KAJIAN PUSTAKA
penulis
dalam
A. Teori Modernisasi
Teori Modernisasi berangkat dari pemikiran yang berorientasi kepada
faktor internal, yang artinya teori ini melihat bahwa maju dan mundurnya
masyarakat itu ditentukan olehnya (Garna, 1999: 8). Dengan demikian Teori
Modernisasi menekankan pada faktor manusia dan nilai-nilai budaya sebagai
pokok masalah pembangunan, sedangkan keterbelakangan yang terjadi lebih
disebabkan oleh keterbelakangan institusi sosial dan unsur budaya dalam
14
15
negara
berkembang
disebabkan
oleh
mentalitas
masyarakatnya.
(Widodo,http:// learning-of. slamet widodo. com/2008/02/01/ modernisasi-danpembangunan/ [08-05-2008]). Berdasarakan teori ini, keberhasilan pambangunan
mensyaratkan adanya perubahan sikap mental penduduk negara berkembang.
Sedangkan Teori Pendekatan Budaya lebih melihat kegagalan pembangunan pada
negara berkembang disebabkan oleh ketidaksiapan tata nilai yang ada dalam
masyarakatnya. Secara garis besar Teori Modernisasi merupakan perpaduan
antara Sosiologi, Psikologi dan Ekonomi. Sementara itu Willard A. Belling (1980:
12) mendefinisikan kata modernisasi sebagai satu jenis perubahan sosial sejak
abad kedelapan belas, yang terdiri dari kemajuan suatu masyarakat perintis di
bidang ekonomi dan politik.
16
17
ilmu pengetahuan dan teknologi, sehingga untuk menjadi makmur dan modern
sesuai dengan tahap perkembangan masyarakat yang dijabarkannya, negara
berkembang harus mengikuti jalur pembangunan seperti yang telah ditempuh oleh
negara maju. Di Indonesia nama Rostow sangat terkenal karena bukunya The
Stages of Economic Growth, A Non-Communist Manifesto menjadi inspirasi bagi
teknokrat, politisi, dan proses pembangunan di negara sendiri.
dan
Amerika
Serikat
yang
menyelidiki
perbandingan
pola-pola
pertumbuhan kedua negara tersebut, dua bab selanjutnya menghubungkan tahaptahap pertumbuhan terhadap persoalan agresi dan peperangan yang dilanjutkan
18
dengan analisis terhadap hubungan tersebut. Pada bab sepuluh yang merupakan
bab terakhir dari buku ini menganalisis hubungan antara tahap-tahap pertumbuhan
dengan sistem Marx, didalamnya terdapat ulasan mengenai evolusi komunisme
modern dimana Rostow mengatakan bahwa Komunisme merupakan suatu
penyakit transisi.
Dalam buku ini W. W. Rostow menggolongkan semua masyarakat dunia
ke dalam lima tahap yang disebutkannya, tahap pertama adalah masyarakat
tradisional (the traditional society) yang menurut Rostow adalah masyarakat yang
strukturnya
berkembang
didalam
fungsi-fungsi
produksi
yang
terbatas
berdasarakan ilmu dan teknologi pra Newton. Newton diapakai Rostow sebagai
simbol mulainya manusia berpikir bahwa dunia luar tunduk pada beberapa hukum
yang dapat diketahui dan bisa secara sistematis diselenggarakan secara produktif.
Pernyataan Rostow mengenai masyarakat pra Newton mengandung arti bahwa
suatu masyarakat yang masih menggunakan cara-cara memproduksi yang relatif
primitif dan cara hidup masyarakat yang masih sangat dipengaruhi oleh nilai-nilai
yang didasarkan pada pemikiran yang bukan rasional, tetapi oleh kebiasaan yang
telah berlaku secara turun temurun.
Menurut Rostow dalam suatu masyarakat tradisioanal tingkat produksi
perkapita dan tingkat produktivitas pekerja masih sangat terbatas, oleh sebab itu
sebagian besar dari sumber-sumber daya masyarakat digunakan untuk kegiatan
dalam sektor pertanian. Mengenai kegiatan politik dan pemerintahan dalam tahap
masyarakat tradisional, Rostow menggambarkan bahwa walaupun kadang-kadang
terdapat sentralisasi dalam pemerintahan, pusat dari kekuasaan politik terdapat di
19
20
21
terjadinya perpindahan titik pusat dari batubara, besi, dan industri-industri berat
dari taraf kereta api ke alat-alat mesin, kimia dan listrik.
Tahap kelima konsumsi massa tinggi (the age of high mass consumption)
yang menurut Rostow pada tahap ini sektor-sektor utama bergeser ke arah barangbarang konsumen yang awet dan jasa-jasa. Dalam hal ini Rostow ingin
mengatakan bahwa pada tahap ini perhatian masyarakat lebih menekankan kepada
masalah-masalah yang berakaitan dengan konsumsi dan kesejahtraan masyarakat
dan bukan lagi kepada masalah produksi. Pada abad ke-20 yang menurut Rostow
masyarakat telah mencapai kedewasaan yang dicirikan oleh dua hal yaitu
penadapatan nyata perkepala meningkat ke suatu titik dimana sejumlah besar
orang-orang memiliki penguasaan atas konsumsi yang melampui makanan pokok,
perumahan, dan pakaian.
Pada bagian lain buku ini terdapat pembahasan mengenai pertumbuhan
Rusia dan Amerika Serikat titik berat pembahasannya terletak pada ketinggalan
produksi dan perkapita negara komunis (Uni Soviet) terhadap Amerika Serikat.
Rostow menyajikan beberapa perbedaan besar antara Rusia dan Amerika Serikat,
pertama penciptaan prasyarat menuju lepas landas (take off) dalam dimensi nonekonomisnya adalah suatu proses yang sangat berbeda di Rusia. Menurut Rostow
Rusia sangat terjebak dalam versinya sendiri tentang masyarakat tradisional,
dengan lembaga-lembaga Gereja dan negara yang ada dan masalah pertuanan
tanah yang tidak bisa dikendalikan, ini berbeda dengan Amerika Serikat yang
menurut Rostow dilahirkan merdeka dengan kaum tani yang gesit, bebas dan
memiliki tanah yang paling terpenting adalah adanya sistem sosial dan politik
22
yang memudahkan bagi industrialisasi sehingga pada saat Rusia harus mengatasi
masyarakat tradisional, Amerika Serikat hanya harus menarik daya penarik yang
tinggi untuk terus-menerus menjadi penyalur bahan-bahan makanan dan bahanbahan mentah. Kedua melalui seluruh urutan tahapan menurut Rostow konsumsi
Amerika perkepala pada tiap tahap pertumbuhan lebih tinggi dari Rusia ini terjadi
karena Rusia pada zaman Tsar maupun zaman Soviet terdapat pengekanganpengekangan yang dikenakan oleh negara pada tingkat konsumsi masal. Ketiga,
gerak menuju kedewasaan menurut Rostow terjadi di Amerika Serikat setelah
perang saudara sehingga tingkat konsumsi perkepala yang menarik karena erat
hubungannya dengan ekonomi Internasioanal pada waktu damai. Di Rusia hal
tersebut terjadi dalam tiga dasawarsa setelah tahun 1928, dimana ekonominya
masih tertutup, hal tersebut menurut Rostow terjadi karena adanya persiapan
peperangan oleh Rusia yang memang membatasi kenaikan konsumsi.
Secara umum buku ini dapat memberi inspirasi negara-negara yang
sedang berkembang dalam menjalankan pembangunannya karena didalamnya
menjanjikan bahwa negara yang sedang berkembang dapat sejajar dengan negara
maju jika telah melalui lima tahapan yang dinyatakan Rostow dalam teorinya,
namun ternyata langkah-langkah sistematis yang ditawarkan Rostow tidak mudah
diterapkan di lapangan apalagi dengan kegagalan negara-negara berkembang
dalam menerapkan Teori Modernisasi menambah keraguan tentang teori ini.
Keadaan tersebut membuat buku ini mengundang kritikan para ahli sejarah
ekonomi dan menganggap Rostow telah mengabaikan faktor sejarah, karena
Rostow menyeragamkan semua negara memiliki alur sejarah yang sama padahal
23
24
dorangan kuat, dorongan itu mengambil bentuk suatu revolusi politik yang
langsung mempengaruhi keseimbangan kekuasaan sosial, ciri-ciri lembaga
ekonomi, pembagian pendapatan, pola pembelanjaan investasi dan proporsi
pembaharuan-pembaharuan yang potensial.
Rostow menyajikan penanggalan negara-negara yang lepas landas, dimana
negara tersebut menurutnya telah lulus ke dalam tahap pertumbuhan. Negaranegara tersebut ialah: Inggris Raya (1783-1802), Perancis (1830-1860), Belgia
(1833-1860), Amerika Serikat (1843-1860), Jerman (1850-1873), Swedia (18681890), Jepang (1878-1900), Rusia (1890-1914), Kanada (1896-1914), Argentina
(1953), Turki (1937), India (1952), dan Tiongkok (1952). Untuk lepas landas
Amerika Serikat Rostow memberikan penjelasan lebih, lepas landas Amerika
Serikat menurutnya dibedakan menjadi dua periode, pertama periode 1840-an,
yang ditandai dengan pembangunan keretaapi dan manufaktur dibagian wilayah
timur sedangkan wilayah barat dan selatan ditandai dengan pembangunan bidang
pertanian yang maju. Kedua adalah adanya jalan keretaapi di bagian barat tengah
Amerika (Midlle West) pada tahun 1850-an yang ditandai dengan banyaknya
modal asing yang masuk. Pada permulaan perang saudara ekonomi Amerika di
Utara dan Barat dengan berkembangnya sektor industri berat dipandang oleh
Rostow sebagai tanda bahwa Amerika Serikat telah memasuki tahap tinggal
landas.
Lepas landas dianggap oleh Rostow sebagai suatu transisi yang teramat
penting, untuk itu menurutnya diperlukan ketelitian dalam mengartikan tahapan
ini. Setidaknya Rostow menuliskan tiga syarat utama yang harus ada dalam tahap
25
lepas landas, seperti berikut ini: pertama, suatu kenaikan dalam tingkat investasi
yang produktif dari, katakan 5% atau kurang sampai lebih 10% dari pendapatan
nasional Net National Product (NNP). Kedua, pembangunan satu atau lebih dari
satu sektor industri penting, dengan suatu tingkat pertumbuhan yang tinggi, dan
ketiga, kehadiran atau kemunculan cepat dari kerangka politik, sosial dan lembaga
yang mengexploitir impuls pada perluasan dalam sektor modern serta efek
ekonomi luar yang potensial dari lepas landas dan memberikan pada pertumbuhan
suatu sifat melanjutkan.
Untuk syarat ketiga menurut Rostow harus ada mobilisasi modal dari
sumber-sumber dalam negeri. Lepas landas di beberapa negara terjadi tanpa ada
modal luar, dalam hal ini Rostow mencontohkan negara Inggris dan Jepang
namun di negara-negara seperti Amerika Serikat, Rusia, dan Kanada lepas landas
dicapai dengan adanya modal asing yang tinggi. Secara ringkas Rostow
menyatakan bahwa apapun peranan modal-modal dari luar, prasyarat menuju
lepas landas harus dimulai dari kesanggupan memobilisasi tabungan-tabungan
dalam negeri secara produktif.
Dalam buku ini Rostow mencontohkan tentang bukti tingkat investasi
dalam lepas landas di beberapa negara, diantaranya adalah Swedia, Kanada, India
dan Tiongkok Komunis. Berdasarkan penelitian intelegen Amerika Serikat
tanggal 25 Agustus 1954 mengenai rasio investasi, Rostow memprediksi negaranegara yang masuk dalam ketegori prasayarat tinggal landas diantaranya adalah
Indonesia dengan tingkat investasi 5%, kemudian Sailan (5%), Afganistan (5%),
dan Pakistan (6%). Sedangkan negara-negara yang sedang mencoba lepas landas
26
adalah Argentina (13%), Brazil 14%), Chili (11%), Columbia (14%), Filipina
(8%), dan Venezuela (23%).
Menurut Rostow pada umumnya dana-dana yang bisa dipinjamkan untuk
keperluan membiayai lepas landas datang dari dua sumber yang pertama berasal
dari pergeseran-pergeseran dalam pengawasan aliran-aliran pendapatan, termasuk
perubahan-perubahan distribusi pendapatan dan modal dari luar, yang kedua
berasal dari penanaman kembali keuntungan-keuntungan dalam sektor-sektor
tertentu yang cepat berkembang. Dalam bukunya ini Rostow menuliskan sektorsektor penting dalam lepas landas yang dikategorikannya menjadi tiga bagian
yang bisa menjelaskan syarat yang kedua di atas mengenai pembangunan satu
atau lebih sektor industri penting. Pertama adalah sektor pertumbuhan primer,
dimana kemungkinan untuk pembaharuan dalam mengolah sumber kekayaan baru
menghasilkan tingkat pertumbuhan yang tinggi dan dapat menggerakan kekuatan
ekonomi secara luas.
Kedua sektor pertumbuhan suplementer, dimana kemajuan cepat terjadi
sebagai akibat langsung dari pertumbuhan sektor primer, yang diumpamakan oleh
Rostow seperti batubara, besi dan keahlian yang berhubungan dengan keretaapi.
Sektor yang ketiga adalah penerima pertumbuhan dimana terjadi kemajuan dalam
hubungan yang agak tetap dengan pertumbuhan jumlah pendapatan riil, penduduk,
produksi industri, atau variabel lainnya yang meningkat agak cepat, contohnya
adalah produksi makanan dan pembangunan perumahan dalam hubungannya
dengan penduduk.
27
28
landas India didalam artikel the take off into self sustained growth disebut
tahun 1937 sedang dalam buku ini tahun 1952. selain itu untuk menentukan
jadwal lepas landas diperlukan penelitian bertahun-tahun sehingga buku ini
dianggap tidak memiliki dasar yang kuat dan cenderung mengabaikan pengaruh
warisan sejarah.
Buku ketiga Tahap-Tahap Pertumbuhan Ekonomi (Terjemahan) oleh
Azwar (1962). Buku ini merupakan terjemahan dari buku The stages of Economic
Growth yang ditulis oleh Rostow jadi secara isi buku ini sama dengan buku yang
ditulis oleh Rostow. Walaupun berbahasa Indonesia tetapi buku ini sulit sekali
dipahami langsung oleh penulis hal tersebut terjadi karena buku ini belum
menggunakan ejaan bahasa Indonesia yang telah disempurnakan sehingga
dibutuhkan konsentrasi yang tinggi dalam memahaminya. Buku ini penulis
jadikan sebagai bahan perbandingan dalam menterjemahkan buku yang ditulis
Rostow mengingat buku tersebut menggunakan bahasa Inggris. Dengan
memperbandingkan kedua tulisan ini penulis bisa lebih objektif dalam menarik
kesimpulan pada saat mempelajari buku The Stages of Economic Growth.
Dalam buku ini Azwar menuliskan pernyataan W. W. Rostow yang
menyatakan bahwa pembangunan ekonomi merupakan suatu proses yang dapat
menyebabkan empat perubahan, yaitu pertama perubahan orientasi ekonomi,
politik dan sosial yang pada mulanya berorientasi kepada suatu daerah menjadi
berorientasi keluar. Kedua perubahan pandangan masyarakat mengenai jumlah
anak dalam keluarga yaitu kesadaran untuk membina keluarga kecil. Ketiga
Perubahan dalam kegiatan investasi masyarakat dari melakukan investasi yang
29
tidak produktif menjadi investasi yang produktif. Keempat perubahan sikap hidup
dari adat istiadat yang kurang merangsang pembangunan ekonomi misalnya
kurang menghargai waktu kerja dan orang lain.
Dalam buku ini dijelaskan lima tahapan ekonomi yang disertai dengan ciri
dan karakteristik dari masing-masing tahapan yang dijabarkan dalam teori
Rostow, yaitu tahap masyarakat tradisional , dalam tahap ini terdapat karakteristik
yang menyertainya diantaranya adalah Fungsi Produksi terbatas (cara produksi
masih primitif), tingkat produktifitas masyarakat rendah untuk sektor pertanian,
struktur social hirarkis
sudah ada.
Tahap ketiga adalah tinggal landas, dalam tahap ini ditandai dengan
pertumbuhan ekonomi selalu terjadi, kemajuan pesat dalam inovasi atau
terbukanya pasar-pasar baru. Negara yang dikatakan telah mencapai lepas landas
30
setidaknya ditandai oleh tiga ciri utama, yaitu pertama kenaikan investasi
produktif dari 5% atau kurang menjadi 10% dari PNB (Nett National Product).
Kedua berkembangnya satu atau beberapa sektor industri pemimpin (leading
sector) dengan tingkat pertumbuhan tinggi dan yang ketiga tercapainya suatu
kerangka dasar politik, sosial dan kelembagaan yang bisa menciptakan
perkembangan sektor modern dan eksternalitas ekonomi yang menyebabkan
pertumbuhan ekonomi.
Ada beberapa faktor untuk menciptakan leading sector, diantaranya adalah
harus ada kemungkinan perluasan pasar bagi barang-barang yang diproduksi yang
mempunyai kemungkinan untuk berkembang dengan cepat, dalam sektor tersebut
harus dikembangkan teknik produksi yang modern dan kapasitas produksi harus
bisa diperluas. Selanjutnya harus tercipta tabungan dalam masyarakat dan para
pengusaha harus menanamkan kembali keuntungannya untuk membiayai
pembangunan sector pemimpin dan terakhir adalah pembangunan dan
transformasi teknologi sektor penting harus bisa diciptakan kebutuhan akan
adanya perluasan kapasitas dan modernisasi sektor-sektor lain.
Tahap keempat ialah tahap menuju kedewasaan, dalam tahap ini di tandai
dengan adanya kondisi masyarakat yang sudah secara efektif menggunakan
teknologi modern di hampir semua kegiatan produksi dan kekayaan alam. Sektor
pemimpin baru akan bermunculan menggantikan sektor pemimpin yang
mengalami kemunduran, untuk menuju pada tahap kedewasaan ada beberapa
karakteristik yang menyertainya diantaranya adalah, struktur dan keahlian tenaga
kerja berubah kepandaian dan keahlian pekerja bertambah tinggi. Sektor indusri
31
32
kritik atau pandangan penulis terhadap Teori Rostow tersebut padahal di halaman
pembuka ada bagian yang khusus membahas penerjemah, dimana isinya hanya
sebatas latar belakang penerjemahan buku yang ditulis Rostow.
Buku keempat Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan, yang ditulis
oleh M. L. Jhingan (2000). Dalam buku ini dibahas mengenai pengertian dan ciriciri pertumbuhan ekonomi modern dan faktor-faktor pertumbuhan ekonomi.
Dalam bagian II dibahas secara khusus mengenai teori-teori pembangunan
ekonomi dari Teori Malthus, Teori Mill, Teori Klasik, Teori Marxis, Teori
Schumpeter, Teori Keynes dan sampai pada pembahasan mengenai Teori Rostow.
Buku ini memberikan penjelasan mengenai teori-teori pembangunan ekonomi dari
masing-masing teori tersebut kemudian pada akhir penjelasannya diakhiri dengan
kritikan terhadap teori tersebut sehingga siapa saja yang membacanya bisa lebih
memahami kelemahan dan keunggulan dari masing-masing teori pembangunan
ekonomi tersebut.
M. L. Jhingan dalam bukunya ini menuliskan bahwa Prof. W. W. Rostow
memakai pendekatan sejarah dalam menjelaskan proses perkembangan ekonomi,
yang ditandai dengan adanya lima tahap pertumbuhan ekonomi yaitu, masyarakat
tradisional, prasyarat untuk tinggal landas, tinggal landas, menuju arah
kedewasaan dan masa konsumsi massal.
Buku ini berisi kritikan yang mendalam terhadap lima tahapan
pertumbuhan ekonomi yang dituliskan Rostow dalam bukunya The Stages of
Economic Growth, menurut Jhingan tahap-tahap pertumbuhan ekonomi Rostow
merupakan literatur ekonomi yang paling luas beredar dan mendapatkan komentar
33
paling banyak dibanding dengan teori pembangunan ekonomi lain. Para ahli
ekonomi meragukan keontetikan pembagian sejarah ekonomi kedalam lima tahap
pertumbuhan seperti yang dikemukakan Rostow. Jhingan mengajukan pertanyaan
terhadap Teori Rostow diantaranya ialah apakah tahap-tahap tersebut tidak
terelakan seperti kelahiran dan kematian, atau apakah tahapan tersebut seperti
serentetan urutan seperti masa kanak-kanak, remaja, dewasa dan usia tua?
dapatkah orang mengatakan dengan tepat bahwa suatu tahapan telah selesai dan
tahap yang lain telah mulai.
Kritikan-kritikan Jhingan terhadap Teori Rostow diuraikan dalam buku ini
satu persatu, seperti berikut, pertama, masyarakat tradisional tidak perlu bagi
perkembangan, dimana pertumbuhan suatu negara tidak mesti melalui tahapan ini.
Beberapa negara seperti Amerika Serikat, Kanada dan Australia dilahirkan tanpa
sebagai masyarakat tradisional yang mewarisi pra-kondisi dari Inggris, suatu
negara yang telah maju. Jadi masyarakat tradisional tidak perlu bagi
perkembangan ekonomi.
Selain itu masalah tinggal landas juga mendapat kritikan dimana
kemungkinan gagal tidak diperhitungkan Rostow. Kedua pra-kondisi mungkin
tidak mendahului tinggal landas. Pra-kondisi tidaklah mesti mendahului tahap
tinggal landas, misalnya tidak ada alasan untuk percaya bahwa sutu revolusi
pertanian dan pembantukan modal sosial overhead di bidang pengangkutan harus
terjadi sebelum tinggal landas. Ketiga tumpang tindih tahapan, pengalaman
kebanyakan negara mengajarkan kepada kita bahwa perkembangan dalam
pertanian tetap berlangsung terus meski dalam tahap tinggal landas. Tahap tinggal
34
35
Rostow dalam pembangunan negaranya, apakah sesuai dengan teori atau malah
mengalami kegagalan.
Buku kelima Modernisasi di Dunia Ketiga (suatu teori umum
pembangunan) yang ditulis oleh M. Francis Abraham (1991). Di awal
pembahasan buku ini dijelaskan mengenai konsep dunia ketiga, dimana Abraham
menuliskan seandainya negara-negara industri yang makmur belahan dunia yang
modern dikelompokan menjadi negara-negara Barat dan Timur, Kapitalis dan
Komunis, maka negara-negara miskin ditetapkan sebagai Dunia Ketiga yang
mennguasai sedikit sumber daya akan membedakan kedua jenis negara tersebut.
Buku ini memfokuskan pembahasannya kepada masalah modernisasi dan
dunia ketiga, di awal pembahasan buku ini dijelaskan mengenai konsep
modernisasi. Modernisasi menurut Abraham merupakan satu kata baru untuk
suatu fenomena lama yang berlapis-lapis, kesemuanya mencakup proses
perubahan sosial di kawasan yang sedang berkembang. Kenapa istilah
modernisasi melebihi (superior) istilah perubahan sosial, Abraham menyatakan
sulit untuk dijelaskan. Pada umumnya ilmuwan sosial yang prihatin terhadap
modernisasi tampaknya menggunakan standar masyarakat industri barat yang
telah maju sebagai acuan membandingkan masyarakat yang sedang berkembang
guna melukiskan proses perubahan yang cenderung kepada transformasi lembagalembaga dan nilai-nilai tradisional, yang agaknya dijadikan model modernitas.
Dalam hal ini Abraham mengutip tulisan Eisenstadt sebagai berikut,
Menurut sejarahnya, modernisasi merupakan proses perubahan menuju tipe
sistem sosial, ekonomi dan politik yang telah berkembang di Eropa Barat dan
36
Amerika Utara dari abad ke-19 dan 20 meluas ke negara-negara Amerika Selatan,
Asia serta Afrika. Seperti itulah menurut Abraham gambaran perspektif
evolusioner yang menjelaskan tahap-tahap transisi yang dilalui masyarakat,
kalaupun semua tidak perlu bergerak melalui tahap-tahap yang sama atau melalui
suatu urutan yang telah ditentukan.
Dalam buku ini Abraham menyatakan bahwa Kendatipun sarjana ahli
modernisasi baru-baru ini telah menghasilkan setumpuk literatur yang begitu
berlimpah, para sarjana tidak sepakat mengenai pendekatan mereka terhadap
definisi atau konsep modernisasi, untuk itulah Abraham membaginya kebeberapa
golongan, golongan pertama adalah para ekonom yang menginterprestasikan
modernisasi dalam arti model-model pertumbuhan yang berisikan indeks-indeks
semacam indikator ekonomi, standar hidup, pendapatan perkapita dan lain-lain.
Golongan kedua adalah para ilmuwan politik yang menganalisis modernisasi
menurut proses politik, pergolakan sosial dan hubungan-hubungan kelembagaan.
Sedangkan golongan selanjutnya adalah para sosiolog yang mendefinisikan
modernisasi dengan berbagai macam tetapi tetap di dalam kerangka perspektif
evolusioner yang mencakup transisi multilinear masyarakat yang sedang
berkembang dari tradisi ke modernitas. Misalnya menurut Evertt Rogers,
Modernisasi merupakan proses dengan mana individu berubah dari cara hidup
tradisional menuju gaya hidup lebih kompleks dan maju secara teknologi serta
cepat berubah.
Black mendefinisikan modernisasi sebagai proses dengan mana secara
historis lembaga-lembaga yang berkembang secara perlahan disesuaikan dengan
37
perubahan fungsi secara cepat yang menimbulkan peningkatan yang belum pernah
dicapai sebelumnya dalam hal pengetahuan manusia, yang memungkinkannya
untuk menguasai
38
konsumsi dan standar hidup, revolusi teknologi, intensitas modal yang makin
besar dan organisasi birokrasi yang rasional, disamakan dengan modernisasi
ekonomi. Hal tersebut mencakup pembentukan sistem pertukaran moneter,
peningkatan tingkat skill yang dibutuhkan melalui teknokrasi, mekanisasi,
otomasi, dan akibat perpindahan tenaga kerja, perhitungan biaya secara rasional,
spesialisasi okupasi yang makin besar dan spesifikasi fungsional, pola-pola
tabungan dan investasi dan alat-alat transportasi dan komunikasi yang makin
cepat yang memudahkan turut serta dalam pemasaran, mobilitas tenaga kerja,
distribusi barang-barang dan perubahan pola konsumsi. Modernisasi ekonomi
pasti diikuti dengan perluasan pengetahuan ilmiah dan inovasi teknologi,
pembentukan modal, tingkat pendidikan yang cocok, spesialisasi ekonomi dan
kecukupan bahan-bahan mentah, barang produksi dan konsumsi.
Model khas modernisasi ekonomi menurut Abraham merupakan formulasi
terkenal yang dilakukan oleh Colvin Clark yang melukiskan proses pertumbuhan
ekonomi dalam kerangka perubahan proporsional yang besar menuju produksi
sekunder serta peningkatan yang layak dalam produksi tertier.
Dalam bukunya ini Abraham menyatakan ada dua indeks modernisasi
ekonomi yang penting, GNP dan proporsi saham sektor ekonomi dalam GNP.
Negara-negara sedang berkembang memiliki pendapatan perkapita rata-rata
pertahun 500 dolar atau sekitar 60% penduduk dunia termasuk dalam kategori
tersebut. Abraham mencontohkan, ketika Amerika Serikat memiliki pendapatan
perkapita 4000 dolar, Haiti hanya mencapai kurang dari 100 dolar. Pada tahun
1965, pendapatan di bangsa-bangsa maju sudah mencapai lebih dari 12 kali
39
negara-negara sedang berkembang dan sesuai dengan rencana pada tahun 2000
perbedaan tersebut mencapai lebih dari 18 kali.
Para ilmuwan sosial telah merinci sejumlah teori pertumbuhan untuk
menggambarkan proses modernisasi ekonomi. Dalam hal ini Abraham
mengajukan dua ahli ekonomi yaitu Karl Bucher dan W.W. Rostow. Bucher telah
mengajukan model tiga tahapan, Pertama tahap domestik independen atau
perekonomian rumah tangga, kedua perekonomian kota dan yang ketiga
perekonomian nasional. Sedangkan Rostow mencakup lima tahap sesuai dengan
urutan sejarah: pertama tahap tradisi, kedua tahap transisi, ketiga tahap take off,
keempat tahap maturitas, dan terakhir adalah tahap konsumsi tinggi. Abraham
berpendapat bahwa asumsi yang melandasi semua teori pertumbuhan merupakan
evolusi garis lurus dari stagnasi ekonomi menuju konsumsi massa.
Saat ini menurut Abraham, negara-negara sedang berkembang telah
mengadopsi salah satu dari dua jalur modernisasi ekonomi:
1. Beberapa jenis sosialisme
2. Perusahaan bebas.
Bertitik tolak dari sukses pertama dari perencanaan Rusia dan didasarkan pada
komitmen terhadap pandangan keadilan sosial tertentu yang memadai dan bahkan
distribusi kekayaan atau reduksi ketimpangan pendapatan, beberapa bangsa
sedang berkembang telah mengadopsi bentuk sistem ekonomi dan strategi
pembangunan sosialis yang bercirikan adanya suatu badan perencanaan pusat dan
peranan aktif pemerintah dalam memajukan perekonomian melalui pembangunan
sektor publik yang utama. Burma, India dan Indonesia dipandang sebagai
40
tercapai
karena perkembangan
efektif infrastruktur
administrasi,
41
partisipasi politik massa yang makin membesar, munculnya kelas menengah serta
birokrasi nasional. Modernisasi sosial juga diikuti oleh industrialisasi, peledakan
urbanisasi, sekularisasi, revolusi harapan yang meningkat, ekpose media massa
yang makin besar, stabilitas kependudukan yang relatif, bangkitnya kelas
menengah secara besar-besaran serta revolusi budaya yang dahsyat.
Buku ini memberikan gambaran yang jelas mengenai Modernisasi dan
hubungannya dengan dunia ketiga. Dimana konsep modernisasi dan dunia ketiga
dibahas secara mandalam, tetapi buku ini tidak memberikan penjelasan mendalam
mengenai negara dunia ketiga yang telah menerapkan modernisasi dalam
kehidupannya, padahal buku ini menitikberatkan pembahasannya pada masalah
modernisasi di dunia ketiga, buku ini hanya menyebutkan negara-negara dunia
ketiga seperti Burma dan Indonesia mengalami masalah modernisasi tetapi tidak
dijelaskan secara mendalam. Sebagai contoh dalam buku ini ditulis bahwa tinggal
landas yang berhasil tidak sepenuhnya menjamin proses pertumbuhan diri terus
menerus secara mulus. Ternyata, ada contoh hambatan balikan setelah
terpenuhinya beberapa tahap modernisasi yang cukup maju. Stagnasi ekonomi di
Argentina dan keruntuhan politik di Burma dan Indonesia adalah contoh
hambatan tinggal landas tersebut, tetapi hambatan yang seperti apa tidak di bahas
dalam buku ini.
Buku keenam Modernisasi (Pengantar sosiologi pembangunan negaranegara sedang berkembang) yang ditulis oleh J. W. Schoorl (1980). Penulis buku
ini adalah guru besar sosiologi di Vrije Universiteit, Amsterdam, Belanda. Beliau
pernah menjadi pegawai pemerintahan Belanda, yang ditugaskan di tanah jajahan
42
termasuk Indonesia yang pada waktu itu menjadi kontrolir di Irian Barat pada
tahun 1952. Schoorl dalam bukunya ini memandang bahwa modernisasi adalah
sebagai gejala sosial dimana menurutnya semua bangsa terlibat dalam proses
modernisasi.
Manifestasi proses ini pertama kali nampak di Inggris pada abad ke-18
dalam yang disebut revolusi industri. Sejak itu gejala tersebut meluas ke semua
penjuru dunia. Mula-mula ke daerah-daerah yang kebudayaannya semacam, yaitu
ke Eropa dan Amerika Utara, kemudian ke bagian-bagian dunia yang lain dengan
daerah-daerah yang kebudayaannya berbeda sama sekali dengan kebudayaan
Eropa. Penyebaran itu dianggap sebagai sesuatu yang begitu biasa, sehingga
masyarakat dunia itu sering dibagi menjadi dua kategori: negara maju dan negara
sedang berkembang masing-masing terdiri atas negara-negara yang telah
mengalami modernisasi dan negara-negara yang sedang mengadakan modernisasi.
Dalam pembagian itu tidak disediakan tempat untuk kemungkinan adanya negara
yang karena sesuatu hal tidak terlibat dalam proses modernisasi itu.
Menurut Schoorl berdasarkan data empirik menunjukkan bahwa semua
negara baru telah menempuh jalan modernisasi. Dalam rencana pemerintah dari
semua negara memang ada rencana-rencana untuk pembangunan sosial, ekonomi
atau politik yang dapat dianggap sebagai aspek-aspek modernisasi. Aspek yang
paling spektakuler dalam modernisasi ialah pergantian teknik produksi dari caracara tradisional ke cara-cara modern, yang tertampung dalam pengertian revolusi
industri. Akan tetapi Schoorl berpendapat proses yang disebut revolusi industri itu
hanya satu bagian atau satu aspek saja dari suatu proses yang lebih luas.
43
44
45
masyarakat
modern.
Penduduk
dalam
kehidupannya
harus
senantiasa
46
47
bangsa (nation-state) dalam kancah Revolusi Perancis. Oleh karena itu maka
perkataan modern juga membangkitkan asosiasi dengan demokratisasi
masyarakat, terutama hancurnya hak-hak istimewa yang turun temurun dan
pernyataan tentang persamaan hak-hak warga negara.
Di manapun ia terjadi, Belling menyatakan bahwa modernisasi masyarakat
lahir dari struktur sosial yang ditandai oleh tidak adanya persamaan dan keadaan
itu didasarkan atas ikatan-ikatan kekerabatan, hak-hak istimewa yang turun
temurun, dan kekuasaan yang sudah mapan dengan kestabilan yang berbeda-beda.
Oleh karena sama-sama menekankan soal urutan tingkatan kedudukan-kedudukan
yang diwarisi, masyarakat-masyarakat pra-industri mempunyai persamaan unsurunsur tertentu. Hancurnya ciri-ciri orde lama itu yang mengakibatkan munculnya
persamaan.
Dengan perkataan modernisasi Belling dalam bukunya ini ingin menunjuk
kepada satu tipe perubahan sosial yang berasal dari revolusi industri di Inggris,
1760-1830 dan dari revolusi politik di Perancis 1789-1794, menurut Belling kita
dapat menetapkan permulaan dari perubahan-perubahan yang dibahas disini
secara berbeda-beda dan sebenarnya hal itu ada baiknya untuk tujuan-tujuan
tertentu. Ekspansi Eropa, umpamanya bermula sebelum bagian akhir abad ke-18.
Beberapa aspek modernisasi seperti penyebaran senjata modern dapat ditelusuri
awal mulanya sampai ke abad ke-15. Demikian pula, peristiwa-peristiwa khas
yang mendahului modernisasi dapat ditelusuri sampai ke waktu lampau yang
sangat jauh, seperti dalam hal seni mencetak atau lembaga-lembaga perwakilan
atau ide-ide tentang persamaan. Namun demikian ada berbagai alasan mengapa
48
49
pendekatan
yang
mempelajari
masyarakat-masyarakat
seolah-olah
50
kedelapan
Ekonomi
Pembangunan
(Dasar,
masalah
dan
kebijaksanaan) yang ditulis oleh Sadono Sukirno (1985). Ia adalah dosen pada
Fakultas Ekonomi Universitas Malaya, Kuala Lumpur, Malaysia. Buku ini dibagi
kedalam beberapa bagian besar. Namun yang akan penulis komentarari hanya
beberapa bagian saja yang berhubungan dengan tema penelitian kali ini. Dimana
bagian pertama membahas mengenai pendapatan perkapita sebagai indeks tingkat
kesejahtraan dan lajunya tingkat pembangunan. Dalam bagian ini terdapat
pembahasan mengenai penggolongan berbagai negara dimana penggolongan ini
didasarkan pada pendapatan perkapita negara terebut. Sukirno dalam bukunya ini
menggolongkan negara tersebut kedalam tiga bagian. Bagian masing-masing
disebut sebagi negara maju, berkembang dan miskin. Bila pendapatan perkapita
51
negara yang bersangkutan di atas US$ 2000 maka negara tersebut di golongkan
kedalam negara maju, jika kurang dari US$ 200 digolongkan sebagai negara
miskin, dan jika pendapatan perkapitanya lebih dari US$ 200 negara tersebut
digolongkan kedalam negara berkembang, hal ini penulis anggap perlu karena
penulis bisa menentukan Indonesia berada di golongan negara mana tentu saja
dengan melihat pendapatan perkapita Indonesia pada saat itu.
Dalam bukunya ini Sukirno melakukan kajian mengenai tahap tahap
pertumbuhan ekonomi tepatnya pada bagian kelima buku ini. Sukirno
menyebutkan bahwa salah satu teori mengenai pembangunan ekonomi yang
paling banyak mendapat perhatian dan komentar adalah teori tahap-tahap
pertumbuhan ekonomi yang dicetuskan oleh Rostow, yang pada mulanya
dikemukakan sebagai suatu artikel dalam Economic Journal dan yang kemudian
dikembangkannya lebih lanjut dalam bukunya: The Stages Of Economic Growth.
Menurut Rostow proses pembangunan ekonomi dapat dibedakan dalam lima tahap
dan setiap negara di dunia dapat digolongkan ke dalam salah satu dari kelima
tahap pertumbuhan ekonomi yang dijelaskannya.
Dalam bukunya tersebut Sukirno mencoba membandingkan antara Rostow
dengan analisa Kuznets dan Chenery mengenai perubahan struktur ekonomi
dalam proses pembangunan, teori Rostow mengenai tahap-tahap pertumbuhan
ekonomi ruang lingkupnya luas. Tetapi analisisnya bersifat lebih umum dari
kedua analisa terdahulu, teorinya tidak secara terperinci menganalisa corak
perubahan yang terjadi pada sesuatu sektor dalam proses pembangunan.
Analisanya lebih dititikberatkan kepada membahas peranan beberapa faktor
52
Dalam membedakan
proses
53
lepas landas, hal ini hanya berlaku apabila tingkat penanaman modal meningkat
dengan cepat. Berarti kenaikan penanaman modal yang cepat, yang dinyatakan
oleh Rostow sebagai salah satu ciri penting pada tahap lepas landas, sudah berlaku
pada masa sebelumnya.
Lebih jauh dari itu Sukirno ingin menegaskan kritikan yang terpenting dari
Kuznets terhadap Teori Rostow mengenai terbatasnya ciri-ciri dari teori tersebut
yang dapat diselidiki kebenarannya secara empiris. Menurut Kuznets sebagian
besar dari ciri-ciri dalam tahap-tahap pertumbuhan ekonomi yang dinyatakan oleh
Rostow tidak mudah untuk diuji secara empiris, dan untuk yang dapat diselidiki
kenyataan yang diperoleh sangat berbeda dengan yang digambarkan Rostow,
sebagai contoh dalam tahap tinggal landas satu-satunya ciri yang dapat diuji
secara empiris adalah kenaikan tingkat penanaman modal dari 5% menjadi 10%.
Data tingkat penanaman modal di beberapa negara Barat pada waktu mereka
mencapai tahap lepas landas menunjukan bahwa tingkat penanaman modal tidak
mengalami pertumbuhan secepat seperti yang digambarkan Rostow, yaitu
tingkatnya meningkat manjadi dua kali lipat sepanjang masa lepas landas.
Secara sederhana dalam buku ini Sukirno menyatakan bahwa Teori
Rostow merupakan salah salah satu teori yang banyak menarik perhatian para
ilmuan baik dari kalangan ahli Ekonomi maupun Sejarah. Komentar para ahli
terhadap Teori Rostow bahkan dikatakan oleh Sukirno jauh lebih panjang
daripada teori Rostow itu sendiri. Pada bagian ini Sukirno berpandangan bahwa
Rostow tidak dapat dikatakan berhasil, hal ini dikarenakan para pengkritiknya
yang mengatakan bahwa secara konseptual dan secara empiris teori tahap-tahap
54
55
56
57
Rostow dari sisi yang berbeda. Kekurangan buku ini ialah tidak adanya
pembahasan yang lebih jauh mengenai peranan Teori Rostow dalam
pembangunan Indonesia padahal buku ini menyinggung tentang pembangunan
Indonesia yang berlandaskan dari Teori Rostow.
Buku kesepuluh Teori Sosial dan Pembangunan Indonesia yang ditulis
oleh Judistira. K. Garna, seorang guru besar Antropologi dan Sosiologi
Universitas Padjajaran (UNPAD). Dalam bukunya ini Garna membagi macammacam Teori Modernisasi menjadi tiga model sebagai berikut:
1. Model Struktural, menekankan pada perubahan struktural (Smelser,
Rostow, David Apter dan Gisendat).
2. Model Budaya, Modernisasi, perubahan dalam struktur normatif,
khususnya tentang nilai penghambat atau pendorong (Max Weber,
Bellah, dan Arnold Rose).
3. Model Psikologi, model yang memberi penekanan terhadap perubahan
tingkah laku, sistem kepentingan, dan akibat kepribadian (David
McCleland, Joseph Kahl, dan Hages). (Garna, 1999: 11).
Garna bahkan dengan terang-terangan menyatakan bahwa Teori Rostow
telah mengalami kegagalan ini terlihat dari sub judul dalam bukunya ini yang
tertulis Model lepas landasnya Rostow tidak berhasil, ia mengatakan bahwa Teori
Rostow sesungguhnya membangun Teori Deterministik dari masyarakat melalui
lima tahapan yang dijabarkan Rostow. Menurut Garna berdasarkan Teori Rostow
bahwa teori ini memberikan solusi bahwa jika suatu negara hendak mencapai
pertumbuhan ekonomi yang otonom, maka negara itu harus mampu melakukan
mobilisasi seluruh kemampuan modal dan sumber daya alamnya, sehingga
mencapai tingkat investasi produktif sebesar 10% dari pendapatan maksimalnya.
Jika tidak, maka pertumbuhan ekonomi yang hendak dicapai tidak akan mampu
mengimbangi pertumbuhan penduduk.
58
dilihat
sebagai
pertumbuhan
ekonomi
belaka,
yang
59
60
pertengahan tahun enam puluhan. Di mana dikatakan dalam buku ini pertengahan
dasawarsa 1960-an adalah masa suram bagi perekonomian Indonesia. Tingkat
produksi dan investasi di berbagai sektor utama menunjukan kemunduran
semenjak tahun 1950. Di awal dasawarsa tersebut defisit anggaran belanja negara
mencapai 50% dari pengeluran total negara, penerimaan ekspor menurun dan
selama tahun 1964-1966 hiperinflasi melanda negara Indonesia, akabitnya
perekonomian Indonesia mengalami keterpurukan.
Dalam bukunya ini Booth dan McCawley menyoroti tentang peranan Orde
Baru dalam perekonomian Indonesia. Menurut pandangan mereka pemerintah
Orde Baru dibawah pimpinan Jenderal Soeharto yang mulai memegang kekuasaan
pemerintah pada bulan Maret 1966 memberikan prioritas utama bagi pemulihan
roda perekonomian. Sejumlah ekonom dari Fakultas Ekonomi Universitas
Indonesia ditarik sebagi penasehat ekonomi pemerintah, dan beberapa diantaranya
menduduki jabatan penting di kabinet. Menjelang tahun 1969 stabilitas moneter
sudah tercapai dengan baik dan pada bulan April 1969 Repelita pertama di mulai.
Dasawarsa setelah itu digambarkan oleh Booth dan McCwaley penuh dengan
peristiwa-peristiwa penting bagi perkembangan di Indonesia, perekonomian
tumbuh lebih cepat dan lebih mantap di banding tahun-tahun sebelumnya.
Booth dan McCawley berusaha melihat secara menyeluruh apa yang telah
berhasil di capai dan apa yang belum bisa dicapai dalam pembangunan Ekonomi
Indonesia, dengan mencoba melihat perubahan-perubahan penting yang terjadi
sejak tahun 1965 sampai pada tahun Repelita ke dua. Dikatakan dalam buku ini
menjelang tahun 1977 perekonomian Indonesia telah mengalami perubahan
61
62
Buku ini memberi kontribusi yang penting bagi penulis karena buku ini
membahas keseluruhan perekonomian Indonesia dari mulai tahun 1966 sampai
berakhir Repelita kedua. Kelebihan buku ini ialah terdapat analisis ekonomi
Indonesia, dimana dibalik pertumbuhan ekonomi Indonesia selama Repelita
pertama dan kedua ternyata tidak membawa perbaikan kesejahtraan bagi
masyrakat banyak dan hanya dinikmati oleh kalangan tertentu saja. Kekurangan
buku ini ialah tidak membahas mengenai aliran dana dari luar itu dalam bentuk
seperti apa, dalam bentuk pinjaman luar negeri atau bantuan murni dari negara
asing. Dengan demikin penelitian ini diharapkan dapat melengkapi kekurangan
tersebut.
Buku keduabelas Pembangunan Ekonomi Indonesia (Masalah dan
Analisis) oleh Shinichi Ichimura (1989), yang merupakan Direktur Lembaga
Hubungan Internasioanal Universitas Internasional Osaka, Jepang. Pada tahun
1969 ia mengunjungi Indonesia sebagai Direktur Pusat Kajian Asia Tenggara
yang baru saja dibentuk pada Universitas Kyoto. Riset-riset yang dilakukan oleh
Ichimura meliputi survei sosio-ekonomi diberbagai provinsi di Indonesia. Dengan
latar belakang penulis tersebut maka buku ini dapat di jadikan sebuah Referensi
penulis dalam penelitian ini.
Buku ini merupakan kumpulan karya tulis yang komprehensif mengenai
perkembangan ekonomi Indonesia sejak akhir tahun 1960-an sampai tahun 1990an yang keseluruhanya mengkaji dan menganalisis masalah-masalah penting
perekonomian Indonesia. Buku ini merupakan hasil tambahan usaha bersama ahliahli ekonomi bangsa Indonesia dan Jepang selama bertahun-tahun guna
63
64
ini
pemerintah
Indonesia
dapat
menjalankan
kebijaksanaan