Anda di halaman 1dari 11

BAB II

PEMBAHASAN
A. Pengertian
Istilah retensio plasenta dipergunakan jika plasenta belum lahir jam sesudah
anak lahir. (Sastrawinata, 2008:174)
Pengertian tersebut juga dikuatkan oleh Winkjosastro (2006:656) yang
menyebutkan retensio plasenta adalah apabila plasenta belum lahir setangah jam
setelah janin lahir. (10)
Retensio plasenta adalah belum lepasnya plasenta dengan melebihi waktu
setengah jam. Keadaan ini dapat diikuti perdarahan yang banyak, artinya hanya
sebagian plasenta yang telah lepas sehingga memerlukan tindakan plasenta manual
dengan segera. Bila retensio plasenta tidak diikuti perdarahan maka perlu
diperhatikan ada kemungkinan terjadi plasenta adhesive, plasenta akreta, plasenta
inkreta, plasenta perkreta. (Manuaba (2006:176).
Plasenta inkarserata artinya plasenta telah lepas tetapi tertinggal dalam uterus
karena terjadi kontraksi di bagian bawah uterus atau uteri sehingga plasenta tertahan
di dalam uterus. (Manuaba (2006:176).
Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa retensio plasenta ialah
plasenta yang belum lahir dalam setengah jam setelah janin lahir, keadaan ini dapat
diikuti perdarahan yang banyak, artinya hanya sebagian plasenta yang telah lepas
sehingga memerlukan tindakan plasenta manual dengan segera.
Plasenta yang belum lahir dan masih melekat di dinding rahim oleh karena
kontraksi rahim kurang kuat untuk melepaskan plasenta disebut plasenta adhesiva.
Plasenta yang belum lahir dan masih melekat di dinding rahim oleh karena villi
korialisnya menembus desidua sampai miometrium disebut plasenta akreta. Plasenta
yang sudah lepas dari dinding rahim tetapi belum lahir karena terhalang oleh
lingkaran konstriksi di bagian bawah rahim disebut plasenta inkarserata. (9)
Perdarahan hanya terjadi pada plasenta yang sebagian atau seluruhnya telah
lepas dari dinding rahim. Banyak atau sedikitnya perdarahan tergantung luasnya

bagian plasenta yang telah lepas dan dapat timbul perdarahan. Melalui periksa dalam
atau tarikan pada tali pusat dapat diketahui apakah plasenta sudah lepas atau belum
dan bila lebih dari 30 menit maka kita dapat melakukan plasenta manual.
(Sulisetiya.blogspot.com/2010/03).
Retensio plasenta (Placental Retention) merupakan plasenta yang belum lahir
dalam setengah jam setelah janin lahir. Sedangkan sisa plasenta (rest placenta)
merupakan tertinggalnya bagian plasenta dalam rongga rahim yang dapat
menimbulkan perdarahan postpartum dini (Early Postpartum Hemorrhage) atau
perdarahan post partum lambat (Late Postpartum Hemorrhage) yang biasanya terjadi
dalam 6-10 hari pasca persalinan. (9)

2.2.2 Penyebab Retensio Plasenta


A. Etiologi dasar meliputi : (9)
1.

Faktor maternal

a)

Gravida berusia lanjut

b)

Multiparitas

2.

Faktor uterus

a)

Bekas sectio caesaria, sering plasenta tertanam pada jaringan cicatrix uterus

b)

Bekas pembedahan uterus

c)

Anorrali dan uterus

d)

Tidak efektif kontraksi uterus

e)

Pembentukan contraction ring

f)

Bekas curetage uterus, yang terutama dilakukan setelah abortus

g)

Bekas pengeluaran plasenta secara maual

h)

Bekas ondometritis

3.

Faktor plasenta

a)

Plasenta previa

b)

Implantasi corneal

c)

Plasenta akreta

d)

Kelainan bentuk plasenta


Latar belakang keaadaan yang nampaknya umum terjadi pada semua kondisi
penyebab adalah defisiensi endometrium dan desisua. Diantaranya adalah : (9)

a)
b)

Desidua yang melapisi jaringan cicatrix bekas sectio caesar kurang memadai
Pada wanita yang pernah mengalami plasenta previa, pengembangan desidua pada
segmen bawah rahim relatif jelek

c)

Desidua pada cornu uterina biasanya hipoplastik

d)

Pada banyak wanita dengan meningkatnya usia dan paritas terjadi penurunan
Kecukupan desidua secara progresif

e)

Bekas curetage atau pengeluaran plasenta secara manual merupakan indikasi bahwa
perlekatan plasenta yang abnormal menjadi alasan diperlukannya prosedur tersebut.
B. Etiologi berdasar abnormalitas pada tingkata kala III, meliputi :
Penyebab Retentsio Plasenta menurut Sastrawinata (2006:174) adalah:

a.

Fungsional: (11)
1) His kurang kuat (penyebab terpenting)
2) Plasenta sukar terlepas karena tempatnya (insersi di sudut tuba);
bentuknya (plasenta membranasea, plasenta anularis); dan ukurannya (plasenta yang
sangat kecil).
Plasenta yang sukar lepas karena penyebab di atas disebut plasenta adhesive.

b.

Patologi anatomi: (11)

1) Plasenta akreta (Villi chorialis menanamkan diri lebih dalam pada dinding rahim
daripada biasa, yaitu sampai ke batas atas lapisan otot).
2) Plasenta inkreta (Increta Villi chorialis sampai masuk ke dalam lapisan otot rahim).
3) Plasenta perkreta (Villi chorialis menembus lapisan otot dan mencapai serosa atau
menembusnya).
Sebab-sebabnya plasenta belum lahir bisa oleh karena: (10)
a) Plasenta belum lepas dari dinding uterus;
b) Plasenta sudah lepas, akan tetapi belum dilahirkan.

Apabila plasenta belum lahir sama sekali, tidak terjadi perdarahan; jika lepas
sebagian, terjadi perdarahan yang merupakan indikasi untuk mengeluarkannya. (10)
Plasenta

belum

lepas

dari

dinding

uterus

karena:

kontraksi uterus kurang kuat untuk melepaskan plasenta (plasenta adhesiva); plasenta
melekat erat pada dinding uterus oleh sebab vili korialis menembus desidua sampai
miometrium- sampai di bawah peritoneum (plasenta akreta-perkreta). (10)
Plasenta yang sudah lepas dari dinding uterus akan tetapi belum keluar,
disebabkan oleh tidak adanya usaha untuk melahirkan atau karena salah penanganan
kala III, sehingga terjadi lingkaran konstriksi pada bagian bawah uterus yang
menghalangi keluarnya plasenta (inkarserasio plasenta). (10)
Menurut Manuaba (2006:301) kejadian retensio plasenta berkaitan dengan:
a)

Grandemultipara dengan implantasi plasenta dalam bentuk plasenta adhesive,


plasenta akreta, plasenta inkreta, dan plasenta perkreta.

b)

Mengganggu kontraksi otot rahim dan menimbulkan perdarahan.

c)

Retensio plasenta tanpa perdarahan dapat diperkirakan:

Darah penderita terlalu banyak hilang

Keseimbangan baru berbentuk bekuan darah, sehingga perdarahan tidak terjadi

Kemungkinan implantasi plasenta terlalu dalam


Plasenta manual dengan segera dilakukan:

Terdapat riwayat perdarahan postpartum berulang

Terjadi perdarahan postpartum berulang

Pada pertolongan persalinan dengan narkosa

Plasenta belum lahir setelah menunggu selama setengah jam

2.2.4 Jenis Dari Retensio Plasenta


Jenis dari retensio plasenta adalah tertahannya atau belum lahirnya plasenta
hingga atau melebihi waktu 30 menit setelah bayi lahir (Prawirohardjo, 2002)
Jenis retensio plasenta :

a)

Plasenta adhesiva adalah implantasi yang kuat dari jonjot korion plasenta sehingga
menyebabkan kegagalan mekanisme separasi fisiologis.

b)

Plasenta akreta adalah implantasi jonjot korion plasenta hingga memasuki sebagian
lapisan miomentrium..

c)

Plasenta

inkreta

adalah

implantasi

jonjot

korion

plasenta

hingga

mencapai/memasuki miomentrium.
d)

Plasenta

perkreta

adalah

implantasi

jonjot

korion

plasenta

yang

menembus lapisan otot hingga mencapai lapisan serosa dinding uterus.


e)

Plasenta inkaserata adalah tertahannya plasenta didalam kavum uteri, disebabkan


oleh konstriksi ostium uteri.

2.2.5 Etiologi Dan Patogenesis


Setelah bayi dilahirkan, uterus secara spontan berkontraksi. Kontraksi dan
retraksi otot-otot uterus menyelesaikan proses ini pada akhir persalinan. Sesudah
berkontraksi, sel miometrium tidak relaksasi, melainkan menjadi lebih pendek dan
lebih tebal. Dengan kontraksi yang berlangsung kontinyu, miometrium menebal
secara progresif, dan kavum uteri mengecil sehingga ukuran juga mengecil.
Pengecilan mendadak uterus ini disertai mengecilnya daerah tempat perlekatan
plasenta. (9)
Ketika jaringan penyokong plasenta berkontraksi maka plasenta yang tidak
dapat berkontraksi mulai terlepas dari dinding uterus. Tegangan yang ditimbulkannya
menyebabkan lapis dan desidua spongiosa yang longgar memberi jalan, dan
pelepasan plasenta terjadi di tempat itu. Pembuluh darah yang terdapat di uterus
berada di antara serat-serat otot miometrium yang saling bersilangan. Kontraksi seratserat otot ini menekan pembuluh darah dan retaksi otot ini mengakibatkan pembuluh
darah terjepit serta perdarahan berhenti. (9)
Pengamatan terhadap persalinan kala tiga dengan menggunakan pencitraan
ultrasonografi secara dinamis telah membuka perspektif baru tentang mekanisme kala
tiga persalinan. Kala tiga yang normal dapat dibagi ke dalam 4 fase, yaitu: (9)

1)

Fase laten, ditandai oleh menebalnya dinding uterus yang bebas tempat plasenta,
namun dinding uterus tempat plasenta melekat masih tipis.

2)

Fase kontraksi, ditandai oleh menebalnya dinding uterus tempat plasenta melekat
(dari ketebalan kurang dari 1 cm menjadi > 2 cm).

3)

Fase pelepasan plasenta, fase dimana plasenta menyempurnakan pemisahannya dari


dinding uterus dan lepas. Tidak ada hematom yang terbentuk antara dinding uterus
dengan plasenta. Terpisahnya plasenta disebabkan oleh kekuatan antara plasenta yang
pasif dengan otot uterus yang aktif pada tempat melekatnya plasenta, yang
mengurangi permukaan tempat melekatnya plasenta. Akibatnya sobek di lapisan
spongiosa.

4)

Fase pengeluaran, dimana plasenta bergerak meluncur. Saat plasenta bergerak


turun, daerah pemisahan tetap tidak berubah dan sejumlah kecil darah terkumpul di
dalam rongga rahim. Ini menunjukkan bahwa perdarahan selama pemisahan plasenta
lebih merupakan akibat, bukan sebab. Lama kala tiga pada persalinan normal
ditentukan oleh lamanya fase kontraksi. Dengan menggunakan ultrasonografi pada
kala tiga, 89% plasenta lepas dalam waktu satu menit dari tempat implantasinya.
Tanda-tanda lepasnya plasenta adalah sering ada semburan darah yang mendadak,
uterus menjadi globuler dan konsistensinya semakin padat, uterus meninggi ke arah
abdomen karena plasenta yang telah berjalan turun masuk ke vagina, serta tali pusat
yang keluar lebih panjang. Sesudah plasenta terpisah dari tempat melekatnya maka
tekanan yang diberikan oleh dinding uterus menyebabkan plasenta meluncur ke arah
bagian bawah rahim atau atas vagina. Kadang-kadang, plasenta dapat keluar dari
lokasi ini oleh adanya tekanan inter-abdominal. Namun, wanita yang berbaring dalam
posisi terlentang sering tidak dapat mengeluarkan plasenta secara spontan. Umumnya,
dibutuhkan tindakan artifisial untuk menyempurnakan persalinan kala IV. Metode
yang biasa dikerjakan adalah dengan menekan secara bersamaan dengan tarikan
ringan pada tali pusat. (9)
Faktor-faktor

yang

mempengaruhi

pelepasan

plasenta:

Kelainan dari uterus sendiri, yaitu anomali dari uterus atau serviks; kelemahan dan

tidak efektifnya kontraksi uterus, kontraksi yang kuat dari uterus, serta
pembentukan constriction ring. Kelainan dari plasenta, misalnya plasenta letak
rendah atau plasenta previa dan adanya plasenta akreta. Kesalahan manajemen kala
tiga persalinan, seperti manipulasi dari uterus yang tidak perlu sebelum terjadinya
pelepasan dari plasenta menyebabkan kontraksi yang tidak ritmik, pemberian
uterotonik yang tidak tepat waktunya yang juga dapat menyebabkan serviks kontraksi
dan menahan plasenta; serta pemberian anestesi terutama yang melemahkan kontraksi
uterus. (9)

Tanda dan gejala


Gejala

Akreta parsial

Inkarserata

Akreta

Konsistensi uterus

Kenyal

Keras

Cukup

Tinggi fundus

Sepusat

2 jari bawah pusat Sepusat

Bentuk uterus

Discoid

Agak globuler

Discoid

Perdarahan

Sedang banyak

Sedang

Sedikit

tidak ada
Tali pusat

Terjulur sebagian

Terjulur

Tidak terjulur

Ostium uteri

Terbuka

Konstriksi

Terbuka

Pelepasan plasenta

Lepas sebagian

Sudah lepas

Melekat
seluruhnya

Syok

Sering

Jarang

Jarang sekali,
kecuali akibat
inversion
oleh

tarikan

kuat pada tali


pusat

A. MANIFESTASI KLINIK
Gejala yang selalu ada adalah plasenta belum lahir dalam 30 menit,
perdarahan segera, kontraksi uterus baik. Gejala yang kadang-kadang timbul
yaitu tali pusat putus akibat retraksi berlebihan, inversi uteri akibat tarikan,
perdarahan lanjutan. Tertinggalnya plasenta (sisa plasenta), gejala yang
selalu ada yaitu plasenta atau sebagian selaput (mengandung pembuluh
darah) tidak lengkap dan perdarahan segera. Gejala yang kadang-kadang
timbul uterus berkontraksi baik tetapi tinggi fundus tidak berkurang.
Penilaian retensio plasenta harus dilakukan dengan benar karena ini
menentukan sikap pada saat bidan akan mengambil keputusan untuk
melakukan manual plasenta.
B. DIAGNOSIS
Anamnesis: meliputi pertanyaan tentang periode prenatal, meminta
informasi mengenai episode perdarahan postpartum sebelumnya, paritas,
serta riwayat multipel fetus dan polihidramnion. Serta riwayat pospartum
sekarang dimana plasenta tidak lepas secara spontan atau timbul perdarahan
aktif setelah bayi dilahirkan.
Pada pemeriksaan pervaginam, plasenta tidak ditemukan di dalam
kanalis servikalis tetapi secara parsial atau lengkap menempel di dalam
uterus

C. PENATALAKSANAAN
Untuk memperkecil komplikasi dapat dilakukan tindakan profilaksis
dengan
a. Memberikan uterotonika IV atau IM
D. b. Memasang tamponade uterovaginal
c. Memberikan antibiotic
E. d. Memasang infuse dan persiapan transfuse darah

F.

Placenta manual merupakan tindakan operasi kebidanan untuk


melahirkan retensio placenta yang dilakukan secra manual (
menggunakan tangan ) dari tempat implantasinya dan kemudian
melahirkannya keluar dari kavum uteri.

G. Penanganan dengan cara Manual Plasenta:


H. a)

Pemasangan cairan infuse Tujuannya untuk menambah cairan

/ tenaga ibu
I. b)

Menjelaskan kepada ibu tentang prosedur dan tujuan tindakan

J. c)

Siapkan alat

K. d)

Cuci tangan

L. e)

Mengosongkan kandung kemih Jika ibu tidak mampu

berkemih sendiri, lakukan pemasangan kateter


M. f)

Jepit tali pusat dengan klem pada jarak 5-10 Cm dari vulva,

tegangkan dengan 1 tangan sejajar dengan lantai


N. g)

Masukkan tangan ke dalam kavum uteri secar obstetric dengan

menelusuri sisi bawah tali pusat


O. h) Satelah

mencapai

bukaan

serviks,

minta

asisten

untuk

menegangkan klem tali pusat kemudian pindahkan tangan luar untuk


menahan fundus
P. i)

Sambil menahan fundus, masukkan tangan hingga ke kavum uteri

sampai mencapai tempat implantasi placenta


Q. j) Bentangkan tangan obstetric menjadi datar seperti member salam
R. k) Tentukan implantasi placenta, temukan tepi placenta paling bawah
S. Bila placenta berimplantasi di korpus belakang, tali pusat tetap di
sebelah atas dan sisipkan ujung jari diantara placenta dan dinding
uterus dimana punggung tangan menghadap ke bawa
T. Bila di korpus depan maka pindahkan tangan ke sebelah atas tali
pusat dan sisipkan ujung jari tangan diantara placenta dan dinding
uterus dimana punggung tangan menghadap ke atas

U. l)

Setelah ujung jari masuk diantara placenta dan dinding uterus

maka perluas
V. Pelepasan placenta dengan jalan menggeser tangan ke kanan dan
kiri sambil digeserkan keatas hingga semua pelekatan placenta terlepas
dari dinding uterus.
W. m) Sementara 1 tangan masih di dalam kavum uteri, lakuakn
eksplorasi untuk menilai tidak ada sisa placenta yang tertinggal
X. n)

Pindahkan tangan luar dari fundus ke supra symfisis kemudian

minta asisten untk menarik tali pusat sambil tangan dalam membawa
placenta keluar
Y. o)

Lakukan penekanan uterus, kea rah dorso cranial setelah placenta

di lahirkan dan tempatkan placenta di dalam wadah yang disediakan


Z. p) Periksa kembali tanda vital ibu
AA.

q) Beri tahu ibu dan keluarga bahwa tindakan telah selesai

tetapi ibu masih memerlukan pemantauan dan asuhan lanjutan


BB.

r)

Lakukan pemantauan ibu hingga 2 jam pasca tindakan

CC.

s)

Segera setelah placenta lahir, lakukan masase fundus uteri

DD.

t)

Jika uterus tidak berkontraksi dalam waktu 15 detik,

lakukan KBI, KBE, KBA

EE. KOMPLIKASI
Plasenta harus dikeluarkan karena dapat menimbulkan bahaya
: Perdarahan Terjadi terlebih lagi bila retensio plasenta yang terdapat sedikit
pelepasan hingga kontraksi memompa darah tetapi bagian yang melekat
membuat luka tidak menutup. Infeksi Karena sebagai benda mati yang
tertinggal didalam rahim meingkatkan pertumbuhan bakteri dibantu dengan
pot dentre dari tempat perlekatan plasenta. Terjadi polip plasenta sebagai

masa proliferative yang mengalami infeksi sekunder dan nekrosis. Terjadi


degenerasi (keganasan) koriokarsinoma. Dengan masuknya mutagen,
perlukaan yang semula fisiologik dapat berubah menjadi patologik
(displastik-dikariotik) dan akhirnya menjadi karsinoma invasive, proses
keganasan akan berjalan terus. Sel ini tampak abnormal tetapi tidak ganas.
Para ilmuwan yakin bahwa beberapa perubahan abnormal pada sel-sel ini
merupakan langkah awal dari serangkaian perubahan yang berjalan lambat,
yang beberapa tahun kemudian bisa menyebabkan kanker. Karena itu
beberapa perubahan abnormal merupakan keadaan pre kanker, yang bisa
berubah menjadi kanker (Manuaba, IGB. 1998:300)

Anda mungkin juga menyukai