Anda di halaman 1dari 11

Mekanisme Terjadinya Hepatitis B serta

Hubungannya Sebagai Penyakit Akibat


Kerja
Kevin Giovanno
102011208

Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

PENDAHULUAN
Undang-undang No.23 tahun 1992 tentang Kesehatan, Pasal 23 tentang Kesehatan Kerja
menyatakan bahwa kesehatan kerja diselenggarakan agar setiap pekerja dapat bekerja secara
sehat tanpa membahayakan diri sendiri dan masyarakat sekelilingnya, agar diperoleh
produktivitas yang optimal, sejalan dengan program perlindungan tenaga kerja. Perlindungan
utamanya ditujukan pada Penyakit Akibat Kerja/Akibat Hubungan Kerja dan Kecelakaan Akibat
Kerja.1
Perkembangan industri mengubah pola penyakit yang ada di masyarakat khususnya bagi
pekerja. Pekerja menghabiskan sepertiga waktunya tiap hari di tempat kerja dimana lingkungan
kerja berbeda dengan lingkungan sehari-hari. Pajanan dan proses kerja menyebabkan gangguan
kesehatan.2
Data International Labour Organization (ILO) tahun 2003 didapatkan setiap hari 6000
orang meninggal karena pekerjaan, 1 orang tiap 15 detik dan 2,2 juta per tahun akibat penyakit
atau kecelakaan yang berhubungan dengan pekerjaan. Jumlah pria yang meninggal dua kali lebih
banyak daripada wanita. Indonesia menduduki peringkat ke-26 dari 27 negara. Data di Indonesia
jumlah pekerja berdasarkan Biro Pusat Statistik tahun 2000 adalah 95 juta orang, 50% bekerja di
sektor pertanian, kehutanan dan perikanan, 70-80% angkatan kerja bergerak di sektor informal.
Pekerja di sektor itu umumnya bekerja dalam lingkungan kerja yang kurang baik, manajemen
kurang terorganisasi, perlindungan kerja tidak optimal, dan tingkat kesejahteraan yang kurang.1

PEMBAHASAN
Penyakit Kerja Akibat Pajanan Biologis
Dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, pasal 23 dinyatakan
bahwa upaya Kesehatan dan Keselamatan Kerja harus diselenggarakan di semua tempat kerja,
khususnya tempat kerja yang mempunyai risiko bahaya kesehatan, mudah terjangkit penyakit
atau mempunyai karyawan paling sedikit 10 orang.4
Berbeda dengan pajanan lainnya, pajanan biologis tidak memiliki nilai ambang/ NAB,
karena pada pajanan terendah sekalipun, apabila mikroorganismenya sangat virulen dan daya
tahan tubuh sedang rendah maka dapat menimbulkan penyakit.4
Penyakit akibat kerja karena pajanan biologis adalah penyakit yang disebabkan pajanan
biologis yang terjadi akibat kontak langsung dengan bahan kerja, proses kerja, dan lingkungan
kerja. Pajanan biologis dapat terjadi karena akibat:4

Proses kerja dan bahan kerja


Bila pekerja terpajan bahan biologis karena bekerja langsung dengan bahan biologis
tersebut ataupun merupakan hasil langsung dari proses kerja yang dilakukan pekerja.

Lingkungan kerja
Bila pekerja terpajan lingkungan yang tercemar pajanan biologis yang berasal langsung
dari proses kerja di tempat kerja. Ini termasuk penyakit akibat kerja. Sebagai contoh,
penyakit hepatitis pada petugas laboratorium kesehatan.
Bila pekerja terpajan bahan biologis akibat tercemarnya lingkungan kerja oleh suatu
bahan biologis yang tidak langsung akibat proses kerja seperti hygene dan pemeliharan
tempat kerja yang tidak baik bukan merupakan PAK.

Diagnosis klinis
Diagnosis klinis merupakan suatu penegakan status keadaan yang dialami oleh seseorang
mengenai penyakit yang sedang dialaminya. Penegakan diagnosis dilihat berdasarkan keluhan
dan gejala yang timbul dari pasien, dalam menegakkan suatu diagnosis diperlukan beberapa
tahapan antara lain:

1. Anamnesis
Untuk memastikan kemunculan gejala dalam hubungannya dengan pekerjaan perlu
ditanyakan: apakah gejala yang timbul membaik pada saat istirahat atau liburan?, apakah
terdapat pekerja lain yang menderita gejala yang sama di lingkungan kerja?, apakah terjadi
pajanan debu, uap, atau partikel-partikel zat kimia yang beracun di lingkungan kerja?.2
Kemudian pertanyaan kronologis tentang pekerjaan terdahulu sampai sekarang,
mengenai: deskripsi lingkungan tempat kerja, infromasi tentang bahan yg dipakai, proses kerja,
produk yang dihasilkan serta tata cara penanganan limbah industri, lama bekerja di masingmasing tempat kerja, deskripsi tugas dan jadwal waktu kerja/shift, jumlah hari absen dan
alasannya, penggunaan APD, prosedur pemeriksaan fisik sebelum masuk kerja, adanya
pekerjaan lain disamping pekerjaan utama (misalnya kerja malam hari).2
Riwayat kesehatan lingkungan. Dan terakhir mengenai industri lain di sekeliling
tempat kerja (tingkat polusi lingkungan, pajanan limbah indsutri/percikan zat beracun dari
tempat lain).2
Pada skenario diketahui bahwa tuan X, 28 tahun, seorang analis sejak 5 tahun yang lalu.
Datang dengan keluhan lemas dan sering demam sejak seminggu yang makin lama makin berat.
Mual serta kembung sejak 2 hari yang lalu. Air kencing gelap seperti air teh. Tuan X tidak
menggunakan APD seperti sarung tangan dan masker saat bekerja, riwayat tertusuk jarum
disangkal.

2. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum

: Tampak sakit sedang

Kesadaran

: Compos mentis

Tanda-tanda vital
Tekanan darah : 130/80 mmHg
Frekuensi nadi

: 68x/menit

Frekuensi napas

: 22x/menit

Suhu

: 37,8C

Pemeriksaan mata
Sklera

: Ikterik

Konjunctiva

: Tidak tampak anemis

Pemeriksaan abdomen
Hepar teraba 1 jari dibawah arcus costae

3. Pemeriksaan Penunjang
Enzim SGOT dan SGPT meningkat dengan konsentrasi puncak mencapai 500-5000 U/L
(bervariasi). Kadar bilirubin serum jarang melebihi 10mg/dL dan kadar alkali fosfatase serum
akan normal atau hanya meningkat sedikit. Pada morfologi darah tepi (MDT) ditemukan
gambaran normal atau limfositosis ringan.
Pemeriksaan serologi
1. HBsAg

Diagnosis infeksi hepatitis B terutama dengan mendeteksi hepatitis B surface antigen


(HBsAg) dalam darah. Kehadiran HBsAg berarti bahwa ada infeksi virus hepatitis B
aktif. Menyusul suatu paparan pada virus hepatitis B, HBsAg menjadi terdeteksi dalam
darah dalam waktu empat minggu. Pada individu-individu yang sembuh dari infeksi virus
hepatitis B akut, eliminasi atau pembersihan dari HBsAg terjadi dalam waktu empat
bulan setelah timbulnya gejala-gejala.Infeksi virus. Hepatitis B kronis didefinisikan
sebagai HBsAg yang menetap lebih dari 6 bulan.6
2. Anti-HBs
Setelah HBsAg dieliminasi dari tubuh, antibodi-antibodi terhadap HBsAg (anti-HBs)
biasanya timbul. Anti-HBs ini menyediakan kekebalan pada infeksi virus hepatitis B
yang

berikutnya. Sama seperti individu-individu yang telah berhasil divaksinasi

terhadap virus hepatitis B mempunyai anti-HBs yang dapat diukur dalam darah.6
3. Anti-HBc
HBc hanya dapat ditemukan dalam hati dan tidak dapat terdeteksi dalam darah.
Kehadiran dari jumlah-jumlah yang besar dari hepatitis B core antigen dalam hati
mengindikasikan suatu reproduksi virus yang sedang berlangsung. Ini berarti bahwa
virus aktif. Antibodi terhadap hepatitis B core antigen, dikenal sebagai antibodi hepatitis
B core (anti-HBc) yang terdeteksi dalam darah ada dua macam yakni IgM dan IgG.6
4. HBeAg, anti-HBe,
HBeAg dan antibodi-antibodinya, anti-HBe, adalah penanda-penanda (markers) yang
bermanfaat untuk menentukan kemungkinan penularan virus oleh seseorang yang
menderita infeksi virus hepatitisB kronis. Mendeteksi keduanya HBeAg dan anti-HBe
dalam darah biasanya adalah eksklusif satu sama lain. Sesuai dengan itu, kehadiran
HBeAg berarti aktivitas virusyang sedang berlangsung dan kemampuan menularkan pada
yang lainnya, sedangkan kehadiran anti HBe menandakan keadaan yang lebih tidak

aktif

dari virus dan risiko penularan yang lebih kecil.6


5. HBV DNA
Penanda yang paling spesifik dari replikasi dan aktivitas virus hepatitis B. Metode yang
digunakan adalah PCR. Tujuan mengukur hepatitis B virus DNA biasanya adalah untuk
menentukan apakah infeksi virus hepatitis B aktif atau tidak aktif (diam). Perbedaan ini
dapat dibuat berdasarkan jumlah hepatitis B virus DNA dalam darah. Tingkat-tingkat

yang tinggi dari DNA mengindikasikan suatu infeksi yang aktif, dimana tingkat-tingkat
yang rendah mengindikasikan suatu infeksi yang tidak aktif (tidur).6
Tabel 1. Virologi Hepatitis B2
HBsAg

Anti-HBs

Anti-HBc

IgM

anti HBeAg

HBV-DNA

HBc
Hep B Akut +

Hep

B +

+/-

Carrier

Vaksinasi

Sembuh

Kronis

Pajanan
Penyakit hati dalam praktik kesehatan kerja tidak jauh berbeda dengan masalah yang
dihadapi. Secara umum, sel hati dapat dirusak (efek hepatoseluler) dan mekanisme transpor dari
dan ke sel hati dapat terhambat (efek obstruktif). Kedua kelainan ini dapat berlanjut menjadi
sakit kuning. Pajanan utama di tempat kerja yang berhubungan dengan penyakit hati adalah
bahan kimia dan agen infeksi.7
1. Agen kimia
Beberapa hepatotoksin bekerja dengan menyebabkan penyakit akut saat terjadi pajanan.
Hal ini biasanya disebabkan pajanan tersebut yang berat tapi pada kasus lain, seperti pada
kasus yang jarang yaitu keracunan fosfor kuning, walaupun dalam pajanan yang kecil,
efek yang terjadi dapat merupakan bencana besar dengan kematian sel hati yang luas.
Kini, kebanyakan pajanan di tempat kerja relatif rendah sehingga apapun efek yang
terjadi mungkin disebabkan pajanan kronis dosis rendah yang mengarah ke penyakit
keracunan hati kronis.

2. Agen penyebab infeksi


Pekerja laboratorium yang harus memproses organisme atau spesimen biologis yang
terinfeksi merupakan kelompok yang dapat terpajan berbagai jenis agen penyebab
infeksi. Beberapa agen tersebut akan menyebabkan sebagaian kelainan patologi.
Jika dihubungkan dengan skenario, kemungkinan besar penyakit akibat kerja yang diderita tuan
X adalah akibat pajanan biologis yang disebabkan agen infeksi, yakni virus hepatitis B.
Hubungan Diagnosis Klinis dengan Pajanan
Resiko transmisi HBV lewat jarum suntik kira-kira 30%. Bagaimanapun juga, lebih dari
50% infeksi akut HBV pada orang dewasa adalah tanpa gejala/asimptomatik. Mengingat bahwa,
10% dari infeksi akut HBV dapat berujung pada infeksi kronis. Sejumlah besar dari mereka
yang terinfeksi HBV akibat pekerjaan akan menjadi cronic asimptomatik carier.8
HBV dapat bertahan hidup setidaknya 1 bulan pada lingkungan yang kering pada
temperatur kering. Ini menimbulkan peluang tambahan bagi pekerja untuk mendapat HBV
infeksi ketika pekerja dengan luka terbuka, kulit terabrasi, atau mukosa membran yang kontak
dengan permukaan yang terkontaminasi. Faktanya, hampir semua infeksi okupasional tidak
memiliki cedera perkutan yang jelas untuk transmisi HBV ini.8
Pada skenario, diketahui bahwa pekerjaan tuan X adalah sebagai analis laboratorium.
Baik hepatitis B maupun C dapat menular melalui mikrolesi atapun tusukan jarum. Tetapi pada
umumnya hepatitis C tidak memberikan gejala dan ALT,AST cenderung normal. Prevalensi
hepatitis B dibanding C juga berbeda jauh. Dimana prevalensi hepatitis B lebih sering ditemukan
di Indonesia.8
Jumlah Pajanan
Untuk memastikan seberapa terpapar pasien dengan pajanan biologis dipastikan dengan
mengukur kadar pajanan tersebut dalam darah, dimana pada pajanan biologis tidak memiliki
NAB/nilai ambang batas sebagaimana ada pada pajanan kimia. Pada pajanan biologi ditentukan
oleh daya tahan atau virulensi dari mikroorganisme tersebut.2

HBs Ag

IgM anti HAV

IgM anti HBc

Intepretasi diagnostic

Hepatitis B akut

Hepatitis B kronis

Hepatitis A akut susperimpose


Hepatitis B

Hepatitis akut A dan B

Hepatitis akut A

Hepatitis akut A dan B (HBs Ag


bawah ambang)

Hepatitis B akut (Ag bawah)

Faktor individu
Individu seseorang akan mempengaruhi orang tersebut akan mengalami hepatitis B atau
tidak. Penyakit hepatitis B tidak ditularkan melalui makanan namun melalui percikan darah atau
hubungan seksual sehingga higienis seseorang dalam melakukan tindakan yang berisiko
menimbulkan hepatitis B harus diantisipasi dengan baik misalnya dengan melakukan cucitangan,
hal ini dilakuakan demi menekan angka kejadian penyakit, contohnya seseorang yang
menggunakan sarung tangan dalam menggunakan jarum suntik hal ini bertujuan untuk mencegah
paparan virus.6
Berdasarkan kasus pasien belum pernah mengalami penyakit ini sebelumnya. Namun
yang menjadi penyebab timbulnya kecelakaan kerja adalah oleh karena pasien yang tidak
melakukan tindakan sesuai dengan standar operasional praktek, seperti tidak menggunakan alat
pelindung diri yang teratur dalam melakukan pekerjaannya sehingga hal ini dapat menimbulkan
penyakit hepatitis B. Penyakit ini tidak diketahui apakah dialami dengan orang tuanya atau tidak,
sehingga tidak dapat diketahui apakah penyakit ini diturunkan atau tidak.

Peranan Faktor Lain


Apakah ada faktor lain yang dapat merupakan penyebab penyakit? Seperti misalnya hobi
tuan X, kebiasaan sehari hari, pekerjaan sambilan. Apakah penderita mengalami pajanan lain
yang diketahui dapat merupakan penyebab penyakit. Meskipun demikian, adanya penyebab lain
tidak selalu dapat digunakan untuk menyingkirkan penyebab di tempat kerja.2
Diagnosis
Berdasarkan 7 langkah diagnosis penyakit akibat kerja dapat disimpulkan bahwa hepatitis
b yang diderita pasien adalah didapatkan akibatnya adanya transmisi dari mikrolesi ketika tuan X
ini bekerja di laboratorium. Jadi hepatitis B yang dialami tuan X dapat disebutkan sebagai
penyakit akibat kerja.
Tatalaksana
Tabel 4. Tatalaksana Hepatitis B.9
HbeAg

HBV DNA

ALT

Terapi

2xBANN

Efikasi terhadap terapi rendah

(>10 )
+

Observasi bila ALT meningkat


+

2xBANN

-Mulai

terapi

dengan

interferon

alfa,lamivudin atau adefovir


-End point
terapi : serokonversi HBeAg dan timbulnya anti
HBe. Durasi terapi Interferon selama 16
-

>2BANN

-Mulai terapi dengan : interferon


-End point
terapi : normalisasi kadarALT dan HBV DNA
(pemeriksaanPCR)

tidak

terdeteksi-Durasi

terapi :Interferon selama satu tahun

Pencegahan
Dalam tindakan pencegahan kita dapat melakukan pengawasan standar, hal ini bertujuan demi
terciptanya lingkungan kerja yang sesuai standar operasional. Adapun yang perlu di perhatikan
adalah

Proses alat apakah sesuai dengan standar seperti (dekontaminasi, pencucian, dan
sterilisasi/DTT).

Membersihkan permukaan tubuh dari barang yang terkontaminasi cairan tubuh.

Penggunaan alat pelindung diri, seperti memakai sarung tangan pada waktu melakukan
tindakan yang memungkinkan terjadinya kontak dengan cairan tubuh atau mencuci alatalat yang terkontaminasi, penggunaan alas kaki tertutup, menggunakan alat pelindung
wajah (google atau mask) bila melakukan tindakan yang berisiko terkena cipratan
vaksinasi hepatitis B dan bila terpajan maka kita harus dengan cepat membersihkan
sampai bersih dengan air dan sabun, bila terkena mata, hidung atau mulut lakukan
pembilasan selama 10 menit, dan pemeriksaan HbsAg pada penderita yang telah terpajan
dan melakukan pengontrolan 6 bulan setelah pajanan.

Deteksi dini
Tindakan ini dianjurkan untuk dilakukan oleh petugas kesehatan termasuk petugas
laboratorium adapun pemeriksaan yang perlu dilakukan untuk melakukan deteksi dini
antara lain (tes fungsi liver, status vaksinasi, dan tes serologi HbsAg).

Kesimpulan
Berdasarkan diagnosis 7 langkah okupasi dapat ditarik kesimpulan bahwa penyakit hati
yang diderita tuan X adalah akibat pajanan biologi yang dia terima di tempat kerjanya. Hal ini
disebabkan karena tuan X tidak menggunakan sarung tangan.
Infeksi hepatitis B merupakan infeksi yang disebabkan oleh HBV, virus ini termasuk
golongan hepadnavirus dengan genom DNA. Penularan infeksi ini dapat terjadi melalui jarum
suntik atau kontak dengan darah dan cairan semen. Seseorang yang terinfeksi oleh HBV biasa
akan mengalami gejala flu-like syndrome mual, muntah, atau malaise.

Penyakit ini berisiko tinggi dialami oleh tenaga kesehatan oleh karena tingginya angka
kontak pekerjaan dengan cairan darah yang mungkin saja infeksius, sehingga untuk mencegah
timbulnya penyakit ini adalah dengan melakukan pekerjaan laboratorium sesuai dengan standar
operasional kerja.

Daftar Pustaka
1. Sumamur. Higieni perusahaan dan kesehatan kerja (HIPERKES). Ed 2.Jakarta : Sagung
Seto; 2013.
2. Harrianto R. Kesehatan kerja. Jakarta: EGC; 2008. h. 2,16-7.
3. Healey, Bernard J. Introduction to occupational health in public health practice. San
Fransisco: A Wiley Imprint; 2009. p. 206-7.
4. Kementerian Kesehatan RI. Penyakit akibat kerja karena pajanan biologi. Jakarta:
Kementerian Kesehatan RI; 2011. h. 3-5,16-8.
5. Di unduh dari: http://www.cdc.gov/biosafety/publications/bmbl5/bmbl5_sect_iv.pdf.
6. Gish RG, Locarnini S. Chronic hepatitis b viral infection. In: Yamada T. 5th ed. Oxford:
Blackwell Publishing; 2009.p. 2112-38.
7. Jeyaratnam J. Buku ajar kedokteran kerja. Jakarta: EGC; 2009. h. 212.
8. Shanahan JF, Barahona M, Boyle PJ. Current occupational and environment medicine.
America; McGraw-Hill Companies Inc. p. 266-7.
9. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata MK, Setiati S. Ilmu penyakit dalam.
Jakarta: Internal Publishing; 2009. h. 1521-24.

Anda mungkin juga menyukai