Anda di halaman 1dari 24

Untuk melengkapi tugas mata kuliah Reproductive System

COLLABORATIVE LEARNING

ASPHYXIA DAN RESUSITASI NEONATUS

KELOMPOK 4
Disusun oleh
Slamet Eko Raharjo

(125070201131019 )

Palupi Desanti N.

(125070207131002)

Iskadarsih

(125070201131020 )

Endah Septiyanti

(125070207131003)

Vivi Wulan A.

(125070201131021 )

Adelaine Ratih K.

(125070207131004)

Fepti Yulita

(125070201131022 )

Dinni Nurul Kurnia I

(125070207131005)

Ayu Rindu Lestari

(125070206131001)

Farikhah Mahdalena (125070201131023 )


Celine Rosalia Ishaq

(125070207131001)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG

A. DEFINISI
Beberapa sumber mendefinisikan asfiksia neonatorum dengan berbeda :

Ikatan Dokter Anak Indonesia


Asfiksia neonatorum adalah kegagalan napas secara spontan dan teratur
pada saat lahir atau beberapa saat setelah saat lahir yang ditandai dengan
hipoksemia, hiperkarbia dan asidosis.

WHO
Asfiksia neonatorum adalah kegagalan bernapas secara spontan dan teratur
segera setelah lahir.

ACOG dan AAP


Seorang neonatus disebut mengalami asfiksia bila memenuhi kondisi
sebagai berikut:
-

Nilai Apgar menit kelima 0-3

Adanya asidosis pada pemeriksaan darah tali pusat (pH<7.0)

Gangguan neurologis (misalnya: kejang, hipotonia atau koma)

Adanya gangguan sistem multiorgan (misalnya: gangguan kardiovaskular,


gastrointestinal, hematologi, pulmoner, atau sistem renal).

Asfiksia dapat bermanifestasi sebagai disfungsi multiorgan, kejang dan ensefalopati


hipoksik-iskemik, serta asidemia metabolik. Bayi yang mengalami episode hipoksia-iskemi
yang signifikan saat lahir memiliki risiko disfungsi dari berbagai organ, dengan disfungsi otak
sebagai pertimbangan utama.

B. KLASIFIKASI
Klasifikasi berdasarkan nilai APGAR
1. Asfiksia Ringan (nilai APGAR 7-10) dengan manifestasi sebagai berikut :
a. Takipnea dengan napas lebih dari 60 kali per menit
b. Bayi tampak sianosis
c. Adanya retraksi sela iga
d. Bayi merintih (grunting)
e. Adanya pernapasan cuping hidung
f.

Bayi kurang aktifitas

g. Dari pemeriksaan auskultasi diperoleh hasil ronchi, rales, dan wheezing positif.
2. Asfiksia Sedang (nilai APGAR 4-6)

a. Frekuensi jantung menurun menjadi 60-80 kali permenit


b. Usaha napas lambat
c. Tonus otot biasanya dalam keadaan baik
d. Bayi masih bisa bereaksi terhadap rangsangan yang diberikan
e. Bayi tampak sianosis
f.

Tidak terjadi kekurangan oksigen yang bermakna selama proses persalinan

3. Asfiksia Berat (nilai APGAR 0-3)


a. Frekuensi jantung kecil, yaitu < 40 kali per menit
b. Tidak ada usaha napas
c. Tonus otot lemah bahkan hampir tidak ada
d. Bayi tidak dapat memberikan reaksi jika diberikan rangsangan
e. Bayi tampak pucat bahkan sampai berwarna kelabu
f.

Terjadi kekurangan oksigen yang berlanjut sebelum atau sesudah persalinan

C. ETIOLOGI
Penyebab secara umum dikarenakan adanya gangguan pertukaran gas atau
pengangkutan O2 dari ibu ke janin, pada masa kehamilan, persalinan atau segera setelah
lahir. (Arif, 2009)
Etiologi asfiksia neonatorum menurut AHA dan American Academy of Pediatric
(AAP) mengajukan penggolongan penyebab kegagalan pernafasan pada bayi yang terdiri dari
:
1. Faktor Ibu
a. Hipoksia ibu
Hipoksia ibu ini berakibat pada hipoksia janin. Hipoksia ibu dapat terjadi
karena hipoventilasi akibat pemberian obat analgesic atau anesthesia lain.
b. Gangguan aliran darah uterus
Berkurangnya aliran darah pada uterus akan menyebabkan berkurangnya
aliran oksigen ke plasenta dan janin.
2. Faktor Plasenta
Pertukaran gas antara ibu dan janin dipengaruhi oleh luas dan kondisi plasenta.
Asfiksia janin akan terjadi bila terdapat gangguan mendadak pada plasenta, misalnya
solusio plasenta, perdarahan plasenta dan lain-lain.
3. Faktor Janin

Kompresi umbilicus akan mengakibatkan terganggunya aliran darah dalam


pembuluh darah umbilicus dan menghambat pertukaran gas antara ibu dan janin. Hal
ini dapat ditemukan pada keadaan tali pusat menumbung, tali pusat melilit leher dan
lain-lain.
4. Faktor Neonatus
Depresi pusat pernafsan pada bayi baru lahir dapat terjadi karena beberapa hal,
yaitu :
a. Pemakaian obat anestesi dan analgesic yang berlebihan
b. Trauma persalinan
c. Kelainan kongenital bayi seperti hernia diafragmatika, atresia saluran pernafasan,
hypoplasia paru dan lain-lain.

D. FAKTOR RISIKO
1. Faktor Ibu
a. Umur Ibu
Bagian komponen dari status reproduksi adalah umur ibu dan jumlah paritas
atau jumlah persalinan. Pada kelompok ibu berumur 20-30 tahun angka kematian
ibu lebih rendah dibanding dengan kelompok ibu berumur kurang dari 20 tahun,
dan dibanding dengan kelompok ibu berumur 35 tahun atau lebih.Umur, tinggi
badan dan berat badan wanita merupakan risiko kehamilan. Wanita yang berumur
15 tahun atau lebih muda meningkatkan resiko preeclampsia. Wanita yang berumur
35 tahun atau lebih meningkat risikonya dalam masalah-masalah seperti tekanan
darah tinggi, gestasional diabetes (diabetes yang berkembang pada saat kehamilan)
dan komplikasi selama kehamilan. 24 Pada umur kurang dari 20 tahun, organ-organ
reproduksi belum berfungsi dengan sempurna, sehingga bila terjadi kehamilan dan
persalinan akan mudah mengalami komplikasi. Selain itu, kekuatan otot-otot
perineum dan otot-otot perut belum bekerja secara optimal.
b. Hipertensi pada Kehamilan
Preeclampsia

dan

eklampsia

dapat

mengakibatkan

keterlambatan

pertumbuhan janin dalam kandungan atau Intrauterine Growth Restriction (IUGR)


dan kelahiran mati. Hal ini disebabkan karena preeklampsia dan eklampsiapada ibu
akan menyebabkan perkapuran di daerah plasenta. Sedangkan bayi memperoleh
makanan dan oksigen dari plasenta, dengan adanya perkapuran di daerah plasenta,
suplai makanan dan oksigen yang masuk ke janin berkurang

c. Perdarahan Antepartum
Perdarahan antepartum merupakan perdarahan pada kehamilan diatas 22
minggu hingga menjelang persalinan yaitu sebelum bayi dilahirkan.Komplikasi
utama dari perdarahan antepartum adalah perdarahan yang menyebabkan anemia
dan syok yang menyebabkan keadaan ibu semakin jelek. Keadaan ini yang
menyebabkan gangguan ke plasenta yang mengakibatkan anemia pada janin
bahkan terjadi syok intrauterin yang mengakibatkan kematian janin intrauterine.
d. Infeksi Berat (Malaria, Sifilis, TBC, HIV)
e. Kehamilan postdate (sesudah 42 minggu kehamilan)
f.

Amnionitis

g. Anemia
Pada anemia terdapat penurunan transportasi oksigen dari paru ke jaringan
perifer.Kemampuan transportasi oksigenmakin turun sehingga konsumsi oksigen
janin tidak terpenuhi.Selama kehamilan, anemia lazim terjadi dan biasanya
disebabkan oleh defisiensi besi sekunder terhadap kehilangan darah sebelumnya
atau masukan besi yang tiidak adekuat.
2. Faktor Bayi
a. Bayi Prematur
Bayi yang lahir premature (sebelum 37 minggu kehamilan) mempunyai
organ dan alat-alat tubuh yang belum berfungsi normal untuk bertahan hidup
diluar rahim.Makin muda umur kehamilan, fungsi organ tubuh bayi makin kurang
sempurna, prognosis juga semakin buruk. Karena masih belum berfungsinya organorgan tubuh secara sempurna seperti sistem pernafasan maka terjadilah asfiksia
b. Berat Bayi Lahir (BBL)
c. Kelainan bawaan (kongenital) seperti hernia diafragmatika, atresia/stenosis
pernafasan, hypoplasia paru dan lain-lain.
d. Air ketuban bercampur meconium (warna kehijauan)
3. Faktor Plasenta
Gangguan pertukaran gas di plasenta yang akan menyebabkan asfiksia janin. Fungsi
plasenta akan berkurang sehingga tidak mampu memenuhi kebutuhan O2 dan
menutrisi metabolisme janin. Asfiksia janin terjadi bila terdapat gangguan mendadak
pada plasenta.Kemampuan untuk transportasi O2 dan membuang CO2 tidak cukup
sehingga metabolisme janin berubah menjadi anaerob dan akhirnya asidosis dan PH
darah turun. Dapat terjadi pada bentuk :

a. Lilitan tali pusat.


b. Tali pusat pendek.
c. Simpul tali pusat.
d. Prolapsus tali pusat.
4. Faktor Neonatus
Depresi pusat pernafasan pada bayi baru lahir dapat terjadi karena beberapa hal,
yaitu:
a. Pemakaian obat analgesi/ anastesi yang berlebihan sehingga ibu secara langsung
dapat menimbulkan depresi pusat pernafasan janin.Analgesia dan anastesi
obstetrik maternal diberikan untuk menghilangkan nyeri akibat kontraksi uterus
dan pelahiran pervaginam atau perabdominam. Idealnya analgesia dan anastesia
obstetrik tidak boleh memperburuk kontraksi uterus, usaha meneran ibu atau
mengganggu kesejahteraan ibu dan janin.
b. Trauma persalinan, misalnya perdarahan intrakranial.
5. Faktor Persalinan
a. Perabdominam Sectio Caesarea (SC)
b. Pervaginam (teknik Bracht, manual aid, vakum ekstraksi)
c. Partus lama atau macet
d. Ketuban pecah dini.

E. EPIDEMIOLOGI
Di Indonesia, setiap tahun ada 4.604.000 bayi lahir hidup. Dari jumlah itu sebanyak
100.454 (21,80 pers seribu ) meninggal sebelum berusia sebulan ( neonatal ). Itu berate 275
neonatal meninggal setiap hari atau sekita 184 neonatal dini meninggal setiap hari, atau
setiap satu jam ada 8 bayi neonatal dini saja. Angka kematian bayi berumur kurang dari
setahun pun masih tinggi.
Meskipun telah terjadi penurunan kematian bayi dan anak yang signifikan namun
kematian baru lahir masih tinggi hal ini mungkin erat kaitannya dengan komplikasi obstetric
dan status kesehatan ibu yang rendah selama kehamilan dan persalinan sebab kematian
neonatal utama asphyxia neonatorum sebanyak 27 %, setelah BBLR sebanyak 29% ( DEPKES
RI 2005 )
Sesuai dengan sasaran departemen kesehatan RPJMN 2009 untuk mencapai umur
harapan hidup dari 66,2 menjadi 70,6 tahun dan menurunkan angka kematian bayi dari 35
per 1000 menjadi 26 per 1000 dengan penyebab kematian bayi baru lahir BBLR (29%)

diharapkan terjadinya penurunan kematian 20-40% dan kematian yang di sebabkan oleh
asphyxia neonatum (27%) diharapkan penurunan kematian 20-30%, maka perlu di
perhatikan status gizi ibu, kehangatan pada bayi, adanya tenaga kesehatan yang terampil
dapat memberikan resusitasi pada bayi dengan asphyxia neonatorum
Menurut data-data di rumah sakit haji adam malik medan tahun 2004 bayi baru lahir
berjumlah 184 orang meninggal 9 orang ( 4,89 % ) 1 bayi meninggal dengan asphyxia
neonatorum. Tahun 2005 bayo baru lahir berjumlah 215 meninggal 9 orang ( 4,19 % )
dimana 1 bayi meninggal dengan asphyxia neonatorum.
Di rumah sakit Dr pirngadi medan. Tahun 2005 bayi baru lahir berjumlah 754 orang,
27 bayi (3,58 %) meninggal dan tahun 2006 dari jumlah kelahiran 11.85 bayi, bayi dengan
asphyxia neonatorum merupakan penyebab kematian bayi yang terbanyak yaitu 108 bayi
(81%) dan tahun 2007 angka kelahiran 757 bayi lahir dengan asfiksia neonatorum sebanyak
234 ( 30,31 % ) dan meninggal sebelum usia 7 hari sebanyak 59 ( 77,94 perseribu ) dan bayi
meninggal dengan asphyxia neonatorum sebanyak 20 bayi ( 34 % ).

F. PATOFISIOLOGI

G. MANIFESTASI KLINIK
1. Denyut jantung janin lebih dari 100x/menit atau dari 100x/menit dan tidak teratur
2. Meconium dalam air ketuban ibu
3. Apnoe
4. Pucat
5. Sianosis
6. Penurunan kesadaran terhadap stimulus
7. Kejang ( Ghai,2010 )
Gejala klinis biasanya terjadi 12 jam setelah asfiksia berat yaitu strupor sampai koma,
pernafasan periodik atau respiratory effort yang irregular, oligouria, hipotonus, tidak ada
reflex komplek seperti moro dan hisap, kejang tonik-klonik atau multifokal antara 12-24 jam
dapat terjadi apnu yang menggambarkan disfungsi batang otak. Dua puluh empat sampai 72
jam kemudian terjadi perburukan, berupa koma, apnu lama dan mati batang otak terjadi 2472 jam kemudian.
Kejang pada periode neonatal biasanya merupakan manifestasi klinis penyakit serius
yang mendasarinya. Penyebab tersering kejang pada periode neonatal ( untuk term dan
preterm ) adalah enselopati hipoksia iskemia akibat asfiksia perinatal.

Tabel 2.1 Nilai APGAR (Ghai, 2010)


Nilai

Nafas

Tidak ada

Tidak teratur

Teratur

Denyut jantung

Tidak ada

<100

>100

Warna kulit

Biru atau pucat

Tubuh merah jambu

Merah jambu

& kaki, tangan biru.


Gerakan/tonus otot

Tidak ada

Sedikit fleksi

Fleksi

Reflex (menangis)

Tidak ada

Lemah/lambat

Kuat

Mayoritas bayi baru lahir yang mengalami asfiksia, tidak menunjukan kelainan
neurologis pada tahap akut.Efek yang ditimbulkan bila bayi asfiksia tidak diterapi dengan
segera, akan menyebabkan kerusakan dari banyak organ :
Bila Apgar score <5 dalam waktu 5 menit, bayi bisa mengalami gangguan yang parah
minimal pada 1 organ, dimana 90% bayi dengan Apgar score 5 dalam waktu 5 menit, kecil
kemungkinan untuk mengalami kelainan organ yang parah. Organ-organ tersebut
diantaranya :

1. Gangguan saraf : kelainan yang timbul dapat berupa retardasi mental, penurunan IQ,
kejang, kerusakan ''spinal cord'', dan depresi pernafasan
2. Sistem Kardiovasckular : keadaan yang timbul bisa berupa ''Shock'', hipotensi,
insufisiensi trikuspid, nekrosis miokardium, dan gagal jantung
3. Fungsi Ginjal :keadaan yang timbul dapat berupa hematuria, proteinuria, atau gagal
ginjal
4. Fungsi Hepar : keadaan yang timbul dapat berupa peningkatan serum ALT, amonia, dan
bilirubin indiret
5. Traktus Gastrointestinal
6. Gangguan fungsi pernafasan
Pada asfiksia tingkat selanjutnya akan terjadi perubahan yang disebabkan oleh
beberapa keadaan diantaranya :
a.

Hilang sumber glikogen dalam jantung akan mempengaruhi fungsi jantung.

b.

Terjadinya asidosis metabolic akan mengakibatkan menurunnya sel jaringan


termasuk otot jantung sehingga menimbulkan kelemahan jantung.

c.

Pengisian udara alveolus yang kurang adekuat akan menyebabkan tetap


tingginya resistensi pembuluh darah paru sehingga sirkulasi darah mengalami
gangguan

H. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Anamnesis
Anamnesis diarahkan

untuk mencari factor resiko terhadap terjadinya asfiksia

neonatorum
a. Gangguan/ kesulitan waktu lahir
b. Cara di lahirkan
c. Ada tidaknya bernafas dan menangis segerasetelah di lahirkan ( Ghai,2010 )
2. Pemeriksaan fisik
a. Bayi tidak bernafas atau menangis
b. Denyut jantung kurang dari 100x/menit
c. Tonus otot menurun
d. Bisa di dapatkan cairan ketuban ibu bercampur meconium, atau sisa meconium
pada tubuh bayi
e. BBLR ( berat badan lahir rendah )
3. Pemeriksaan penunjang

a. Pemeriksaan pH darah janin


Dengan menggunakan amnioskopi yang dimasukkan lewat serviks dibuat
sayatan kecil pada kulit kepala janin dan diambil contoh darah janin. Darah ini
diperiksa pH-nya. Adanya asidosis menyebabkan turunnya pH. Apabila pH itu
sampai turun dibawah 7,2 hal itu dianggap sebagai tanda bahaya (Wiknjosastro,
2007).
b. Analisa Gas Darah
Analisa dilakukan pada darah arteri, penting untuk mengetahui adanya
asidosis dan alkalosis respiratorik/metabolik. Hal ini diketahui dengan tingkat
saturasi SaO2 dan PaO2. Pemeriksaan ini juga dilakukan untuk mengetahui
oksigenasi, evaluasi tingkat kemajuan terapi (Muttaqin, 2008).
c. Elektrolit Darah
Komplikasi metabolisme terjadi di dalam tubuh akibatnya persediaan garamgaram elektrolit sebagai buffer juga terganggu kesetimbangannya. Timbul asidosis
laktat, hipokalsemi, hiponatremia, hiperkalemi. Pemeriksaan elektrolit darah
dilakukan uji laboratorium dengan test urine untuk kandungan ureum, natrium,
keton atau protein.
4.

Pemeriksaan radiologic
Pemeriksaan radiologik seperti ultrasonografi (USG),computed tomography scan
(CT-Scan) dan magnetic resonance imaging (MRI) mempunyai nilai yang tinggi dalam
menegakkan diagnosis
a. USG ( Kepala )
b. Penilaian APGAR score
c. Pemeriksaan EGC dab CT- Scan
d. Foto polos dada

I.

PENATALAKSANAAN MEDIS
Penatalaksanaan secara umum pada bayi baru lahir dengan asfiksia menurut
Wiknjosastro (2005) adalah sebagai berikut:
1. Pengawasan suhu
Bayi baru lahir secara relatif kehilangan panas yang diikuti oleh penurunan suhu
tubuh, sehingga dapat mempertinggi metabolisme sel jaringan sehingga kebutuhan
oksigen meningkat, perlu diperhatikan untuk menjaga kehangatan suhu bayi baru lahir
dengan:

a. Mengeringkan bayi dari cairan ketuban dan lemak.


b. Menggunakan sinar lampu untuk pemanasan luar.
c. Bungkus bayi dengan kain kering.
2. Pembersihan jalan nafas
Saluran nafas bagian atas segera dibersihkan dari lendir dan cairan amnion, kepala
bayi harus posisi lebih rendah sehingga memudahkan keluarnya lendir.
3. Rangsangan untuk menimbulkan pernafasan
Rangsangan nyeri pada bayi dapat ditimbulkan dengan memukul kedua telapak kaki
bayi, menekan tendon achilles atau memberikan suntikan vitamin K. Hal ini berfungsi
memperbaiki ventilasi.

Menurut Perinasia (2006), Cara pelaksanaan resusitasi sesuai tingkatan asfiksia, antara
lain:
a. Asfiksi Ringan (Apgar score 7-10). Caranya:
1. Bayi dibungkus dengan kain hangat
2. Bersihkan jalan napas dengan menghisap lendir pada hidung kemudian mulut
3. Bersihkan badan dan tali pusat.
4. Lakukan observasi tanda vital dan apgar score dan masukan ke dalam inkubator.
b. Asfiksia sedang (Apgar score 4-6). Caranya:
1. Bersihkan jalan napas.
2. Berikan oksigen 2 liter per menit.
3. Rangsang pernapasan dengan menepuk telapak kaki apabila belu ada reaksi,
bantu pernapasan dengan melalui masker (ambubag).
4. Bila bayi sudah mulai bernapas tetapi masih sianosis berikan natrium bikarbonat
7,5%sebanyak 6cc. Dextrosa 40% sebanyak 4cc disuntikan melalui vena
umbilikus secara perlahan-lahan, untuk mencegah tekanan intra kranial
meningkat.
c. Asfiksia berat (Apgar skor 0-3). Caranya:
1. Bersihkan jalan napas sambil pompa melalui ambubag.
2. Berikan oksigen 4-5 liter per menit.
3. Bila tidak berhasil lakukan ETT.
4. Bersihkan jalan napas melalui ET
5. Apabila bayi sudah mulai benapas tetapi masih sianosis berikan natrium
bikarbonat 7,5% sebanyak 6cc. Dextrosa 40% sebanyak 4cc.

RESUSITASI NEONATUS
Bayi baru lahir memerlukan adaptasi untuk dapat bertahan hidup diluar rahim,
terutama pada menit-menit pertama kehidupannya. Bila didalam rahim kebutuhan nutrisi
dan terutama oksigen dipenuhi seluruhnya oleh ibu melalui sirkulasi uteroplasenter, saat
lahir dan tali pusat dipotong, bayi baru lahir harus segera melakukan adaptasi terhadap
keadaan ini yaitu harus mendapatkan atau memproduksi oksigennya sendiri. Sebagian besar
(kurang lebih 80%) bayi baru lahir dapat bernafas spontan, sisanya mengalami kegagalan
bernafas karena berbagai sebab.

Keadaan inilah yang disebut asfiksia neonatorum.

Pertolongan untuk bayi ini disebut resusitasi.


Tujuan dari resusitasi ialah memberikan ventilasi yang adekuat, pemberian oksigen
dan curah jantung yang cukup untuk menyalurkan oksigen ke otak, janatung dan alat vital
lainnya. Asfiksia sendiri didefinisikan sebagai gagal nafas secara spontan dan teratur pada
saat lahir atau beberapa saat sesudah lahir. Kata asfiksia juga dapat memberi gambaran
atau arti kejadian di dalam tubuh bayi berupa hipoksia progresif, penimbunan CO2
(hiperkarbia) dan asidosis. Penyebab asfiksia neonatorum dapat digolongkan ke dalam 3
faktor : faktor ibu, faktor janin, dan faktor plasenta.
Bila segera diberikan pertolongan dengan pemberian oksigen, biasanya dapat segera
merangsang pernafasan spontan. Bila tidak diberi pertolongan yang adekuat, maka bayi
akan mengalami gasping sekunder/apneu sekunder dengan tanda dan gejala yang lebih
berat. Pertolongan dengan resusitasi aktif dengan pemberian oksigen dan nafas buatan
harus segera dimulai.

Dalampenangan asfiksia neonatorum, setiap apneu yang dilihat

pertama kali harus dianggap sebagai apneu sekunder.

Diagnosis asfiksia dapat ditegakkan melalui :


1. Dengan mengamati 3 variabel yaitu : usaha nafas, denyut jantung dan warna kulit.
Bila bayi tidak bernafas atau nafas megap-megap, denyut jantung turun, dan kulit

sianosis atau

pucat, maka secara klinis dapat ditegakkan diagnosis asfiksia

neonatorum
2. Dengan pemeriksaan analisa gas darah
3. Dengan skor apgar dan skor situgna

a. Rangsangan taktil
Rangsang taktil untuk merangsang napas. Cara rangsang taktil yang aman adalah
sebagai berikut :
1. Menepuk/menyentil telapak kaki
2. Menggosok punggung/perut/dada/ekstrimitas

Gambar Rangsang taktil neonates


b. Kompresi Dada
Indikasi
1. Bila setelah 30 detik dilakukan VTP dengan 100% O2 , FJ tetap < 60 kali / menit
2. Berapa orang untuk kompresi dada :Diperlukan 2 orang : 1 orang kompresi
dada 1 orang melanjutkan ventilasi. Pelaksana kompresi : menilai dada &
menempatkan posisi tangan dengan benar Pelaksana ventilasi : menempatkan
sungkup wajah secara efektif & memantau gerakan dada.

Gambar Kompresi dada dengan 2 orang


Cara melakukan kompresi dada pada neonates
1. Teknik ibu jari :

a. Kedua ibu jari menekan tulag dada


b. Kedua tangan melingkari dada, jari-jari tangan selain menopang bagian
belakang bayi

Gambar Kompresi dada dengan ibu jari


2. Teknik dua jari :
a. Ujung jari dan jari manis dari satu tangan menekan tulang dada
b. Tangan tengah dan jari telunjuk atau jari tengah yang lain menopang
bagian belakang bayi

Gambar Kompresi dada dengan teknin dua jari

Untuk kedua tehnik kompresi dada :


1. Posisi bayi :
a. Topangan keras pada bagian belakang bayi
b. Leher sedikit tengadah
2. Kompresi :
a. Lokasi, kedalaman penekanan an frekuensi sama dengan tehnik ibu jari

b. Keuntungan : Tidak cepat lelah


c. Kerugian :
-

Jika bayi besar atau tangan kecil, tehniknya sulit

Ruangan yang terpakai banyak sulit jika akan memberi obat melalui
umbilikus

Tehnik dua jari :


1.

Keuntungan :
a. tidak tersisa masih banyak (untuk pemberian obat-obatan)
b. kerugian : cepat lelah, tergantung besarnya bayi
c. Lokasi untuk kompresi dada :

Gerakan jari sepanjang tepi bawah iga sampai mendapatkan sifoid

Letakkan ibu jari atau jari-jari lain pada tulang dada, sedikit di atas
sifoid

d. Tekanan saat kompresi dada :

Kedalaman + 1/3 diameter antero-posterior dada

Lama penekanan lebih singkat daripada lama pelepasan

Jangan mengangkat ibu jari atau jari-jari tangan dari dada diantara
penekanan :
o

perlu waktu untuk mencari lokasi kehilangan kontrol


kedalaman

Dapat terjadi penekanan di tempat yang salah

Trauma organ

Frekuensi : Rasio 3 :1, 1 siklus ( 2detik) 1 detik : 3 kompresi


dada dan detik : 1 ventilasi, sebanyak 90 kompresi + 30
ventilasi dalam 1 menit

J.

ASUHAN KEPERAWATAN
PENGKAJIAN DASAR KEPERAWATA

A. Pengkajian
1.

Biodata
Terdiri dari nama, umur/tanggal lahir, jenis kelamin, agama, anak keberapa, jumlah
saudara dan identitas orang tua. Yang lebih ditekankan pada umur bayikarena berkaitan
dengan diagnosa Asfiksia Neonatorum.

2. Keluhan Utama
Pada klien dengan asfiksia yang sering tampak adalah sesak nafas
3. Riwayat kehamilan dan persalinan
Bagaimana proses persalinan, apakah spontan, premature, aterm, letak
bayibelakang kaki atau sungsang
4. Kebutuhan dasar
a. Pola Nutrisi
Pada neonatus dengan asfiksia membatasi intake oral, karena organ tubuh
terutama lambung belum sempurna, selain itu juga bertujuan untuk mencegah
terjadinya aspirasi pneumonia
b. Pola Eliminasi
Umumnya klien mengalami gangguan b.a.b karena organ tubuh
terutamapencernaan belum sempurna
c. Kebersihan diri
Perawat dan keluarga pasien harus menjaga kebersihan pasien, terutama
saatb.a.b dan b.a.k, saat b.a.b dan b.a.k harus diganti popoknya
d. Pola tidur
Biasanya istirahat tidur kurang karena sesak nafas
5.

Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum
Pada umumnya pasien dengan asfiksia dalam keadaan lemah, sesak
nafas,pergerakan tremor, reflek tendon hyperaktif dan ini terjadi pada
stadiumpertama.
b. Tanda-tanda Vital
Pada umunya terjadi peningkatan respirasi
c. Kulit

Pada kulit biasanya terdapat sianosis


d. Kepala
Inspeksi : Bentuk kepala bukit, fontanela mayor dan minor masih cekung,
suturabelum menutup dan kelihatan masih bergerak
e. Mata
Pada pupil terjadi miosis saat diberikan cahaya
f.

Hidung
Yang paling sering didapatkan adalah didapatkan adanya pernafasan cuping hidung.

g. Dada
Pada dada biasanya ditemukan pernafasan yang irregular dan
frekwensipernafasan yang cepat
h. Neurology / reflek
Reflek Morrow : Kaget bila dikejutkan (tangan menggenggam)

ANALISA DATA KEPERAWATAN


No.
Data
1.
DS
Menyatakan terdapat faktor
penyulit kehamilan
DO
Nadi menurun
Sianosis
CRT >3dtk
Perubahan TD
pucat

Do
Sesak nafas
pH abnormal
RR meningkat
Pucat
Sianosis
hipoksemia

DO
RR menignkat
Hipoksia

Etiologi
Faktor resiko + etiologi

Asfiksia

Nafas dangkal dan cepat

Pertukaran O2 tidak adekuat

O2 dalam sirkulasi turun

Sianosis, hipoksemia
1.

Ketidakefektifan perfusi
jaringan perifer
Faktor resiko + etiologi

Asfiksia

Nafas dangkal dan cepat

Cairan amion dalam alveoli


tidak bisa keluar o/k tidak ada
refleks

Paru-paru berisi cairan

Gangguan pertukaran gas

Masalah Keperawatan
Ketidakefektifan perfusi
jaringan perifer

Faktor resiko + etiologi

Asfiksia

Nafas dangkal dan cepat

Pertukaran O2 tidak adekuat

O2 dalam sirkulasi turun

Hipoksia

Sirkulasi ke otak berkurang

Resiko sindrom kematian bayi


mendadak

Resiko sindrom kematian


bayi mendadak

Gangguan pertukaran gas

RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN


Diagnosa Keperawatan : Resiko sindrom kematian bayi mendadak berhubungan dengan kurangnya
asuhan prenatal, gangguan oksigenasi
Tujuan

: Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3x dalam 24 jam resiko


dapat diturunkan

Kriteria hasil

: skala 4 dari NOC

NOC

: Newborn adaptation

No. Indikator

1.

Skor Apgar

2.

Nadi (100-140 x/menit)

3.

RR (30-60x/menit)

4.

Saturasi oksigen >90%

5.

Warna kulit

6.

Respon terhadap stimuli

NIC: Infant care:Newborn


1. Sediakan informasi kepada keluarga tentang proses metabolik yang terjadi pada bayi
2. Monitor nadi bayi (rentang yang diharapkan: 100-140x/m)
3. Monitor RR bayi (rentang yang diharapkan: 30-60x/m) dan pola pernafasan bayi
4. Lakukan evaluasi Apgar, 1-5 menit setelah bayi baru lahir
5. Lakukan resusitasi / berespon terhadap adanya tanda-tanda disteress pernafasan seperti
(takipnea, retraksi dada, ronkhi, pernafasan cuping hidung, ngorok / nafas serak)
6. Bersihkan sekresi dari jalan nafas, hidung dan mulut
7. Berikan sentuhan kepada bayi

RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN


Diagnosa Keperawatan : Ketidakefektifan bersihan jalan napas
Tujuan

: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam, bersihan jalan


napas pasien paten

Kriteria Hasil

: Sesuai Indikator NOC

NOC

: Respiratory Status Airway Patency

No
1
2
3
4
5
6
7

NIC
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
NIC
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

Indikator

Keterangan :

RR
Ritme
Kedalaman
Suara napas tambahan
Penggunaan otot bantu pernapasan
Megap-megap
Jalan napas terhambat

1.
2.
3.
4.
5.

Severe
Substantial
Moderate
Mild
None

Airway Management
Buka jalan nafas, gunakan teknik chin lift atau jaw thrust bila perlu
Posisikan bayi untuk memaksimalkan ventilasi
Lakukan fisioterapi dada jika diperlukan
Keluarkan secret dengan suction
Auskultasi suara nafas, catat adanya suara nafas tambahan
Berikan pelembab udara kassa basah NaCl lembab
Atur intake cairan untuk mengoptimalkan keseimbangan cairan
Monitor respirasi dan status oksigen
Airway Suctioning
Pastikan bayi membutuhkan oral/tracheal suctioning
Auskultasi suara nafas sebelum dan sesudah suctioning
Informasikan pada keluarga tentang suctioning
Lakukan suctioning sesudah bayi menghembuskan nafas
Berikan oksigen menggunakan nasal kanula untuk memfasilitasi suction nasotracheal
Gunakan alat yang steril setiap melakukan tindakan
Istirahatkan bayi sesudah suctioning
Monitor status oksigen bayi
Hentikan suction dan berikan oksigen apabila bayi mengalami bradikardi, peningkatan saturasi
oksigen.

RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN


Diagnosa Keperawatan : Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer b.d kurang pengetahuan ttg faktor
pemberat d.d tidak ada nadi, sianosis, perubahan TD, CRT>3 dtk
Tujuan

: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam, perfusi


jaringan klien mulai kembali

Kriteria Hasil

: Sesuai Indikator NOC

NOC

: Circulation Status

No

Indikator

1
2
3
4
5
6
7
8
9

TD sistolik
TD diastolic
Nadi
PaO2
PaCO2
Saturasi oksigen
CRT
Pucat
Penurunan suhu tubuh

NIC

Keterangan :
1.
2.
3.
4.
5.

Severe
Substantial
Moderate
Mild
None

Resuscitation Neonate

2. Letakan bayi baru lahir di radiant yang hangat


3. Masukkan laringoskop untuk visualisasi trakea untuk suction mekonium
4. Intubasi dengan endotrakeal tube untuk menghilangkan mekonium dalam saluran pernafasan
bawah
5. Keringkan bayi dengan selimut yang hangat untuk menghilangkan cairan amoniak, untuk
mengurangi pelepasan suhu, dan untuk meningkatkan stimulasi
6. Posisikan bayi terlentang dengan leher sedikit diekstensikan untuk membuka saluran
pernafasan
7. Lakukan stimulasi taktil dengan menggesekkan tumit atau meraba punggung bayi
8. Monitor respirasi
9. Monitor nadi
10. Berikan oksigen 100% pada bayi cukup bulan
11. Auskultasi untuk memastikan ventilasi yang adekuat
12. Periksa nadi bayi 15-30 menit setelah ventilasi
13. Berikan kompresi dada untuk nadi <60 bpm
14. Periksa nadi setelah 30 menit kompresi dada

DAFTAR PUSTAKA
Sri, Gilang. 2011. Tinjauan Pustaka Asfiksia. Fakultas Kedokteran Universitas Muhamadiyah
Makassar. Diperoleh dari www.digilib.unimus.ac.id diakses pada 15 Desember 2014
Istiyanti, IraSelvi. 2013. Asuhan Kebidanan Pada Bayi Baru Lahir Ny. K Dengan Asfiksia Sedang Di
RSUD Karanganyar Tahun 2013. Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kusuma Husada Surakarta.
Diperoleh dari www.academia.edu.ac.id diakses pada 15 Desember 2014
Departemen Kesehatan RI. (2005). Program kesehatan ibu, bayi baru lahir dan anak HSP-Health
Service Program. Jakarta: Depkes RI.
Ghai, dkk. (2010). Pencegahan Dan Penatalaksanaan Asfiksia Neonatorum. Health Technology
Assessment Indonesia Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Prof. Dr. Hanifa Winkjosastro, SpOG.2007. Ilmu Kebidanan Edisi Ke 3. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirahardjo.
Muttaqin, Arif.2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan gangguan system pernafasan.
Jakarta: selemba medika.
Ikatan

Dokter
Anak
Indonesia.
2014.
Resusitasi
dan
Stabilisasi
Neonatus.
http://idai.or.id/professional-resources/rekomendasi/resusitasi-dan-stabilisasineonatus.html. diakses pada tanggal 16 Desember 2014.

Prabowo,
Eko.
2012.
Resuitasi
pada
Neonatus
Kedokteran
UNSOED.
kedokteran.unsoed.ac.id/.../Ganjil%20II%20-%20Resuitasi%20pada%20... diakses pada
tanggal 16 Desember 2014.
Lee,

et.al. Risk Factors for Neonatal Mortality Due to Birth Asphyxia in Southern Nepal:
AProspective, Community-Based Cohort Study. Pediatrics 2008; 121:e1381-e1390
(doi:10.1542/peds.2007-1966). (Level of evidence IIb)

World Health Organization. Basic Newborn Resuscitation: A Practical Guide-Revision. Geneva: World
Health
Organization;
2009.
Diunduh
dari:
www.who.int/reproductivehealth/publications/newborn_resus_citation/index.html.
IDAI. Asfiksia Neonatorum. Dalam: Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak. Jakarta: Badan
Penerbit IDAI; 2004.h. 272-276. (level of evidence IV)
American Academy of Pediatrics and American College of Obstetricians and Gynaecologists. Care of
the neonate. Guidelines for perinatal care. Gilstrap LC, Oh W, editors. Elk Grove Village (IL):
American Academy of Pediatrics; 2002: 196-7.

Anda mungkin juga menyukai