunnah yang shahih. Al-Qur’an dan As-
Sunnah menjelaskan bagaimana cara memahami dan melakukan masalah tersebut.
Salah satu contohnya adalah akal mungkin tidak bisa menerima surga dan neraka
karena tidak bisa diketahui melalui indera. Akan tetapi melalui penjelasan yang berasal
dari Al-Qur’an dan As-Sunnah maka akan dapat diketahui bahwasanya setiap manusia
harus meyakininya. Mengenai hal ini ibnu taimiyah mengatakan bahwa apa yang tidak
terdapat dalam Al-Qur’an, As-Sunnah, dan ijma’ yang menyelisih akal sehat karena
sesuatu yang bertentangan dengan akal sehat adalah batil. Sedangkan tidak ada
kebatilan dalam Al-Qur’an, Sunnah, dan ijma’. Tetapi padanya terdapat kata-kata yang
mungkin sebagian orang tidak memahaminya atau mereka memahaminya dengan
makna yang batil.
َ َأ
ح ًدا َ ًفَ َم ْن َكانَ يَرْ جُوا لِقَآ َء َربِّ ِه فَ ْليَ ْع َملْ َع َمال
ُ صالِحًا َوالَيُ ْش ِر
ك بِ ِعبَا َد ِة َربِّ ِه
“Dan sungguh telah diwahyukan kepadamu dan kepada nabi-nabi sebelummu, bahwa
jika engkau betul-betul melakukan kesyirikan, maka sungguh amalmu akan hancur, dan
kamu benar-benar akan termasuk orang-orang yang merugi”
Mengingat pentingnya kedudukan aqidah di atas, maka para Nabi dan Rasul
mendahulukan dakwah dan pengajaran Islam dari aspek aqidah, sebelum aspek yang
lainnya. Rasulullah Saw berdakwah dan mengajarkan Islam pertama kali di kota Makkah
dengan menanamkan nilai-nilai aqidah atau keimanan, dalam rentang waktu yang cukup
panjang, yaitu selama kurang lebih tiga belas tahun. Dalam rentang waktu tersebut, kaum
sangat berat. Ujian berat itu kemudian terbukti menjadikan keimanan mereka sangat kuat,
sehingga menjadi basis atau landasan yang kokoh bagi perjalanan perjuangan Islam
Madinah, dalam rentang waktu yang lebih singkat, yaitu kurang lebih selama sepuluh
tahun. Hal ini menjadi pelajaran bagi kita mengenai betapa penting dan teramat pokoknya
dirinya. Oleh karena itu, Al-Quran menerangkan bahwa agama yang hanif (Islam)
adalah fitrah itu sendiri.
Allah SWT berfirman dalam surah Ar-Rum ayat 30 :
Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah, (ia adalah) fitrah
Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada
ciptaan Allah. Itulah agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.
D. BANGUNAN AKIDAH
1. Iman
Pengertian Iman adalah membenarkan dengan hati, diikrarkan dengan lisan dan
dilakukan dengan perbuatan. Iman secara bahasa berasal dari kata Aaman-Yu’minu-
Iimaanan artinya meyakini atau mempercayai. Pembahasan pokok aqidah Islam
berkisar pada aqidah yang terumuskan dalam rukun Iman yang ada enam yaitu :
a. Iman kepada Allah Yaitu mempercayai bahwa adalah dzat yang maha esa beriman
kepada Allah adalah membenarkan dengan yakin akan eksistensi Allah dan keesaannya
baik dalam perbuatannya pnciptaan alam seluruhnya maupun dalam pnerimaan ibadah
segenap hambanya.
Akibat bagi orang yang tidak beriman kepada Allah
Tidak dapat menerima kebenaraan
Selalu dalam keaadan bimbang dan ragu
Tidak boleh di angkat menjadi pemimpin bagi kaum yang beriman hanya akan
memperoleh kemenangan sementara
Menjadi musuh Allah akan mendapat siksaan neraka
Allah mempunyai sifat-sifat diantaranya yaitu hidup, tidak berpemulaan, kekal,
maha kuasa, maha tahu, berkemauan bebas, berbeda dengan makhluk-Nya, maha
melihat dan mendengar.
b. Iman kepada malaikat-Nya adalah mempercayai bahwa Allah mempunyai mahluk
yang ghoib bernama malaikat yang tidak pernah durhaka pada-Nya, senantiasa
melaksanakan tugasnya dengan cermat dan sebak-baiknya. Ada sepuluh malaikat yang
wajib di ketahui oleh umat islam :
1. Jibril tugasnya menyampaikan wahyu
2. Mikail tugasnya menyelengarakan rizki mahluk
3. Isrofil tugasnya meniup sangkakala dan menjaga alam
4. Izroil tugasnya mengurus pencabutan roh
5. Roqib mencatat amal baik manusia
6. Atid mencatat amal buruk manusia
7. Mungkar mengajukan pertanyaan pada mayat di dalam kubur
8. Nakir mengajukan pertanyaan pada mayat di dalam kubur
9. Malik menjaga neraka
10. Ridwan tugasnya menjaga surga.
11
f. Iman kepada Takdir Allah Artinya mempercayai bahwa dalam penciptaan alam
semesta termasuk Manusia Allah telah menciptakan kepastian dan ketentuan-Nya.
Terhadap makhluk selain manusia ketentuan yang diberlakukan Allah atasnya pada
dasarnya hanyalah sunnatulloh atau hukum alam saja.
2. Islam
Kata Islam berasal dari bahasa Arab yang mempunyai bermacam-macam arti
diantaranya:
1) Salam artinya Selamat, aman sentosa, sejahtera. Yakni aturan hidup yang dapat
menyelamatkan manusia didunia dan akhirat.
2) Aslama artinya menyerah atau masuk Islam. Yakni mengajarkan penyerahan diri
kepada Allah.
3) Silmun artinya keselamatan atau perdamaian.
4) Salamun artinya tangga atau kendaraan
Menurut istilah Islam adalah agama Allah yang diwahyukan kepada rasul-rasul-
Nya sejak nabi Adam AS hingga nabi terakhir Muhammad SAW. Agama islam
mengatur seluruh aspek kehidupan manusia baik keyakinan Ibadah, social, hukum
politik, ekonomi, dan lain sebagainya yang menjadi pedoman hidup bagi seluruh umat
manusia agar tercapai kshidupan yang diridhoi Allah SWT dan kebahagiaan hidup
didunia dan akhirat.
Islam sebagai agama Samawi terakhir memiliki hubungan erat dengan yang
sebelumnya berupa :
1) Merupakan agama universal (berlaku untuk segenap umat manusia sepanjang masa
diseluruh dunia
2) Dibawakan oleh nabi Muhammad SAW merupakan penyempurna agama Allah
yang diwahyukan kepada Rasul sebelumnya
3) Merupakan pelurus dan pengoreksi terhadap perubahan atau penyimpangan yang
terjadi pada agama-agama sebelumnya.
keIslaman seseorang. Jika seseorang berbuat Ihsan, maka amal-amal islam lainnya akan
terpelihara dan tahan lama sesuai dengan fungsinya sebagai atap bangunan.
a. Ihsan mempunyai landasan yaitu :
1) Landasan Qauli
“Sesungguhnya Allah telah mewajibkan untuk berbuat Ihsan terhadap segala
sesuatu”(HR. Muslim). Tuntutan untuk berbuat Ihsan dalam Islam yaitu secara
maksimal dan optimal.
2) Landasan Kauny
Dengan melihat fenomena dalam kehidupan ini, secara sunnatulloh setiap orang
suka akan berbuat yang Ihsan.
b. Keuntungan seseorang jika beramal yang Ihsan antara lain:
1) Dicintai oleh Allah.
2) Mendapat pahala.
3) Mendapat pertolongan Allah.
15
KESIMPULAN
Aqidah adalah pondasi keber-Islaman yang tak terpisahkan dari ajaran Islam yang
lain: akhlaq, ibadah dan Muamalat. Aqidah yang kuat akan mengantarkan ibadah yang
benar, akhlaq yang terpuji dan muamalat yang membawa maslahat. Selain sebagai
pondasi, hubungan antara aqidah dengan pokok-pokok ajaran Islam yang lain bisa juga
bersifat resiprokal dan simbiosis. Artinya, ketaatan menuanaikan ibadah, berakhlaq
karimah, dan bermuamalah yang baik akan memelihara aqidah.
Apabila aqidah telah dimiliki dan ibadah telah dijalankan oleh manusia, maka
kedua hal tersebut harus dijalankan dengan sebaik-baiknya, oleh karena itu diperlukan
adanya suatu peraturan yang mengatur itu semua.Aturan itu disebut Muamalah.
Muamalah adalah segala aturan islam yang mengatur hubungan antar sesama manusia.
Muamalah dikatakan berjalan baik apabila telah memiliki dampak sosial yang baik.
Untuk dapat mewujudkan aqidah yang kuat yaitu dengan cara ibadah yang benar dan juga
muamalah yang baik, maka diperlukan suatu adanya.
16
DAFTAR PUSTAKA
Drs.Tahrir, Team MGMP. 2006. Esensi Agama Islam. Yogyakarta: Karya Pustaka.
Hussain, Muhammad Fadhlullah, 1995, Logika dan Kekuatan Islam, Mizan, Bandung.
Https://www.beritaislamimasakini.com/pentingnya-akidah-islamiyah.htm