Anda di halaman 1dari 16

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Rokok Konvensional


2.1.1. Pengertian
Rokok adalah hasil olahan tembakau terbungkus termasuk cerutu atau bentuk
lainnya yang dihasilkan dari tanaman nicotina tabacum, nicotina rustica dan
spesies lainnya atau sintetisnya yang mengandung nikotin dan tar dengan atau
tanpa bahan tambahan, sedangkan nikotin adalah zat, atau bahan senyawa
pirrolidin yang terdapat dalam nikotiana tabacum, nicotiana rustica dan spesies
lainnya atau sintetisnya yang bersifat adiktif dapat mengakibatkan ketergantungan
dan tar adalah senyawa polinuklir hidrokarbon aromatika yang bersifat
karsinogenik (Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor.19, 2003).
2.1.2. Sepintas sejarah rokok
Tembakau sebagai bahan utama rokok telah digunakan oleh manusia lebih
kurang pada 18.000 tahun yang lampau dan pertama sekali diolah sekitar 5000
7000 tahun yang lalu (Burns, 2007). Sekitar 1500 tahun lalu, beberapa rumpun
kesukuan di Amerika sebenarnya sudah mengolah tembakau menjadi beberapa
bentuk lain yang digunakan sebagai bahan pengobatan dan juga termasuk untuk
penggunaan dalam ritual kepercayaan di suku mereka (Burns, 2007). Meskipun
lebih

dulu

tembakau dikenal

dan

sudah

diolah

oleh

penduduk

pribumi Amerika, tetapi penemuan tembakau diklaim juga oleh beberapa kultur
di berbagai penjuru dunia (Von Gernet, 1995).

Universitas Sumatera Utara

Pada tahun 600 Masehi, seorang filosof Cina bernama Fang Yizhi mulai
menyebutkan bahaya kebiasaan merokok dalam jangka waktu yang lama akan
dapat merusak paru. Tahun 1729 tercatat sebagai tahun pertama tentang adanya
aturan tertulis melarang merokok di tempat-tempat ibadah di negara Bhutan. Pada
tahun 1761, dilakukan studi pertama tentang dampak merokok dan di tahun 1950
diterbitkan dua publikasi utama tentang hasil penelitian dampak merokok bagi
kesehatan, serta di tahun 1981 dilakukan penelitian besar tentang dampak
merokok pasif oleh Hirayama di Jepang (Aditama, 2000).
2.1.3. Kandungan rokok konvensional
Rokok menghasilkan bahan-bahan kimia yang bersifat toksis, baik yang
bersifat gas maupun bukan gas. Sebagian zat kimia bentuk gas yang bersifat toksis
dalam asap rokok antara lain : karbon monoksida, asetaldehida, nitrogen oksida,
hidrogen sianida, akrolein, amoniak, formaldehid, piridina, akrilonitril, 2nitripropan, hidrazina, uretan, dimentilnitrosamina, vinil klorida, dan berbagai
senyawa nitrosamin lainnya (Fajriwan, 1999).
Karbon monoksida merupakan salah satu komponen gas hasil pembakaran
rokok yang paling berbahaya. Daya ikatnya dengan hemoglobin 230 kali lebih
kuat dibandingkan daya ikat zat asam sehingga dengan sejumlah besar ikatan
COHb yang beredar, maka sel-sel jaringan dan organ tubuh menjadi kekurangan
zat asam (Fajriwan, 1999).
Partikel bukan gas dalam asap rokok antara lain tar, nikotin, uap air (Fajriwan,
1999), benzopiron, fenol, dan cadmium (Zavos et all., 1998). Tar merupakan
komponen padat dalam asap rokok setelah dikurangi nikotin dan uap air, terdiri

Universitas Sumatera Utara

dari zat kimia, diantaranya golongan nitrosamin, amin aromatik, senyawa alkan,
asam karboksilat, logam (NI, As, Ra, Pb), selain itu juga sisa insektisida dan
bambu-bambu tembakau dimana keseluruhan zat-zat di atas bersifat karsinogenik
sehingga para perokok menghadapi resiko lebih besar menderita kanker
(Fajriwan, 1999).
2.1.4. Efek rokok konvensional terhadap kesehatan
Efek farmakologi nikotin terhadap berbagai sistem antara lain, sistem
kardiovaskuler : meningkatkan tekanan darah, vasokonstriksi di kulit, takikardia;
efek farmakologi nikotin terhadap sistem saraf otonom : stimulasi singkat yang
diikuti depresi seluruh ganglia; efek farmakologi nikotin terhadap kelenjar adrenal
: pengeluaran adrenalin; efek farmakologi nikotin terhadap susunan saraf pusat :
stimulasi pusat muntah, vasomotor dan respirasi; efek nikotin juga akan
berpengaruh terhadap pelepasan ADH, meninggalkan asam lemak bebas dalam
serum serta meninggikan daya pengelompokan trombosit (Subroto, 1990).
Nikotin juga dapat mengiritasi faring dan bronkus, menyebabkan bronkitis
kronik dan emfisema, kekerapan pneumoni pasca bedah yang meninggi, infark
miokard, iskemia oleh karena sklerosis koroner dini, penyakit Buerger, mortalitas
ulkus peptikum meningkat, gangguan pertumbuhan janin, meningkatkan
mortalitas prenatal, dan berbagai insiden terhadap timbulnya karsinoma (Subroto,
1990).
Efek bahan kimia rokok terhadap sistem reproduksi menunjukkan adanya
gangguan spermatogenesis pada mencit (Bizzaro et all., 2003), menghambat sel
Leydig sehingga menghambat sekresi hormon testosteron (Pacifici et all., 1993),

Universitas Sumatera Utara

merugikan proses spermatogenesis dan fertilisasi sperma (Yamamoto et all.,


1998; Reddy et all., 1995), densitas, motilitas, viabilitas dan persentase normal
morfologi sperma yang rendah (Merino et all., 1998; Chia et all., 1994).

2.2. Rokok Elektrik


2.2.1. Pengertian
Rokok elektrik terlihat dan berfungsi seperti rokok konvensional biasa, akan
tetapi tidak membakar sejumlah tembakau. Rokok elektrik secara umum memiliki
baterai dan perangkat elektronik yang memproduksi asap atau semacam kabut.
Kandungannya selalu berisi nikotin tetapi ada juga yang tidak memiliki
kandungan nikotin sama sekali dan berisi propilen glikol (American Legacy
Foundation, 2009).
Asap yang dihasilkan rokok elektrik dihirup sebagaimana layaknya merokok
konvensional dan sejumlah asap dilepaskan tetapi tidak berupa asap rokok.
Beberapa jenis rokok elektrik juga mempunyai sejenis lampu kecil yang akan
menyala pada saat rokok elektrik dihisap, menyerupai pembakaran yang terjadi
pada rokok konvensional. Nikotin tersimpan di dalam beberapa jenis cartridge
dan cartridge tersebut juga selalu memiliki kandungan zat kimia dan rasa
tambahan, seperti misalnya rasa buah, coklat, permen dan kopi sehingga
menghasilkan perbedaan rasa pada saat dihisap (Action on Smoking & Health
Scotland, 2009). Cartridge dapat selalu diisi ulang dan isi ulang tersebut
merupakan bagian dari perangkat rokok elektrik (American Legacy Foundation,
2009) dan demikian pula halnya dengan baterai yang dimiliki oleh rokok elektrik,

Universitas Sumatera Utara

merupakan suatu baterai yang dapat diisi ulang kembali (Westenberger, 2009) dan
saat dioperasikan, akan timbul panas yang dihasilkan oleh tenaga baterai yang
selanjutnya akan memanaskan sejumlah cairan yang tersimpan di dalam cartridge
untuk memproduksi asap yang akan dihisap oleh pengguna (Wollsheid dan
Kremzner, 2009).
Terdapat beberapa jenis rokok elektrik yang mempunyai kandungan
konsentrasi nikotin yang berbeda-beda, antara lain : 16 mg nikotin, 11 mg nikotin,
6 mg nikotin dan 0 mg nikotin (European Commision, 2008) dan
dikarakteristikkan pula berbagai kandungan nikotin tersebut dalam beberapa
tingkatan, yaitu nol, rendah, sedang dan tinggi (Wollsheid dan Kremzner, 2009).

Gambar 2. a; Rokok Elektrik, b; Cartridge Rokok Elektrik

Gambar 3. Struktur Rokok Elektrik (Westenberger, 2009)

Universitas Sumatera Utara

2.2.2. Sejarah rokok elektrik


Rokok elektrik pertama sekali dibuat pada tahun 2004 di China oleh sebuah
perusahaan di Beijing yang bernama Ruyan Grup. Mereka mengembangkan,
mempatenkan dan meluncurkan produk rokok elektrik atau e-cigarette (Pauly et
all., 2007). Rokok elektrik digunakan dengan memakai tenaga baterai yang dapat
diisi ulang, berisi sirkuit mikroelektrik yang menguapkan cairan yang tersimpan
di dalam sebuah cartridge dan memiliki sensor (Action on Smoking & Health
Scotland, 2009). Di Inggris, produk rokok elektrik mulai populer sekitar tahun
2007 dan 2008 dan sampai saat ini, rokok elektrik telah terjual dan dipasarkan di
lebih 25 negara seluruh dunia (Wollscheid dan Kremzer, 2009).
2.2.3. Kimiawi asap rokok elektrik
Cartridge pada rokok elektrik berisi sintetis nikotin yang terlarut di dalam
propilen glikol, air dan zat pemberi rasa, selain itu terdeteksi pula bahan tambahan
berupa diethilen glikol (komponen anti pembekuan dan bersifat toksis pada
manusia) dan nitrosamin (zat bersifat karsinogen) pada setengah dari sampel
penelitian (Westenberger, 2009). Beberapa bahan yang merupakan komponen
spesifik tembakau yang bersifat berbahaya bagi manusia (anabasine, myosamine,
dan

beta-nycotyrine)

juga

terdeteksi

pada

kandungan

rokok

elektrik

(Westenberger, 2009).
Observasi yang dilakukan oleh Alliance Technologies untuk melihat
komposisi utama rokok elektrik dan konsentrasi relatif lainnya yang tersimpan di
dalam cartridge termasuk juga asap yang diproduksi oleh rokok elektrik dengan
menggunakan alat GC-FID (gas chromatography with a flame ionization

Universitas Sumatera Utara

detector) menemukan bahwa propilen glikol, nikotin dan gliserin dijumpai pada
cairan dan asap rokok elektrik (Alliance Technologies, 2009). Tergantung dari
jenis cartridge rokok elektrik tersebut, setiap cartridge dapat memiliki kandungan
antara 0 16 mg nikotin dengan variasi rasa yang dimiliki seperti rasa rokok
konvensional dan dengan rasa buah-buahan, seperti apel, cherry, coklat, rasa
permen, dan kopi (Westenberger, 2009; American Legacy Foundation, 2009).
Berikut disampaikan hasil analisa kandungan kimiawi rokok elektrik seperti
terlihat pada tabel berikut ini :
Tabel 1. Hasil Analisa Cartridge Rokok Elektrik (Westenberger, 2009)

Universitas Sumatera Utara

Tabel 1. Lanjutan

Tabel 2. Komposisi Cairan dan Asap Rokok Elektrik (Alliance Technologies,


2009)
Composition Profile for Liquid and Vapor
20090399-01
Instead Zero
Liquid

20090399-01
Instead Zero
Vapor

20090399-02
Instead High
Liquid

20090399-02
Instead High
Vapor

72.9%
99.6%
69.6%
81.0%
Propylene
Glycol
Diethylene
nd
nd
nd
nd
Glycol
3.9%
0.8%
Ethylene
nd
nd
Glycol
3.9%
0.8%
Nicotine
nd
nd
27.1%
0.4%
26.5%
18.2%
Glycerin
nd = not detected
Method Detection level : Propylene Glycol = 1000ppm, Diethylene Glycol =
20ppm, Ethylene Glycol = 20ppm and Nicotine = 0.1% (1000ppm)

Universitas Sumatera Utara

2.2.4. Efek rokok elektrik terhadap kesehatan


Sampai saat sekarang ini, belum ada data yang dipublikasikan terkait
keamanan penggunaan rokok elektrik (American Legacy Foundation, 2009) dan
sangat sedikit sekali yang diketahui tentang rokok elektrik serta hanya beberapa
laporan penelitian saja yang dipublikasikan (Henningfield dan Zaatari, 2009), oleh
karena itu rokok elektrik tidak dapat dijual dan dipasarkan di Australia, Brazil,
Canada, Denmark dan Switzerland (American Legacy Foundation, 2009).
Rokok elektrik kemungkinan mempunyai resiko merugikan yang lebih kecil
dibandingkan dengan rokok konvensional, tetapi rokok elektrik lebih berbahaya
bila dibandingkan dengan perangkat inhalasi nikotin (Westenberger, 2009; World
Health Organization, 2008).

2.3. Fisiologi Reproduksi Mencit Jantan


Sistem reproduksi mencit jantan terdiri atas testis dan kandung skrotum,
epididimis dan vas deferens, sisa sistem ekskretori pada masa embrio yang
berfungsi untuk transport sperma, kelenjar asesoris, uretra dan penis. Selain uretra
dan penis, semua struktur ini berpasangan (Rugh, 1976).
2.3.1. Testis
Setiap testis ditutupi dengan jaringan ikat fibrosa, tunika albuginea, bagian
tipisnya atau septa akan memasuki organ untuk membelah menjadi lobus yang
mengandung beberapa tubulus disebut tubulus semineferus. Bagian tunika
memasuki testis dan bagian arteri testicular yang masuk disebut sebagai hilus
(Rugh, 1976).

Universitas Sumatera Utara

Pada mencit jantan, gonad sewaktu embrio berdiferensiasi menjadi testis yang
akan dibungkus oleh skrotum. Fungsi testis ini untuk menghasilkan hormon seks
jantan yang disebut andogen dan juga menghasilkan gamet jantan yang disebut
sperma. Di dalam testis terdapat dua komponen penting yaitu komponen
spermatogenesis dan komponen interlobular. Komponen spermatogenesis terdiri
dari sel germinal dan sel sertoli pada tubulus semineferus. Komponen interlobular
terdiri dari sel interstesial Leydig dan jaringan peritubular serta sistem vascular
dan limfatik (Russel et all., 1990).
Lebih dari 90% testis terdiri dari tubulus semineferus yang merupakan tempat
menghasilkan sperma. Tubulus tersebut tersusun berliku-liku di dalam testis dan
sangat panjang. Pada mencit jantan muda struktur tubulus terdiri dari epithelium
lembaga yang menghasilkan sel-sel spermatogonia dan sel sertoli. Pada jantan
yang lebih tua spermatogonia tumbuh menjadi spermatosit primer yang setelah
pembelahan meiosis pertama tumbuh menjadi spermatosid sekunder haploid.
Spermatosid sekunder akan menjadi spermatid yang menjalani spermatogenesis
yang akhirnya akan menjadi sperma yang terdiri dari kepala, tubuh dan ekor
(Nalbandov, 1990).
2.3.2. Struktur sel spermatozoa
Sel sperma yang normal terdiri dari kepala, leher, bagian tengah dan ekor.
Kepala ditutupi oleh tudung protoplasmik (galea kapitis). Galea kapitis biasanya
larut bila sperma diberi pelarut lemak yang biasanya digunakan untuk pengecatan.
Bila bergerak, sperma berenang dalam cairan suspensinya seperti ikan dalam air.
Bila mati, sperma akan terlihat datar dengan permukaan. Pada mencit, ujung

Universitas Sumatera Utara

kepala sperma berbentuk kait. Leher dan ekor tersusun dari flagellum tunggal
yang padat tetapi tersusun dari 9-18 fibril yang dibungkus oleh satu selubung.
Pada ujung ekor, selubung menghilang, fibril menyembul dalam bentuk sikat yang
telanjang (Nalbandov, 1990).
2.3.3. Spermatogenesis
Sel germinal primordial mencit jantan muncul sekitar 8 hari kehamilan dengan
jumlah hanya 100, yang merupakan awal dari jutaan spermatozoa yang akan
dirpoduksi dan masih berada di daerah ekstra gonad. Karena sel germinal kaya
akan alkalin fosfatase untuk mensuplai energi pergerakannya melalui jaringan
embrio, maka sel germinal dapat dikenal dengan teknik pewarnaan. Pada hari ke-9
dan ke-10 kehamilan, sebagian mengalami degenerasi dan sebagian lain
mengalami proliferasi dan bahkan bergerak (pada hari ke-11 dan ke-12) ke daerah
genitalia. Pada saat itu jumlahnya mencapai sekitar 5000 dan proses identifikasi
testis dapat dilakukan. Proses proliferasi dan diferensiasi berlangsung di daerah
medulla testis. Menuju akhir masa fetus, aktivitas mitosis sel germinal primordial
dalam bagian genitalia berkurang dan beberapa sel mulai degenerasi menjelang
hari ke-19 kehamilan. Tidak berapa lama setelah kelahiran, sel tampak lebih
besar, yaitu spermatogonia. Setelah itu akan ada spermatogonia dalam testis
mencit sepanjang hidupnya dan terdapat 3 jenis spermatogonia : tipe A, tipe
intermediate dan tipe B (Rugh, 1976).
Tipe A adalah induk stem cell yang mampu mengalami mitosis sampai menjadi
spermatozoa. Spermatogonia tipe A yang paling besar dan mengandung inti
kromatin yang mirip partikel debu halus dan nukleolus kromatin tunggal terletak

Universitas Sumatera Utara

eksentrik. Kromosom metafasenya panjang dan tipis. Dapat meningkat melalui


spermatogonia intermediate menjadi spermatogonia B yang lebih kecil, lebih
banyak dan mengandung inti kromatin serpihan kasar di atas atau dekat permukan
dalam membran inti. Terdapat plasmosom mirip nukleolus yang terletak di
tengah. Kromosom metafase biasanya pendek, bulat, dan mirip kacang.
Spermatogonia tipe B membelah dua untuk meningkatkan jumlahnya atau
berubah menjadi spermatosit primer, lebih jauh dari membran dasar. Diperkirakan
lamanya waktu dari metafase spermatogonia menjadi profase meiosis sekitar 3
sampai 9 hari, menuju metafase kedua selama 4 hari atau kurang, dan menuju
spermatozoa imatur selama 7 hari atau lebih. Maka, waktu dari metafase
spermatogonia menjadi spermatozoa imatur paling sedikit 10 hari (Rugh, 1976).
Sel tipe A pertama kali muncul 3 hari setelah kelahiran. Ketika jumlahnya
meningkat, sel germinal primordial yang merupakan asalnya dan kemudian berada
di samping membran dasar akan berkurang jumlahnya. Pembelahan meiosis
dalam testis mulai 8 hari setelah kelahiran. Tanda pertama bahwa spermatogonia
B akan metamorfosis menjadi spermatosit primer adalah pembesaran dan bergerak
menjauhi membran dasar. Spermatosit primer membelah menjadi 2 spermatosit
sekunder yang lebih kecil, yang kemudian membelah menjadi 4 spermatid.
Mereka mengalami metamorfosis radikal menjadi spermatozoa matur dengan
jumlah yang sama, kehilangan sitoplasmanya dan berubah bentuk (Rugh, 1976).
Antara tahap spermatosit primer dan sekunder, materi kromatin harus
membelah. Sintesa premeiotik DNA terjadi di spermatosit primer selama fase
istirahat dan berakhir sebelum onset profase meiosis, rata-rata selama 14 jam.

Universitas Sumatera Utara

Tidak ada pembentukan DNA terjadi pada tahap akhir spermatogenesis. Proses
spermatogenesis mencit pada dasarnya sama dengan mamalia lain. Satu siklus
epitel semineferus selama 2076 jam, dan 4 siklus yang mirip terjadi antara
spermatogonia A dan spermatozoa matur. Testis dan khususnya spermatozoa
matur, merupakan sumber hyaluronidase terkaya dan enzim ini efektif
membubarkan sel cumulus sekitar ovum matur pada saat fertilisasi. Setiap
spermatozoa membawa enzim yang cukup untuk membersihkan jalan melalui sel
cumulus menuju matriks sel ovum. Bahan asam hialuronik semen cenderung
bergabung ke sel granulosa cumulus, agar kepala sperma dapat disuplai dengan
enzim melimpah (Rugh, 1976).

2.4. Radikal Bebas


Radikal bebas adalah atom atau molekul yang mempunyai elektron yang tidak
berpasangan pada orbital terluarnya dan dapat berdiri sendiri (Clarkson dan
Thompson, 2000). Kebanyakan radikal bebas bereaksi secara cepat dengan atom
lain untuk mengisi orbital yang tidak berpasangan, sehingga radikal bebas
normalnya berdiri sendiri hanya dalam periode waktu yang singkat sebelum
menyatu dengan atom lain. Simbol untuk radikal bebas adalah sebuah titik yang
berada di dekat simbol atom (R).
ROS (Reactive Oxygen Species) adalah senyawa pengoksidasi turunan
oksigen yang bersifat sangat reaktif yang terdiri atas kelompok radikal bebas dan
kelompok nonradikal. Kelompok radikal bebas antara lain superoxide anion (O 2 ),

hydroxyl radicals (OH), dan peroxyl radicals (RO 2 ). Yang nonradikal misalnya

Universitas Sumatera Utara

hydrogen peroxide (H 2 O 2 ), dan organic peroxides (ROOH) (Halliwell and


Whiteman, 2004). Senyawa oksigen reaktif ini

dihasilkan dalam proses

metabolisme oksidatif dalam tubuh misalnya pada proses oksidasi makanan


menjadi energi. ROS yang paling penting secara biologis dan paling banyak
berpengaruh pada sistem reproduksi antara lain superoxide anion (O 2 -), hydroxyl

radicals (OH), peroxyl radicals (RO 2 ) dan hydrogen peroxide (H 2 O 2 )

(Tremallen, 2008). Bentuk radikal bebas yang lain adalah hydroperoxyl (HO 2 ),

alkoxyl (RO ), carbonate (CO 3 ), carbon dioxide (CO 2 ), atomic chlorine (Cl ),

dan nitrogen dioxide (NO 2 ) (Halliwell dan Whiteman, 2004).

2.5. Malondialdehyde
Salah satu senyawa yang dihasilkan oleh pemecah lipid peroksida adalah
malondialdehyde (MDA) yang terbentuk akibat degradasi radikal bebas OH
terhadap asam lemak tak jenuh yang nantinya ditransportasi menjadi radikal bebas
yang sangat reaktif (Suryohudoyo, 2000). Peroksidasi lipid ini dapat ditentukan
secara tidak langsung dengan mengukur kadar MDA yaitu produk akhir
peroksidasi lipid berupa senyawa dialdehida yang dapat diukur mengikuti tes
standar Thiobarbituric Acid Reactive Substances (TBARS test). (Slater, 1984;
Winarsi, 2007; Powers dan Jackson, 2008).

Universitas Sumatera Utara

2.6..Mekanisme

Kerja

Radikal

Bebas,

Peroksidasi

Lipid,

dan

Malondialdehyde
Penelitian yang ekstensif dengan menggunakan sistem model dan dengan
material biologis in vitro, secara jelas menunjukkan bahwa radikal bebas dapat
menimbulkan perubahan kimia dan kerusakan terhadap protein, lemak,
karbohidrat, dan nukleotida. Bila radikal bebas diproduksi in vivo, atau in vitro di
dalam sel melebihi mekanisme pertahanan normal, maka akan terjadi berbagai
gangguan metabolik dan seluler. Jika posisi radikal bebas yang terbentuk dekat
dengan DNA, maka bisa menyebabkan perubahan struktur DNA sehingga bisa
terjadi mutasi atau sitotoksisitas. Radikal bebas juga bisa bereaksi dengan
nukleotida sehingga menyebabkan perubahan yang signifikan pada komponen
biologi sel. Bila radikal bebas merusak grup thiol maka akan terjadi perubahan
aktivitas enzim. Radikal bebas dapat merusak sel dengan cara merusak membran
sel tersebut. Kerusakan pada membran sel ini dapat terjadi dengan cara: (a) radikal
bebas berikatan secara kovalen dengan enzim dan/atau reseptor yang berada di
membran sel, sehingga merubah aktivitas komponen-komponen yang terdapat
pada membran sel tersebut; (b) radikal bebas berikatan secara kovalen dengan
komponen membran sel, sehingga merubah struktur membran dan mengakibatkan
perubahan fungsi membran dan/atau mengubah karakter membran menjadi seperti
antigen; (c) radikal bebas mengganggu sistem transport membran sel melalui
ikatan kovalen, mengoksidasi kelompok thiol, atau dengan merubah asam lemak
polyunsaturated; (d) radikal bebas menginisiasi peroksidasi lipid secara langsung
terhadap asam lemak polyunsaturated dinding sel. Radikal bebas akan

Universitas Sumatera Utara

menyebabkan terjadinya peroksidasi lipid membran sel. Peroksida-peroksida lipid


akan terbentuk dalam rantai yang makin panjang dan dapat merusak organisasi
membran sel. (Sikka et al., 1995). Peroksidasi ini akan mempengaruhi fluiditas
membran, cross-linking membran, serta struktur dan fungsi membran (Slater,
1984; Powers dan Jackson, 2008).
Mekanisme kerusakan sel atau jaringan akibat serangan radikal bebas yang
paling awal diketahui dan terbanyak diteliti adalah peroksidasi lipid. Peroksidasi
lipid paling banyak terjadi di membran sel, terutama asam lemak tidak jenuh yang
merupakan komponen penting penyusun membran sel. Pengukuran tingkat
peroksidasi lipid diukur dengan mengukur produk akhirnya, yaitu MDA yang
merupakan produk oksidasi asam lemak tidak jenuh dan yang bersifat toksik
terhadap sel (Del Rio et all., 2005)

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai