Anda di halaman 1dari 2

Vonis Kasus Pembajakan Software Masih Lembek

Ardhi Suryadhi detikinet


Jakarta - Hukuman yang dijatuhkan kepada para pelaku tindak pembajakan software dirasa
masih terlalu ringan. Padahal, mereka sudah terbukti bersalah.
Dijelaskan Kombespol Toni Hermanto, Kanit I Indag Direktorat II Ekonomi Khusus Bareskrim
Mabes Polri, UU Hak Cipta Pasal 72 ayat 3 yang mengatur pembajakan software memiliki batas
maksimal hukuman 5 tahun kurungan dan denda Rp 500 juta. Sementara batas minimal denda
Rp 1 juta dan kurungan 1 bulan.
Namun pada kenyataannya, sering kali putusan pengadilan memberikan hukuman yang tidak
maksimal alias rendah dan tidak menimbulkan efek jera.
"Lihat saja pada kasus PT K yang diproses sejak 2008 lalu dan baru diputuskan November 2009.
Sudah lama prosesnya, hukumannya cuma 6 bulan penjara dan denda Rp 10 juta," tukasnya,
dalam jumpa pers di Restoran Sindang Reret, Jakarta, Rabu (13/1/2009).
Tim Nasional Penanggulangan Pelanggaran HaKI sendiri, lanjut Toni, telah memberi perhatian
akan hal ini. "Tapi kita juga tidak bisa terlalu ikut campur prosesnya di pengadilan," lanjutnya.
Johannes Dicky, CEO Businessoft Indonesia menambahkan, di wilayah Eropa juga telah dipakai
sistem penegakan hukum proporsional yang dianggap bakal menimbulkan efek jera.
"Karena yang sebelumnya lebih ringan, sedangkan investasi di industri TI sendiri cukup
besar,"pungkasnya. ( ash / faw )
Sumber:http://us.detikinet.com/read/2010/01/13/131823/1277534/399/vonis-kasus-pembajakansoftware-masih-lembek
Komentar:
Seiring dengan berkembangnya teknologi, perangkat lunak atau yang sering kita sebut dengan
software pun berkembang dengan begitu pesat. Software-software yang ada sekarang juga
beragam.
Hal ini juga tentu tidak dilewatkan oleh para pembajak software, karena bisa mendatangkan
keuntungan yang menggiurkan. Apalagi perkembangan teknologi menyebabkan kebutuhan akan
software tertentu meningkat. Seperti kita tahu bersama harga software ori mahal, maka tidak
jarang banyak orang yang menggunakan software bajakan.
Meskipun telah ada Hak Paten atau Hak Kekayaan Intelektual (HAKI) yang melindungi dari
para pembajak software. Namun sayangnya pembajak software makin membludag, bukan malah
berkurang malah bertambah jumlahnya. UU HAKI nampaknya belum bisa membendung para
pembajak software. Apalagi setelah membaca kasus di atas, hukuman bagi para pembajak
software masih dirasa kurang, sehingga tidak menimbulkan efek jera bagi pelakunya. Hal ini
juga turut memperparah pembajakan software di negara kita, walaupun memang masih banyak
faktor lainnya yang tidak bisa diabaikan.
Harus disadari oleh semua pihak bahwa pembajakan merupakan sesuatu yang salah dilihat dari
aspek manapun. Dilihat dari aspek hukum jelas salah, sudah ada UU yang mengatur tentang hal

tersebut. Dari aspek agama juga demikian, karena pembajakan sama saja dengan mendzolimi
orang lain. Selanjutnya jika semua orang telah menyadari bahwa pembajakan merupakan sesuatu
yang salah, maka harus ada solusi bagi orang tersebut untuk mendapatkan software yang legal.
Oleh karena itu, ada baiknya jika pemerintah tidak hanya menghukum para pembajak software
dengan seberat-beratnya tetapi juga pemerintah harus mencari dan mempelajari factor-faktor
yang menyebabkan pembajakan software makin marak. Kemudian mencari solusi untuk
mengatasi pembajakan software tersebut. Nampaknya masalah pembajakan software ini memang
masih menjadi PR untuk pemerintah kita. Kita berharap saja akan ada solusi yang terbaik untuk
kasus ini.

Anda mungkin juga menyukai