Anda di halaman 1dari 5

BAB II

PEMBAHASAN

II.1.

Definisi Kematian
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No.36 tahun 2009 tentang kesehatan pasal

117, seseorang dinyatakan mati apabila fungsi sistem jantungsirkulasi dan sistem pernapasan
terbukti telah berhenti secara permanen, atau apabila kematian batang otak telah dapat
dibuktikan. (1)
Kematian adalah suatu proses yang dapat dikenali secara klinis pada seseorang berupa
tanda kematian, yaitu perubahan yang terjadi pada tubuh mayat. Perubahan tersebut dapat timbul
secara dini pada saat meninggal atau beberapa menit kemudian, seperti misalnya kerja jantung
dan peredaran darah berhanti, pernapasan berhanti, reflex cahaya dan reflex kornea mata hilang,
kulit pucat, dan relaksasi otot.
Setelah beberapa waktu, timbul perubahan paska mati yang jelas yang memungkinkan
diagnosis kematian lebih jelas. Tanda-tanda pasti kematian diantaranya berupa lebam mayat
(livor mortis), kaku mayat (rigor mortis), penurunan suhu (algor mortis), pembusukan,
mumifikasi, dan adiposera.

II.1.1 Jenis-jenis kematian


Dalam tanatologi dikenal beberapa istilah tentang mati, yaitu mati somatis (mati klinis),
mati suri, mati seluler, mati serebral dan mati otak (mati batang otak) yang semuanya akan
dibahas dalam sub-bab ini.

Jenis-jenis kematian :
1. Kematian somatik; disebut juga kematian klinis.
Mati somatis atau mati klinis terjadi akibat terhentinya fungsi ketiga sistem penunjang
kehidupan, yaitu susunan saraf pusat, sistem kardiovaskular dan sistem pernapasan, yang
menetap atau irreversible. Secara klinis tidak ditemukan reflex-refleks, EEG mendatar,
nadi tidak teraba, denyut jantung tidak terdengar, tidak ada gerak pernapasan dan suara

nafas tidak terdengar pada auskultasi. Definisi inilah yang sering dianggap orang awam
sebagai kematian.
2. Kematian serebral
adalah kerusakan kedua hemisfer otak yang ireversibel kecuali batang otak dan serebelum,
sedangkan kedua sistem lainnya yaitu sistem pernapasan dan kardiovaskular masih
berfungsi dengan bantuan alat.
3. Kematian otak atau mati batang otak
mati batang otak adalah bila telah terjadi kerusakan seluruh isi neuronal intrakranial yang
ireversibel, termasuk batang otak dan serebelum. Dengan diketahuinya mati otak (mati
batang otak) maka dapat dikatakan seseorang secara keseluruhan tidak dapat dinyatakan
hidup lagi, sehingga alat-alat bantu dapat dihentikan.
4. Mati suri
Terhentinya ketiga sistem penunjang kehidupan yaitu sistem saraf pusat, sistem sirkulasi
jantung dan sistem pernapasan yang ditentukan dengan alat kedokteran sederhana dimana
proses vital turun ke tingkat yang paling minimal untuk mempertahankan kehidupan
sehingga tanda-tanda klinisnya seperti sudah mati. Dengan peralatan kedokteran canggih
masih dapat dibuktikan bahwa ketiga sistem tersebut masih berfungsi. Mati suri sering
ditemukan pada kasus keracunan obat tidur, hipotermi, anestesi yang terlalu dalam
tersengat aliran listrik dan tenggelam.
5. Kematian seluler atau mati molekuler
adalah kematian organ atau jaringan tubuh yang timbul beberapa saat setelah kematian
somatis. Daya tahan hidup masing-masing organ atau jaringan berbeda-beda, sehingga
terjadinya kematian seluler pada tiap organ atau jaringan tidak secara bersamaan.
Penentuan kematian ini penting dalam transplantasi organ. Otak dan jaringan saraf
lainnya akan kehilangan fungsinya setelah kurang lebih empat menit terhitung dari saat
kematian seluler dalam waktu kurang lebih empat jam. Sementara kornea masih dapat
dimanfaatkan untuk transplantasi selama belum melewati jangka waktu enam jam saat
diambil dari tubuh yang mengalami mati somatis.

Terdapat beberapa tes yang dapat dilakukan untuk memastikan terjadinya kematian. Tes
tersebut dapat berupa tes yang simpel maupun tes dengan alat-alat canggih seperti EEG, cerebral
angiography, atau pengukuran blood flow. Tes konfirmasi yang lebih lanjut dengan EEG ataupun
angiografi hanya dilakukan kalau tes klinik memberikan hasil yang meragukan juga untuk
menghindari tuntutan di kemudian harinya.

Terdapat beberapa tes yang dapat dilakukan dan menjadi penentuan kematian hanya
dapat dilakukan paling cepat enam jam setelah onset koma serta apneu dan diulangi paling cepat
dua jam setelah tes yang pertama. Hasil dari pemeriksaan itu menunjukkan kematian jika:
a. Tidak adanya respon terhadap sekitarnya (respon terhadap komando/perintah, taktil, dll)
b. Tidak ada gerakan otot dan postur, dengan catatan pasien tidak sedang berada dalam
pengaruh obat-obatan kurare
c. Tidak ada refleks pupil
d. Tidak ada refleks kornea
e. Tidak ada respon motorik dari saraf kranial terhadap rangsangan
f. Tidak ada refleks batuk maupun menelan ketika tuba endotrakeal didorong ke dalam
g. Tidak ada refleks vestibulo-okularis terhadap rangsangan air es yang dimasukkan ke
dalam lubang telinga.
h. Tidak ada napas spontan ketika respirator dilepas untuk waktu yang cukup lama
walaupun PCO2 sudah melewati nilai ambang rangsang napas.
Dengan berhentinya jantung berdenyut maka aliran darah dalam arteri juga berhenti.
Denyut nadi tidak dapat lagi diraba dan pada auskultasi juga mungkin tidak dapat didengar bunyi
jantung. Beberapa pemeriksaan yang dapat memastikan berhentinya sirkulasi adalah sebagai
berikut :
1. Auskultasi
Auskultasi dilakukan di daerah prekordial secara terus menerus berkesinambungan
selama 10 menit.

2. Tes Magnus.
Pada pangkal jari diberi ikatan yang cukup kuat untuk menghambat aliran darah vena
tetapi tidak sampai menghambat sirkulasi arteri. Warna jari tersebut akan tetap putih jika
sirkulasi darah sudah berhenti.
3. Tes Diafanus.
Pada orang yang masih hidup, warna dari jaringan diantara pangkal jari tangan akan
berwarna merah. Hal ini akan tampak lebih jelas jika dilihat sambil menyorot tangan
dengan lampu. Setelah meninggal, warnanya akan menjadi kuning pucat.
4. Tes Icard.
Jika pada orang yang masih hidup disuntikkan zat floresen secara hipodermis, maka
warna kulit sekitarnya akan terlihat kehijauan. Pada orang yang sudah meninggal di mana
tidak ada lagi sirkulasi darah, hal diatas tidak akan terjadi.
5. Insisi arteri radialis
Dilakukan jika keadaan sangat terpaksa, dengan melakukan pengirisan pada arteri radialis.
Bila keluar darah secara pulsasif berarti masih ada sirkulasi darah.

Selain jantung, organ yang juga harus dipastikan fungsinya adalah paru. Untuk memastikan
paru sudah berhenti berfungsi perlu dilakukan pemeriksaan:
1. Inspeksi
Dilakukan dengan cara melihat apakah ada pengembangan pada dada pasien atau mayat
tersebut
2. Auskultasi
Tes ini perlu dilakukan dengan hati-hati dan lama. Kalau perlu, lakukan juga auskultasi
pada daerah laring.
3. Tes Winslow
Dilakukan dengan meletakkan gelas berisi air di atas perut atau dadanya. Bila permukaan
air tampak bergoyang berarti masih ada gerakan napas.
4. Tes cermin
Dilakukan dengan meletakkan kaca cermin di depan mulut dan hidung. Bila berembun
atau basah, berarti masih bernapas.
5. Tes bulu burung

Dilakukan dengan meletakkan bulu burung di depan hidungnya. Bila bergetar berarti
masih bernapas.
Kriteria tradisional untuk kematian didasarkan pada konsep permanent cessation of heart
beating and respiration is death. Dikatakan berhenti secara permanen yaitu jika fungsi jantung
dan parunya terhenti sekitar sepuluh menit. Hal ini didasarkan pada pertimbangan bahwa sel-sel
otak akan mengalami kerusakan irreversible jika tidak mendapat suplai oksigen selama sepuluh
menit.
Secara teoritis, diagnosis kematian dapat ditegakkan jika jantung dan paru sudah berhenti
berfungsi selama sepuluh menit, namun dalam prakteknya sering kali terjadi kesalahan diagnosis
sehingga perlu dilakukan konfirmasi dengan pengamatan selama waktu tertentu. Standar yang
berlaku di Indonesia adalah pengamatan selama dua jam. Jika waktu dua jam tersebut telah
terlewati dan tidak ada tanda-tanda kehidupan yang muncul, barulah yang bersangkutan
dinyatakan mati berdasarkan kriteria diagnostik tradisional.
Dengan adanya kriteria kematian yang baru seperti mati otak dan batang otak bukan
berearti kriteria kematian tradisional tidak berlaku lagi. Kriteria tradisional tetap digunakan
untuk penentuan kematian pada kasus-kasus biasa sedangkan kriteria baru hanya digunakan pada
kasus-kasus luar biasa (misalnya keracunan, sengatan listrik ataupun pasien-pasien yang
dipersiapkan menjadi donor).

Anda mungkin juga menyukai