CL 4 - Asfiksia
CL 4 - Asfiksia
COLLABORATIVE LEARNING
KELOMPOK 4
Disusun oleh
Slamet Eko Raharjo
(125070201131019 )
Palupi Desanti N.
(125070207131002)
Iskadarsih
(125070201131020 )
Endah Septiyanti
(125070207131003)
Vivi Wulan A.
(125070201131021 )
Adelaine Ratih K.
(125070207131004)
Fepti Yulita
(125070201131022 )
(125070207131005)
(125070206131001)
(125070207131001)
A. DEFINISI
Beberapa sumber mendefinisikan asfiksia neonatorum dengan berbeda :
WHO
Asfiksia neonatorum adalah kegagalan bernapas secara spontan dan teratur
segera setelah lahir.
B. KLASIFIKASI
Klasifikasi berdasarkan nilai APGAR
1. Asfiksia Ringan (nilai APGAR 7-10) dengan manifestasi sebagai berikut :
a. Takipnea dengan napas lebih dari 60 kali per menit
b. Bayi tampak sianosis
c. Adanya retraksi sela iga
d. Bayi merintih (grunting)
e. Adanya pernapasan cuping hidung
f.
g. Dari pemeriksaan auskultasi diperoleh hasil ronchi, rales, dan wheezing positif.
2. Asfiksia Sedang (nilai APGAR 4-6)
C. ETIOLOGI
Penyebab secara umum dikarenakan adanya gangguan pertukaran gas atau
pengangkutan O2 dari ibu ke janin, pada masa kehamilan, persalinan atau segera setelah
lahir. (Arif, 2009)
Etiologi asfiksia neonatorum menurut AHA dan American Academy of Pediatric
(AAP) mengajukan penggolongan penyebab kegagalan pernafasan pada bayi yang terdiri dari
:
1. Faktor Ibu
a. Hipoksia ibu
Hipoksia ibu ini berakibat pada hipoksia janin. Hipoksia ibu dapat terjadi
karena hipoventilasi akibat pemberian obat analgesic atau anesthesia lain.
b. Gangguan aliran darah uterus
Berkurangnya aliran darah pada uterus akan menyebabkan berkurangnya
aliran oksigen ke plasenta dan janin.
2. Faktor Plasenta
Pertukaran gas antara ibu dan janin dipengaruhi oleh luas dan kondisi plasenta.
Asfiksia janin akan terjadi bila terdapat gangguan mendadak pada plasenta, misalnya
solusio plasenta, perdarahan plasenta dan lain-lain.
3. Faktor Janin
D. FAKTOR RISIKO
1. Faktor Ibu
a. Umur Ibu
Bagian komponen dari status reproduksi adalah umur ibu dan jumlah paritas
atau jumlah persalinan. Pada kelompok ibu berumur 20-30 tahun angka kematian
ibu lebih rendah dibanding dengan kelompok ibu berumur kurang dari 20 tahun,
dan dibanding dengan kelompok ibu berumur 35 tahun atau lebih.Umur, tinggi
badan dan berat badan wanita merupakan risiko kehamilan. Wanita yang berumur
15 tahun atau lebih muda meningkatkan resiko preeclampsia. Wanita yang berumur
35 tahun atau lebih meningkat risikonya dalam masalah-masalah seperti tekanan
darah tinggi, gestasional diabetes (diabetes yang berkembang pada saat kehamilan)
dan komplikasi selama kehamilan. 24 Pada umur kurang dari 20 tahun, organ-organ
reproduksi belum berfungsi dengan sempurna, sehingga bila terjadi kehamilan dan
persalinan akan mudah mengalami komplikasi. Selain itu, kekuatan otot-otot
perineum dan otot-otot perut belum bekerja secara optimal.
b. Hipertensi pada Kehamilan
Preeclampsia
dan
eklampsia
dapat
mengakibatkan
keterlambatan
c. Perdarahan Antepartum
Perdarahan antepartum merupakan perdarahan pada kehamilan diatas 22
minggu hingga menjelang persalinan yaitu sebelum bayi dilahirkan.Komplikasi
utama dari perdarahan antepartum adalah perdarahan yang menyebabkan anemia
dan syok yang menyebabkan keadaan ibu semakin jelek. Keadaan ini yang
menyebabkan gangguan ke plasenta yang mengakibatkan anemia pada janin
bahkan terjadi syok intrauterin yang mengakibatkan kematian janin intrauterine.
d. Infeksi Berat (Malaria, Sifilis, TBC, HIV)
e. Kehamilan postdate (sesudah 42 minggu kehamilan)
f.
Amnionitis
g. Anemia
Pada anemia terdapat penurunan transportasi oksigen dari paru ke jaringan
perifer.Kemampuan transportasi oksigenmakin turun sehingga konsumsi oksigen
janin tidak terpenuhi.Selama kehamilan, anemia lazim terjadi dan biasanya
disebabkan oleh defisiensi besi sekunder terhadap kehilangan darah sebelumnya
atau masukan besi yang tiidak adekuat.
2. Faktor Bayi
a. Bayi Prematur
Bayi yang lahir premature (sebelum 37 minggu kehamilan) mempunyai
organ dan alat-alat tubuh yang belum berfungsi normal untuk bertahan hidup
diluar rahim.Makin muda umur kehamilan, fungsi organ tubuh bayi makin kurang
sempurna, prognosis juga semakin buruk. Karena masih belum berfungsinya organorgan tubuh secara sempurna seperti sistem pernafasan maka terjadilah asfiksia
b. Berat Bayi Lahir (BBL)
c. Kelainan bawaan (kongenital) seperti hernia diafragmatika, atresia/stenosis
pernafasan, hypoplasia paru dan lain-lain.
d. Air ketuban bercampur meconium (warna kehijauan)
3. Faktor Plasenta
Gangguan pertukaran gas di plasenta yang akan menyebabkan asfiksia janin. Fungsi
plasenta akan berkurang sehingga tidak mampu memenuhi kebutuhan O2 dan
menutrisi metabolisme janin. Asfiksia janin terjadi bila terdapat gangguan mendadak
pada plasenta.Kemampuan untuk transportasi O2 dan membuang CO2 tidak cukup
sehingga metabolisme janin berubah menjadi anaerob dan akhirnya asidosis dan PH
darah turun. Dapat terjadi pada bentuk :
E. EPIDEMIOLOGI
Di Indonesia, setiap tahun ada 4.604.000 bayi lahir hidup. Dari jumlah itu sebanyak
100.454 (21,80 pers seribu ) meninggal sebelum berusia sebulan ( neonatal ). Itu berate 275
neonatal meninggal setiap hari atau sekita 184 neonatal dini meninggal setiap hari, atau
setiap satu jam ada 8 bayi neonatal dini saja. Angka kematian bayi berumur kurang dari
setahun pun masih tinggi.
Meskipun telah terjadi penurunan kematian bayi dan anak yang signifikan namun
kematian baru lahir masih tinggi hal ini mungkin erat kaitannya dengan komplikasi obstetric
dan status kesehatan ibu yang rendah selama kehamilan dan persalinan sebab kematian
neonatal utama asphyxia neonatorum sebanyak 27 %, setelah BBLR sebanyak 29% ( DEPKES
RI 2005 )
Sesuai dengan sasaran departemen kesehatan RPJMN 2009 untuk mencapai umur
harapan hidup dari 66,2 menjadi 70,6 tahun dan menurunkan angka kematian bayi dari 35
per 1000 menjadi 26 per 1000 dengan penyebab kematian bayi baru lahir BBLR (29%)
diharapkan terjadinya penurunan kematian 20-40% dan kematian yang di sebabkan oleh
asphyxia neonatum (27%) diharapkan penurunan kematian 20-30%, maka perlu di
perhatikan status gizi ibu, kehangatan pada bayi, adanya tenaga kesehatan yang terampil
dapat memberikan resusitasi pada bayi dengan asphyxia neonatorum
Menurut data-data di rumah sakit haji adam malik medan tahun 2004 bayi baru lahir
berjumlah 184 orang meninggal 9 orang ( 4,89 % ) 1 bayi meninggal dengan asphyxia
neonatorum. Tahun 2005 bayo baru lahir berjumlah 215 meninggal 9 orang ( 4,19 % )
dimana 1 bayi meninggal dengan asphyxia neonatorum.
Di rumah sakit Dr pirngadi medan. Tahun 2005 bayi baru lahir berjumlah 754 orang,
27 bayi (3,58 %) meninggal dan tahun 2006 dari jumlah kelahiran 11.85 bayi, bayi dengan
asphyxia neonatorum merupakan penyebab kematian bayi yang terbanyak yaitu 108 bayi
(81%) dan tahun 2007 angka kelahiran 757 bayi lahir dengan asfiksia neonatorum sebanyak
234 ( 30,31 % ) dan meninggal sebelum usia 7 hari sebanyak 59 ( 77,94 perseribu ) dan bayi
meninggal dengan asphyxia neonatorum sebanyak 20 bayi ( 34 % ).
F. PATOFISIOLOGI
G. MANIFESTASI KLINIK
1. Denyut jantung janin lebih dari 100x/menit atau dari 100x/menit dan tidak teratur
2. Meconium dalam air ketuban ibu
3. Apnoe
4. Pucat
5. Sianosis
6. Penurunan kesadaran terhadap stimulus
7. Kejang ( Ghai,2010 )
Gejala klinis biasanya terjadi 12 jam setelah asfiksia berat yaitu strupor sampai koma,
pernafasan periodik atau respiratory effort yang irregular, oligouria, hipotonus, tidak ada
reflex komplek seperti moro dan hisap, kejang tonik-klonik atau multifokal antara 12-24 jam
dapat terjadi apnu yang menggambarkan disfungsi batang otak. Dua puluh empat sampai 72
jam kemudian terjadi perburukan, berupa koma, apnu lama dan mati batang otak terjadi 2472 jam kemudian.
Kejang pada periode neonatal biasanya merupakan manifestasi klinis penyakit serius
yang mendasarinya. Penyebab tersering kejang pada periode neonatal ( untuk term dan
preterm ) adalah enselopati hipoksia iskemia akibat asfiksia perinatal.
Nafas
Tidak ada
Tidak teratur
Teratur
Denyut jantung
Tidak ada
<100
>100
Warna kulit
Merah jambu
Tidak ada
Sedikit fleksi
Fleksi
Reflex (menangis)
Tidak ada
Lemah/lambat
Kuat
Mayoritas bayi baru lahir yang mengalami asfiksia, tidak menunjukan kelainan
neurologis pada tahap akut.Efek yang ditimbulkan bila bayi asfiksia tidak diterapi dengan
segera, akan menyebabkan kerusakan dari banyak organ :
Bila Apgar score <5 dalam waktu 5 menit, bayi bisa mengalami gangguan yang parah
minimal pada 1 organ, dimana 90% bayi dengan Apgar score 5 dalam waktu 5 menit, kecil
kemungkinan untuk mengalami kelainan organ yang parah. Organ-organ tersebut
diantaranya :
1. Gangguan saraf : kelainan yang timbul dapat berupa retardasi mental, penurunan IQ,
kejang, kerusakan ''spinal cord'', dan depresi pernafasan
2. Sistem Kardiovasckular : keadaan yang timbul bisa berupa ''Shock'', hipotensi,
insufisiensi trikuspid, nekrosis miokardium, dan gagal jantung
3. Fungsi Ginjal :keadaan yang timbul dapat berupa hematuria, proteinuria, atau gagal
ginjal
4. Fungsi Hepar : keadaan yang timbul dapat berupa peningkatan serum ALT, amonia, dan
bilirubin indiret
5. Traktus Gastrointestinal
6. Gangguan fungsi pernafasan
Pada asfiksia tingkat selanjutnya akan terjadi perubahan yang disebabkan oleh
beberapa keadaan diantaranya :
a.
b.
c.
H. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Anamnesis
Anamnesis diarahkan
neonatorum
a. Gangguan/ kesulitan waktu lahir
b. Cara di lahirkan
c. Ada tidaknya bernafas dan menangis segerasetelah di lahirkan ( Ghai,2010 )
2. Pemeriksaan fisik
a. Bayi tidak bernafas atau menangis
b. Denyut jantung kurang dari 100x/menit
c. Tonus otot menurun
d. Bisa di dapatkan cairan ketuban ibu bercampur meconium, atau sisa meconium
pada tubuh bayi
e. BBLR ( berat badan lahir rendah )
3. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan radiologic
Pemeriksaan radiologik seperti ultrasonografi (USG),computed tomography scan
(CT-Scan) dan magnetic resonance imaging (MRI) mempunyai nilai yang tinggi dalam
menegakkan diagnosis
a. USG ( Kepala )
b. Penilaian APGAR score
c. Pemeriksaan EGC dab CT- Scan
d. Foto polos dada
I.
PENATALAKSANAAN MEDIS
Penatalaksanaan secara umum pada bayi baru lahir dengan asfiksia menurut
Wiknjosastro (2005) adalah sebagai berikut:
1. Pengawasan suhu
Bayi baru lahir secara relatif kehilangan panas yang diikuti oleh penurunan suhu
tubuh, sehingga dapat mempertinggi metabolisme sel jaringan sehingga kebutuhan
oksigen meningkat, perlu diperhatikan untuk menjaga kehangatan suhu bayi baru lahir
dengan:
Menurut Perinasia (2006), Cara pelaksanaan resusitasi sesuai tingkatan asfiksia, antara
lain:
a. Asfiksi Ringan (Apgar score 7-10). Caranya:
1. Bayi dibungkus dengan kain hangat
2. Bersihkan jalan napas dengan menghisap lendir pada hidung kemudian mulut
3. Bersihkan badan dan tali pusat.
4. Lakukan observasi tanda vital dan apgar score dan masukan ke dalam inkubator.
b. Asfiksia sedang (Apgar score 4-6). Caranya:
1. Bersihkan jalan napas.
2. Berikan oksigen 2 liter per menit.
3. Rangsang pernapasan dengan menepuk telapak kaki apabila belu ada reaksi,
bantu pernapasan dengan melalui masker (ambubag).
4. Bila bayi sudah mulai bernapas tetapi masih sianosis berikan natrium bikarbonat
7,5%sebanyak 6cc. Dextrosa 40% sebanyak 4cc disuntikan melalui vena
umbilikus secara perlahan-lahan, untuk mencegah tekanan intra kranial
meningkat.
c. Asfiksia berat (Apgar skor 0-3). Caranya:
1. Bersihkan jalan napas sambil pompa melalui ambubag.
2. Berikan oksigen 4-5 liter per menit.
3. Bila tidak berhasil lakukan ETT.
4. Bersihkan jalan napas melalui ET
5. Apabila bayi sudah mulai benapas tetapi masih sianosis berikan natrium
bikarbonat 7,5% sebanyak 6cc. Dextrosa 40% sebanyak 4cc.
RESUSITASI NEONATUS
Bayi baru lahir memerlukan adaptasi untuk dapat bertahan hidup diluar rahim,
terutama pada menit-menit pertama kehidupannya. Bila didalam rahim kebutuhan nutrisi
dan terutama oksigen dipenuhi seluruhnya oleh ibu melalui sirkulasi uteroplasenter, saat
lahir dan tali pusat dipotong, bayi baru lahir harus segera melakukan adaptasi terhadap
keadaan ini yaitu harus mendapatkan atau memproduksi oksigennya sendiri. Sebagian besar
(kurang lebih 80%) bayi baru lahir dapat bernafas spontan, sisanya mengalami kegagalan
bernafas karena berbagai sebab.
sianosis atau
neonatorum
2. Dengan pemeriksaan analisa gas darah
3. Dengan skor apgar dan skor situgna
a. Rangsangan taktil
Rangsang taktil untuk merangsang napas. Cara rangsang taktil yang aman adalah
sebagai berikut :
1. Menepuk/menyentil telapak kaki
2. Menggosok punggung/perut/dada/ekstrimitas
Ruangan yang terpakai banyak sulit jika akan memberi obat melalui
umbilikus
Keuntungan :
a. tidak tersisa masih banyak (untuk pemberian obat-obatan)
b. kerugian : cepat lelah, tergantung besarnya bayi
c. Lokasi untuk kompresi dada :
Letakkan ibu jari atau jari-jari lain pada tulang dada, sedikit di atas
sifoid
Jangan mengangkat ibu jari atau jari-jari tangan dari dada diantara
penekanan :
o
Trauma organ
J.
ASUHAN KEPERAWATAN
PENGKAJIAN DASAR KEPERAWATA
A. Pengkajian
1.
Biodata
Terdiri dari nama, umur/tanggal lahir, jenis kelamin, agama, anak keberapa, jumlah
saudara dan identitas orang tua. Yang lebih ditekankan pada umur bayikarena berkaitan
dengan diagnosa Asfiksia Neonatorum.
2. Keluhan Utama
Pada klien dengan asfiksia yang sering tampak adalah sesak nafas
3. Riwayat kehamilan dan persalinan
Bagaimana proses persalinan, apakah spontan, premature, aterm, letak
bayibelakang kaki atau sungsang
4. Kebutuhan dasar
a. Pola Nutrisi
Pada neonatus dengan asfiksia membatasi intake oral, karena organ tubuh
terutama lambung belum sempurna, selain itu juga bertujuan untuk mencegah
terjadinya aspirasi pneumonia
b. Pola Eliminasi
Umumnya klien mengalami gangguan b.a.b karena organ tubuh
terutamapencernaan belum sempurna
c. Kebersihan diri
Perawat dan keluarga pasien harus menjaga kebersihan pasien, terutama
saatb.a.b dan b.a.k, saat b.a.b dan b.a.k harus diganti popoknya
d. Pola tidur
Biasanya istirahat tidur kurang karena sesak nafas
5.
Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum
Pada umumnya pasien dengan asfiksia dalam keadaan lemah, sesak
nafas,pergerakan tremor, reflek tendon hyperaktif dan ini terjadi pada
stadiumpertama.
b. Tanda-tanda Vital
Pada umunya terjadi peningkatan respirasi
c. Kulit
Hidung
Yang paling sering didapatkan adalah didapatkan adanya pernafasan cuping hidung.
g. Dada
Pada dada biasanya ditemukan pernafasan yang irregular dan
frekwensipernafasan yang cepat
h. Neurology / reflek
Reflek Morrow : Kaget bila dikejutkan (tangan menggenggam)
Do
Sesak nafas
pH abnormal
RR meningkat
Pucat
Sianosis
hipoksemia
DO
RR menignkat
Hipoksia
Etiologi
Faktor resiko + etiologi
Asfiksia
Sianosis, hipoksemia
1.
Ketidakefektifan perfusi
jaringan perifer
Faktor resiko + etiologi
Asfiksia
Masalah Keperawatan
Ketidakefektifan perfusi
jaringan perifer
Asfiksia
Hipoksia
Kriteria hasil
NOC
: Newborn adaptation
No. Indikator
1.
Skor Apgar
2.
3.
RR (30-60x/menit)
4.
5.
Warna kulit
6.
Kriteria Hasil
NOC
No
1
2
3
4
5
6
7
NIC
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
NIC
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
Indikator
Keterangan :
RR
Ritme
Kedalaman
Suara napas tambahan
Penggunaan otot bantu pernapasan
Megap-megap
Jalan napas terhambat
1.
2.
3.
4.
5.
Severe
Substantial
Moderate
Mild
None
Airway Management
Buka jalan nafas, gunakan teknik chin lift atau jaw thrust bila perlu
Posisikan bayi untuk memaksimalkan ventilasi
Lakukan fisioterapi dada jika diperlukan
Keluarkan secret dengan suction
Auskultasi suara nafas, catat adanya suara nafas tambahan
Berikan pelembab udara kassa basah NaCl lembab
Atur intake cairan untuk mengoptimalkan keseimbangan cairan
Monitor respirasi dan status oksigen
Airway Suctioning
Pastikan bayi membutuhkan oral/tracheal suctioning
Auskultasi suara nafas sebelum dan sesudah suctioning
Informasikan pada keluarga tentang suctioning
Lakukan suctioning sesudah bayi menghembuskan nafas
Berikan oksigen menggunakan nasal kanula untuk memfasilitasi suction nasotracheal
Gunakan alat yang steril setiap melakukan tindakan
Istirahatkan bayi sesudah suctioning
Monitor status oksigen bayi
Hentikan suction dan berikan oksigen apabila bayi mengalami bradikardi, peningkatan saturasi
oksigen.
Kriteria Hasil
NOC
: Circulation Status
No
Indikator
1
2
3
4
5
6
7
8
9
TD sistolik
TD diastolic
Nadi
PaO2
PaCO2
Saturasi oksigen
CRT
Pucat
Penurunan suhu tubuh
NIC
Keterangan :
1.
2.
3.
4.
5.
Severe
Substantial
Moderate
Mild
None
Resuscitation Neonate
DAFTAR PUSTAKA
Sri, Gilang. 2011. Tinjauan Pustaka Asfiksia. Fakultas Kedokteran Universitas Muhamadiyah
Makassar. Diperoleh dari www.digilib.unimus.ac.id diakses pada 15 Desember 2014
Istiyanti, IraSelvi. 2013. Asuhan Kebidanan Pada Bayi Baru Lahir Ny. K Dengan Asfiksia Sedang Di
RSUD Karanganyar Tahun 2013. Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kusuma Husada Surakarta.
Diperoleh dari www.academia.edu.ac.id diakses pada 15 Desember 2014
Departemen Kesehatan RI. (2005). Program kesehatan ibu, bayi baru lahir dan anak HSP-Health
Service Program. Jakarta: Depkes RI.
Ghai, dkk. (2010). Pencegahan Dan Penatalaksanaan Asfiksia Neonatorum. Health Technology
Assessment Indonesia Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Prof. Dr. Hanifa Winkjosastro, SpOG.2007. Ilmu Kebidanan Edisi Ke 3. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirahardjo.
Muttaqin, Arif.2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan gangguan system pernafasan.
Jakarta: selemba medika.
Ikatan
Dokter
Anak
Indonesia.
2014.
Resusitasi
dan
Stabilisasi
Neonatus.
http://idai.or.id/professional-resources/rekomendasi/resusitasi-dan-stabilisasineonatus.html. diakses pada tanggal 16 Desember 2014.
Prabowo,
Eko.
2012.
Resuitasi
pada
Neonatus
Kedokteran
UNSOED.
kedokteran.unsoed.ac.id/.../Ganjil%20II%20-%20Resuitasi%20pada%20... diakses pada
tanggal 16 Desember 2014.
Lee,
et.al. Risk Factors for Neonatal Mortality Due to Birth Asphyxia in Southern Nepal:
AProspective, Community-Based Cohort Study. Pediatrics 2008; 121:e1381-e1390
(doi:10.1542/peds.2007-1966). (Level of evidence IIb)
World Health Organization. Basic Newborn Resuscitation: A Practical Guide-Revision. Geneva: World
Health
Organization;
2009.
Diunduh
dari:
www.who.int/reproductivehealth/publications/newborn_resus_citation/index.html.
IDAI. Asfiksia Neonatorum. Dalam: Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak. Jakarta: Badan
Penerbit IDAI; 2004.h. 272-276. (level of evidence IV)
American Academy of Pediatrics and American College of Obstetricians and Gynaecologists. Care of
the neonate. Guidelines for perinatal care. Gilstrap LC, Oh W, editors. Elk Grove Village (IL):
American Academy of Pediatrics; 2002: 196-7.