TINJAUAN PUSTAKA
Divisi
Sub Divisi
Kelas
Ordo
: Euphorbiales
Famili
: Euphorbiaceae
Genus
: Manihot
Spesies
kayu berbatang bulat dan bergerigi yang terjadi dari bekas pangkal tangkai daun, bagian
tengahnya bergabus dan termasuk tumbuhan yang tinggi. Ubi kayu bisa mencapai
ketinggian 1-4 meter. Ubi kayu mempunyai panjang fisik rata-rata bergaris tengah 2-3
cm dan panjang 50-80 cm, tergantung dari jenis ubi kayu yang ditanam. Daging umbinya
berwarna putih atau kekuning-kuningan. Ubi kayu biasanya diperdagangkan dalam
bentuk masih berkulit. Umbinya mempunyai kulit yang terdiri dari 2 lapis yaitu kulit luar
dan kulit dalam. Daging umbi berwarna putih atau kuning. Di bagian tengah daging umbi
terdapat suatu jaringan yang tersusun dari serat. Antara kulit dalam dan daging umbi
terdapat lapisan kambium.
Ubi kayu menghasilkan umbi setelah tanaman berumur 6 bulan. Setelah tanaman
berumur 12 bulan dapat menghasilkan umbi basah sampai 30 ton per ha. Daun umbi
muda dari jenis yang beracun berguna untuk berbagai macam sayur. Daun yang kering
untuk makanan ternak. Batangnya dapat digunakan untuk kayu bakar dan kadang-kadang
untuk pagar hidup. Salah satu varietas tanaman ini mempunyai daun yang indah
warnanya yang dimanfaatkan sebagai tanaman hias (Syarief 1988).
Ubi kayu mengandung racun yang disebut asam sianida (HCN). Berdasarkan
kandungan asam sianidanya, ubi kayu dapat digolongkan menjadi empat yaitu (a)
golongan tidak beracun, mengandung HCN 50 mg per kg umbi segar yang telah diparut,
(b) beracun sedikit mengandung HCN antara 50 dan 80 mg per kg, (c) beracun,
mengandung HCN antara 80 dan 100 mg per kg dan (d) sangat beracun, mengandung
HCN lebih besar dari 100 mg per kg. Ubi kayu yang tidak beracun dikenal sebagai ubi
kayu manis sedangkan ubi kayu yang beracun disebut ubi kayu pahit.
Ubi kayu memiliki kelebihan sebagai bahan baku bioetanol yaitu dapat tumbuh di
tanah yang kurang subur, memiliki daya tahan yang tinggi terhadap penyakit, dan dapat
diatur waktu panennya. Potensi pengembangan produksi ubi kayu di Indonesia disajikan
pada Tabel 1.
Tabel 1. Perkembangan produksi ubi kayu Indonesia
Tahun
Produksi (Ton)
2000
1.284.040
16.089.020
2001
1.317.912
17.054.648
2002
1.276.533
16.912.901
2003
1.244.543
18.523.810
2004
1.255.805
19.424.707
2005
1.213.460
19.321.183
2006
1.227.459
19.986.640.
2007
1.201.481
19.988.058
2008
1.178.306
20.834.241
Tabel 2. Sifat fisiko kimia ubi kayu dan tepung ubi kayu
Komponen
Ubi kayu(b)
Air
62 65
59,40
Karbohidrat
32 35
38,10*
Protein
0,7 2,6
0,70
Lemak
0,2 0,5
0,20
Serat
0,8 1,3
0,6
Abu
0,3 1,3
1,00
Sumber : a. Kay (1979); b Balagopalan et al.(1988)
Keterangan : *) Dihitung berdasarkan by difference
2.2 Polisakarida Dalam Ubi Kayu
Polisakarida yang menyusun ubi kayu terdiri dari pati, selulosa dan hemiselulosa.
Pati pada tumbuhan dipergunakan sebagai cadangan makanan yang dapat diuraikan
menjadi glukosa dan dikonversikan menjadi energi. Pada saat yang tepat, tubuh tanaman
akan mensintesa -amilase, -amilase dan R-enzim yang secara bersama-sama
dipergunakan untuk memutuskan ikatan-ikatan rantai pati menjadi molekul-molekul
glukosa bebas (Tjokroadikoesoemo 1986).
Pati merupakan homopolimer glukosa dengan ikatan -glikosidik. Pati terdiri dari
dua fraksi yang dapat dipisahkan dengan air panas yaitu fraksi amilosa dan amilopektin.
Fraksi amilosa sifatnya larut dalam air panas dan fraksi amilopektin bersifat tidak larut.
Amilosa mempunyai struktur lurus dengan ikatan -(1,4)-D-glukosa, sedang amilopektin
mempunyai cabang dengan ikatan -(1,6)-D-glukosa sebanyak 4 5 % dari berat total
(Winarno 1992). Hidrolisis amilosa menghasilkan maltosa, glukosa dan oligosakarida
lainnya. Pada amilopektin
percabangannya saling berikatan melalui gugus -1,6. Ikatan -1,6 sangat sukar
diputuskan, apalagi jika dihidrolisis menggunakan katalisator asam.
Selulosa merupakan polimer glukosa dengan rantai linier yang terdiri dari satuan
glukosa anhidrida yang saling berikatan melalui atom karbon pertama dan keempat.
Ikatan yang terbentuk disebut dengan
menyebabkan selulosa bersifat kristalin, tidak mudah larut dan tidak mudah didegradasi
secara kimia maupun mekanis. Rumus bangun selulosa disajikan pada Gambar 2.
dihasilkan gas CO2 dengan perbandingan stokiometri yang sama dengan etanol yang
dihasilkan yaitu 1 : 1. Setelah melalui proses pemurnian, gas CO2 dapat digunakan
sebagai bahan baku gas dalam pembuatan minuman berkarbonat.
Fermentasi adalah suatu proses perubahan kimia pada substrat organik, baik
karbohidrat, protein, lemak atau lainnya, melalui kegiatan katalis biokimia yang dikenal
sebagai enzim dan dihasilkan oleh jenis mikroba spesifik (Prescott dan Dunn 1981).
Secara biokimia fermentasi juga dapat diartikan sebagai pembentukan energi melalui
senyawa organik. Secara sederhana proses fermentasi alkohol dari bahan baku yang
mengandung gula atau glukosa terlihat pada reaksi berikut:
Glukosa
Dari reaksi diatas, 70% energi bebas yang dihasilkan dibebaskan sebagai panas dan
secara teoritis 100% karbohidrat diubah menjadi 51,1% etanol dan 48,9 % menjadi CO2.
Fermentasi menurut jenis medianya dapat dibedakan menjadi dua, yaitu
fermentasi media padat dan media cair. Fermentasi media padat adalah fermentasi yang
subtratnya tidak larut dan tidak mengandung air bebas, tetapi cukup mengandung air
untuk keperluan mikroba. Fermentasi media cair adalah proses fermentasi
yang
subtratnya larut atau tersuspensi dalam media cair. Fermentasi media padat umumnya
berlangsung pada media dengan kadar air berkisar antara 60-80 %.
Dalam proses fermentasi, glukosa dapat diubah secara anaerobik menjadi alkohol
oleh bermacam-macam mikroorganisme. Khamir sering digunakan dalam proses
fermentasi etanol, seperti Saccharomyces cerevisiae, S. uvarum, Schizosaccharomyces sp
dan Kluyveromyces sp. Secara umum khamir dapat tumbuh dan memproduksi etanol
secara efisien pada pH 3,5-6,0 dan suhu 28-35oC. Laju awal produksi etanol dengan
menggunakan khamir akan meningkat pada suhu yang lebih tinggi, namun produktifitas
keseluruhan menurun karena adanya
(Ratledge 1991). Khamir yang sering dipergunakan dalam proses fermentasi etanol
adalah Saccharomyces cereviseae. Khamir ini bersifat fakultatif anaerobik, tumbuh baik
pada suhu 30oC dan pH 4,0 4,5 (Oura 1983).
Produksi etanol dari substrat gula oleh khamir Saccharomyces cereviseae
merupakan proses fermentasi dengan kinetika sangat sederhana karena hanya melibatkan
satu fasa pertumbuhan dan produksi. Pada fase tersebut glukosa diubah secara simultan
11
menjadi biomassa, etanol dan CO2. Terdapat dua parameter yang mengendalikan
pertumbuhan dan methabolisme khamir dalam keadaan anaeorobik, yaitu konsentrasi
gula dan etanol. Secara kinetik glukosa berperan ganda, pada konsentrasi rendah (kurang
dari 1 g/l) merupakan substrat pembatas, sedangkan pada konsentrasi tinggi (lebih dari
300 g/l) akan menjadi penghambat (Mangunwidjaja 1994). Pada permulaan proses
fermentasi, khamir memerlukan oksigen untuk pertumbuhannya. Setelah terjadi akumulsi
CO2 dan reaksi berubah menjadi anaerob, alkohol yang terbentuk akan menghalangi
proses fermentasi lebih lanjut setelah konsentrasi alkohol mencapai 13-15 persen volume
dan biasanya maksimum 13 persen volume (Prescott dan Dunn 1981). Selama proses
fermentasi juga menimbulkan panas, bila tidak dilakukan pendinginan, maka suhu akan
terus meningkat sehingga proses fermentasi terhambat (Oura 1983).
Faktor lingkungan seperti suhu, pH, kebutuhan nutrient dan kofaktor perlu
diperhatikan dalam kehidupan khamir. Sejumlah kecil oksigen harus disediakan pada
proses fermentasi oleh khamir karena oksigen merupakan komponen yang diperlukan
dalam biosintesis beberapa asam lemak tidak jenuh. Untuk kebutuhan oksigen dalam
proses fermentasi, biasanya diberikan tekanan oksigen 0,05 0,10 mm Hg. Jika
tekanan oksigen yang diberikan lebih besar dari nilai tersebut, maka konversi akan
cenderung
kearah
dengan
komponen utama sel khamir, yaitu mencakup karbon, oksigen, nitrogen dan hidrogen.
Pada jumlah lebih rendah, fosfor, sulfur, potasium dan magnesium juga harus tersedia
untuk sintesis komponen-komponen mineral. Beberapa mineral seperti Mn, Co, Cu dan
Zn serta faktor pertumbuhan organik seperti asam amino, asam nukleat dan vitamin
diperlukan dalam jumlah besar untuk pertumbuhan khamir.
2.4 Hidrolisis Asam
Konversi polisakarida menjadi monomer-monomer dapat dilakukan dengan
proses hidrolisis baik secara enzimatis maupun secara kimiawi.
Hidrolisis secara
kimiawi biasanya menggunakan asam. Asam yang sering dipergunakan adalah asam
sulfat, asam klorida dan asam fosfat. Hidrolisis asam pada dasarnya ada 2 jenis, yaitu
hidrolisis pada suhu rendah dengan konsentrasi asam tinggi (concentrated-acid
hydrolisis) dan hidrolisis pada suhu tinggi dengan konsentrasi asam rendah (dilute-acid
12
hydrolisis) (Taherzadeh dan Keikhosro 2007). Pemilihan antara kedua metode kimiawi
ini didasarkan pada pertimbangan laju hidrolisis, tingkat degradasi, produk dan biaya
total produksi.
pertukaran ion dan asam dapat dikonsentrasikan kembali dengan proses evaporasi
(Demirbas 2007).
Hidrolisis asam dengan konsentrasi rendah merupakan proses yang murah dan
cepat untuk memperoleh gula dari bahan lignoselulosa.
Namun,
memutuskan rantai pati menjadi molekul-molekul glukosa pada bagian non pereduksi,
baik pada ikatan -1,4 dan -1,6 glikosidik (Tjokroadikoesoemo 1986).
Selulosa dapat dikonversi menjadi produk-produk bernilai ekonomi yang lebih
tinggi seperti etanol, glukosa dan pakan ternak dengan jalan menghidrolisis selulosa
dengan bantuan selulase sebagai biokatalisator atau dengan hidrolisis asam atau basa.
Selulase adalah enzim yang dapat mengkatalis terjadinya reaksi hidrolisis selulosa
menjadi glukosa. Keuntungan hidrolisisi ensim dibandingkan dengan hidrolisis asam
adalah kondisi reaksi ringan dan tidak terjadi reaksi samping yang berarti.
Enzim selulase dapat diproduksi oleh mikroorganisme, seperti T.viride atau T.
reesei. Mikroorganisme selulolitik mampu menghasilkan selulase kompleks, yaitu suatu
campuran beberapa jenis selulase yang berbeda. Selulase kompleks mampu
menghidrolisis kristal selulosa menjadi gula-gula
spesies bakteri yang dapat memproduksi enzim selulase dan hemiselulase adalah
Clostridium, Cellumonas, Thermomonospora, Bacillus, Bacteriodes, Ruminococcus,
Erwinia, Acetovibrio, Microbispora dan Streptomyces, dan jamur seperti Tricoderma,
Penicillium, Fusarium, Phanerochaete, Humicola dan Schizophillum spp. Walaupun
enzim selulase dapat diproduksi oleh berbagai macam mikroorganisme, enzim selulase
dari T. reesei atau T viride telah banyak dipelajari dan mempunyai karakteristik yang
paling baik.
Enzim selulase kompleks terdiri dari tiga enzim utama yaitu endoglukanase,
eksoglukanase dan selobiase. Endoglukanase menghidrolisis ikatan 1,4 -glikosidik
secara acak pada daerah amorf selulosa menghasilkan glukosa, selobiosa dan
selodekstrin. Eksoglukanase menghidrolisis selodekstrin dengan memutus unit selobiosa
dari ujung rantai polimer. Selobiase menghidrolisis selobiosa dan selo-oligosakarida
menjadi glukosa ( Wu et al. 2000; Jeewon 1997).
Enzim endoglukonase atau endoselulase menguraikan kristal-kristal penyusun
serat selulosa dan melepaskan ikatan pada rantai kristal membentuk selulosa tunggal.
Selulosa tunggal tersebut diurai oleh eksoglukonase atau eksoselulase menjadi unit-unit
selobiase yang merupakan disakarida. Selobiase diuraikan menjadi glukosa oleh glukosidase.
15
Moniliales. Kapang ini mudah dilihat karena penampakannya berserabut seperti kapas,
namun jika spora telah timbul akan tampak berwarna hijau tua. T. viride
mampu
memproduksi komplek enzim selulase yang lengkap yaitu endoselulase dan eksoselulase
16
yang dapat menghidrolisis selulosa kristalin dan selulosa non kristalin. Pada enzim
selulase dapat terjadi sinergisme antara eksoselulase dengan endoselulase, melainkan
juga antar eksoselulase.
Pertumbuhan T. viride optimal pada pH sekitar 4,0, sedangkan untuk produksi
enzim selulase mendekati ph 3,0. Selama produksi enzim, pH harus dipertahankan dalam
kisaran 3,0 4,0 karena inaktivasi enzim akan terjadi di bawah pH 2,0. Suhu optimum
pertumbuhan
tetap stabil pada pH 3 7. suhu optimum adalah 50 oC dan aktivitasnya akan menurun
jika suhunya lebih dari 50 oC.
T. viride
enzim endo-1,4--xilanase yang dapat mendegradasi xilan. Berat molekul xilanase yang
dihasilkan dari T. viride
1999). Palmvist et al. (1997) dan Larsson et al. (1999), melaporkan Trichoderma
mampu secara simultan melakukan proses detoksifikasi dan produksi enzim secara
simultan pada hidrolisat asam yang mengandung senyawa-senyawa inhibitor seperti
furfural dan HMF. Kapang ini juga mampu memetabolisme gula dari golongan pentosa
maupun heksosa dan tidak terlalu sensitif terhadap material-material lignoselulosik.
2.7 Aspergillus niger
Aspergillus niger termasuk genus Aspergillus, famili Eurotiaceae dan ordo
Eurotiales. Kapang ini mempunyai miselium bercabang dan berseptat. Kapang umumnya
bersifat aerob dan tumbuh baik pada kisaran suhu 25 30 oC, namun genus Aspergillus
dapat tumbuh pada kisaran suhu 35 37 oC. Kapang ini dapat tumbuh dengan baik pada
suhu 30 oC dengan pH optimum 7,0 atau agak asam dan besifat tidak tahan panas. A.
niger dalam media pertumbuhan dapat langsung mengkonsumsi molekul-molekul
sederhana seperti gula dan komponen lain yang larut disekitar hifa, namun untuk
molekul-molekul yang lebih kompleks seperti selulosa, pati dan protein harus dipecah
terlebih dahulu sebelum masuk kedalam sel.
Pembentukan enzim ekstraseluler A. niger berlangsung lebih baik pada suhu
kamar yaitu 25 28 oC dari pada suhu optimum pertumbuhannya (37,8 oC). Sintesis
17
enzim akan menurun pada suhu lebih dari 30 oC karena energi respirasi lebih banyak
dipergunakan untuk pembentukan spora dari pada untuk membentuk miselium.
A. niger dikenal sebagai kapang penghasil asam sitrat, anilin, pektinase, selulase,
-1,4-glikan hidrolase, protease, -amilase, glukoamilase, maltase, -galaktosidase, glukosidase,
-glukosidase,
asam
glukonat,
glukosa
oksidase,
asam
oksalat,
Hasil
18
Glukosa
Glukosa-6-P
Fruktosa-6-P
Fruktosa-1,6-di-P
Gliseraldehida-3-P
Dihidroksiaseton
fosfat
Gliseraldehida-3-P
1,3-di fosfogliserat
3-fosfogliserat
2-fosfogliserat
Fosfoenolpiruvat
Piruvat
19