Anda di halaman 1dari 10

HUKUM PAJAK

TEORI, PEMUNGUTAN, SISTEM, DAN


TARIF PAJAK
Tugas

Oleh:
Rahmat Setiawan

118694011

Khoirun Nisa

118694013

Nur Maya Kholidah

118694018

Ullifatul Amalia

118694027

Oktiafery Wicaksono

118694033

Ahmad Kholid

118694037

Diana Amalia P.

118694045

UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA


FAKULTAS EKONOMI
JURUSAN S1 AKUNTANSI
2012

1. Perubahan Undang Undang Pajak


a) UU No 6 tahun 1983 di ubah dengan UU No 9 Tahun 1994 tentang ketentuan
umum dan tatacara perpajakan dan disusul dengan UU No 17 tahun 1997 tentang
badan penyelesaian sengketa pajak dan UU No 19 tahun 1997 tentang penagihan
pajak dengan surat paksa.
b) UU No 6 tahun 1983 di ubah dengan UU No 9 Tahun 1994 dan UU No 16 tahun
2000 dan terakhir dengan UU No 28 tahun 2007 tentang ketentuan umum dan
tata cara perpajakan dan disususl dengan UU No 14 tahun 2002 tentang
pengadilan pajak.
c) UU No 6 tahun 1983 diubah dengan UU No 9 tahun 1994, kemudian UU No 16
tahun 2000 dan terakhir kali dengan UU No 28 tahun 2007 tentang ketentuan
umum dan tata cara perpajakan.
d) UU No 7 tahun 1983 diubah dengan UU No 7 tahun 1991 dan UU No 10 tahun
1994 dan terakhir dengan UU No 17 tahun 2000 tentang pajak penghasilan.
e) UU No 8 tahun 1983 diubah dengan UU No 11 tahun 1994 dan terakhir kali
dengan UU No 18 tahun 2000 tentang pajak pertambahan nilai dan pajak
penjualan barang mewah.
f) Dasar hukum PPN (Pajak Pertambahan Nilai) dan PPNBM (Pajak Penjualan atas
Barang Mewah) UU No 8 tahun 1983 di rubah beberapa kali, dan perubahan
terakhir pada UU No 42 tahun 2009 tentang pajak pertambahan nilai barang dan
jasa dan pajak penjualan atas barang mewah.
g) Penghasilan tidak kena pajak berdasarkan pasal 7 ayat (1) UU No 7 tahun 1983
diubah terakhir kali dengan UU No 36 tahun 2008 tentang pajak penghasilan.
h) UU No 6 tahun 1983 diubah dengan UU No 19 tahun 2000 tentang ketentuan
umum dan tata caara perpajakan.
i) Pajak penghasilan dalam UU No 7 tahun 1983 diubah dengan UU No 7 tahun
1991, UU No 10 tahun 1994, UU No 17 tahun 2000 dan terakhir dengan UU No
36 tahun 2008
j) Pajak pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah
(PPNMB) dalam UU No 8 tahun 1983 diubah dengan UU No 11 tahun 1994
selanjutanya UU No 18 tahun 2000 dan terakhir UU No 42 tahun 2009.
k) Dasar hukum PBB (Pajak Bumi dan Bangunan) UU No 12 Tahun 1985 diubah
dengan UU No 12 tahun 1994

l) UU No 12 tahun 1985 diubah dengan UU No 12 tahun 1994 tentang pajak bumi


dan bangunan.
m) Pajak Bumi dan Bangunan diatur dalam UU No 12 tahun 1985 diubah dengan
UU No 12 tahun 1994.
n) Dasar hukum Bea Materai PP No 7 tahun 1995 diubah dengan PP No 24 tahun
2000 tentang perubahan tarif Bea Materai dan besarnya batas pengenai harga
nominal yang dikenakan Bea Materai.
o) UU No 19 tahun 1997 diubah dengan UU No 19 tahun 2000 tenang penagihan
pajak dengan surat paksa UU No 14 tahun 2002 tentang pengadilan pajak.
p) UU No 18 tahun 1997 diubah dengan UU No 34 tahun 2000 tentang pajak daerah
dan retribusi daerah (PDRD)
q) UU No 21 tahun 1997 diubah dengan UU No 20 tahun 2000 tenatng bea
perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB)
r) Bea Perolehan Hak atas Tahah dan Bangunan dalam UU No 20 Tahun 1997
diubah dengan UU No 20 tahun 2000.
s) Pajak Daerah dalam UU No 18 tahun 1997 diubah dnegan UU No 34 ttahun 2004
tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.

2. Teori Pembenaran Hukum Pajak


a. Teori Asuransi
Dalam teori ini beranggapan bahwa, negara dalam melaksanakan tugasnya,
mencakup pula tugas melindungi raga dan harta benda perseorangan. Oleh sebab itu,
negara disamakan dengan perusahaan asuransi. Untuk mendapatkan perlindungan,
warga negara membayar pajak sebagai premi. Teori ini telah lama di tinggalkan,
sebab perbandingan yang ada tidak cocok dengan kenyataan, yakni misalnya jika
seseorang meninggal, kecelakaan atau kehilangan, negara tidak adan mengganti
seperti halnya dengan asuransi. Selain itu, tidak ada hubungan langsung antara
pembayaran pajak dengan nilai perlindungannya terhadap pembayaran pajak.
b. Teori Kepentingan
Menurut teori ini pembayaran pajak memounyai hubungan dengan
kepentingan individu yang diperoleh dari pekerjaan negara. Makin banyak individu
mengenyam atau menikmati jasa dari pekerjaan negara, maka makin besar pula
pajaknya.

Teori ini meskipun masih berlaku pada retribusi namun sukar untuk
dipertahankan, sebab orang miskin dan pengangguran yang memperoleh bantuan dari
pemerintah menikmati banyak seklai jasa dari pekerjaan negara, tetapi merekajustru
tidak membayar pajak.
c. Teori Daya Pikul / Teori Gaya Pikul
Teori ini mengukakan bahwa pemungutan pajak harus sesuai dengan kekuatan
membayar dari para wajib pajak (individu individu) sehingga besaran semua pajak
pajak harus sesuai dengan kemampuan wajib pajak dengan memperhatikan pada
besarnya penghasilan, kekayaan, dan pengeluaran wajib pajak.
Kelemahan teori ini adalah sulitnya menentukan secara tepat daya pikul seseorang
(kemampuan finansial), karena akan berbeda dan selalu berubah ubah. Teori daya
pikul ini diterapkan pada Pajak Penghasilan, dimana wajib pajak baru akan dikenai
Pajak Penghasilan bila memperoleh penghasilan melebihi Pengahsilan Tidak Kena
Pajak (PTKP).
d. Teori Kewajiban Mutlak atau Teori Bakti
Teori ini daidasari paham organisasi negara (organische staatsleer) yang
mengajarkan

bahwa

negara

sebagai

organisasi

mempunyai

tugas

untuk

menyelenggarakan kepentingan umum. Negara harus mengambil tindakan atau


keputusan yang diperlukan termasuk keputusan dibidang pajak. Dengan sifat seperti
itu maka negara mempunyai hak mutlak untuk memungut pajak dan rakyat
berkewajiban membayar pajak.
Kelemahan dari reori ini adalah negara bisa menjadi otoriter sehingga
mengabaikan aspek keadilan dalam pemungutan pajak.
e. Teori Daya Beli
Teori ini tidak mempersoalkan asal muasal negara memungut pajak,
melainkan melihat pada efeknya dan memandang efek yang baik tersebut sebagai
dasar keadilannya. Menurut teori ini, fungsi pemungutan pajak adalah mengambil
daya beli rumah tangga masyakat untuk rumah tangga negara dan mekudian
dipergunakan untuk memelihara kesejahteraan bersama. Teori ini mengajarkan,
bahwa menyelenggrakan kepentingan masyarakat inilah yang dianggap sebagai dasar
keadilan pemungutan pajak, bukan di dasarkan atas kepentingan individu ataupun
individu, melainkan kepentingan masyrakat yang meliputi keduanya. Teori ini

menitik beratkan ajarannya kepada fungsi kedua dari pemungutan pajak, yakni fungsi
mengatur.

3. Sistem Perpajakan
Sistem pemungutan pajak dibagi menjadi 3 (tiga), yaitu :
1. Self Assesment System
Dalam sistem ini, Wajib Pajak diberikan kepercayaan oleh pemerintah
untuk menghitung, memperhitungkan, menyetor dan melaporkan jumlah pajak
yang terutang. Sedangkan fiscus hanya berperan untuk mengawasi. Pajak pusat
yang menggunakan sistem pemungutan ini adalah PPh (Pajak Penghasilan) dan
PPN (Pajak Pertambahan Nilai.
2. Official Assesment System
Dalam sistem pemungutan ini, fiscus berperan aktif dalam menghitung dan
menetapkan besarnya pajak yang terutang. Dalam sistem ini Wajib Pajak bersifat
pasif dan utang pajak timbul setelah dikeluarkannya Surat Ketetapan Pajak oleh
fiskus. Pajak pusat yang menganut sistem ini adalah Pajak Bumi dan Bangunan
(PBB).
3. Witholding System
Dalam sistem ini pihak ketiga, diberikan tanggung jawab untuk
menghitung, menetapkan, menyetor, dan melaporkan pajak yang sudah dipotong
atau dipungut. Sistem perpajakan ini lebih disebut sebagai pemotongan atau
pemungutan pajak.

4.

Penjelasan mengenai tarif pajak berdasarkan luasnya dan strukturnya .


- Berdasarkan Luasanya :
a) Tarif Marginal
Tarif marjinal pajak adalah tarif pajak yang dibebankan atas kenaikan
pendapatan. Tarif pajak marginal merupakan salah satu sistem pajak yang
dikenakan terhadap tambahan pendapatan tertentu; dalam sistem pajak
progresif yang dianut AS, tarif pajak marginal meningkat sejalan dengan
kenaikan pendapatan; ekonom percaya bahwa dari sisi penawaran ekonomis
(supply side economics) hal tersebut akan mengurangi gairah produktivitas

dan menghambat investasi; dalam upaya mengurangi tarif pajak marginal bagi
perseorangan dan badan usaha, para ekonom berpendapat bahwa peningkatan
usaha kerja dan investasi yang dihasilkan oleh pengurangan tarif pajak
tersebut akan mengurangi stagflasi.
Tarif Pajak Marginal adalah tarif yang segera akan berlaku apabila
penghasilan kena pajak Wajib Pajak akan melewati bracket tertentu.
Undang-Undangnya.
Tarif pajak Marginal dalam menentukan besarnya tarif pajaknya juga
mengacu pada Undang-Undang Pajak Penghasilan No. 17 Tahun 2000 Pasal
17 ayat 1 yaitu sebagai berikut:
Lapisan Penghasilan Kena Pajak
Sampai dengan Rp 25.000.000
Di atas Rp 25.000.000
Sampai dengan Rp 50.000.000
Di atas Rp 50.000.000
Sampai dengan Rp 100.000.000
Di atas Rp 100.000.000
Sampai dengan Rp 200.000.000
Di atas Rp 200.000.000

Tarif Pajak
5%
10 %

15 %

25 %
35 %

Contohnya:
Wajib pajak orang pribadi yang mempunyai PKP sebesar Rp
26.000.000 maka untuk jumlah Rp 25.000.000 dikenakan tarif 5% sedangkan
untuk jumlah Rp 1.000.000 dikenakan tarif marginal sebesar 10%. Persentase
tariff ini berlaku untuk suatu kenaikan dasar pengenaan pajak. Contoh 0
sampai Rp. 50.000.000 10% Rp. 50.000.000 sampai Rp. 100.000.000 15% dan
seterusnya.
b) Tarif Pajak Efektif
Tarif yang sesungguhnya berlaku atas penghasilan Wajib Pajak.
Penghasilan disini dapat berarti penghasilan kotor atau penghasilan netto atau
Penghasilan Kena Pajak, tergantung pada kebutuhan atau dari segi mana
seseorang ingin melihat beban tarifnya.

Undang-Undangnya:
Penggunaan tarif pajak efektif seperti pada Undang-Undang Pajak
Penghasilan No. 17 Tahun 2000 Pasal 17 A yaitu sebagai berikut:
Tarif pajak yang diterapkan atas Penghasilan Kena Pajak bagi:
Wajib pajak orang pribadi dalam negeri adalah sebagai berikut :
Lapisan Penghasilan Kena Pajak
Sampai dengan Rp 25.000.000
Di atas Rp 25.000.000
Sampai dengan Rp 50.000.000
Di atas Rp 50.000.000
Sampai dengan Rp 100.000.000
Di atas Rp 100.000.000
Sampai dengan Rp 200.000.000
Di atas Rp 200.000.000

Tarif Pajak
5%
10 %

15 %

25 %
35 %

Contohnya:
Wajib pajak yang bernama Pak Budi pada tahun 2001 mempunyai PKP
sebesar Rp 300.000.000. Jika dikenakan tarif yang diatur dalam pasal 17 ayat
(1) huruf a, maka jumlah pajak yang terutang adalah Rp 71.250.000. Dengan
perincian sebagai berikut:

Jumlah penghasilan kena pajak

Rp 300.000.000,00

Pajak Penghasilan terutang:


5% X Rp 25.000.000,00 = Rp 1.250.000,00
10% X Rp 25.000.000,00 = Rp 2.500.000,00
15% X Rp 50.000.000,00 = Rp 7.500.000,00
25% X Rp 100.000.000,00 = Rp 25.000.000,00
35% X Rp 100.000.000,00 = Rp 35.000.000,00 (+)
Rp 71.250.000,00
Sehingga Tarif efektifnya akan menjadi Rp 71.250.000 : Rp 300.000.000 =
23,75%

Persentase tarif pajak yang efektif berlaku atau harus diterapkan atas
dasar pengenaan pajak tertentu. Contoh Penghasilan Kena Pajak Rp.
80.000.000.
10% x Rp. 50.000.000

= Rp. 5.000.000

15% x Rp. 30.000.000

= Rp. 4.500.000

Total

= Rp. 9.500.000

Tarif efektifnya

= Rp. 9.500.000 x 100% = 11,87%

- Berdasarkan Strukturnya
a) Tarif Propoersional/Sebanding
Tariff pajak proposional yaitu berupa persentase tetap terhadap jumlah
berapapun yang menjadi dasar pengenaan pajak. Sering disebut tariff tunggal.
Contoh : Tarif Pajak Pertambahan Nilai 10%, PBB 0,5% dan BPHTB 5%
b) Tarif Progresif
Tarif pajak progresif adalah tariff yang persentasenya menjadi lebih besar
apabila yang menjadi dasar pengenaannya semakin besar. Misalnya :

Untuk Wajib Pajak Orang Pribadi:


-

0 sampai dengan Rp. 25.000.000 tarifnya 5%

Diatas Rp. 25.000.000 sampai dengan Rp. 50.000.000 tarifnya 10%

Diatas Rp. 50.000.000 sampai dengan Rp. 100.000.000 tarufnya 15%

Diatas Rp.100.000.000 sampai dengan Rp.200.000.000 tarufnya 25%

Diatas Rp. 2.00.000.000 tarifnya 35%

Untuk Wajib Pajak Badan dan BUT :


-

0 sampai dengan Rp. 50.000.000 tarifnya 10%

Diatas Rp. 50.000.000 sampai dengan Rp. 100.000.000 tarufnya 15%

Diatas Rp. 100.000.000 tarifnya 30%

c) Tarif Degresif
Tarif pajak degresif adalah persentase tariff pajak yang semakin menurun
apabila jumlah yang menjadi dasar pengenaan pajak menjadi semakin besar.
d) Tarif Tetap
Dalam tarif pajak tetap ini adalah tariff berupa jumlah yang ettap (sama
besarnya) terhadap berapapun jumlah yang menjadi dasar pengenaan pajak.

e) Tarif Pajak Advolerem


Merupakan tariff dengan persentase tertentu atas harga barang atau nilai
suatu barang. Misalnya tariff Bea MAsuk 10% dari Nilai Impor.
f) Tarif Spesifik
Merupakan tariff dengan jumlah tertentu atas suatu jenis atau satuan jenis
barang terten

5. Pemungutan Pajak dapat tercapai apabila asas-asas pemungutan pajak selalu


dipegang teguh. Salah satu asas pemungutan pajak ialah asas keadilan. Jelaskan
tentang asas keadilan pemungutan pajak!
-

Asas keadilan dalam pemungutan pajak tampak pada besaran tarif pajak yang di
kenakan pada masing masing wajib pajak yang berbeda beda, bergantung
pada besaran penghasilan wajib pajak dari masing masing wajib pajak. Semakin
besar penghasilan wajib pajaknya maka semakin besar pula pajak yang hasus di
bayarkannya, begitupun sebaliknya semakin kecil penghasilan kena pajaknya
maka semakin kecil pula pajak yang harus di serahkan.

Setiap warga negara Indonesia yang telah berpenghasilan dan penghasilan itu
sudah memenuhi batas pengenaan pajak maka setiap warga negara itu harus
membayar pajak. Tanpa melihat suku, ras, golongan, agama, gender dan status
kehidupan.

Apabila dalam pemungutan pajak, wajib pajak merasa keberatan atas pajak yang
dibayarkan atau dikenakan maka dalam hal ini asas keadilan berguna untuk
memberikan hak kepada setiap wajib pajak mengajukan keberatan penundaan dan
mengajukan banding kepada majelis pertimbangan pajak.

6. Tidak semua masyarakat mampu menafsirkan hukum pajak. Mengapa? Dan


bagaimana cara mengatasi kesulitan penafsiran tersebut?
Tidak semua masyarakat mampu menafsirkan hukum pajak karena kurangnya
kepedulian, kepekaan dan adanya rasa acuh tak acuh terhadap pajak, meskipun
pemerintah sudah berupaya keras untuk melakukan sosialisasi atas pajak.
Kemudian cara mengatasi kesulitan tersebut adalah dengan lebih memperketat
sosialisasi pajak dan menyisipkan nilai nilai pajak di lembaga lembaga pendidikan
formal. Sebagai contoh mengadakan olimpiade perpajakan dengan harapan terciptanya

generasi muda yang sadar akan pajak. Selain itu, dapat juga dengan pembekalan dalam
mata kuliah akuntansi perpajakan dan hukum pajak serta mata kuliah lainnya yang
berkaitan dengan pajak untuk memberikan informasi seputar sistem perpajakan di
Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai