Anda di halaman 1dari 60

MM N.

CRANIALIS DAN PERDARAHANNYA


Nomor Nama
I
II
III
IV
V
VI
VII

VIII

IX
X
XI
XII

Jenis

Fungsi
Menerima rangsang dari hidung dan menghantarkannya ke
Olfaktori
Sensori
otak untuk diproses sebagai sensasi bau
Menerima rangsang dari mata dan menghantarkannya ke
Optik
Sensori
otak untuk diproses sebagai persepsi visual
Okulomotor
Motorik Menggerakkan sebagian besar otot mata
Troklear
Motorik Menggerakkan beberapa otot mata
Sensori: Menerima rangsangan dari wajah untuk diproses di
Trigeminal
Gabungan otak sebagai sentuhan
Motorik: Menggerakkan rahang
Abdusen
Motorik Abduksi mata
Sensorik: Menerima rangsang dari bagian anterior lidah
untuk diproses di otak sebagai sensasi rasa
Fasial
Gabungan
Motorik: Mengendalikan otot wajah untuk menciptakan
ekspresi wajah
Sensori sistem vestibular: Mengendalikan keseimbangan
Vestibulokoklear Sensori Sensori koklea: Menerima rangsang untuk diproses di otak
sebagai suara
Sensori: Menerima rangsang dari bagian posterior lidah
Glosofaringeal Gabungan untuk diproses di otak sebagai sensasi rasa
Motorik: Mengendalikan organ-organ dalam
Sensori: Menerima rangsang dari organ dalam
Vagus
Gabungan
Motorik: Mengendalikan organ-organ dalam
Aksesori
Motorik Mengendalikan pergerakan kepala
Hipoglosal
Motorik Mengendalikan pergerakan lidah

SARAF OLFAKTORIUS (N.I)


Sistem olfaktorius dimulai dengan sisi yang menerima rangsangan olfaktorius. Sistem ini terdiri
dari bagian berikut: mukosa olfaktorius pada bagian atas kavum nasal, fila olfaktoria, bulbus
subkalosal pada sisi medial lobus orbitalis.
Saraf ini merupakan saraf sensorik murni yang serabut-serabutnya berasal dari membran mukosa
hidung dan menembus area kribriformis dari tulang etmoidal untuk bersinaps di bulbus
olfaktorius, dari sini, traktus olfaktorius berjalan dibawah lobus frontal dan berakhir di lobus
temporal bagian medial sisi yang sama.
Sistem olfaktorius merupakan satu-satunya sistem sensorik yang impulsnya mencapai korteks
tanpa dirilei di talamus. Bau-bauan yang dapat memprovokasi timbulnya nafsu makan dan
induksi salivasi serta bau busuk yang dapat menimbulkan rasa mual dan muntah menunjukkan
bahwa sistem ini ada kaitannya dengan emosi. Serabut utama yang menghubungkan sistem
penciuman dengan area otonom adalah medial forebrain bundle dan stria medularis talamus.
Emosi yang menyertai rangsangan olfaktorius mungkin berkaitan ke serat yang berhubungan
dengan talamus, hipotalamus dan sistem limbik.

LUSY NOVITASARI
1102011144
STROKE

Page 1

SARAF OPTIKUS (N. II)


Saraf Optikus merupakan saraf sensorik murni yang dimulai di retina. Serabut-serabut saraf ini,
ini melewati foramen optikum di dekat arteri optalmika dan bergabung dengan saraf dari sisi
lainnya pada dasar otak untuk membentuk kiasma optikum. Orientasi spasial serabut-serabut dari
berbagai bagian fundus masih utuh sehingga serabut-serabut dari bagian bawah retina ditemukan
pada bagian inferior kiasma optikum dan sebaliknya.
Serabut-serabut dari lapangan visual temporal (separuh bagian nasal retina) menyilang kiasma,
sedangkan yang berasal dari lapangan visual nasal tidak menyilang. Serabut-serabut untuk indeks
cahaya yang berasal dari kiasma optikum berakhir di kolikulus superior, dimana terjadi
hubungan dengan kedua nuklei saraf okulomotorius. Sisa serabut yang meninggalkan kiasma
berhubungan dengan penglihatan dan berjalan di dalam traktus optikus menuju korpus
genikulatum lateralis. Dari sini serabut-serabut yang berasal dari radiasio optika melewati bagian
posterior kapsula interna dan berakhir di korteks visual lobus oksipital.
Dalam perjalanannya serabut-serabut tersebut memisahkan diri sehingga serabut-serabut untuk
kuadran bawah melalui lobus parietal sedangkan untuk kuadaran atas melalui lobus temporal.
Akibat dari dekusasio serabut-serabut tersebut pada kiasma optikum serabut-serabut yang berasal
dari lapangan penglihatan kiri berakhir di lobus oksipital kanan dan sebaliknya.
SARAF OKULOMOTORIUS (N. III)
Nukleus saraf okulomotorius terletak sebagian di depan substansia grisea periakuaduktal
(Nukleus motorik) dan sebagian lagi di dalam substansia grisea (Nukleus otonom).
Nukleus motorik bertanggung jawab untuk persarafan otot-otot rektus medialis, superior, dan
inferior, otot oblikus inferior dan otot levator palpebra superior. Nukleus otonom atau nukleus
Edinger-westhpal yang bermielin sangat sedikit mempersarafi otot-otot mata inferior yaitu
spingter pupil dan otot siliaris.
SARAF TROKLEARIS (N. IV)
Nukleus saraf troklearis terletak setinggi kolikuli inferior di depan substansia grisea
periakuaduktal dan berada di bawah Nukleus okulomotorius. Saraf ini merupakan satu-satunya
saraf kranialis yang keluar dari sisi dorsal batang otak. Saraf troklearis mempersarafi otot oblikus
superior untuk menggerakkan mata bawah, kedalam dan abduksi dalam derajat kecil.
SARAF TRIGEMINUS (N. V)
Saraf trigeminus bersifat campuran terdiri dari serabut-serabut motorik dan serabut-serabut
sensorik. Serabut motorik mempersarafi otot masseter dan otot temporalis. Serabut-serabut
sensorik saraf trigeminus dibagi menjadi tiga cabang utama yatu saraf oftalmikus, maksilaris,
dan mandibularis. Daerah sensoriknya mencakup daerah kulit, dahi, wajah, mukosa mulut,
hidung, sinus. Gigi maksilar dan mandibula, dura dalam fosa kranii anterior dan tengah bagian
anterior telinga luar dan kanalis auditorius serta bagian membran timpani.
SARAF ABDUSENS (N. VI)
Nukleus saraf abdusens terletak pada masing-masing sisi pons bagian bawah dekat medula
oblongata dan terletak dibawah ventrikel ke empat saraf abdusens mempersarafi otot rektus
lateralis.

LUSY NOVITASARI
1102011144
STROKE

Page 2

SARAF FASIALIS (N. VII)


Saraf fasialis mempunyai fungsi motorik dan fungsi sensorik fungsi motorik berasal dari Nukleus
motorik yang terletak pada bagian ventrolateral dari tegmentum pontin bawah dekat medula
oblongata. Fungsi sensorik berasal dari Nukleus sensorik yang muncul bersama nukleus motorik
dan saraf vestibulokoklearis yang berjalan ke lateral ke dalam kanalis akustikus interna.
Serabut motorik saraf fasialis mempersarafi otot-otot ekspresi wajah terdiri dari otot orbikularis
okuli, otot buksinator, otot oksipital, otot frontal, otot stapedius, otot stilohioideus, otot
digastriktus posterior serta otot platisma. Serabut sensorik menghantar persepsi pengecapan
bagian anterior lidah.
SARAF VESTIBULOKOKLEARIS (N. VIII)
Saraf vestibulokoklearis terdiri dari dua komponen yaitu serabut-serabut aferen yang mengurusi
pendengaran dan vestibuler yang mengandung serabut-serabut aferen yang mengurusi
keseimbangan. Serabut-serabut untuk pendengaran berasal dari organ corti dan berjalan menuju
inti koklea di pons, dari sini terdapat transmisi bilateral ke korpus genikulatum medial dan
kemudian menuju girus superior lobus temporalis. Serabut-serabut untuk keseimbangan mulai
dari utrikulus dan kanalis semisirkularis dan bergabung dengan serabut-serabut auditorik di
dalam kanalis fasialis. Serabut-serabut ini kemudian memasuki pons, serabut vestibutor berjalan
menyebar melewati batang dan serebelum.
SARAF GLOSOFARINGEUS (N. IX)
Saraf Glosofaringeus menerima gabungan dari saraf vagus dan asesorius pada waktu
meninggalkan kranium melalui foramen tersebut, saraf glosofaringeus mempunyai dua ganglion,
yaitu ganglion intrakranialis superior dan ekstrakranialis inferior. Setelah melewati foramen,
saraf berlanjut antara arteri karotis interna dan vena jugularis interna ke otot stilofaringeus. Di
antara otot ini dan otot stiloglosal, saraf berlanjut ke basis lidah dan mempersarafi mukosa
faring, tonsil dan sepertiga posterior lidah.
SARAF VAGUS (N. X)
Saraf vagus juga mempunyai dua ganglion yaitu ganglion superior atau jugulare dan ganglion
inferior atau nodosum, keduanya terletak pada daerah foramen jugularis, saraf vagus
mempersarafi semua visera toraks dan abdomen dan menghantarkan impuls dari dinding usus,
jantung dan paru-paru.
SARAF ASESORIUS (N. XI)
Saraf asesorius mempunyai radiks spinalis dan kranialis. Radiks kranial adalah akson dari neuron
dalam nukleus ambigus yang terletak dekat neuron dari saraf vagus. Saraf aksesoris adalah saraf
motorik yang mempersarafi otot sternokleidomastoideus dan bagian atas otot trapezius, otot
sternokleidomastoideus berfungsi memutar kepala ke samping dan otot trapezius memutar
skapula bila lengan diangkat ke atas.
SARAF HIPOGLOSUS (N. XII)
Nukleus saraf hipoglosus terletak pada medula oblongata pada setiap sisi garis tengah dan depan
ventrikel ke empat dimana semua menghasilkan trigonum hipoglosus. Saraf hipoglosus
merupakan saraf motorik untuk lidah dan mempersarafi otot lidah yaitu otot stiloglosus,
hipoglosus dan genioglosus.

LUSY NOVITASARI
1102011144
STROKE

Page 3

1. MM JARAS MOTORIK DAN SENSORIK


a. Kapsula interna.
materi putih di otak dan thalamus dari putamen dan globus pallidus. Ini terdiri dari aksonal serat
yang berjalan antara korteks serebral dan piramida medula .
Ketika dipotong horizontal:
tikungan di V disebut genu
pada ekstremitas anterior atau crus anterius adalah bagian dalam depan genu, antara
kepala inti caudate dan inti lenticular
pada tungkai posterior atau crus posterius adalah bagian belakang genu, antara thalamus dan
lenticular nukleus
bagian retrolenticular adalah ekor ke inti lenticular dan membawa saluran optik termasuk
radiasi geniculocalcarine.
bagian bawah sublenticular adalah inti lenticular dan saluran yang terlibat dalam jalur
pendengaran dari nukleus geniculate medial ke korteks pendengaran primer

Anterior ke posterior:
limb anterior dari kapsul internal yang mengandung:
1) Frontopontine (corticofugal) serat proyek dari korteks frontal ke pons ;
2) serat talamokortikal (bagian dari radiasi talamokortikal)
menghubungkan medial dan anterior inti dari thalamus ke lobus frontal (ini terputus
selama Lobotomi prefrontal ).
Genu mengandung serat corticobulbar , yang berjalan antara korteks dan batang otak .
Dahan posterior dari kapsul internal yang mengandung serat kortikospinalis , serat sensorik
(termasuk lemniskus medial dan sistem anterolateral ) dari tubuh dan serat corticobulbar
beberapa.

2
Divisi

Mayor Komunikasi Tracts

Anterior
tungkai

- Lenticulostriate arteri
- Tracts antara lobus frontal dan pons (batang otak) (cabang dari arteri serebri)
- Tracts antara thalamus dan korteks prefrontal
- Berulang arteri Heubner
- Tracts antara thalamus dan cingulate gyrus
(cabang dari arteri serebri
anterior)

Lutut

- Lenticulostriate arteri
- Tracts antara korteks motorik di lobus frontal dan (cabang dari arteri serebri)
inti saraf kranial di batang otak (alias: saluran
- Berulang arteri Heubner
corticobulbar)
(cabang dari arteri serebri
anterior)

Posterior
tungkai

- Tracts antara korteks motor lobus frontal dan


tanduk anterior dari sumsum tulang belakang (aka:
kortikospinalis saluran)
- Saluran lemniskus Medial (kelanjutan dari kolom

LUSY NOVITASARI
1102011144
STROKE

Darah Pasokan

- Lenticulostriate arteri
(cabang dari arteri serebri)
- Arteri Choroidal anterior
(cabang dari karotid

Page 4

dorsal), yang membawa informasi tentang sentuhan internal)


ringan, getaran, dan sensasi tekanan dari tubuh dan
sumsum tulang belakang.
- Anterolateral (aka: spinotalamikus) saluran, yang
membawa nyeri dan informasi temperatur
b. Jaras motorik.
Sistem motorik merupakan sistem yang mengatur segala gerakan pada manusia.
Gerakan diatur oleh pusat gerakan yang terdapat di otak, diantaranya yaitu area
motorik di korteks, ganglia basalis, dan cerebellum. Jaras untuk sistem motorik ada
dua, yaitu traktus piramidal dan ekstrapiramidal :
A. Traktus piramidal s. Traktus Corticospinalis
Merupakan jaras motorik utama yang pusatnya di girus precentralis (area 4
Broadmann), yang disebut juga korteks motorik primer. Impuls motorik dari pusat
motorik disalurkan melalui traktus piramidal berakhir pada cornu aanterior
medulla spinalis.
Pusat jaras Motorik
Neuron Motorik Atas
Semua serabut saraf turun yang berasal dari sel pyramid cortex cerebri (Pusat
Supraspinal). Meliputi :
o Ganglia basalis tractus corticostriata
o Di-encephalon tractus cortico-diencephalon
o Batang otak cortico bulbaris
Motorik atas terletak pada cortex cerebri, neuron yang ada dicortex
cerebri sebagai Neuron orde pertama (sel pyramidalis). Axo neuron pertama
turun melalui corona radiata masuk crus posterior capsula interna mesencephalon, pons, medulla oblongata dan medulla spinalis bersinap dengan
neuron orde kedua pada cornu anterior subt.grisea medulla spinalis.
Asal Neuron Orde pertama :

LUSY NOVITASARI
1102011144
STROKE

o 1/3 berasal dari Area 4 Brodmann (pusat motorik primer) pada gyrus
precentralis
o 1/3 berasal dari Area 6 Brodmann (pusat motorik sekunder) pada
gyrus precentralis
o 1/3 berasal dari Area 3,2,1 Brodmann (pusat somastesi) pada gyrus
postcentralis
Neuron Motorik Bawah (Pusat Spinal)
Cornu anterius medulla spinalis (Pusat Spinal) tractus corticospinalis.
Letak columna subt.grisea medulla spinalis terdapat dua neuron :
o Neuron orde kedua (neuron antara) terletak pada pangkal columna
anterior subt.grisea

Page 5

o Neuron orde ketiga axon neuron ketiga keluar dari medulla


spinalis sebagai radix anterior n.spinalis yang bergabung dengan
radix posterior membentuk n.spinalis dan akhirnya pergi ke efektor
sadar
B. Traktus Ekstrapyramidal
Datang dari Batang Otak menuju Medulla Spinalis
1. Tractus reticulospinalis
Asal : Formatio reticulare yang terletak sepanjang mes-encephalon, pons dan
medulla oblongata (neuron orde pertama).
Jalan :
Dari neuron yang ada di pons, dikirmkan axon lurus kebawah : traktus
reticulospinlis pontinus
Dari neuron di medulla oblongata, menyilang garis tengah baru turun
ke medulla spinalis : traktus reticulospinalis medulla spinalis
Tujuan : cornu anterius medulla spinalis (pusat spinal: neuron orde kedua dan
ketiga)
Fungsi : mengontrol neuron orde kedua dan ketiga dalam bentuk fasilitasi dan
inhibisi kontraksi otot skelet berkaitan dengan fungsi
keseimbangan tubuh
2. Tractus Tectospinalis
Asal : colliculus superior mes-encephalon (neuron orde pertama)
Jalan : menyilang garis tengah dan turun melalui pons, medulla oblongata.
Jalannya dekat sekali dengan fasciculus longitudinale medialis
Tujuan : cornu anterius medulla spinalis (pusat spinal) dan bersinaps dengan
neuron orde kedua dan ketiga
Fungsi:
1) terjadinya reflex pupilodilatasi sbg. respon kalau lagi berada dalam
ruang gelap
2) terjadinya reflex gerakan tubuh sbg. respon terhadap ransang
penglihatan
3. Tractus Rubrospinalis
Asal : nucleus ruber (neuron orde pertama) pada tegmentum mesencephalon setinggi coliculus superior.
Jalan : axon neuron orde pertama menyilang garis tengah turun kebawah
melewati pns, medulla oblongata menuju cornu anterior meulla
spinalis subt. grisea (pusat spinal)
Fungsi : memacu kontraksi otot fleksor dan menghambat kontraksi otot
ekstensor berkaitan dengan fungsi keseimbangan tubuh
4. Tractus vestibulospinalis

LUSY NOVITASARI
1102011144
STROKE

Page 6

Asal

: nuclei vestibularis = neuron orde pertama (dalam pons dan med.


oblongata), menerima akson dari auris interna melalui N.vestibularis
dan cerebelum
Tujuan : cornu anterius medulla spinalis (pusat spinal)
Fungsi
: memacu kontraksi otot ekstensor dan menghambat kontraksi otot
fleksor berkaitan dengan fungsi keseimbangan tubuh
1. Tractus olivospinalis
Asal : nucleus olivarius inferius (neuron orde pertama), menerima axon dari :
cortex cerebrii, corpus striatum, nuceu ruber
Tujuan
: cornu anterius med. spinalis (pusat spinal)
Fungsi : mempengaruhi kontraksi otot skelet berkaitan dengan fungsi
keseimbangan tubuh
Datang dari Cortex Cerebri menuju Batang Otak
a. Tractus Corticothalamus
Asal
: area brodmann 10, 11, 12
Tujuan
: nucleus medialis thalami
Asa l
: area brodmann 9 dan 11
Tujuan
: nuclei septi thalami
Asal
: area brodmann 9
Tujuan
: nucleus medialis et lateralis thalami
Asal
: area brodmann 6
Tujuan
: nuclei septi thalami, nucleus medualis et lateralis thalami
Asal
: area brodmann 4
Tujuan
: nuclei lateralis thalami
b. Tractus corticohypothalamicus
Asal
: cortec hypocampi
Tujuan
: hypothalamus
c. Tractus corticosubthalamicus
Asal
: area brodman 6
Tujuan
: subthalamus
d. Tractus Corticonigra
Asal
: area brodmann 4, 6 dan 8
Tujuan : substantia nigra
e. Tractus yang berasal dari area brodmann 4 dan 6
Tujuan
: tegmentum (mes-encephalon), nuclei pontis (pons),
nucleus olivarius inferius (medulla oblongata)
c. Jaras sensorik.
Jalan raya sensorik berfungsi untuk membawa fungsi sensorik (exteroreseptif &
propioreseptif) dari reseptor ke pusat sensorik sadar di otak.
Menurut letaknya, reseptor dibagi menjadi:
LUSY NOVITASARI
1102011144
STROKE

Page 7

Exteroseptor : perasaan tubuh permukaan (kulit), seperti sensasi nyeri, suhu, dan
raba
Proprioseptor : perasaan tubuh dalam, seperti pada otot, sendi, dan tendo.
Interoseptor : perasaan tubuh pada alat-alat viscera atau alat-alat dalam, seperti
jantung, lambung, usus, dll.
Interoseptor : perasaan tubuh pada alat-alat viscera atau alat-alat dalam, seperti
jantung, lambung, usus, dll.

Menurut tipe atau jenis stimulus, reseptor dibagi menjadi :


Mekanoreseptor
Kelompok reseptor sensorik untuk mendeteksi perubahan tekanan, memonitor
tegangan pada pembuluh darah, mendeteksi rasa raba atau sentuhan. Letaknya di
kulit, otot rangka, persendn dna organ visceral. Contoh reseptornya : corpus
Meissner (untuk rasa raba ringan), corpus Merkel dan badan Paccini (untuk
sentuhan kasar dan tekanan).
Thermoreseptor
Reseptor sensoris unuk mendeteksi perubahan suhu. Contohnya : bulbus Krause
(untuk suhu dingin), dan akhiran Ruffini (untuk suhu panas).
Nociseptor
Reseptor sensorik untuk mendeteksi rasa nyeri dan merespon tekaan yang
dihasilkan oleh adanya kerusakan jaringan akibat trauma fisik maupun kimia.
Contoh reseptornya berupa akhiran saraf bebas (untuk rasa nyeri) dan
corpusculum Golgi (untuk tekanan).
Chemoreseptor
Reseptor sensorik untuk mendeteksi rangsang kimiwa, seperti : bu-bauan yang
diterima sel reseptor olfaktorius dalam hidung, rasa makanan yang diterima oleh
sel reseptor pengecap di lidah, reseptor kimiawi dalam pembuluh darah untuk
mendeteksi oksigen, osmoreseptor untuk mendeteksi perubahan osmolalitas
cairan darah, glucoreseptor di hipotalamus mendeteksi perubahan kadar gula
darah.
Reseptor sensoris yang lain yaitu :
Photoreseptor
Reseptor sensorik untuk mendeteksi perbahan cahaya, dan dilakukan oleh sel
photoreceptor (batang dan kesrucut) di retina mata.
Jaras somatosensorik yang dilalui oleh sistem sensorik adalah sebagai berikut :
A. Untuk rasa permukaan (eksteroseptif) seperti rasa nyeri, raba, tekan, dan suhu
: sinyal diterima reseptor dibawa ke ganglion spinale melalui radiks
posterior menuju cornu posterior medulla spinalis berganti menjadi neuron
sensoris ke-2 lalu menyilang ke sisi lain medulla spinalis membentuk
jaras yang berjalan ke atas yaitu traktus spinotalamikus menuju thalamus di
LUSY NOVITASARI
1102011144
STROKE

Page 8

otak berganti menjadi neuron sensoris ke-3 menuju korteks


somatosensorik yang berada di girus postsentralis (lobus parietalis)
B. Untuk rasa dalam (proprioseptif) seperti perasaan sendi, otot dan tendo :
sinyal diterima reseptor ganglion spinale radiks posterior medulla
spinalis lalu naik sebagai funiculus grasilis dan funiculus cuneatus
berakhir di nucleus Goll berganti menjadi neusron sensoris ke-2
menyilang ke sisi lain medulla spinalis menuju thalamus di otak
berganti menjadi neuron sensoris ke-3 menuju ke korteks somatosensorik
di girus postsentralis (lobus parietalis).
Beberapa serabut saraf berperan untuk menghubungkan segmen-segmen medulla spinalis yang berbeda,
sedangkan serabut lain naik dari medulla spinalis ke pusat-pusat yang lebih tinggi sehingga
mengubungkan medulla spinalis dengan otak. Berkas-berkas serabut yang berjalan ke atas ini disebut
tractus ascendens.
Tractus-tractus ascendens mengantarkan informasi aferen, baik yang dapat maupun tidak dapat disadari.
Informasi ini dapat dibagi menjadi 2 kelompok utama, yaitu: (1) informasi eksteroseptif, yang berasal dari
luar tubuh, seperti nyeri, suhu, dan raba; serta (2) informasi proprioseptif, yang berasal dari dalam tubuh,
misalnya dari otot dan sendi.
Secara umum anatomi jaras asenden adalah sebagai berikut :
Sinyal sensoris biasanya berjalan melewati tiga neuron dari tempat asal mereka di reseptor menuju tujuan
mereka di area sensoris yang ada di otak. Neuron yang pertama akan mendeteksi stimulus dan
mentransimisikan sinyal tersebut menuju medulla spinalis atau ke otak, apabila ditransmisikan menuju
medulla spinalis, maka akan melalui radix dorsalis dan dilanjutkan secara ipsi lateral menuju fasukulus
cuneatus di medulla spinalis,dari medulla spinalis,sinyal diteruskan menuju medulla oblongata masih oleh
neuron yang pertama, di medulla oblongata, sinyal akan diterima di nucleus cuneatus dan dari nucleus
cuneatus diteruskan oleh neuron yang kedua yang akan melanjutkan sinyal tersebut menuju ke thalamus
yang berada di ujung atas dari batang otak,sebelum menuju ke thalamus, sinyal tersebut dibawa oleh
neuron yang ke dua menuju lemniscus medial yang berada di medulla oblongata,dan selanjutnya sinyal
diteruskan menuju mesencephalon, di mesencephalon sinyal akan melewati lemnicus medial yang berada
di mesencephalon dan akhirnya menuju thalamus. Dan neuron yang ke tiga akan membawa sisa sinyal
dari thalamus menuju area sensoris yang berada di korteks cerebri atau gyrus post sentralis. Di sanalah
ditentukan jenis gerakan atau posisi tubuh yang diinginkan.
Hampir seluruh informasi sensorik yang berasal dari segmen somatik tubuh memasuki medulla spinalis
melalui saraf-saraf spinal pada radiks dorsalis dan selanjutnya akan diteruskan ke otak. Dalam
penghantarannya sinyal sensorik akan dibawa melalui salah satu dari dua jaras sensoris bolak-balik: (1)
sistem kolumna dorsalis-lemniskus medialis atau (2) sistem anterolateral. Kedua sistem ini nantinya akan
bertemu di tingkat thalamus.
Sistem kolumna dorsalis-lemniskus medialis menjalarkan sinyal naik ke medulla otak terutama dalam
kolumna dorsalis medulla spinalis. Lalu, setelah sinyal tersebut bersinaps dan menyilang ke sisi
berlawanan di dalam medulla, sinyal tersebut akan naik melalui lemniskus medialis di batang otak
menuju thalamus.
Sebaliknya sistem anterolateral sinyal akan segera memasuki medulla spinalis dari radiks saraf spinalis
dorsalis, bersinaps dalam kornu dorsalis substansia grisea medulla spinalis, lalu menyilang ke sisi yang
berlawanan dan naik melalui subtansia alba anterior dan lateral medulla spinalis. Sinyal tersebut lalu
berakhir pada seluruh tingkat batang otak yang lebih rendah dan juga di thalamus.
Sistem kolukna dorsalis-lemniskus medialis terdiri atas serabut-serabut saraf besar bermielin yang
menjalarkan sinyal ke otak dengan kecepatan 30-110 m/detik, sedangkan sistem anterolateral terdiri atas
serabut saraf bermielin yang lebih kecil yang akan menjalarkan sinyal dengan kecepatan beberapa meter
per detik sampai 40 m/detik.

LUSY NOVITASARI
1102011144
STROKE

Page 9

Perbedaan lain antara kedua sistem ini adalah bahwa serabut-serabut saraf dalam sistem kolumna
dorsalis-lemniskus medialis mempunyai sifat orientasi ruang yang sangat tinggi sesuai dengan asal
serabut saraf itu, sememntara sistem anterolateral mempunyai sifat orientasi ruang yang jauh lebih kecil.
Perbedaan ini akan mempengaruhi jenis informasi sensorik apa yang dapat dijalarkan oleh kedua sistem
di atas. Yakni informasi sensorik yang harus dijlarkan dengan cepat dan dalam waktu yang singkat
terutama akan dijalarkan oleh sistem kolumna dorsalis-lemniskus medialis, sedangkan informasi yang tak
perlu dijalarkan dengan cepat atau dengan tempo yang lama terutama dijalarkan oleh sistem anterolateral.
Sistem anterolateral mempunyai kemampuan khusus yang tidak dimiliki oleh sistem dorsalis, yakni
kemampuan untuk menjalarkan madalitas sensasi yang sangat luas-misalnya sensasi nyeri, hangat, dingin,
dan taktil yang kasar, sedangkan sistem dorsalis hanya terbatas utnuk sensasi mekanoreseptif jenis
tertentu.
Adapun jenis-jenis sensasi yang dapat dijalarkan oleh kedua sistem ini adalah :
Kolumna Dorsalis-Sistem Lemniskus Medialis
Sensasi raba membutuhkan rangsangan dengan derajat lokalisasi tingii
Sensasi raba membutuhkan penjalaran impuls dengan intensitas gradasi yang halus
Sensasi fisik misalnya sensasi getaran
Sensasi terhadapa sinyal gerakan pada kulit
Sensasi posisi tubuh dari persendian
Sensasi tekan yang berkaitan dengan derajat penentuan intensitas tekanan.
Sistem Anterolateral
Rasa nyeri
Sensasi termal, meliputi sensasi hangat dan dingin
Sensasi raba dan tekan kasar yang mampu menentukan tempat perabaan kasar pada tempat penekanan
tubuh
Sensasi geli dan gatal
Sensasi seksual

3. MM PEMERIKSAAN NEUROLOGIS
CARA PEMERIKSAAN SISTIM MOTORIK.
Pemeriksaan sistim motorik sebaiknya dilakukan dengan urutan urutan tertentu untuk menjamin
kelengkapan dan ketelitian pemeriksaan.
1. Pengamatan (Inspeksi).
a. Gaya berjalan dan tingkah laku.
b. Simetri tubuh dan ektremitas.
c. Kelumpuhan badan dan anggota gerak. dll.
d. Gerakan Volunter.
Yang diperiksa adalah gerakan pasien atas permintaan pemeriksa,
misalnya :
a. Mengangkat kedua tangan pada sendi bahu.
b. Fleksi dan ekstensi artikulus kubiti.
c. Mengepal dan membuka jari-jari tangan.
d. Mengangkat kedua tungkai pada sendi panggul.
e. Fleksi dan ekstensi artikulus genu.
f. Plantar fleksi dan dorso fleksi kaki.
g. Gerakan jari- jari kaki.
LUSY NOVITASARI
1102011144
STROKE

Page 10

2. Palpasi otot.
a. Pengukuran besar otot.
b. Nyeri tekan.
c. Kontraktur.
d. Konsistensi ( kekenyalan ).
Konsistensi otot yang meningkat terdapat pada.
Spasmus otot akibat iritasi radix saraf spinalis, misal: meningitis, HNP.
Kelumpuhan jenis UMN ( spastisitas ).
Gangguan UMN ekstrapiramidal ( rigiditas ).
Kontraktur otot.
Konsistensi otot yang menurun terdapat pada.
Kelumpuhan jenis LMN akibat denervasi otot.
Kelumpuhan jenis LMN akibat lesi di motor end plate.
e. Tonus otot.
Pasien diminta melemaskan ekstremitas yang hendak diperiksa kemudian ekstremitas tersebut
kita gerak-gerakkan fleksi dan ekstensi pada sendi siku dan lutut. Pada orang normal terdapat
tahanan yang wajar.
Flaccid : tidak ada tahanan sama sekali ( dijumpai pada
kelumpuhan LMN).
Hipotoni : tahanan berkurang.
Spastik : tahanan meningkat dan terdapat pada awal
gerakan , ini dijumpai pada kelumpuhan UMN.
Rigid : tahanan kuat terus menerus selama gerakan misalnya pada Parkinson.
f.

Kekuatan otot.
Pemeriksaan ini menilai kekuatan otot, untuk memeriksa kekuatan otot ada dua cara:
Pasien disuruh menggerakkan bagian ekstremitas atau badannya dan pemeriksa menahan gerakan
ini.
Pemeriksa menggerakkan bagian ekstremitas atau badan pasien dan ia disuruh menahan.
Cara menilai kekuatan otot :
Dengan menggunakan angka dari 0-5.
0 : Tidak didapatkan sedikitpun kontraksi otot, lumpuh total.
1 : Terdapat sedikit kontraksi otot, namun tidak didapatkan gerakan pada persendiaan yang harus
digerakkan oleh otot tersebut.
2 : Didapatkan gerakan,tetapi gerakan ini tidak mampu melawan gaya berat ( gravitasi ).
3 : Dapat mengadakan gerakan melawan gaya berat.
4 : Disamping dapat melawan gaya berat ia dapat pula mengatasi sedikit tahanan yang diberikan.
5 : Tidak ada kelumpuhan ( normal )
3. Perkusi otot.
Normal : otot yang diperkusi akan berkontraksi yang bersifat setempat dan berlangsung hanya 1
atau 2 detik saja.
Miodema : penimbunan sejenak tempat yang telah diperkusi ( biasanya terdapat pada pasien
mixedema, pasien dengan gizi buruk ).
Miotonik :tempat yang diperkusi menjadi cekung untuk beberapa detik oleh karena kontraksi otot
yang bersangkutan lebih lama dari pada biasa.

Anggota gerak atas.


Pemeriksaan otot oponens digiti kuinti ( C7,C8,T1,saraf ulnaris)

LUSY NOVITASARI
1102011144
STROKE

Page 11

Pemeriksaan otot aduktor policis ( C8,T1 , saraf ulnaris ).


Pemeriksaan otot interosei palmaris ( C8,T1,saraf ulnaris ).
Pemeriksaan otot interosei dorsalis ( C8,T1, saraf ulnaris ).
Pemeriksaan abduksi ibu jari.
Pemeriksaan otot ekstensor digitorum (C7,8,saraf radialis ).
Pemeriksaan otot pektoralis mayor bagian atas ( C5-C8).
Pemeriksaan otot pektoralis mayor bagian bawah ( C5-C8).
Pemeriksaan otot latisimus dorsi ( C5-C8, saraf subskapularis).
Pemeriksaan otot seratus aterior ( C5-C7,saraf torakalis ).
Pemeriksaan otot deltoid ( C5,C5, saraf aksilaris ).
Pemeriksaan otot biseps ( C5,C6, saraf muskulokutaneus ).
Pemeriksaan otot triseps (C6-C8, saraf radialis).

Anggota gerak bawah.


Pemeriksaan otot kuadriseps femoris (L2-L4,saraf femoralis ).
Pemeriksaan otot aduktor (L2-L4, saraf obturatorius).
Pemeriksaan otot kelompok hamstring (L4,L5,S1,S2,saraf siatika).
Pemeriksaan otot gastroknemius (L5,S1,S2,saraf tibialis ).
Pemeriksaan otot fleksor digitorum longus ( S1, S2, saraf tibialis)

Gerakan involunter.
Gerakan involunter ditimbulkan oleh gejala pelepasan yang bersifat positif, yaitu dikeluarkan aktivitas
oleh suatu nukleus tertentu dalam susunan ekstrapiramidalis yang kehilangan kontrol akibat lesi pada
nukleus pengontrolnya. Susunan ekstrapiramidal ini mencakup kortex ekstrapiramidalis, nuklues
kaudatus, globus pallidus, putamen, corpus luysi, substansia nigra, nukleus ruber, nukleus ventrolateralis
thalami substansia retikularis dan serebelum.
Tremor saat istirahat : disebut juga tremol striatal, disebabkan lesi pada corpus striatum (nukleus
kaudatus, putamen, globus pallidus dan lintasan lintasan penghubungnya) misalnya kerusakan
substansia nigra pada sindroma Parkinson.
Tremor saat bergerak ( intensional ) : disebut juga tremor serebellar, disebabkan gangguan
mekanisme feedback oleh serebellum terhadap aktivitas kortes piramidalis dan ekstrapiramidal
hingga timbul kekacauan gerakan volunter.
Khorea : gerakan involunter pada ekstremitas, biasanya lengan atau tangan, eksplosif, cepat
berganti sifat dan arah gerakan secara tidak teratur, yang hanya terhenti pada waktu tidur. Khorea
disebabkan oleh lesi di corpus striataum, substansia nigra dan corpus subthalamicus.
Athetose : gerakan involenter pada ektremitas, terutama lengan atau tangan atau tangan yang agak
lambat dan menunjukkan pada gerakan melilit lilit , torsi ekstensi atau torsi fleksi pada sendi
bahu, siku dan pergelangan tangan.
Gerakan ini dianggap sebagai manifestasi lesi di nukleus kaudatus.
Ballismus: gerakan involunter otot proksimal ekstremitas dan paravertebra, hingga menyerupai
gerakan seorang yang melemparkan cakram. Gerakan ini dihubungkan dengan lesi di corpus
subthalamicus, corpus luysi, area prerubral dan berkas porel.
Fasikulasi: kontrasi abnormal yang halus dan spontan pada sisa serabut otot yang masih sehat
pada otot yang mengalami kerusakan motor neuron. Kontraksi nampak sebagai keduten keduten
dibawah kulit.
Myokimia: fasikulasi benigna. Frekwensi keduten tidak secepat fasikulasi dan berlangsung lebih
lama dari fasikulasi.
Myokloni : gerakan involunter yang bangkit tiba tiba cepat, berlangsung sejenak, aritmik, dapat
timbul sekali saja atau berkali kali ditiap bagian otot skelet dan pada setiap waktu, waktu
bergerak maupun waktu istirahat.
LUSY NOVITASARI
1102011144
STROKE

Page 12

Gait dan Station.


Pemeriksaan ini hanya dilakukan bila keadaan pasein memungkinkan
untuk itu. Harus diperhitungkan adanya kemungkinan kesalahan interpretasi hasil pemeriksaan pada
orang orang tua atau penyandang cacat non neurologis. Pada saat pasien berdiri dan berjalan perhatikan
posture, keseimbangan , ayunan tangan dan gerakan kaki dan mintalah pasien untuk melakukan.
Jalan diatas tumit.
Jalan diatas jari kaki.
Tandem walking.
Jalan lurus lalu putar.
Jalan mundur
Hopping.
Berdiri dengan satu kaki.
Macam macam Gait:
Hemiplegik gait: gaya jalan dengan kaki yang lumpuh digerakkan secara sirkumduksi.
Spastik ( scissors gait ): gaya jalan dengan sirkumduksi kedua tungkai, misalnya spastik
paraparese.
Tabetic gait: gaya jalan pada pasien tabes dorsalis.
Steppage gait: gaya jalan seperti ayam jago, pada paraparese flaccid atau paralisis n. Peroneus.
Waddling gait: gaya berjalan dengan pantat dan pinggang bergoyang berlebihan, khas untuk
kelemahan otot tungkai proksimal, misalnya otot gluteus.
Parkinsonian gait: gaya berjalan dengan sikap tubuh agak membungkuk, kedua tungkai berfleksi
sedikit pada sendi lutut dan panggul. Langkah dilakukan setengah diseret dengan jangkauan yang
pendek-pendek.
CARA PEMERIKSAAN SISTIM SENSORIK.
Jenis-Jenis pemeriksaan sensorik yang sering digunakan :
1. Sensibilitas eksteroseptif atau protopatik. Terdiri dari :
a) Rasa nyeri.
b) Rasa suhu
c) Rasa raba.
2. Sensibilitas proprioseptif.
a) Rasa sikap
b) Posisi dan gerak
c) Sensibilitas diskriminatif
d) daya untuk mengenal bentuk/ukuran.
e) daya untuk mengenal /mengetahui berat sesuatu benda dsb.

Tahap Pemeriksaan Sensibilitas eksteroseptif atau protopatik.


a. Test untuk rasa raba halus.
Alat pemeriksa : kapas.
Cara pemeriksaan:
- Permukaan diraba dengan ujung ujung kapas tersebut.
- Dari atas ke bawah/ sebaliknya.

LUSY NOVITASARI
1102011144
STROKE

Page 13

- Dibandingkan kanan dan kiri.


Yang perlu diingat:
- Daerah lateral kurang peka dari medial.
- Ada daerah-daerah erotogenik : leher, sekitar mammae, genetalia.
b. Test untuk rasa nyeri superficial.
Alat pemeriksa : jarum bundel
Cara pemeriksaan :
jarum diletakkan tegak lurus dan sentuhkan pada lokasi yang akan diperiksa.
Test untuk mengetahui lokalisasi rasa nyeri :
Tindakan untuk mengetahui adanya kelainan di daerah tulang belakang servikal.
- Distraksi servikal.
- Kompresi servikal : tindakan Lhermitte.
- Tindakan valsava.
- Test menelan.
Tindakan dari Tinel
Untuk mengetahui tanda kesemuten akibat lesi susunan saraf perifer.
Cara Pemeriksaan : Dengan melakukan penekanan pada saraf perifer
- Bila hasil ya: timbul rasa nyeri ini berarti terjadi lesi irritatif.
- Bila hasil nya timbul kesemuten ini berarti adanya regenerasi saraf perifer.

c. Test untuk rasa suhu.


Alat pemeriksa :
- Botol/tabung berisi air panas : suhu 40-45 derajat celcius.
- Botol/tabung berisi air dingin : suhu 10-15 derajat celcius.
Cara pemeriksaan :
- Botol botol tersebut harus kering betul.
- Bagian tubuh yang tertutup pakaian lebih sensitif dari bagian tubuh yang terbuka.
Tahap Pemeriksaan Sensibilitas Proprioseptif

LUSY NOVITASARI
1102011144
STROKE

Page 14

a. Test untuk rasa sikap.


Alat pemeriksa : bagian tubuh pasien sendiri.
Cara pemeriksaan :
- Tempatkan salah satu lengan/tungkai pasien pada suatu posisi tertentu, kemudian
suruh pasien untuk menghalangi pada lengan dan tungkai.
- Perintahkan untuk menyentuh dengan ujung ujung telunjuk kanan, ujung jari
kelingking kiri dsb.

b. Test untuk rasa gerak/posisi sendi.


Alat pemeriksan : sendi sendi/jari jari tangan kaki pasien
Cara pemeriksaan:
- Pegang ujung jari jempol kaki pasien dengan jari telunjuk dan jempol jari tangan
pemeriksa dan gerakkan keatas kebawah maupun kesamping kanan dan kiri
- Pasien diminta untuk menjawab posisi ibu jari jempol nya berada
diatas atau dibawah atau disamping kanan /kiri.
c. Test untuk rasa getar.
Alat pemeriksa : garpu tala
Cara pemeriksaan:
- Garpu tala digetarkan dulu/diketuk pada meja atau benda keras lalu letakkan
diatas ujung ibu jari kaki pasien
- Minta pasien menjawab untuk merasakan ada getaran atau tidak dari garputala
tersebut.
Tahap Pemeriksaan Sensibilitas Diskriminatif :
Test untuk membedakan bentuk dan berat benda.
Alat pemeriksa : kunci, mata uang logam, kancing , jarum bundel.
Cara pemeriksaan :
a. Rasa stereognosis.
Dengan mata tertutup pasien diminta untuk mengenal benda benda yang
disodorkan kepadanya.

LUSY NOVITASARI
1102011144
STROKE

Page 15

b. Rasa Gramestesia.
Untuk mengenal angka, aksara, bentuk yang digoreskan diatas kulit pasien,
misalnya ditelapak tangan pasien.
c. Rasa Barognosia.
Untuk mengenal berat suatu benda.
d. Rasa topognosia.
Untuk mengenal tempat pada tubuhnya yang disentuh pasien.
Nomenklatur untuk pemeriksaan sensorik.
a. Rasa eksteroseptif.
Hilangnya rasa raba : ANESTESIA.
Berkurangnya rasa raba : HIPESTESIA.
Berlebihnya rasa raba : HIPERTESIA.
b. Rasa Nyeri.
Hilangnya rasa nyeri : ANALGESIA.
Berkurangnya rasa nyeri : HIPALGESIA.
Berlebihnya rasa nyeri : HIPERGESIA.
c. Rasa suhu.
Hilangnya rasa suhu : THERMOANESTHESIA.
Berkurangnya rasa suhu : THERMOHIPESTHESIA.
Berlebihnya rasa suhu : THERMOHIPERESTHESIA.
d. Rasa abnormal dipermukaan tubuh.
kesemuten : PARESTHESIA.
nyeri panas dingin yang tidak keruan : DISESTHESIA
e. Rasa Propioseptif = Rasa Raba Dalam.
a. rasa gerak : KINESTHESIA.
b. rasa sikap : STATESTESIA.
c. rasa getar : PALESTHESIA.
d. rasa tekan : BARESTHESIA.
f. Rasa DISKRIMINATIF
Mengenal bentuk dan ukuran sesuatu dengan jalan perabaan.

LUSY NOVITASARI
1102011144
STROKE

Page 16

a. STEREOGNOSIS.
Mengenal dan mengetahui berat sesuatu : BAROGNOSIS.
Mengenal tempat yang diraba : TOPESTESIA, TOPOGNOSIS.
Mengenal angka, aksara,bentuk yang digoreskan di atas kulit
b. GRAMESTESIA.
Mengenal diskriminasi 2 titik : DISKRIMINASI SPASIAL.
Mengenal setiap titik dan daerah tubuh sendiri : AUTOTOPOGNOSIS.
CARA PEMERIKSAAN SARAF KRANIALIS.
a.

SARAF OTAK I ( NERVUS OLFAKTORIUS ).


Tujuan pemeriksaan : untuk mendeteksi adanya gangguan menghidu, selain itu untuk
mengetahui apakah gangguan tersebut disebabkan oleh gangguan saraf atau penyakit hidung
lokal.
Cara pemeriksaan : Salah satu hidung pasien ditutup, dan pasien diminta untuk mencium
bau-bauan tertentu yang tidak merangsang .Tiap lubang hidung diperiksa satu persatu
dengan jalan menutup lubang hidung yang lainnya dengan tangan. Sebelumnya periksa
lubang hidung apakah ada sumbatan atau kelainan setempat, misalnya ingus atau polip.
Contoh bahan yang sebaiknya dipakai adalah : teh, kopi,tembakau,sabun, jeruk.
-

Anosmia adalah hilangnya daya penghiduan.

Hiposmia adalah bila daya ini kurang tajam

Hiperosmia adalah daya penghiduan yang terlalu peka.

Parosmia adalah gangguan penghiduan bilamana tercium bau yang tidak sesuai
misalnya minyak kayu putih tercium sebagai bau bawang goreng.
Jika parosmia dicirikan oleh modalitas olfaktorik yang tidak menyenangkan atau yang
memuakan seperti bacin , pesing dsb, maka digunakan istilah lain yaitu kakosmia.
Baik dalam hal parosmia maupun kakosmia adanya perangsangan olfaktorik
merupakan suatu kenyataan, hanya pengenalan nya saja tidak sesuai, tetapi bila
tercium suatu modalitas olfaktorik tanpa adanya perangsangan maka kesadaran akan
suatu jenis bau ini adalah halusinasi, yaitu halusinasi olfaktorik.

a.

SARAF OTAK II ( NERVUS OPTIKUS ).

LUSY NOVITASARI
1102011144
STROKE

Page 17

Tujuan pemeriksaan : Untuk mengukur ketajaman penglihatan ( visus) dan menentukan


apakah kelainan pada penglihatan disebabkan oleh kelainan okuler lokal atau oleh kelainan saraf.
Untuk mempelajari lapang pandang.
Cara pemeriksaan :
1.

Pemeriksaan penglihatan ( visus ) Ketajaman penglihatan diperiksa dengan :


a.

Menutup mata yang tidak dilakukan pemeriksaan

b.

Dengan jarak 6 meter pasien dilakukan pemeriksaan dengan menggunakan kartu


Snellen, dan dilihat sampai barisan mana pasien dapat membaca huruf-huruf pada
kartu Snellen tersebut.

c.

Apabila pasien tidak bisa membaca huruf teratas pada kartu Snellen, lakukan
pemeriksaan hitung jari, dengan menggunakan jari-jari pemeriksa yang digerakkan,
nilai sejauh mana jarak pasien dapat menghitung jari pemeriksa.

Pada orang

normal test hitung jari harus dapat dilihat dalam jarak 60 meter. contoh visus = 2/60
pasien hanya dapat melihat pergerakan jari pada jarak 2 meter
d.

Apabila pasien tidak dapat menghitung jari pemeriksa dengan jarak terdekat (1/60),
maka dilakukan pemeriksaan lambaian tangan.
Untuk gerakan tangan, pada orang normal dapat dilihat pada jarak 300 meter. Jika
kemampuannya hanya sampai membedakan adanya gerakan , maka visusnya ialah
1/300. Contoh Visus = 3/300 pasien hanya dapat melihat pergerakan tangan pada
jarak 3 meter.

e.

Namun jika pasien juga tidak dapat melihat adanya gerakan tangan, dapat dilakukan
pemeriksaan cahaya. Apabila pasien hanya dapat membedakan antara gelap dan
terang maka visus nya 1/~, bila dengan sinar lampu masih belum dapat melihat
maka dikatakan visus pasien tersebut adalah nol.
Bila terdapat gangguan ketajaman penglihatan apakah gangguan ketajaman
penglihatan yang disebabkan oleh kelainan oftalmologik ( bukan saraf ) misalnya
kornea, uveitis, katarak dan kelainan refraksi maka dengan menggunakan kertas
yang berlubang kecil dapat memberikan kesan adanya faktor refraksi dalam
penurunan visus (pin hole test), bila dengan melihat melalui lubang kecil huruf
bertambah jelas maka faktor yang berperan mungkin gangguan refraksi.

LUSY NOVITASARI
1102011144
STROKE

Page 18

2.

Pemeriksaan lapang pandang.


Yang

paling

mudah

adalah

dengan

munggunakan

metode

Konfrontasi

dari Donder. Dalam hal ini pasien duduk atau berdiri kurang lebih jarak 1 meter dengan
pemeriksa, Jika kita hendak memeriksa mata kanan maka mata kiri pasien harus ditutup,
misalnya dengan tangannya pemeriksa harus menutup mata kanannya. Kemudian pasien
disuruh melihat pada mata kiri pemeriksa dan pemeriksa harus selalu melihat ke mata
kanan

pasien.

tangannya

dibidang

Setelah
pertengahan

pemeriksa
antara

menggerakkan

pemeriksa

dan

jari

pasien

dan

gerakan dilakukan dari arah luar ke dalam. Jika pasien mulai melihat gerakan jari jari
pemeriksa , ia harus memberitahu, dan hal ini dibandingkan dengan pemeriksa, apakah
iapun telah melihatnya. Bila sekiranya ada gangguan kampus penglihatan ( visual field )
maka pemeriksa akan lebih dahulu melihat gerakan tersebut.Gerakan jari tangan ini
dilakukan dari semua jurusan dan masing masing mata harus diperiksa.
Ada bagian bagian visual field yang buta dimana pasien tidak dapat melihatnya, ini
disebut dengan SKOTOMA.
a. Skotoma positif : tanpa diperiksa pasien sudah merasa adanya skotoma.
b. Skotoma negatif: dengan diperiksa pasien baru merasa adanya skotoma.
Macam macam gangguan visual field antara lain :
hemianopsia (temporal; nasal; bitemporalis ; binasal ), homonymous hemianopsia,
homonymous quadrantanopsia, total blindness dsb
Fundus oculi (funduscopy)
-

Pemeriksaan dgn oftalmoskop.

Yang diperiksa adalah keadaan retina dan diskus optikus atau papila nervi optici.

Penilaian:
Gambaran fundus oculi normal: Retina berwarna merah-oranye
Pembuluh darah: vena lebih tebal dari arteri dan berpangkal pada pusat papil dan
memancarkan cabang-cabangnya keseluruh retina dengan perbandingan a:v = 2:3

LUSY NOVITASARI
1102011144
STROKE

Page 19

Papil N.II: berwarna kuning kemerahan, bentuk bulat, batas tegas dengan
sekelilingnya, mempunyai cekungan fisiologis (cupping).
b.

SARAF OTAK III,IV,VI


(NERVUS OKULOMOTORIUS,TROKLEARIS,ABDUSENS)
Fungsi N III,IV,VI saling berkaitan dan diperiksa bersama-sama. Fungsinya ialah
menggerakkan otot mata ekstraokuler dan mengangkat kelopak mata. Serabut otonom N III
mengatur otot pupil.
Cara pemeriksaan. Terdiri dari:
a. Pemeriksaan kelopak mata.
Membandingkan celah mata/fissura palpebralis kiri dan kanan . Ptosis adalah
kelopak mata yang menutup. Lagoptalmus adalah kelopak mata yang tidak dapat
tertutup.
b. Pemeriksaan pupil.
-

Lihat diameter pupil, normal besarnya 3 mm.

Bandingkan kiri dengan kanan ( isokor atau anisokor ).

Lihat bentuk bulatan pupil teratur atau tidak.

c. Pemeriksaan refleks pupil: refleks cahaya.


-

Direk/langsung : cahaya ditujukan seluruhnya kearah pupil.


Normal , akibat adanya cahaya maka pupil akan mengecil (miosis)
Perhatikan juga apakah pupil segera miosis, dan apakah ada pelebaran
kembali yang tidak terjadi dengan segera.

Indirek/tidak langsung: refleks cahaya konsensuil. Cahaya ditujukan pada


satu pupil, dan perhatikan pupil sisi yang lain dengan memberi penghalang
agar cahaya tidak langsung mengenai mata yang akan diperiksa.

d. Refleks akomodasi.
Caranya, pasien diminta untuk melihat telunjuk pemeriksa pada jarak yang cukup
jauh, kemudian dengan tiba tiba dekatkanlah pada pasien lalu perhatikan reflek
konvergensi pasien dimana dalam keadaan normal kedua bola mata akan berputar
kedalam atau nasal.
Reflek akomodasi yang positif pada orang normal tampak dengan miosis pupil.
e. Refleks ciliospinal.

LUSY NOVITASARI
1102011144
STROKE

Page 20

Rangsangan nyeri pada kulit kuduk akan memberi midriasis (melebar) dari pupil
homolateral. keadaan ini disebut normal
f. Refleks okulosensorik.
rangsangan nyeri pada bola mata/daerah sekitarnya, normal akan memberikan
miosis atau midriasis yang segera disusul miosis.
g. Refleks terhadap obat-obatan.
Atropine dan skopolamine akan memberikan pelebaran pupil/midriasis.
Pilocarpine dan acetylcholine akan memberikan miosis.
h. Pemeriksaan gerakan bola mata
Lihat ada/tidaknya nystagmus ( gerakan bola mata diluar kemauan pasien). Pasien
diminta untuk mengikuti gerakan tangan pemeriksa yang digerakkan kesegala
jurusan. Lihat apakah ada hambatan pada pergerakan matanya. Hambatan yang
terjadi dapat pada satu atau dua bola mata. Pasien diminta untuk menggerakan
sendiri bola matanya
C. SARAF OTAK V ( NERVUS TRIGEMINUS ).
Cara pemeriksaan :
Pemeriksaan motorik.
a. Pasien diminta merapatkan gigi sekuatnya, kemudian meraba m . masseter
dan m. Temporalis. Normalnya kiri dan kanan kekuatan, besar dan tonus
nya sama.
b. Pasien diminta membuka mulut dan memperhatikan apakah ada deviasi
rahang bawah, jika ada kelumpuhan maka dagu akan terdorong kesisi lesi.
Sebagai pegangan diambil gigi seri atas dan bawah yang harus
simetris.Bila terdapat parese disebelah kanan, rahang bawah tidak dapat
digerakkan kesamping kiri.
c. Cara lain pasien diminta mempertahankan rahang bawahnya kesamping
dan kita beri tekanan untuk mengembalikan rahang bawah keposisi
tengah.
Pemeriksaan sensorik.
Dengan kapas dan jarum dapat diperiksa rasa nyeri dan suhu, kemudian lakukan
pemeriksaan pada dahi, pipi dan rahang bawah.

LUSY NOVITASARI
1102011144
STROKE

Page 21

Pemeriksaan refleks.
a. Refleks kornea ( berasal dari sensorik Nervus V).
Kornea disentuh dengan kapas, bila normal pasien akan menutup matanya
atau menanyakan apakah pasien dapat merasakan.
b. Refleks masseter / Jaw reflex ( berasal dari motorik Nervus V).
Dengan menempatkan satu jari pemeriksa melintang pada bagian tengah
dagu, lalu pasien dalam keadaan mulut setengah membuka dipukul dengan
hammer refleks normalnya didapatkan sedikit saja gerakan, malah
kadang kadang tidak ada. Bila ada gerakan nya hebat yaitu kontraksi
m.masseter, m.temporalis, m pterygoideus medialis yang menyebabkan
mulut menutup ini disebut refleks meninggi.
c. Refleks supraorbital.
Dengan mengetuk jari pada daerah supraorbital, normalnya akan
menyebabkan mata menutup homolateral ( tetapi sering diikuti dengan
menutupnya mata yang lain )
d.

SARAF OTAK VII ( NERVUS FASIALIS ).

Pemeriksaan fungsi motorik.


Pasien diperiksa dalam keadaan istirahat. Perhatikan wajah pasien kiri dan kanan apakah simetris
atau tidak. Perhatikan juga lipatan dahi, tinggi alis, lebarnya celah mata, lipatan kulit nasolabial
dan

sudut

mulut.

Kemudian

pasien

diminta

untuk

menggerakan

wajahnya

antara

lain:
a.

Mengerutkan dahi, dibagian yang lumpuh lipatannya tidak dalam.

b.

Mengangkat alis

c.

Menutup mata dengan rapat dan coba buka dengan tangan pemeriksa.

d.

Moncongkan bibir atau menyengir.

e.

Suruh pasien bersiul, dalam keadaan pipi mengembung tekan kiri dan kanan apakah
sama kuat . Bila ada kelumpuhan maka angin akan keluar kebagian sisi yang
lumpuh.
Persarafan supranuklear dari otot-otot dahi terletak pada kedua hemisfer serebri,
sedangkan otot wajah sisanya mendapat persarafan hanya dari girus presentralis

LUSY NOVITASARI
1102011144
STROKE

Page 22

kontralateral. Akibatnya gangguan unilateral dari kortikonuklear oleh suatu lesi


infark membiarkan persaarafan otot frontalis tetap utuh (paralisis sentralis) tetapi
jika sebuah lesi melibatkan nukleus atau saraf perifer semua otot fasial ipsilateral
mengalami kelumpuhan (paralisis perifer)
Pemeriksaan fungsi sensorik.
-

Dilakukan pada 2/3 bagian lidah depan. Pasien disuruh untuk menjulurkan lidah,
kemudian pada sisi kanan dan kiri diletakkan gula, asam,garam atau sesuatu yang
pahit. Pasien cukup menuliskan apa yang terasa diatas secarik kertas. Bahannya
adalah:Glukosa 5 %, Nacl 2,5 %, Asam sitrat 1 %, Kinine 0,075 %.

Sekresi air mata.


Dengan menggunakan Schirmer test ( lakmus merah )
Ukuran : 0,5 cm x 1,5 cm
Warna berubah menjadi Biru : Normal: 10 15 mm ( lama 5 menit)

e.

SARAF OTAK VIII (NERVUS KOKHLEARIS, NERVUS VESTIBULARIS)

Fungsi N. Kokhlearis adalah untuk pendengaran.


a.

Test bisik dan detak arloji


Perkiraan umum pendengaran pasien dapat disaring secara efektif dengan mengkaji
kemampuan pasien mendengarkan bisikan kata atau detakan jam tangan. Bisikan lembut
dilakukan oleh pemeriksa, yang sebelumnya telah melakukan ekshalasi penuh. Masingmasing telinga diperiksa bergantian. Agar telinga yang satunya tak mendengar,
pemeriksa menutup telinga yang tak diperiksa dengan telapak tangan. Dari jarak 1
sampai 2 kaki dari telinga yang tak tertutup dan di luar batas penglihatan, pasien dengan
ketajaman normal dapat menirukan dengan tepat apa yang dibisikkan. Bila yang
digunakan detak jam tangan, pemeriksa memegang jam tangan sejauh 3 inci dari
telinganya sendiri (dengan asumsi pemeriksa mempunyai pendengaran normal) dan
kemudian memegang jam tangan pada jarak yang sama dari aurikulus pasien. Karena
jam tangan menghasilkan suara dengan nada yang lebih tinggi daripada suara bisikan,

LUSY NOVITASARI
1102011144
STROKE

Page 23

maka kurang dapat dipercaya dan tidak dapat dipakai sebagai satu-satunya cara
mengkaji ketajaman auditorius.
b.

Pemeriksaan Weber.
Maksud nya membandingkan transportasi melalui tulang ditelinga kanan dan kiri
pasien.Garpu tala ditempatkan didahi pasien, pada keadaan normal kiri dan kanan sama
keras ( pasien tidak dapat menentukan dimana yang lebih keras ). Pendengaran tulang
mengeras

bila

pendengaran

udara

terganggu,

misal:

otitis

media

kiri , pada test weber terdengar kiri lebih keras. Bila terdapat nerve deafness
disebelah kiri , pada test weber dikanan terdengar lebih keras .
Bila pendengar mendengar lebih keras pada sisi di sebelah kanan disebut lateralisai ke
kanan.
Pada lateralisai ke kanan terdapat kemungkinannya:
1.

Tuli konduksi sebelah kanan, missal adanya ototis media disebelah


kanan.

2.

Tuli konduksi pada kedua telinga, tetapi gangguannya pada telinga kanan
lebih hebat.

3.

Tuli persepsi sebelah kiri sebab hantaran ke sebelah kiri terganggu, maka
di dengar sebelah kanan.

4.

Tuli persepsi pada kedua telinga, tetapi sebelah kiri lebih hebat dari pada
sebelah kanan.

c.

Pemeriksaan Rinne.
Maksudnya membandingakn pendengaran melalui tulang dan udara dari pasien. Pada
telinga yang sehat, pendengaran melalui udara didengar lebih lama dari pada melalui
tulang. Garpu tala ditempatkan pada planum mastoid sampai pasien tidak dapat
mendengarnya lagi. Kemudian garpu tala dipindahkan kedepan meatus eksternus. Jika
pada posisi yang kedua ini masih terdengar dikatakan test positif. Pada orang normal
test Rinne ini positif. Pada Conduction deafness test Rinne negatif

d.

Pemesiksaan Schwabach.
Pada test ini pendengaran pasien dibandingkan dengan pendengaran pemeriksa yang
dianggap normal. Garpu tala dibunyikan dan kemudian ditempatkan didekat telinga
pasien. Setelah pasien tidak mendengarkan bunyi lagi, garpu tala ditempatkan didekat

LUSY NOVITASARI
1102011144
STROKE

Page 24

telinga pemeriksa. Bila masih terdengar bunyi oleh pemeriksa, maka dikatakan bahwa
Schwabach lebih pendek (untuk konduksi udara ). Kemudian garpu tala dibunyikan lagi
dan pangkalnya ditekankan pada tulang mastoid pasien. Dirusuh ia mendengarkan
bunyinya. Bila sudah tidak mendengar lagi maka garpu tala diletakkan ditulang mastoid
pemeriksa. Bila pemeriksa masih mendengarkan bunyinya maka dikatakan Schwabach (
untuk konduksi tulang ) lebih pendek.
Pemeriksaan N. Vestibularis.
a.

Test Romberg.
Pada pemeriksaan ini pasien berdiri dengan kaki yang satu didepan kaki yang lainnya.
Tumit kaki yang satu berada didepan jari kaki yang lainnya, lengan dilipat pada dada
dan mata kemudian ditutup. Orang yang normal mampu berdiri dalam sikap Romberg
yang dipertajam selama 30 detik atau lebih.

b.

Test melangkah ditempat ( Stepping test ).


Pasien disuruh berjalan ditempat, dengan mata tertutup , sebanyak 50 langkah dengan
kecepatan seperti jalan biasa. Selama test ini pasien diminta untuk berusaha agar tetap
ditempat dan tidak beranjak dari tempatnya selama test berlangsung.
Dikatakan abnormal bila kedudukan akhir pasien beranjak lebih dari 1meter dari
tempatnya semula, atau badan terputar lebih dari 30 derajat.

Fungsi koordinasi.
Tujuan pemeriksaan ini untuk menilai aktivitas serebelum. Serebelum adalah pusat yang paling
penting untuk mengintegrasikan aktivitas motorik dari kortex, basal ganglia, vertibular apparatus
dan korda spinalis. Lesi organ akhir sensorik dan lintasan-lintasan yang mengirimkan informasi
ke serebelum serta lesi pada serebelum dapat mengakibatkan gangguan fungsi koordinasi atau
sering disebut Cerebellar sign
Macam-macam pemeriksaan keseimbangan
-

Test telunjuk hidung


a.

LUSY NOVITASARI
1102011144
STROKE

Menerangkan tujuan pemeriksaan

Page 25

b.

Pasien disuruh menunjuk hidungnya sendiri sambil matanya ditutup

c.

Kemudian menunjuk jari sendiri secara bergantian, jari telunjuk klien


berpindah-pindah posisi selama test berlangsung

d.

Klien diminta untuk melakukan gerakan ini secara berlahan kemudian makin
cepat dan sebaliknya

e.
-

Test dilakuakn untuk tangan kanan dan kiri

Test tumit lutut.


Dalam sikap berbaring klien disuruh meletakkan tumit kiri di atas lutut kanannya,
Kemudian menggerakkan tumit tersebut meyusuri tulang tibia kea rah distal sampai
dorsum kaki dan ibu jari kaki, pasien diminta untuk melakukan gerakan ini secara
berlahan kemudian makin cepat dan sebaliknya, Dapat pula gerakan ini dilakukan
berlawanan arah dari bawah ke atas, Test dilakuakn untuk kaki kanan dan kiri

Test diadokinesia berupa: pronasi supinasi, tapping jari tangan.


Dalam sikap duduk pasien disuruh meletakkan tangan di bagian atas bagian distal
paha , Mula-mula secara pronasi (telapak tangan ke bawah), lalu supinasi (telapak
tangan ke atas), pasien diminta untuk melakukan gerakan ini secara berlahan
kemudian makin cepat dan sebaliknya, Test dilakuakn untuk tangan kanan dan kiri
Tapping jari tangan dilakukan dengan menepuk pinggiran meja/paha dengan telapak
tangan secara berselingan bagian volar dan dorsal tangan dengan cepat atau dengan
tepukan cepat jari-jari tangan ke jempol

Test mempertahankan sikap

Tes Kalori
Bila telinga kiri diberi air dingin timbul nistagmus ke kanan. Bila telinga kiri diberi air
hangat timbul nistagmus ke kiri. Nistagmus sesuai dengan fasenya : fase cepat dan fase
pelan. Bila nistagmus kekiri maka fase cepat kekiri.
f.

SARAF OTAK IX & X ( NERVUS GLOSOFARINGEUS & NERVUS VAGUS)


Cara pemeriksaan:
Pasien diminta untuk membuka mulut dan mengatakan huruf a . Jika ada gangguan maka
otot stylopharyngeus tak dapat terangkat dan menyempit dan akibatnya rongga hidung dan
rongga mulut masih berhubungan sehingga bocor. Jadi pada saat mengucapkan huruf

LUSY NOVITASARI
1102011144
STROKE

Page 26

aaaaah dinding pharynx terangkat sedang yang lumpuh tertinggal, dan tampak uvula tidak
simetris tetapi tampak miring tertarik kesisi yang sehat.
Pemeriksa menggoreskan atau meraba pada dinding pharynx kanan dan kiri dan bila ada
gangguan sensibilitas maka tidak terjadi refleks muntah.
g.

SARAF OTAK XI ( NERVUS AKSESORIUS ).


Cara pemeriksaan :
Memeriksa tonus dari m. Trapezius. Dengan menekan pundak pasien dan pasien diminta
untuk mengangkat pundaknya.
Memeriksa m. Sternocleidomastoideus. Pasien diminta untuk menoleh kekanan dan kekiri
dan

ditahan

oleh

pemeriksa

kemudian

dilihat

dan

diraba

tonus

dari

m.

Sternocleidomastoideus
h.

SARAF OTAK XII ( NERVUS HIPOGLOSUS ).


Cara pemeriksaan :
Dengan adanya gangguan pergerakan lidah, maka perkataan perkataan tidak dapat
diucapkan dengan baik hal demikian disebut: dysarthri. Dalam keadaan diam lidah tidak
simetris, biasanya tergeser kedaerah lumpuh karena tonus disini menurun. Bila lidah
dijulurkan maka lidah akan membelok kesisi yang sakit. Melihat apakah ada atrofi atau
fasikulasi pada otot lidah . Kekuatan otot lidah dapat diperiksa dengan menekan lidah
kesamping pada pipi dan dibandingkan kekuatannya pada kedua sisi pipi.
KELAINAN YANG DAPAT MENIMBULKAN GANGGUAN PADA NERVUS
CRANIALIS.
1. Saraf Olfaktorius. (N.I)
Kelainan pada nervus olfaktovius dapat menyebabkan suatu keadaan berapa gangguan
penciuman sering dan disebut anosmia, dan dapat bersifat unilatral maupun bilateral. Pada
anosmia unilateral sering pasien tidak mengetahui adanya gangguan penciuman.
Proses penciuman dimulai dari sel-sel olfakrorius di hidung yang serabutnya menembus
bagian kribiformis tulang ethmoid di dasar di dasar tengkorak dan mencapai pusat
penciuman lesi

atau

kerusakan sepanjang perjalanan impuls

penciuman akan

mengakibatkan anosmia.
Kelainan yang dapat menimbulkan gangguan penciuman berupa:
LUSY NOVITASARI
1102011144
STROKE

Page 27

Agenesis traktus olfaktorius

Penyakit mukosa olfaktorius bro rhinitis dan tumor nasal

Sembuhnya rhinitis berarti juga pulihnya penciuman, tetapi pada rhinitis kronik,
dimana mukosa ruang hidung menjadi atrofik penciuman dapat hilang untuk
seterusnya.

Destruksi filum olfaktorius karena fraktur lamina feribrosa.

Destruksi bulbus olfaktorius dan traktus akibat kontusi countre coup, biasanya
disebabkan karena jatuh pada belakang kepala. Anosmia unilateral atau bilalteral
mungkin merupakan satu-satunya bukti neurologis dari trauma vegio orbital.

Sinusitas etmoidalis, osteitis tulang etmoid, dan peradangan selaput otak didekatnya.

Tumor garis tengah dari fosa kranialis anterior, terutama meningioma sulkus
olfaktorius (fossa etmoidalis), yang dapat menghasilkan trias berupa anosmia, sindr
foster kennedy, dan gangguan kepribadian jenis lobus orbitalis. Adenoma hipofise
yang meluas ke rostral juga dapat merusak penciuman.

Penyakit yang mencakup lobus temporalis anterior dan basisnya (tumor intrinsik atau
ekstrinsik).

Pasien mungkin tidak menyadari bahwa indera penciuman hilang sebaliknya, dia mungkin
mengeluh tentang rasa pengecapan yang hilang, karena kemampuannya untuk merasakan
aroma, suatu sarana yang penting untuk pengecapan menjadi hilang.

2. Saraf Optikus (N.II)


Kelainan pada nervus optikus dapat menyebabkan gangguan penglihatan. Gangguan
penglihatan dapat dibagi menjadi gangguan visus dan gangguan lapangan pandang.
Kerusakan atau terputusnya jaras penglitan dapat mengakibatkan gangguan penglihatan
kelainan dapat terjadi langsung pada nevrus optikus itu sendiri atau sepanjang jaras
penglihatan yaitu kiasma optikum, traktus optikus, radiatio optika, kortek penglihatan. Bila
terjadi kelainan berat makan dapat berakhir dengan kebutaan.
Orang yang buta kedua sisi tidak mempunyai lapang pandang, istilah untuk buta ialah
anopia atau anopsia. Apabila lapang pandang kedua mata hilang sesisi, maka buta
semacam itu dinamakan hemiopropia.

LUSY NOVITASARI
1102011144
STROKE

Page 28

Berbagai macam perubahan pada bentuk lapang pandang mencerminkan lesi pada susunan
saraf optikus.
Kelainan atau lesi pada nervus optikus dapat disebabkan oleh:
a.

Trauma Kepala

b.

Tumor serebri (kraniofaringioma, tumor hipfise, meningioma, astrositoma)

c.

Kelainan pembuluh darah


Misalnya pada trombosis arteria katotis maka pangkal artera oftalmika dapat ikut
tersumbat jug. Gambaran kliniknya berupa buta ipsilateral.

d.

Infeksi.
Pada pemeriksaan funduskopi dapat dilihat hal-hal sebagai berikut:
Papiledema (khususnya stadium dini)
Papiledema ialah sembab pupil yang bersifat non-infeksi dan terkait pada tekanan
intrakkranial yang meninggi, dapat disebabkan oleh lesi desak ruang, antara lain
hidrocefalus, hipertensi intakranial benigna, hipertensi stadium IV. Trombosis
vena sentralis retina.
Atrofi optik
Dapat disebabkan oleh papiledema kronik atau papilus, glaukoma, iskemia,
famitral, misal: retinitis pigmentosa, penyakit leber, ataksia friedrich.

e.

Neuritis optik.

3. Saraf Okulomotorius (N.III)


Kelainan berupa paralisis nervus okulomatorius menyebabkan bola mata tidak bisa
bergerak ke medial, ke atas dan lateral, kebawah dan keluar. Juga mengakibatkan
gangguan fungsi parasimpatis untuk kontriksi pupil dan akomodasi, sehingga reaksi pupil
akan berubah. N. III juga menpersarafi otot kelopak mata untuk membuka mata, sehingga
kalau lumpuh, kelopak mata akan jatuh ( ptosis)
Kelumpuhan okulomotorius lengkap memberikan sindrom di bawah ini:
a.

Ptosis, disebabkan oleh paralisis otot levator palpebra dan tidak adanya perlawanan

LUSY NOVITASARI
1102011144
STROKE

Page 29

dari kerja otot orbikularis okuli yang dipersarafi oleh saraf fasialis.
b.

Fiksasi posisi mata, dengan pupil ke arah bawah dan lateral, karena tak adanya
perlawanan dari kerja otot rektus lateral dan oblikus superior.

c.

Pupil yang melebar, tak bereaksi terhadap cahaya dan akomodasi.


Jika seluruh otot mengalami paralisis secara akut, kerusakan biasanya terjadi di
perifer, paralisis otot tunggal menandakan bahwa kerusakan melibatkan nukleus
okulomotorius.
Penyebab kerusakan diperifer meliputi; a). Lesi kompresif seperti tumor serebri,
meningitis basalis, karsinoma nasofaring dan lesi orbital. b). Infark seperti pada
arteritis dan diabetes.

4. Saraf Troklearis (N. IV)


Kelainan berupa paralisis nervus troklearis menyebabkan bola mata tidak bisa bergerak
kebawah dan kemedial.
Ketika pasien melihat lurus kedepan atas, sumbu dari mata yang sakit lebih tinggi daripada
mata yang lain. Jika pasien melihat kebawah dan ke medial, mata berotasi dipopia terjadi
pada setiap arah tatapan kecuali paralisis yang terbatas pada saraf troklearis jarang terjadi
dan sering disebabkan oleh trauma, biasanya karena jatuh pada dahi atu verteks.
5. Saraf Abdusens (N. VI)
Kelainan pada paralisis nervus abdusens menyebabkan bola mata tidak bisa bergerak ke
lateral, ketika pasien melihat lurus ke atas, mata yang sakit teradduksi dan tidak dapat
digerakkan ke lateral, ketika pasien melihat ke arah nasal, mata yang paralisis bergerak ke
medial dan ke atas karena predominannya otot oblikus inferior.
Jika ketiga saraf motorik dari satu mata semuanya terganggu, mata tampak melihat lurus
keatas dan tidak dapat digerakkan kesegala arah dan pupil melebar serta tidak bereaksi
terhadap cahaya (oftalmoplegia totalis). Paralisis bilateral dari otot-otot mata biasanya
akibat kerusakan nuklear. Penyebab paling sering dari paralisis nukleus adalah ensefelaitis,
neurosifilis, mutiple sklerosis, perdarahan dan tumor.

LUSY NOVITASARI
1102011144
STROKE

Page 30

Penyebab yang paling sering dari kelumpuhan otot-otot mata perifer adalah meningitis,
sinusistis, trombosis sinus kavernosus, anevrisma arteri karotis interna atau arteri
komunikantes posterior, fraktur basis kranialis.
6. Saraf Trigeminus (N. V)
Kelainan yang dapat menimbulkan gangguan pada nerus trigeminus antara lain : Tumor
pada bagian fosa posterior dapat menyebabkan kehilangan reflek kornea, dan rasa baal
pada wajah sebagai tanda-tanda dini.
Gangguan nervus trigeminus yang paling nyata adalah neuralgia trigeminal atau tic
douloureux yang menyebabkan nyeri singkat dan hebat sepanjang percabangan saraf
maksilaris dan mandibularis dari nervus trigeminus. Janeta (1981) menemukan bahwa
penyebab tersering dari neurolgia trigeminal dicetuskan oleh pembuluh darah. Paling
sering oleh arteri serebelaris superior yang melingkari radiks saraf paling proksimal yang
masih tak bermielin.
Kelainan berapa lesi ensefalitis akut di pons dapat menimbulkan gangguan berupa trismus,
yaitu spasme tonik dari otot-otot pengunyah. Karena tegangan abnormal yang kuat pada
otot ini mungkin pasien tidak bisa membuka mulutnya.
7. Saraf Fasialis (N. VII)
Kelainan yang dapat menyebabkan paralis nervus fasialis antara lain:
Lesi UMN (supranuklear) : tumor dan lesi vaskuler.
Lesi LMN : Penyebab pada pons, meliputi tumor, lesi vaskuler dan siringobulbia.
Pada fosa posterior, meliputi neuroma akustik, meningioma, dan meningitis kronik.
Pada pars petrosa os temporalis dapat terjadi Bells palsy, fraktur, sindroma Rumsay Hunt,
dan otitis media.
Penyebab kelumpuhan fasialis bilateral antara lain Sindrom Guillain Barre, mononeuritis
multipleks, dan keganasan parotis bilateral.

LUSY NOVITASARI
1102011144
STROKE

Page 31

Penyebab hilangnya rasa kecap unilateral tanpa kelainan lain dapat terjadi pada lesi telinga
tengah yang meliputi Korda timpani atau nervus lingualis, tetapi ini sangat jarang.
Gangguan nervus fasialis dapat mengakibatkan kelumpuhan otot-otot wajah, kelopak
mata tidak bisa ditutup, gangguan air mata dan ludah, gangguan rasa pengecap di bagian
belakang lidah serta gangguan pendengaran (hiperakusis). Kelumpuhan fungsi motorik
nervus fasialis mengakibatkan otot-otot wajah satu sisi tidak berfungsi, ditandai dengan
hilangnya lipatan hidung bibir, sudut mulut turun, bibir tertarik kesisi yang sehat. Pasien
akan mengalami kesulitan mengunyah dan menelan. Air ludah akan keluar dari sudut
mulut yang turun. Kelopak mata tidak bisa menutup pada sisi yang sakit, terdapat
kumpulan air mata di kelopak mata bawah (epifora). Kelainan pada sekresi air mata :
pengurangan produksi air mata (hipolakrimasi) pada proses penuaan, pada orang tua
hasilnya hanya akan berkisar 10 mm selama 5 menit. Pasien dengan sindrom Sjgren
mendapati hasil kurang dari 5 mm selama 5 menit. Dan pada Def. Vit. A sekresi air mata
akan berkurang.

8. Saraf Vestibulokoklearis
Kelainan pada nervus vestibulokoklearis dapat menyebabkan gangguan pendengaran dan
keseimbangan (vertigo).
Kelainan yang dapat menimbulkan gangguan pada nervus VIII antara lain:
Gangguan pendengaran, berupa :
Tuli saraf dapat disebabkan oleh tumor, misal neuroma akustik. Degenerasi misal
presbiaskusis. Trauma, misal fraktur pars petrosa os temporalis, toksisitas misal
aspirin, streptomisin atau alkohol, infeksi misal, sindv rubella kongenital dan sifilis
kongenital.
Tuli konduktif dapat disebabkan oleh serumen, otitis media, otoskleroris dan penyakit
Paget.
Gangguan Keseimbangan dengan penyebab kelainan vestibuler
Pada labirin meliputi penyakit meniere, labirinitis akut, mabuk kendaraan, intoksikasi

LUSY NOVITASARI
1102011144
STROKE

Page 32

streptomisin.
Pada vestibuler meliputi semua penyebab tuli saraf ditambah neuronitis vestibularis.
Pada batang otak meliputi lesi vaskuler, tumor serebelum atau tumor ventrikel IV
demielinisasi.
Pada lobus temporalis meliputi epilepsi dan iskemia.
9. Saraf Glosofaringeus (N. IX) dan Saraf Vagus (N. X)
Gangguan pada komponen sensorik dan motorik dari N. IX dan N. X dapat mengakibatkan
hilangnya refleks menelan yang berisiko terjadinya aspirasi paru.
Kehilangan refleks ini pada pasien akan menyebabkan pneumonia aspirasi, sepsis dan
acute respiratory distress syndome (ARDS) kondisi demikian bisa berakibat pada
kematian. Gangguan nervus IX dan N. X menyebabkan persarafan otot-otot menelan
menjadi lemah dan lumpuh. Cairan atau makanan tidak dapat ditelan ke esofagus
melainkan bisa masuk ke trachea langsung ke paru-paru.
Kelainan yang dapat menjadi penyebab antara lain :
Lesi batang otak (Lesi N IX dan N. X)
Syringobulbig (cairan berkumpul di medulla oblongata)
Pasca operasi trepansi serebelum
Pasca operasi di daerah kranioservikal
10.

Saraf Asesorius (N. XI)

Gangguan N. XI mengakibatkan kelemahan otot bahu (otot trapezius) dan otot leher (otot
sterokleidomastoideus). Pasien akan menderita bahu yang turun sebelah serta kelemahan
saat leher berputar ke sisi kontralateral.
Kelainan pada nervus asesorius dapat berupa robekan serabut saraf, tumor dan iskemia
akibatnya persarafan ke otot trapezius dan otot stemokleidomastoideus terganggu.
11.

Saraf Hipoglossus (N. XII)

Kerusakan nervus hipoglossus dapat disebabkan oleh kelainan di batang otak, kelainan
pembuluh darah, tumor dan syringobulbia. Kelainan tersebut dapat menyebabkan
gangguan proses pengolahan makanan dalam mulut, gangguan menelan dan gangguan

LUSY NOVITASARI
1102011144
STROKE

Page 33

proses pengolahan makanan dalam mulut, gangguan menelan dan gangguan bicara
(disatria) jalan nafas dapat terganggu apabila lidah tertarik ke belakang.
Pada kerusakan N. XII pasien tidak dapat menjulurkan, menarik atau mengangkat lidahnya.
Pada lesi unilateral, lidah akan membelok kearah sisi yang sakit saat dijulurkan. Saat
istirahat lidah membelok ke sisi yang sehat di dalam mulut

4. MM STROKE
4.1. Menjelaskan Definisi Stroke
Stroke adalah sindrom yang disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak dengan awitan akut, disertai
manifestasi klinis berupa defisit neurologis dan bukan sebagai akibat tumor, trauma, ataupun infeksi
susunan saraf pusat. (diagnosis &tataksana penyakit saraf, 2009)

4.2.

Menjelaskan Epidemiologi Stroke

Berdasarkan jenis kelamin, insidens stroke di Amerika Serikat 270 per 100.000 pada pria dan 201 per
100.000 pada wanita. Di Denmark, insidens stroke 270 per 100.000 pada pria dan 189 per 100.000 pada
wanita. Di Inggris insidens stroke 174 per 100.000 pada pria dan 233 per 100.000 pada wanita. Di
Swedia, insidens stroke 221 per 100.000 pada pria dan 196 per 100.000 pada wanita (Fieschi, et al, 1998).
Data di Indonesia menunjukkan terjadinya kecendrungan peningkatan insidens stroke.
Sedangkan pada penelitian di 28 rumah sakit di seluruh Indonesia diperoleh data jumlah penderita stroke
akut sebanyak 2065 kasus selama periode awal Oktober 1996 sampai dengan akhir Maret 1997, mengenai
usia sebagai berikut : dibawah 45 tahun 12,9% , usia 45 65 tahun 50,5%, diatas 65 tahun 35,8% ,
dengan jumlah pasien laki-laki 53,8% dan pasien perempuan 46,2% (Misbach, 1999).

4.3.

Menjelaskan Etiologi Stroke

1. Berdasarkan kelainan patologis


a. Stroke hemoragik
1) Perdarahan intra serebral
Perdarahan intraserebral selalu disebabkan oleh pecahnya arteri arteriosklerotik kecil
yang menyebabkan melemahnya pembuluh darah, terutama oleh hipertensi arterial
kronik. Perdarahan intraserebral akibat dari aneurisma kongenital, arteriovenosa atau
kelainan vaskular lainnya, trauma, aneurisma mycotic, infark otak (infark hemoragik),
primer atau metastasis tumor otak, antikoagulasi berlebihan, dyscrasia darah,
perdarahan atau gangguan vasculitic jarang terjadi. (WHO, 2005)
2) Perdarahan ekstra serebral (subarakhnoid)
Stroke hemorage subaraknoid sering disebabkan oleh kelainan arteri yang berada di
pangkal otak, yang dinamakan aneurisma serebral. Perdarahan subarachnoid secara
spontan sering berkaitan dengan pecahnya aneurisma (85%), kerusakan dinding arteri
pada otak.
b. Stroke non-hemoragik (stroke iskemik, infark otak, penyumbatan)
LUSY NOVITASARI
1102011144
STROKE

Page 34

Stroke iskemik dapat dikarenakan oleh pembentukan trombus lokal atau fenomena
embolic, mengakibatkan oklusi dari arteri otak. Aterosklerosis, terutama dari vaskular
serebral, merupakan faktor penyebab pada kebanyakan kasus stroke iskemik. Emboli
kardiogenik dianggap telah terjadi jika pasien bersamaan menderita fibrilasi atrium,
penyakit jantung katup, atau berbagai kondisi lain dari jantung yang dapat menyebabkan
pembentukan gumpalan. Membedakan antara emboli kardiogenik dan penyebab lain dari
stroke iskemik adalah penting dalam menentukan jangka panjang farmakoterapi pada
pasien yang diberikan (Dipiro, 2005).
2. Berdasarkan waktu terjadinya
a. Transient Ischemic Attack (TIA)
Faktor resiko medis, antara lain Hipertensi (penyakit tekanan darah tinggi), Kolesterol,
aterosklerosis (pengerasan pembuluh darah), gangguan jantung, diabetes, riwayat stroke
dalam keluarga, migrain. Faktor resiko perilaku, antara lain merokok (aktif & pasif),
makanan tidak sehat (junk food, fast food), alkohol, kurang olahraga, mendengkur,
kontrasepsi oral, narkoba, obesitas. 80% pemicu stroke adalah hipertensi dan
arteriosklerosis. Pemicu stroke pada dasarnya adalah, suasana hati yang tidak nyaman
(marah-marah), terlalu banyak minum alkohol, merokok dan senang mengkonsumsi
makanan yang berlemak.
b. Reversible Ischemic Neurologic Deficit (RIND)
RIND disebabkan oleh Aterosklerosis, Emboli, Obatobatan, Infeksi dan Hipotensi.
c. Stroke In Evolution (SIE) / Progressing Stroke
Etiologi SIE terdiri dari:
1. Penyebaran trombus secara progresif lokasi asal dalam arteri primer sehingga
mengganggu sirkulasi anastomotic dan memperluas wilayah kerusakan jaringan
2. Keterlibatan maximal atherosclerotic dengan atau tanpa ulkus dan / atau stenosis,
awalnya ada trombus cukup untuk menghasilkan penyumbatan lama kelamaan akan
menambahkan daerah iskemia otak.
3. Edema otak yang tersebar di mode konsentris dan semakin mengurangi fungsi klinis
tanpa perluasan daerah infark asli.
4. Kondisi umum pasien (kardiorespirasi, perubahan regulasi cairan dan elektrolit,
keseimbangan asam-basa, atau akuisisi infeksi sistemik) dapat memperluas daerah
infark.
d. Completed stroke
Pada dasarnya etiologi completed stroke sama seperti stroke tipe yang lain hanya berbeda
pada waktu terjadinya stroke tersebut menetap.
FAKTOR RESIKO

LUSY NOVITASARI
1102011144
STROKE

Page 35

Pola hidup yang tidak baik tersebut dapat menyebabkan masalah kesehatan. Faktor potensial
kejadian stroke dibedakan menjadi 2 kategori besar yakni:
1. Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi
Usia
Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa semakin tua usia, semakin besar pula risiko
terkena stroke. Hal ini berkaitan dengan adanya proses degenerasi (penuan) yang terjadi
secara alamiah dan pada umumnya pada orang lanjut usia, pembuluh darahnya lebih kaku
oleh sebab adanya plak (atherosklerosis).
Jenis kelamin
Laki-laki memiliki risiko lebih besar untuk terkena stroke dibandingkan dengan
perempuan. Hal ini diduga terkait bahwa laki-laki cenderung merokok. Rokok itu sendiri
ternyata dapat merusak lapisan dari pembuluh darah tubuh yang dapat mengganggu aliran
darah.
Herediter
Orang dengan riwayat stroke pada kelurga, memiliki risiko yang lebih besar untuk terkena
stroke dibandingkan dengan orang tanpa riwayat stroke pada keluarganya.
Ras/etnik
Dari berbagai penelitian ditemukan bahwa ras kulit putih memiliki peluang lebih besar
untuk terkena stroke dibandingkan dengan ras kulit hitam.
2. Faktor yang dapat dimodifikasi
Hipertensi (darah tinggi)
Hipertensi merupakan penyebab terbesar (etiologi) dari kejadian stroke itu sendiri. Hal ini
dikarenakan pada kasus hipertensi, dapat terjadi gangguan aliran darah tubuh dimana
diameter pembuluh darah akan mengecil (vasokontriksi) sehingga darah yang mengalir ke
otak pun akan berkurang. Dengan pengurangan aliran darah otak (ADO) maka otak akan
akan kekurangan suplai oksigen dan juga glukosa (hipoksia), karena suplai berkurang
secara terus menerus, maka jaringan otak lama-lama akan mengalami kematian.
Penyakit jantung
sentral dari aliran darah di tubuh terletak di jantung. Bilamana pusat mengaturan aliran
darahnya mengalami kerusakan, maka aliran darah tubuh pun akan mengalami gangguan

LUSY NOVITASARI
1102011144
STROKE

Page 36

termasuk aliran darah yang menuju ke otak. Karena adanya gangguan aliran, jaringan otak
pun dapat mengalami kematian secara mendadak ataupun bertahap.
Diabetes melitus
Hal ini terkait dengan pembuluh darah penderita DM yang umumnya menjadi lebih kaku
(tidak lentur). Adanya peningkatan ataupun penurunan kadar glukosa darah secara tibatiba juga dapat menyebabkan kematian jaringan otak.
Hiperkolesterolemia
Kolesterol yang berlebih terutama jenis LDL akan mengakibatkan terbentuknya
plak/kerak pada pembuluh darah, yang akan semakin banyak dan menumpuk sehingga
dapat mengganggu aliran darah.
Obesitas
Hal tersebut terkait dengan tingginya kadar lemak dan kolesterol dalam darah pada orang
dengan obesitas, dimana biasanya kadar LDL lebih tinggi dibandingkan dengan kadar
HDLnya.
Merokok
Berdasarkan penelitian didapatkan, bahwa orang-orang yang merokok ternyata memiliki
kadar fibrinogen darah yang lebih tinggi dibandingkan dengan orang yang tidak merokok.
Peningkatan kadar fibrinogen ini dapat mempermudah terjadinya penebalan pembuluh
darah sehingga pembuluh darah menjadi sempit dan kaku dengan demikian dapat
menyebabkan gangguan aliran darah.
4.4.

Menjelaskan Klasifikasi Stroke

Dikenal bermacam-macam klasifikasi stroke berdasarkan atas patologi anatomi (lesi),


stadium dan lokasi (sistem pembuluh darah) (Misbach, 1999).
1)Berdasarkan patologi anatomi dan penyebabnya:
Stroke iskemik, yaitu penderita dengan gangguan neurologik fokal yang mendadak
karena obstruksi atau penyempitan pembuluh darah arteri otak dan menunjukkan
gambaran infark pada CT-Scan kepala. Penyumbatan bisa terjadi di sepanjang jalur
pembuluh darah arteri yang menuju ke otak. Penyumbatan ini dapat disebabkan oleh:
Suatu ateroma (endapan lemak) bisa terbentuk di dalam pembuluh darah arteri
karotis sehingga menyebabkan berkurangnya aliran darah. Keadaan ini sangat
serius karena setiap pembuluh darah arteri karotis dalam keadaan normal
memberikan darah ke sebagian besar otak. Endapan lemak juga bisa terlepas dari
dinding arteri dan mengalir di dalam darah, kemudian menyumbat arteri yang
lebih kecil.
Pembuluh darah arteri karotis dan arteri vertebralis beserta percabangannya bisa
juga tersumbat karena adanya bekuan darah yang berasal dari tempat lain,
misalnya dari jantung atau satu katupnya. Stroke semacam ini disebut emboli
serebral (emboli = sumbatan, serebral = pembuluh darah otak) yang paling sering
terjadi pada penderita yang baru menjalani pembedahan jantung dan penderita
kelainan katup jantung atau gangguan irama jantung (terutama fibrilasi atrium).

LUSY NOVITASARI
1102011144
STROKE

Page 37

Emboli lemak jarang menyebabkan stroke. Emboli lemak terbentuk jika lemak
dari sumsum tulang yang pecah dilepaskan ke dalam aliran darah dan akhirnya
bergabung di dalam sebuah arteri.
peradangan atau infeksi menyebabkan penyempitan pembuluh darah yang menuju
ke otak.
Obat-obatan (misalnya kokain dan amfetamin) juga bisa mempersempit pembuluh
darah di otak dan menyebabkan stroke.
Penurunan tekanan darah yang tiba-tiba bisa menyebabkan berkurangnya aliran
darah ke otak, yang biasanya menyebabkan seseorang pingsan. Stroke bisa terjadi
jika tekanan darah rendahnya sangat berat dan menahun. Hal ini terjadi jika
seseorang mengalami kehilangan darah yang banyak karena cedera atau
pembedahan, serangan jantung atau irama jantung yang abnormal.
Macam-macam stroke iskemik :
Transient Ischemic Attack (TIA), didefinisikan sebagai episode singkat disfungsi
neurologis yang disebabkan gangguan setempat pada otak atau iskemi retina yang
terjadi dalam waktu kurang dari 24 jam, tanpa adanya infark, serta meningkatkan
resiko terjadinya stroke di masa depan.
Trombosis serebri, adalah penyumbatan pembuluh darah otak oleh trombus yang
dapat menyebabkan iskemik atau infark jaringan otak sehingga timbul gejala
disfungsi otak fokal dengan defisit neurologis.
Emboli serebri
Stroke hemoragik adalah stroke yang disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah
otak. Hampir 70% kasus stroke hemoragik terjadi pada penderita hipertensi. Stroke
hemoragik ada 2 jenis, yaitu:
Hemoragik Intraserebral : pendarahan yang terjadi didalam jaringan otak.
Hemoragik Subaraknoid : pendarahan yang terjadi pada ruang subaraknoid
(ruang sempit antara permukaan otak dan lapisan jaringan yang menutupi otak).

LUSY NOVITASARI
1102011144
STROKE

Page 38

4.5.

Menjelaskan Patofisiologi Stroke

4.6.

Menjelaskan Manifestasi Klinis Stroke


1. Pembuluh besar dalam sirkulasi anterior
a. Arteri cerebri media
Sumbatan total :
Contralateral hemiplegia, hemianasthesia, homonymous hemianopia,
pandangan cenderung pada sisi ipsilateral. Dapat pula terjadi global
aphasia pada hemisphere yang dominan dan ansognosia,
constructional aphasia, dysarthria pada hemisphere non dominan.

LUSY NOVITASARI
1102011144
STROKE

Sumbatan partial :
Lemah tangan / lengan atau lemah wajah dengan aphasia broca
dengan atau tanpa kelemahan lengan. Ataupun dapat terjadi aphasia
wernicke tanpa kelemahan.

Page 39

b. Arteri cerebri anterior


Respons motorik dan verbal menurun, paraparesis, dan inkontinensia
urin.
c. Arteri choroid anterior
Hemiplegia contralateral, hemianasthesia, homonymous hemianopia.
d. Arteri carotis interna
Gejala mirip dengan gejala pada arteri cerebri media, namun juga terdapat
transient monocular blindness.
e. Arteri carotis communis
Gejala sama dengan pada carotis interna.
2. Pembuluh darah besar dalam sirkulasi posterior
a. Arteri cerebri posterior
Infark pada lesi lateral subthalamus, thalamus medial, ipsilateral
pedunculus cerebral, dan midbrain. Dapat pula terjadi palsy N. III dengan
ataxia contralateral atau hemiplegia contralateral.
Penyumbatan pada bagian distal arteri ini mengakibatkan infark
pada temporal medial dan occipital, yang kemudian menyebabkan
contralateral homonymous hemianopia, gangguan ingatan apabila
hippocampus terlibat. Infark pada splenium corpus callosum
menyebabkan alexia tanpa agraphia.
b. Arteri vertebral dan cerebri posterior inferior
Vertigo, kaku wajah ipsilateral dan badan kontralateral, diplopia,
hoarseness, dysarthria, dysphagia, Wallenbergs syndrome. Infark
cerebral dan edema dapat mengakibatkan respiratory arrest.
c. Arteri basilaris
Gejala pusing (dizziness), diplopia, dysarthria, kaku wajah, gejala
hemisensorik.
d. Arteri cerebelli superior
Ataxia cerebellar ipsilateral, mual muntah, dysarthria, rasa kebal
kontralateral, tidak merasakan sensasi suhu pada ekstremitas, badan, dan
wajah.
e. Arteri cerebelli anterior inferior
Penurunan pendengaran ipsilateral, lemah wajah, vertigo, mual muntah,
nystagmus, tinnitus, cerebellar ataxia, kebal contralateral.
3. Pembuluh kecil (lacunar stroke)
Gejala dapat berupa hemiparesis motorik, ataxic hemiparesis, dysarthria, dan
aphasia broca.
4.7.

Menjelaskan Diagnosis, Diagnosis Banding, PF dan PP Stroke

Untuk membedakan stroke tersebut termasuk jenis hemoragis atau non hemoragis. antara keduanya,
dapat ditentukan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan klinis neurologis, algoritma dan penilaian dengan
skor stroke, dan pemeriksaan penunjang.

1. Anamnesis

LUSY NOVITASARI
1102011144
STROKE

Page 40

Bila sudah ditetapkan sebagai penyebabnya adalah stroke, maka langkah berikutnya adalah menetapkan
stroke tersebut termasuk jenis yang mana, stroke hemoragis atau stroke non hemoragis. Untuk keperluan
tersebut, pengambilan anamnesis harus dilakukan seteliti mungkin.Berdasarkan hasil anamnesis, dapat
ditentukan perbedaan antara keduanya, seperti tertulis pada tabel di bawah ini.

2. Pemeriksaan klinis neurologis


Pada pemeriksaan ini dicari tanda-tanda (sign) yang muncul, bila dibandingkan antara keduanya akan
didapatkan hasil sebagai berikut :

3. Algoritma dan penilaian dengan skor stroke.


Terdapat beberapa algoritma untuk membedakan stroke antara lain dengan,

LUSY NOVITASARI
1102011144
STROKE

Page 41

Penetapan Jenis Stroke berdasarkan Algoritma Stroke Gadjah Mada

Penetapan jenis stroke berdasarkan Djoenaedi stroke score

LUSY NOVITASARI
1102011144
STROKE

Page 42

Bila skor > 20 termasuk stroke


hemoragik, skor < 20 termasuk stroke
non-hemoragik. Ketepatan diagnostik
dengan sistim skor ini 91.3% untuk stroke
hemoragik, sedangkan pada stroke nonhemoragik 82.4%. Ketepatan diagnostik
seluruhnya 87.5%
Terdapat batasan waktu yang sempit
untuk menghalangi suatu stroke akut
dengan obat untuk memperbaiki suplai
darah yang hilang pada bagian otak.
Pasien memerlukan evaluasi yang sesuai
dan stabilisasi sebelum obat penghancur
bekuan darah apapun dapat digunakan.

Penetapan jenis stroke berdasarkan Siriraj stroke score

Catatan

: 1. SSS> 1 = Stroke hemoragik


2. SSS < -1 = Stroke non hemoragik

LUSY NOVITASARI
1102011144
STROKE

Page 43

4. Pemeriksaan Penunjang
Computerized tomography (CT scan): untuk membantu menentukan
penyebab seorang terduga stroke, suatu pemeriksaan sinar x khusus yang disebut
CT scan otak sering dilakukan. Suatu CT scan digunakan untuk mencari
perdarahan atau massa di dalam otak, situasi yang sangat berbeda dengan stroke
yang
memerlukan
penanganan
yang
berbeda
pula.
CT Scan berguna untuk menentukan:

jenis patologi
lokasi lesi
ukuran lesi
menyingkirkan lesi non vaskuler

MRI scan: Magnetic resonance imaging (MRI) menggunakan gelombang magnetik


untuk membuat gambaran otak. Gambar yang dihasilkan MRI jauh lebih detail jika dibandingkan
dengan CT scan, tetapi ini bukanlah pemeriksaan garis depan untuk stroke. jika CT scan dapat
selesai dalam beberapa menit, MRI perlu waktu lebih dari satu jam. MRI dapat dilakukan
kemudian selama perawatan pasien jika detail yang lebih baik diperlukan untuk pembuatan
keputusan medis lebih lanjut. Orang dengan peralatan medis tertentu (seperti, pacemaker) atau
metal lain di dalam tubuhnya, tidak dapat dijadikan subyek pada daerah magneti kuat suatu MRI.
Computerized tomography dengan angiography: menggunakan zat warna yang
disuntikkan ke dalam vena di lengan, gambaran pembuluh darah di otak dapat memberikan
informasi tentang aneurisma atau arteriovenous malformation. Seperti abnormalitas aliran darah
otak lainnya dapat dievaluasi dengan peningkatan teknologi canggih, CT angiography menggeser
angiogram konvensional.
Conventional angiogram: suatu angiogram adalah tes lain yang kadang-kadang
digunakan untuk melihat pembuluh darah. Suatu pipa kateter panjang dimasukkan ke dalam
arteri (biasanya di area selangkangan) dan zat warna diinjeksikan sementara foto sinar-x secara
bersamaan diambil. Meskipun angiogram memberikan gambaran anatomi pembuluh darah yang
paling detail, tetapi ini juga merupakan prosedur yang invasif dan digunakan hanya jika benarbenar diperlukan. Misalnya, angiogram dilakukan setelah perdarahan jika sumber perdarahan
perlu diketahui dengan pasti. Prosedur ini juga kadang-kadang dilakukan untuk evaluasi yang
akurat kondisi arteri carotis ketika pembedahan untuk membuka sumbatan pembuluh darah
dipertimbangkan untuk dilakukan.
Carotid Doppler ultrasound: adalah suatu metode non-invasif (tanpa injeksi atau
penempatan pipa) yang menggunakan gelombang suara untuk menampakkan penyempitan dan
penurunan aliran darah pada arteri carotis (arteri utama di leher yang mensuplai darah ke otak)
Tes jantung: tes tertentu untuk mengevaluasi fungsi jantung sering dilakukan pada
pasien stroke untuk mencari sumber emboli. Echocardiogram adalah tes dengan gelombang
suara yang dilakukan dengan menempatkan peralatan microphone pada dada atau turun melalui
esophagus (transesophageal achocardiogram) untuk melihat bilik jantung. Monitor Holter sama
dengan electrocardiogram (EKG), tetapi elektrodanya tetap menempel pada dada selama 24 jam
atau lebih lama untuk mengidentifikasi irama jantung yang abnormal.
Tes darah: tes darah seperti sedimentation rate dan C-reactive protein yang dilakukan
untuk mencari tanda peradangan yang dapat memberi petunjuk adanya arteri yang mengalami
LUSY NOVITASARI
1102011144
STROKE

Page 44

peradangan. Protein darah tertentu yang dapat meningkatkan peluang terjadinya stroke karena
pengentalan darah juga diukur. Tes ini dilakukan untuk mengidentifikasi penyebab stroke yang
dapat diterapi atau untuk membantu mencegah perlukaan lebih lanjut. Tes darah screening
mencari infeksi potensial, anemia, fungsi ginjal dan abnormalitas elektrolit mungkin juga perlu
dipertimbangkan.
Perbedaan jenis stroke dengan menggunakan alat bantu.

Gambaran CT-Scan Stroke Infark dan Stroke Hemoragik

Karakteristik MRI pada stroke hemoragik dan stroke infark

LUSY NOVITASARI
1102011144
STROKE

Page 45

Diagnosis Banding
Bell's Palsy
i. DEFINISI
Bell's Palsy adalah suatu kelainan pada saraf wajah yang menyebabkan kelemahan atau kelumpuhan tibatiba pada otot di satu sisi wajah. Saraf wajah adalah saraf kranial yang merangsang otot-otot wajah.

ii. PENYEBAB
Diperkirakan, penyebab Bells palsy adalah edema dan iskemia akibat penekanan (kompresi) pada nervus
fasialis. Penyebab edema dan iskemia ini sampai saat ini masih diperdebatkan. Dulu, paparan
suasana/suhu dingin (misalnya hawa dingin, AC, atau menyetir mobil dengan jendela yang terbuka)
dianggap sebagai satu-satunya pemicu Bells palsy. Akan tetapi, sekarang mulai diyakini HSV sebagai
penyebab Bells palsy, karena telah diidentifikasi HSV pada ganglion geniculata pada beberapa penelitian
otopsi. Murakami et all juga melakukan tes PCR (Polymerase-Chain Reaction) pada cairan endoneural
N.VII penderita Bells palsy berat yang menjalani pembedahan dan menemukan HSV dalam cairan
endoneural. Virus ini diperkirakan dapat berpindah secara axonal dari saraf sensori dan menempati sel
ganglion, pada saat adanya stress, akan terjadi reaktivasi virus yang akan menyebabkan kerusakan local
pada myelin.

iii. PATOFISIOLOGI

LUSY NOVITASARI
1102011144
STROKE

Page 46

iv. Para ahli menyebutkan bahwa pada Bells palsy terjadi proses inflamasi akut pada nervus fasialis di
daerah tulang temporal, di sekitar foramen stilomastoideus. Bells palsy hampir selalu terjadi secara
unilateral. Patofisiologinya belum jelas, tetapi salah satu teori menyebutkan terjadinya proses inflamasi
pada nervus fasialis yang menyebabkan peningkatan diameter nervus fasialis sehingga terjadi kompresi
dari saraf tersebut pada saat melalui tulang temporal. Perjalanan nervus fasialis keluar dari tulang
temporal melalui kanalis fasialis yang mempunyai bentuk seperti corong yang menyempit pada pintu
keluar sebagai foramen mental. Dengan bentukan kanalis yang unik tersebut, adanya inflamasi,
demyelinisasi atau iskemik dapat menyebabkan gangguan dari konduksi. Impuls motorik yang
dihantarkan oleh nervus fasialis bisa mendapat gangguan di lintasan supranuklear, nuklear dan
infranuklear. Lesi supranuklear bisa terletak di daerah wajah korteks motorik primer atau di jaras
kortikobulbar ataupun di lintasan asosiasi yang berhubungan dengan daerah somatotropik wajah di
korteks motorik primer.
Paparan udara dingin seperti angin kencang, AC, atau mengemudi dengan kaca jendela yang terbuka
diduga sebagai salah satu penyebab terjadinya Bells palsy. Karena itu nervus fasialis bisa sembab, ia

terjepit di dalam foramen stilomastoideus dan menimbulkan kelumpuhan fasialis LMN. Pada lesi LMN
bias terletak di pons, di sudut serebelo-pontin, di os petrosum atau kavum timpani, di foramen
stilomastoideus dan pada cabang-cabang tepi nervus fasialis. Lesi di pons yang terletak di daerah sekitar
inti nervus abdusens dan fasikulus longitudinalis medialis. Karena itu paralisis fasialis LMN tersebut akan
disertai kelumpuhan muskulus rektus lateralis atau gerakan melirik ke arah lesi. Selain itu, paralisis
nervus fasialis LMN akan timbul bersamaan dengan tuli perseptif ipsilateral dan ageusia (tidak bisa
mengecap dengan 2/3 bagian depan lidah). Berdasarkan beberapa penelitian bahwa penyebab utama
Bells palsy adalah reaktivasi virus herpes (HSV tipe 1 dan virus herpes zoster) yang menyerang saraf
kranialis. Terutama virus herpes zoster karena virus ini menyebar ke saraf melalui sel satelit. Pada radang
herpes zoster di ganglion genikulatum, nervus fasialis bisa ikut terlibat sehingga menimbulkan
kelumpuhan fasialis LMN.
Kelumpuhan pada Bells palsy akan terjadi bagian atas dan bawah dari otot wajah seluruhnya lumpuh.
Dahi tidak dapat dikerutkan, fisura palpebra tidak dapat ditutup dan pada usaha untuk memejam mata
terlihatlah bola mata yang berbalik ke atas. Sudut mulut tidak bisa diangkat. Bibir tidak bisa dicucurkan
dan platisma tidak bisa digerakkan. Karena lagoftalmos, maka air mata tidak bisa disalurkan secara wajar
sehingga tertimbun. Gejala-gejala pengiring seperti ageusia dan hiperakusis tidak ada karena bagian
nervus fasialis yang terjepit di foramen stilomastoideum sudah tidak mengandung lagi serabut korda
timpani dan serabut yang mensyarafi muskulus stapedius.

LUSY NOVITASARI
1102011144
STROKE

Page 47

v. GEJALA
Bell's palsy terjadi secara tiba-tiba. Beberapa jam sebelum terjadinya kelemahan pada otot
wajah, penderita bisa merasakan nyeri di belakang telinga. Kelemahan otot yang terjadi bisa
ringan sampai berat, tetapi selalu pada satu sisi wajah. Sisi wajah yang mengalami kelumpuhan
menjadi datar dan tanpa ekspresi, tetapi penderita merasa seolah-olah wajahnya terpuntir.
Sebagian besar penderita mengalami mati rasa atau merasakan ada beban di wajahnya,
meskipun sebetulnya sensasi di wajah adalah normal.
Jika bagian atas wajah juga terkena, maka penderita akan mengalami kesulitan dalam menutup
matanya di sisi yang terkena. Kadang penyakit ini mempengaruhi pembentukan ludah, air mata
atau rasa di lidah. Bell's palsy Ptosis
vi. DIAGNOSA
Diagnosa ditegakkan berdasarkan anamnesa serta beberapa pemeriksaan fisik, dalam
hal ini yaitu pemeriksaan neurologis. Untuk menegakkan diagnosis suatu bells palsy harus
ditetapkan dulu adanya paresis fasialis tipe perifer, kemudian menyingkirkan semua
kemungkinan penyebabnya paresis fasialis tersebut.2
Paresis fasialis perifer berbeda dari tipe sentral. Pada tipe sentral yang terganggu atau
paresis hanya pada bagian bawah wajah saja.

Anamnesa : 4,5,8
- Rasa nyeri.
- Gangguan atau kehilangan pengecapan.
- Riwayat pekerjaan dan adakah aktivitas yang dilakukan pada malam hari
di ruangan terbuka atau di luar ruangan.
- Riwayat penyakit yang pernah dialami oleh penderita seperti infeksi
saluran pernafasan, otitis, herpes, dan lain-lain.

Pemeriksaan : 4,5,8
1. Pemeriksaan neurologi
Kelumpuhan nervus fasilalis melibatkan semua otot wajah sesisi
dan dapat dibuktikan dengan pemeriksaan - pemeriksaan berikut, yaitu:
a. Pemeriksaan motorik nervus fasialis.4

LUSY NOVITASARI
1102011144
STROKE

Mengerutkan dahi : lipatan kulit dahi hanya tampak pada sisi yang
sehat saja.

Mengangkat alis : alis pada sisi yang sakit tidak dapat diangkat

Memejamkan mata dengan kuat : pada sisi yang sakit kelompak


mata tidak dapat menutupi bola mata dan berputarnya bola mata ke
atas dapat dilihat. Hal tersebut dikenal Fenomena Bell. Selain itu
dapat dilihat juga bahwa gerakan kelopak mata yang sakit lebih
lambat dibandingkan dengan gerakan kelopak mata yang sehat, hal
ini dikenal sebagai Lagoftalmus.

Page 48

Mengembungkan pipi : pada sisi yang tidak sehat pipi tidak dapat
dikembungkan.

Pasien disuruh utnuk memperlihatkan gigi geliginya atau disuruh


meringis menyeringai : sudut mulut sisi yang lumpuh tidak dapat
diangkat sehingga mulut tampaknya mencong ke arah sehat. Dan
juga sulcus nasolabialis pada sisi wajah yang sakit mendatar.

b. Pemeriksaan sensorik pada nervus fasialis. 4,5,8


Sensasi pengecapan diperiksa sebagai berikut : rasa manis
diperiksa pada bagian ujung lidah dengan bahan berupa garam, dan
rasa asam diperiksa pada bagian tengah lidah dengan bahan asam
sitrat. Pengecapan 2/3 depan lidah : pengecapan pada sisi yang tidak
sehat kurang tajam.
c. Pemeriksaan Refleks. 4,5,8
Pemeriksaan reflek yang dilakukan pada penderita Bells Palsy
adalah pemeriksaan reflek kornea baik langsung maupun tidak
langsung dimana pada paresis nervus VII didapatkan hasil berupa pada
sisi yang sakit kedipan mata yang terjadi lebih lambat atau tidak ada
sama sekali. Selain itu juga dapat diperiksa refleks nasopalpebra pada
orang sehat pengetukan ujung jari pada daerah diantara kedua alis
langsung dijawab dengan pemejaman kelopak mata pada sisi,
sedangkan pada paresis facialis jenis perifer terdapat kelemahan
kontraksi m. orbikularis oculi (pemejaman mata pada sisi sakit).
Beberapa pemeriksaan sederhana lain yang dapat dilakukan
untuk membantu penegakkan diagnosa antara lain :
-

Stethoscope Loudness Test


Pemeriksaan ini dapat digunakan untuk menilai fungsi dari
muskulus stapedius. Pasien diminta menggunakan stetoskop
kemudian dibunyikan garpu tala pada membran stetoskop, maka
suara yang keras akan terlateralisasi ke sisi muskulus stapedius
yang lumpuh
Schirmer Blotting Test.
Pemeriksaan ini digunakan untuk menilai fungsi lakrimasi.
Digunakan benzene yang menstimulasi refleks nasolacrimalis
sehingga dapat dibandingkan keluar air mata dapat dibandingkan
antara sisi yang lumpuh dan yang normal.

2. Pemeriksaan radiologis. 4,5,8


Pemeriksaan Radiologis yang dapat dilakukan untuk Bells
Palsy antara lain adalah MRI (Magnetic Resonance Imaging)
dimana pada pasien dengan Bell Palsy dapat timbul gambaran
LUSY NOVITASARI
1102011144
STROKE

Page 49

kelainan pada nervus fasialis. Selain itu pemeriksaan MRI juga


berguna apabila penderita mengalami Kelumpuhan wajah yang
berulang, agar dapat dipastikan apakah kelainan itu hanya
merupakan gangguan pada nervus Fasialis ataupun terdapat
tumor
vii. PENGOBATAN
Tidak ada pengobatan khusus untuk Bell's palsy.Beberapa ahli percaya
bahwa kortikoteroid (misalnya prednison) harus diberikan dalam waktu tidak
lebih dari 2 hari setelah timbulnya gejala dan dilanjutkan sampai 1-2
minggu.Apakah pengobatan ini bisa mengurangi nyeri dan memperbaiki
kesempatan untuk sembuh, masih belum dapat dibuktikan.
Jika kelumpuhan otot wajah menyebabkan mata tidak dapat tertutup rapat,
maka mata harus dilindungi dari kekeringan.Tetes mata pelumas digunakan
setiap beberapa jam.
Pada kelumpuhan yang berat, pemijatan pada otot yang lemah dan
perangasangan sarafnya bis membantu mencegah terjadinya kekakuan otot
wajah.Jika kelumpuhan menetap sampai 6-12 bulan atau lebih, bisa dilakukan
pembedahan untuk mencangkokkan saraf yang sehat (biasanya diambil dari
lidah) ke dalam otot wajah yang lumpuh.
viii. PROGNOSIS
Jika kelumpuhannya parsial (sebagian), maka penyembuhan total terjadi dalam waktu
1-2 bulan.Prognosis pada kelumpuhan total adalah bervariasi, tetapi sebagian besar
mengalami penyembuhan sempurna.
4.8.

Menjelaskan Penatalaksanaan dan Pencegahan Stroke


Pengobatan Umum
Untuk pengobatan umum ini dipakai patokan 5 B yaitu:
1. Breathing
Harus dijaga agar jalan nafas bebas dan fungsi paru-paru baik. Pengobatan
dengan oksigen hanya perlu bila kadar oksigen darah berkurang.
2. Brain
Udem otak dan kejang-kejang harus dicegah dan diatasi. Bila terjadi udem
otak, dapat dilihat dari keadaan pasien yang mengantuk, adanya bradikardi
atau dengan pemeriksaan funduskopi, dapat diberikan manitol. Untuk
mengatasi kejang-kejang yang timbul dapat diberikan Diphenylhydantoin atau
Carbamazepin.
3. Blood
Tekanan darah dijaga agar tetap cukup tinggi untuk mengalirkan darah ke
otak. Pengobatan hipertensi pada fase akut dapat mengurangi tekanan perfusi
yang justru akan menambah iskemik lagi.
Kadar Hb dan glukosa harus dijaga cukup baik untuk metabolisme otak.
Pemberian infus glukosa harus dicegah karena akan menambah terjadinya

LUSY NOVITASARI
1102011144
STROKE

Page 50

asidosis di daerah infark yang akan mempermudah terjadinya udem.


Keseimbangan elektrolit harus dijaga.
4. Bowel
Defekasi dan nutrisi harus diperhatikan. Hindari terjadinya obstipasi karena
akan membuat pasien gelisah. Nutrisi harus cukup. Bila perlu diberikan
nasogastric tube (NGT).
5. Bladder
Miksi dan balance cairan harus diperhatikan. Jangan sampai terjadi retentio
urin. Pemasangan kateter jika terjadi inkontinensia.
Perawatan suportif
Pelihara oksigenasi jaringan secara adekuat; membutuhkan bantuan
saluran napas dan ventilasi. Cek aspirasi pneumonia yang mungkin
terjadi.
Tekanan darah; pada kebanyakan kasus, tekanan darah tidak boleh
diturunkan secara cepat. Jika terlalu tinggi, menurunkan tekanan darah
secara berhati-hati, karena status neurologis dapat bertambah buruk ketika
tekanan darah diturunkan.
Status volume darah; koreksi hipovolemia dan elektrolit-elektrolit tetap
pada batas normal.
Demam; harus dicari sumber dari demam dan diturunkan dengan anti
piretik yang sesuai.
Hypoglycemia/dan atau hyperglycemia; harus dijaga dengan kontrol yang
ketat. Hiperglikemia dapat bertambah buruk pada cedera iskemik.
Profilaksis DVT; stroke dengan pasien yang mempunyai risiko tinggi
untuk DVT. Penting untuk menggunakan heparin subcutan 5,000 IU q. 8
atau 12 jam atau subkutan enoksaparin 30 mg q. 12 jam pada ambulasi
awal.
a. Penatalaksanaan Stroke Hemoragik
Singkirkan kemungkinan koagulopati. Pastikan hasil masa protrombin dan
masa tromboplastin parsial adalah normal. Jika masa protrombin
memanjang, berikan plasma beku segar(FFP) 4-8 unit intravena setiap
4jam dan vitamin K 15 mg intravena bolus, kemudian 3 kali sehari 15 mg
subkutan sampai masa protrombin normal. Koreksi antikoagulasi heparin
dengan protamin sulfat 10-50mg bolus lambat(1mg mengoreksi 100 unit
heparin).
Kendalikan HT.Tekanan yang tinggi bisa menyebabkan perburukan
perihematom. Tekanan darah sisitolik >180mmHg dengan labetalol(20 mg
intravena dalam2menit ulangi 40-80mg intravena dalam interval 10menit
sampai tekanan yang diinginkan kemudian infus 2mg/menit dan dirasi
atau penghambat ACE 12,5mg-25mg, 2-3 kali sehari atau antagonis
kalsium(nifedipin oral 4x 10 mg).
Pertimbangkan bedah saraf apabila perdarahan serebelum diameter lebih
dari 3 cm atau volum lebih dari 50 ml. Pemasangan ventrikulo-peritoneal
bila ada hidroefalus obstruktif akut atau kliping aneurisma.
Pertimbangkanangiografi untukmenyingkirkan
aneurisma/malformasi
arteriovenosa.
LUSY NOVITASARI
1102011144
STROKE

Page 51

Berikan manitol 20% (1 mg/kg BB intravena dalan 20-30 menit). Steroid


tidak terbukti efektif pada perdarahan intraserebral.
Pertimbangkan fenitoin (10-20 mg/kg BB intravena atau peroral). Pada
umumnya antikonvulsan diberikan bila terdapat kejang.
Pertimbangkan terapi hipervolemik dan nimodipin untuk mencegah
vasospasme.
Untuk mengatasi perdarahan intracerebral: obati penyebabnya, turunkan
TIK, beri neuroprotektor, tindakan bedah dengan pertimbangan GCS >4
dilakukan pada pasien denganperdarahan serebelum > 3cm, hidrosefalus
akibat perdarahan intraventrikel atau serebelum, perdarahan lobar diatas
60cc dengan tanda peningkatan TIK akut dan encaman herniasi.

Pada TIK yang meninggi :


o Manitol bolus, 1 gr/kgBB dalam 20-30menit lanjutkan dengan 0,250,5g/kgBB tiap 6 jam smpai maksimal 48 jam.
o Gliserol 50% oral, 0,25-1 gr/kgBB setiap 4-6 jam atau gliserol 10%
intravena 10 ml/kgBB dalam 3-4 jam(untuk edema serebri ringansedang).
o Furosemid 1mg/ kg BB intravena.
o Intubasi dan hiperventilasi terkontrol sampai pCO2 29-35 mmHg
o Penggunaansteroidmasihkontroversial.
o Kraniotomidekompresif.
Perdarahansubaraknoid
o Nimodipin digunakan untuk mencegah vasospasme.
o Tindakan operasi dapat dilakukan pada perdarahan subaraknoid
stadium I dan II akibat pecahnya aneurisma sakularberry dan adanya
komplikasi hidrosefalus obstruktif.
b. Penatalaksanaan Stroke Non-Hemoragik
Penanganan dari Serangan Iskemia Akut
1. Mengeleminasi atau mengontrol faktor-faktor risiko.
2. Memberi edukasi pada pasien mengenai pengurangan faktor risiko dan tanda
serta gejala-gejala dari TIA dan stroke ringan.
3. Intervensi-Bedah
Endarterektomi karotis ( Cea)
Pengeluaran plak ateromatosa dengan cara bedah.
Pasien yang direservasi untuk pengeluaran bekuan atau lesi berulserasi
yang mengoklusi > 70% dari aliran darah pada arteri karotis.
Dapat menurunkan risiko dari strok > 60% selama tahun keduanya setelah
dioperasi dan wajib mengikuti mengikuti prosedur.
Endarterektomi vertebra umumnya tidak lagi digunakan.
a. Angioplasti balon
Menempatkan suatu balon kecil yang dideflasikan pada pembuluh darah
yang yang mengalami stenose Balon kemudian dipompakan menekan
LUSY NOVITASARI
1102011144
STROKE

Page 52

plak ateromatosa ke arah dinding. Mempunyai risiko melepasnya emboli


kecil yang dapat berpindah ke retina atau otak.
b. Penempatan Sten
Prosedur eksperimental; > 50-60% mengalami kekambuhan.
Menempatkan suatu coil baja tahan-karat kedalam pembuluh darah yang
kemudian difiksasi pada salah satu dinding dari arteri; saat ini coil
ditambahkan dengan obat-obatan slow-release.
4. Agen-agen antiplatelet

Aspirin
Mekanisme kerja: a) Menghambat agregasi platelet. b) Menurunkan atau
mengurangi pelepasan substansi vasoaktif dari platelet. c) Menginaktivasi
secara irreversibel siklooksigenase-platelet; dan efeknya cukup
berlangsung selama hidup dari platelet; 5-7 hari
Efikasi
a. ASA telah menunjukkan pengurangan yang bermakna secara klinis
(22-24%) pada risiko stroke dan kematian, pada uji-uji klinis acak
pasien-pasien yang telah mengalami suatu TIA sebelumnya atau strok
sebagai pencegahan sekunder.
b. Dosis berkisar dari 50 -1500 mg perhari.
Pada uji klinis terakhir; evaluasi dosis rendah (30-325 mg perhari);
hasilnya mengindikasikan bahwa dosis rendah mungkin lebih
bermanfaat dengan berkurangnya efek-efek tidak diinginkan dari
asam salisilat pada lambung.
Pada beberapa studi menyatakan; bahwa ASA lebih efektif pada
laki-laki dibanding sejumlah kecil perempuan pada studi lain.
Peran pada pencegahan primer belum jelas.

o Dipiridamol (Persantine)
Mekanisme kerja: a) Inhibitor lemah dari agregasi platelet. b) Sebagai inhibit
fosfodiesterase platelet.
Efikasi:a) Pada uji klinis belum mempunyai bukti yang kuat dalam
penggunaan dipiridamol pada iskemia otak. b) Tidak ada efek aditif yang
ditemukan bersama dengan aspirin.

Sulfinpirazon (Anturane)
Mekanisme kerja: Innhibisi reversibel dari siklooksigenase.
Efikasi: Uji klinis belum mempunyai dukungan rekomendasi penggunaan.

Tiklopidin (Ticlid)
Mekanisme Kerja:a) Inhibisi agregasi platelet dan menginduksi ADP. b)
Inhibisi agregasi platelet yang diinduksi oleh kolagen, PAF, epinefrin dan

LUSY NOVITASARI
1102011144
STROKE

Page 53

thrombin. c) Waktu perdarahan diperpanjang. d) Berefek minimal pada


siklooksigenase.
Efikasi:
a. Telah menunjukkan dapat mereduksi insidens stroke, kira-kira 22% pada
pasien-pasien yang telah mengalami TIAs sebelumnya atau stroke.
b. Lebih efektif dibanding aspirin dengan kurangnya efek gastrointestinal.
c. Tidak ada perbedaan gender yang memperlihatkan tiklopidin bereaksi
sama; seperti halnya dengan ASA.
d. Dosis 500 mg perhari dibagi menjadi dua dosis (250 mg peroral-bid)
Efek samping: diare, ruam pada kulit, total kolesterol serum yang meningkat.

Antikoagulasi (warfarin)
a. Belum ada studi-studi yang membuktikan superioritas dari antikoagulan
ini sebagai agen antiplatelet.
b. Dapat mereduksi risiko dari stroke pada pasien dengan infark miokard
sebelumnya.
c. Bermanfaat pada pasien yang menderita keluhan simptomatik pada terapi
antiplatelet.
d. Eksepsi mayor adalah pada pasien dengan embolisme otak yang berasal
kardiac;
1. Antikoagulasi kronik dengan warfarin telah dibuktikan untuk
mencegah keadaan gangguan serebrovaskuler pada pasien dengan AF
(atrial fibrilasi).
2. Penanganan terhadap stroke infarction /dan atau ischemic serebral
akut.

Obat Antihipertensi Pada Stroke

Golongan/Obat
Tiazid
Diazoksid

ACEI
Enalaprit

Mekanisme

Interaksi Obat
<

Efek Samping

Aktivasi ATP
sensitive Kchannels

IV bolus: 50100 mg; IV


infus; 15-30
mg/menit

Awitan
menit

ACE inhibitor

0,625-1,25 mg
IV selama 15
menit.

Awitan < 15
menit.

Durasi lama (6
jam), disfungsi
renal.

5 mg/jam IV,

Awitan cepat

Bradikardia,

Calcium Channel Blocker


Nikardipin
Penyekat kanal
LUSY NOVITASARI
1102011144
STROKE

Dosis

5 Retensi cairan
dan garam,
hiperglikemia
berat, durasi
lama (1-12 jam).

Page 54

Clevidipin
Verapamil
Diltiazem

Beta Blocker
Labetalol

Esmolol

Alfa Blocker
Fentolamin

kalsium

2.5 mg/jam tiap


15 menit,
sampai 15
mg/jam.

(1-5 menit),
tidak terjadi
rebound.
Eliminasi tidak
dipengaruhi
oleh disfungsi
hati/ renal,
potensi
interaksi obat
rendah.

Antagonis
reseptor 1, 1,
2

10-80 mg IV
tiap 10 menit
sampai 300
mg/hari; infus
0,5-2 mg/menit.

Awitan cepat
(5-10 menit).

Antagonis
selektif reseptor
1.

0,25-0,5 mg/kg
IV bolus disusul
dosis
pemeliharaan.

Antagonis
reseptor 1, 2.

5-20 mg IV.

Vasodilator Langsung
Hidralasin
NO terkait
dengan
mobilisasi
kalsium dalam
otot polos.

Thiopental

Trimetafan

LUSY NOVITASARI
1102011144
STROKE

hipotensi, durasi
lama (4-6 jam).

Bradikardia,
hipoglikemia,
durasi lama (212 jam). Gagal
jantung
kongestif,
bronkospasme.
Awitan segera, Bradikardia,
durasi singkat < gagal jantung
15 menit.
kongestif.

Awitan cepat (2 Takikardia,


menit), durasi
aritmia.
singkat (10-15
menit)

2,5-10 mg IV
bolus (sampai
40 mg).

Serum sicknesslike, druginduced lupus,


durasi jam (3-4
jam), awitan
lambat (15-30
menit)
Aktivasi reseptor 30-60 mg IV.
Awitan cepat (2 Depresi
GABA
menit), durasi
miokardial
singkat (5-10
menit).
Blockade
1-5 mg/ menit Awitan segera, Bronkospasme,

Page 55

ganglionik.

Fenoldipam

Agonis DA-1
dan reseptor alfa
2
Nitrovasodilator

Sodium
Nitroprusid

Nitrogliserin

IV

0,001- 1,6
g/kg/ menit
IV; tanpa bolus
0,25-10/ kg/
menit IV.

Nitrovasodilator
5-1000
g/kg/menit IV

durasi singkat
(5-10 menit)

retensi urin,
siklopegia,
midriasis
Awitan < 15
Hipokalemia,
menit, durasi
takikardia,
10-20 menit.
bradikardia.
Awitan segera, Keracunan
durasi singkat sianid,
(2-3 menit)
vasodilator
serebral (dapat
mengakibatkan
peningkatan
tekanan
intracranial)
refleks takikardi.
Awitan 1-2
Produksi
menit, durasi 3- methemoglobin,
5 menit.
reflek takikardia.

Rekomendasi American Stroke Association (ASA) tentang pencegahan stroke


adalah sebagai berikut:
1. Pencegahan Primer Stroke
Pendekatan pada pencegahan primer adalah mencegah dan mengobati faktorfaktor risiko yang dapat dimodifikasi.
Hipertensi
Hipertensi harus diobati, untuk mencegah stroke ulang maupun
mencegah penyakit vaskular lainnya. Pengendalian hipertensi ini sangat
penting artinya bagi para penderita stroke iskemik dan TIA. Target absolut
dalam hal penurunan tekanan darah belum dapat ditetapkan, yang penting
adalah bahwa tekanan darah < 120 / 80 mm Hg. Modifikasi berbagai
macam gaya hidup berpengaruh terhadap upaya penurunan tekanan darah
secara komprehensif.
Obatobat yang dianjurkan adalah diuretika dan ACE inhibitor; namun
demikian pilihan obat disesuaikan dengan kondisi / karakteristik masing
masing individu.
Diabetes melitus
Pada penderita diabetes melitus maka penurunan tekanan darah dan
lipid darah perlu memperoleh perhatian yang lebih serius. Dalam kasus
demikian ini maka obat antihipertensi dapat lebih dari 1 macam. ACE
inhibitor merupakan obat pilihan untuk kasus gangguan ginjal dan
diabetes melitus
Pada penderita stroke iskemik dan TIA, pengendalian kadar gula
direkomendasikan sampai dengan mendekati kadar gula plasma normal
LUSY NOVITASARI
1102011144
STROKE

Page 56

(normoglycemic), untuk mengurangi komplikasi mikrovaskular dan


kemungkinan timbulnya komplikasi makrovaskular. Sementara itu kadar
HbA1c harus lebih rendah dari 7%.
Lipid
Penderita stroke iskemik atau TIA dengan kadar kolesterol yang
tinggi, penyakit arteri koroner, atau adanya bukti aterosklerosis, maka
pasien harus dikelola secara komprehensif meliputi modifikasi gaya hidup,
diet secara tepat, dan pengobatan. Target penurunan kadar kolesterol
adalah sebagai berikut: LDL < 100 mg% dan kadar LDL < 70 mg% bagi
penderita dengan faktor risiko multipel.
Penderita stroke iskemik atau TIA yang dicurigai mengalami
aterosklerosis tetapi tanpa indikasi pemberian statis (kadar kolesterol
normal, tanpa penyakit arteri koroner, atau tidak ada bukti aterosklerosis)
dianjurkan untuk diberi statin untuk mengurangi risiko gangguan vaskular.
Penderita stroke iskemik atau TIA dengan kadar HDL kolesterol
rendah dapat dipertimbangkan untuk diberi niasin atau gemfibrozil.
Merokok
Setiap pasien stroke atau TIA harus segera menghentikan kebiasaan
merokok. Penghentian merokok dapat diupayakan dengan cara
penyuluhan dan mengurangi jumlah rokok yang dihisap / hari secara
bertahap.
Obesitas
Bagi setiap penderita stroke iskemik atau TIA dengan
obesitas/overweight sangat dianjurkan untuk mempertahankan bodymass
index (BMI) antara 18,524,9 kg/m2 dan lingkat panggul kurang dari 35
inci (perempuan) dan kurang dari 40 inci (lakilaki). Penyesuaian berat
badan diupayakan melalui keseimbangan antara asupan kalori, aktivitas
fisik dan penyuluhan kebiasaan hidup sehat
Aktivitas fisik
Setiap pasien stroke iskemik atau TIA yang mampu untuk melakukan
aktivitas fisik sangat dianjurkan untuk melakukan aktivitas fisik ringan
selama 30 menit/hari. Untuk pasien yang tidak mampu melakukan
aktivitas fisik maka dianjurkan untuk melakukan latihan dengan
bantuanorang yang sudah terlatih.
2. Pencegahan Sekunder Stroke
Pencegahan sekunder stroke mengacu pada kepada strategi untuk
mencegah kekambuhan stroke. Pendekatan utama adalah mengendalikan
hipertensi, CEA, dan memakai obat antiagregat antitrombosit. Aggrenox
adalah satu-satunya kombinasi aspirin dan dipiridamol yang telah terbukti
efektif untuk mencegah stroke sekunder.
4.9.

Menjelaskan Komplikasi Stroke


1. Komplikasi Akut
Kenaikan tekanan darah. Keadaan ini biasanya merupakan mekanisme
kompensasi sebagai upaya mengejar kekurangan pasokan darah di tempat lesi.
Oleh karena itu kecuali bila menunjukkan nilai yang sangat tinggi (sistolik >

LUSY NOVITASARI
1102011144
STROKE

Page 57

220/ diastolik >130) tekanan darah tidak perlu diturunkan, karena akan turun
sendiri setelah 48 jam. Pada pasien hipertensi kronis tekanan darah juga tidak
perlu diturunkan segera.
Kadar gula darah. Pasien stroke seringkali merupakan pasein DM sehingga
kadar glukosa darah pasca stroke tinggi. Akan tetapi seringkali terjadi kenaikan
glukosa darah pasein sebagai reaksi kompensasi atau akibat mekanisme stress.
Gangguan jantung. Baik sebagai penyebab maupun sebagai komplikasi.
Keadaan ini memerlukan perhatian khusus, karena seringkali memperburuk
keadaan stroke bahkan sering merupakan penyebab kematian.
Gangguan respirasi. Baik akibat infeksi maupun akibat penekanan di pusat
napas.
Infeksi dan sepsis. Merupakan komplikasi stroke yang serius pada ginjal dan
hati.
Gangguan cairan, elektrolit, asam dan basa.
Ulcer stres. Yang dapat menyebabkanterjadinya hematemesis dan melena.

2. Komplikasi Kronik
Akibat tirah baring lama di tempat tidur bias terjadi pneumonia, dekubitus,
inkontinensia serta berbagai akibat imobilisasi lain.
Rekurensi stroke.
Gangguan sosial-ekonomi.
Gangguan psikologis.
4.10. Menjelaskan Prognosis Stroke
Indikator prognosis adalah : tipe dan luasnya serangan, age of onset, dan tingkat
kesadaran
Hanya 1/3 pasien bisa kembali pulih setelah serangan stroke iskemik
Umumnya, 1/3-nya lagi adalah fatal, dan 1/3- nya mengalami kecacatan
jangka panjang
Jika pasien mendapat terapi dengan tepat dalam waktu 3 jam setelah
serangan, 33% diantaranya mungkin akan pulih dalam waktu 3
bulan1/2/2009 Zullies Ikawati's Lecture Notes 8
Prognosis pasien dgn stroke hemoragik (perdarahan intrakranial)
tergantung pada ukuran hematoma hematoma > 3 cm umumnya
mortalitasnya besar, hematoma yang massive biasanya bersifat lethal
Jika infark terjadi pada spinal cord prognosis bervariasi tergantung
keparahan gangguan neurologis Jika kontrol motorik dan sensasi nyeri
terganggu prognosis jelek

5. MM KEWAJIBAN SUAMI TERHADAP ISTRI

LUSY NOVITASARI
1102011144
STROKE

Page 58

Sebagai bahan referensi dan renungan bahkan tindakan, berikut, garis besar hak
dan kewajiban suami isteri dalam Islam yang di nukil dari buku Petunjuk Sunnah dan
Adab Sehari-hari Lengkap karangan H.A. Abdurrahman Ahmad.
Hak Bersama Suami Istri
Suami istri, hendaknya saling menumbuhkan suasana mawaddah dan rahmah.
(Ar-Rum: 21)
Hendaknya saling mempercayai dan memahami sifat masing-masing
pasangannya. (An-Nisa: 19 Al-Hujuraat: 10)
Hendaknya menghiasi dengan pergaulan yang harmonis. (An-Nisa: 19)
Hendaknya saling menasehati dalam kebaikan. (Muttafaqun Alaih)
Adab Suami Kepada Istri .
Suami hendaknya menyadari bahwa istri adalah suatu ujian dalam menjalankan
agama. (At-aubah: 24)
Seorang istri bisa menjadi musuh bagi suami dalam mentaati Allah clan RasulNya. (At-Taghabun: 14)
Hendaknya senantiasa berdoa kepada Allah meminta istri yang sholehah. (AIFurqan: 74)
Diantara kewajiban suami terhadap istri, ialah: Membayar mahar, Memberi
nafkah (makan, pakaian, tempat tinggal), Menggaulinya dengan baik, Berlaku adil
jika beristri lebih dari satu. (AI-Ghazali)
Jika istri berbuat Nusyuz, maka dianjurkan melakukan tindakan berikut ini
secara berurutan: (a) Memberi nasehat, (b) Pisah kamar, (c) Memukul dengan
pukulan yang tidak menyakitkan. (An-Nisa: 34) Nusyuz adalah:
Kedurhakaan istri kepada suami dalam hal ketaatan kepada Allah.
Orang mukmin yang paling sempurna imannya ialah, yang paling baik akhlaknya
dan paling ramah terhadap istrinya/keluarganya. (Tirmudzi)
Suami tidak boleh kikir dalam menafkahkan hartanya untuk istri dan
anaknya.(Ath-Thalaq: 7)
Suami dilarang berlaku kasar terhadap istrinya. (Tirmidzi)
Hendaklah jangan selalu mentaati istri dalam kehidupan rumah tangga. Sebaiknya
terkadang menyelisihi mereka. Dalam menyelisihi mereka, ada keberkahan.
(Baihaqi, Umar bin Khattab ra., Hasan Bashri)
Suami hendaknya bersabar dalam menghadapi sikap buruk istrinya. (Abu Yala)
Suami wajib menggauli istrinya dengan cara yang baik. Dengan penuh kasih
sayang, tanpa kasar dan zhalim. (An-Nisa: 19)
Suami wajib memberi makan istrinya apa yang ia makan, memberinya pakaian,
tidak memukul wajahnya, tidak menghinanya, dan tidak berpisah ranjang kecuali
dalam rumah sendiri. (Abu Dawud).
Suami wajib selalu memberikan pengertian, bimbingan agama kepada istrinya,
dan menyuruhnya untuk selalu taat kepada Allah dan Rasul-Nya. (AI-Ahzab: 34,
At-Tahrim : 6, Muttafaqun Alaih)
Suami wajib mengajarkan istrinya ilmu-ilmu yang berkaitan dengan wanita
(hukum-hukum haidh, istihadhah, dll.). (AI-Ghazali)
Suami wajib berlaku adil dan bijaksana terhadap istri. (An-Nisa: 3)
Suami tidak boleh membuka aib istri kepada siapapun. (Nasai)
LUSY NOVITASARI
1102011144
STROKE

Page 59

Apabila istri tidak mentaati suami (durhaka kepada suami), maka suami wajib
mendidiknya dan membawanya kepada ketaatan, walaupun secara paksa.
(AIGhazali)
Jika suami hendak meninggal dunia, maka dianjurkan berwasiat terlebih dahulu
kepada istrinya. (AI-Baqarah: 40)

Adab Isteri Kepada Suami


Hendaknya istri menyadari clan menerima dengan ikhlas bahwa kaum laki-Iaki
adalah pemimpin kaum wanita. (An-Nisa: 34)
Hendaknya istri menyadari bahwa hak (kedudukan) suami setingkat lebih tinggi
daripada istri. (Al-Baqarah: 228)
Istri wajib mentaati suaminya selama bukan kemaksiatan. (An-Nisa: 39)
Diantara kewajiban istri terhadap suaminya, ialah:
a. Menyerahkan dirinya,
b. Mentaati suami,
c. Tidak keluar rumah, kecuali dengan ijinnya,
d. Tinggal di tempat kediaman yang disediakan suami
e. Menggauli suami dengan baik. (Al-Ghazali)
Istri hendaknya selalu memenuhi hajat biologis suaminya, walaupun sedang
dalam kesibukan. (Nasa i, Muttafaqun Alaih)
Apabila seorang suami mengajak istrinya ke tempat tidur untuk menggaulinya,
lalu sang istri menolaknya, maka penduduk langit akan melaknatnya sehingga
suami meridhainya. (Muslim)
Istri hendaknya mendahulukan hak suami atas orang tuanya. Allah swt.
mengampuni dosa-dosa seorang Istri yang mendahulukan hak suaminya daripada
hak orang tuanya. (Tirmidzi)
Yang sangat penting bagi istri adalah ridha suami. Istri yang meninggal dunia
dalam keridhaan suaminya akan masuk surga. (Ibnu Majah, TIrmidzi)
Kepentingan istri mentaati suaminya, telah disabdakan oleh Nabi saw.:
Seandainya dibolehkan sujud sesama manusia, maka aku akan perintahkan istri
bersujud kepada suaminya. .. (Timidzi)
Istri wajib menjaga harta suaminya dengan sebaik-baiknya. (Thabrani)
Istri hendaknya senantiasa membuat dirinya selalu menarik di hadapan
suami(Thabrani)
Istri wajib menjaga kehormatan suaminya baik di hadapannya atau di
belakangnya (saat suami tidak di rumah). (An-Nisa: 34)

LUSY NOVITASARI
1102011144
STROKE

Page 60

Anda mungkin juga menyukai