Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Salah satu wilayah yang pernah menjadi pusat peradaban Islam sekaligus korban
Imperialisme adalah kawasan Lembah Sungai Nil yaitu Mesir yang mempunyai sejarah
peradaban dan kebudayaan yang panjang. Mesir adalah salah satu negara berkembang yang
terletak di kawasan Afrika Utara. Secara astronomis terletak di antara 22oLU 31,5o LS dan
25oBT 36oBT dengan luas kurang lebih 1.500.000 km2. Luas wilayahnya sekitar 997.739 km
Mesir mencakup Semenanjung Sinai (Asia Barat Daya) dan sebagian besar wilayahnya terletak
di Afrika Utara. Mesir berbatasan dengan Libya di sebelah barat, Sudan di selatan, Semenanjung
Gaza, Palestina dan Israel di utara-timur. Perbatasannya dengan perairan ialah melalui Laut
Tengah di utara dan Laut Merah di timur.
Keadaan alam Mesir terbagi menjadi empat daerah utama yaitu:
1. Semenanjung Sinai, Daerah ini terdiri dari dataran tinggi dan pegunungan dengan puncak
tertinggi terletak di Gunung Jabel Katherina (1.602 m). Semenanjung Sinai terletak di
sebelah timur Terusan Suez dan berbatasan dengan Israel. Semenanjung Sinai dan daratan
Mesir dipisahkan oleh Terusan Suez. Terusan ini menghubungkan Laut Merah dengan Laut
Tengah dan menjadi pintu gerbang Asia ke Eropa, sehingga Mesir memiliki posisi yang
sangat strategis dalam jalur pelayaran dunia.
2. Gurun Arabia, Daerah ini diapit oleh pegunungan di tepi Laut Merah dan Lembah Sungai
Nil di bagian barat. Topografi wilayah ini berupa pegunungan sangat kasar, bergelombang
dan sangat tandus. Puncak tertinggi terdapat di Gunung Jabel Hemada (1977 m).
3. Gurun Libya. Gurun Libya terletak di sebelah barat lembah Sungai Nil. Daerah ini iklimnya
sangat kering dan topografinya berupa daerah depresi kontinental (permukaan daratan yang
lebih rendah dari permukaan laut). Salah satu daerah depresi yang cukup luas di daerah ini
adalah Depresi Qatara yang terletak di sebelah selatan Kota El Alamein.
4. Lembah Sungai Nil. Daerah ini berupa dataran rendah yang sangat subur dengan aliran
Sungai Nil yang menjadi sungai terpanjang di dunia (5.600 km). Lembah Sungai Nil
menjadi pusat pertanian, pemusatan penduduk, sumber air bersih dan irigasi di Mesir.

Lembah Sungai Nil juga menjadi pusat peradaban Mesir Kuno (salah satu peradaban tertua
di dunia).
Mesir yang terkenal dengan julukan lembah nil ini memang menarik untuk ditelusuri.
Bangsa Mesir termasuk bangsa-bangsa yang paling tua dalam sejarah. Sejak puluhan abad silam
negara ini telah mempunyai peradaban yang terbilang maju di zamannya. Hal ini dapat kita lihat
dari bukti-bukti sejarah yang masih ada sampai saat ini, seperti: Piramida, Spinx, obelisk, abu
simbel, karanak dan lain-lain.1 Di samping itu, Mesir juga merupakan pusat khazanah ilmu-ilmu
keislaman. Di bumi seribu menara ini berdiri satu perguruan tinggi tertua di dunia yaitu
universitas al-Azhar pada saat ini yang telah berusia 1030 tahun.
Hal inilah yang mendasari penulis membuat makalah dengan judul Sungai Nil dan
Terusan Suez, yang mana mensyaratkan pembuatan makalah yang bertemakan Sungai Nil
sebagai sumber peradaban Mesir dan pengaruh dibukanya terusan Suez bagi kehidupan sosial
budaya masyarakat Mesir.

B. Rumusan Masalah
Sesuai dengan latar belakang diatas, makalah ini dirumuskan melalui dua pertanyaan
sebagai berikut:
1. Bagaimana gambaran sungai Nil sebagai sumber peradaban Mesir?
2. Bagaimana pengaruh dibukanya Terusan Suez bagi kehidupan sosial budaya masyarakat
Mesir?

C. Tujuan Pembahasan
1. Mengetahui gambaran sungai Nil dalam peradaban Mesir.
2. Mengetahui pengaruh dibukanya terusan Suez.

Mukhtar Yahya, 1985. Perpindahan-perpindahan kekuasaan di Timur Tengah, Jakarta: PT. Bulan Bintang, Hal.
422

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Sejarah Sungai Nil


Sungai Nil merupakan sungai terpanjang di dunia. Panjangnya kurang lebih mencapai
6650 km atau 4132 Mil. Ada sembilan Negara yang dilalui oleh sungai ini, yaitu: Mesir,
Tanzania, Kenya, Zaire, Uganda, Ethiopia, Sudan, Rwanda dan Burundi. Namun demikian,
setiap kali kita mendengar kata Nil, maka identik dengan Mesir, seolah Nil hanya berada di
Mesir. Hal ini boleh jadi karena banyak faktor, di antaranya karena pengaruh Nil sangat luar
biasa terhadap Mesir dibandingkan dengan Negara-negara lainnya. Mesir sangat bergantung ke
sungai Nil bukan semata dalam masalah ekonomi, pengairan dan pertanian, akan tetapi juga
dalam masalah peradaban. Seluruh peradaban Mesir Kuno berawal dari dataran sekitar Nil.
Untuk itulah, tidak heran apabila seorang ilmuwan bernama Herodotus mengatakan: Mesir
adalah pemberian sungai Nil (Egypt is the gift of the Nile).
Sungai Nil bersumber dari mata air di dataran tinggi (pegunungan) Kilimanjaro di Afrika
Timur. Sungai Nil mengalir dari arah selatan ke utara bermuara ke Laut Tengah. Selain itu,
Sungai Nil juga mengaliri wilayah pegunungan Sinai dimana tempat Nabi Musa menerima
wahyu dari Allah. Boleh jadi, keidentikan Sungai Nil yang memiliki sejarah dengan bangsa
Mesir karena erat kaitannya dengan peristiwa-peristiwa penting bernuansa agama, di mana Nabi
Musa as dihanyutkan. Dan tentu kisah dihanyutkannya Nabi Musa as di sungai Nil ini ada dalam
tiga kitab suci agama besar, Islam, Yahudi dan Nashrani. Untuk itulah, setiap kali mendengar
nama Nil, maka identik dengan Mesir saja, dan tidak dengan yang lainnya.
Sungai Nil merupakan sungai yang sangat unik. Umumnya sungai-sungai itu mengalir ke
arah timur atau ke arah barat, sementara Nil tidak demikian, ia membentang dari selatan ke utara.
Menurut para ahli, hal ini dikarenakan sungai Nil berada pada garis 3, 30 derajat lintang selatan,
sampai 31 derajat lintang utara, atau dengan kata lain bahwa sungai ini memotong lebih dari 34,5
derajat garis lintang. Oleh karena itulah arahnya dari selatan menuju ke arah utara. Inilah yang
membedakan Nil dengan sungai-sungai lainnya di dunia, karena kebanyakan sungai di dunia
mengalir ke arah timur atau ke barat.
Selain itu, keunikan lainnya dari sungai Nil ini, ia mengalir melalui daerah-daerah yang
beragam dengan iklimnya yang bermacam-macam. Di daerah hulu, sungai Nil bersumber dan

mengalir dari daerah yang beriklim tropis dan berdataran tinggi. Kemudian melewati beberapa
sumbernya yang lain di daerah semitropis. Lalu melewati daerah lembah pegunungan yang
beriklim subtropis. Dari arah Ethiopia yang beriklim sub-seasonal, salah satu sumbernya
mengalir. Kemudian sungai Nil melewati daerah Sudan yang merupakan daerah yang penuh
dengan hujan musim panas dan kekeringan musim dingin. Setelah itu menerobos membelah
daerah padang pasir yang ganas, dan bermuara di daerah Mesir yang beriklim laut tengah.
Dengan demikian, sungai Nil mengalir dari daerah hijau yang terletak pada garis khatulistiwa ke
daerah padang pasir yang sangat tandus di bagian utara benua Afrika. Dengan begitu, setiap Nil
mengalir satu langkah, dia akan kehilangan sebagian airnya. Jadi semakin ke hilir, airnya
semakin berkurang. Hal ini berbeda dengan sungai-sungai lain di dunia, di mana semakin ke hilir
semakin banyak muatan airnya.
Sungai Nil ini juga dekat dengan lokasi kerajaan mesir dengan piramid-piramidnya.
Dahulu kala munculnya peradaban lembah sungai Nil ini disebabkan kesuburan tanah disekitar
lembah sungai yang diakibatkan oleh tragedi alam yaitu banjir yang menyertai lumpur. Dengan
demikian menarik perhatian para manusia untuk dapat hidup dan membangun, menciptakan
peradaban disitu. Lembah sungai Nil yang subur mendorong masyarakat untuk bertani. Air
sungai Nil dimanfaatkan untuk irigasi dengan membangun saluran air, terusan-terusan dan
waduk. Air sungai dialirkan ke ladang-ladang milik penduduk dengan distribusi yang merata.
Untuk keperluan irigasi dibuatlah organisasi pengairan yang biasanya diketuai oleh para tuan
tanah atau golongan feodal. Hasil pertanian Mesir adalah gandum, sekoi atau jamawut dan jelai
yaitu padi-padian yang biji atau buahnya keras seperti jagung.
Untuk memenuhi kebutuhan barang-barang serta untuk menjual hasil produksi rakyat
Mesir, maka dijalinlah hubungan dagang dengan Funisia, Mesopotamia dan Yunani di kawasan
Laut Tengah. Peranan sungai Nil adalah sebagai sarana transportasi perdagangan. Banyak
perahu-perahu dagang yang melintasi sungai Nil. Dan saat ini pemandangan sungai Nil di Mesir
sudah kian modern, kita dapat melihat gedung-gedung dan bangunan tinggi ditepi sungai Nil.
2.2 Sungai Nil sebagai sumber peradaban Mesir
Peradaban Mesir berkembang di lembah sungai nil yang dibangun oleh masyarakat Mesir
kuno. Peradaban sungai Nil lahir disebabkan kesuburan tanah disekitar lembah sungai yang
diakibatkan oleh banjir yang membawa lumpur. Bagi bangsa Mesir, sungai Nil merupakan

sumber kehidupan karena pada setiap tahunnya air sungai naik setingi-tingginya menggenangi
seluruh lembah sungai. Kampung-kampung dan jalan-jalan tidak tergenang karena kampungkampung dibangun diatas bukit dan jalan-jalan dibuat diatas tanggul. Setelah banjir berlalu, air
yang surut perlahan-lahan meninggalkan endapan lumpur yang subur yang membedakan lembah
sungai nil dengan daerah gurun tandus yang mengelilinginya. Lumpur yang subur itulah yang
membuat Mesir menjadi lumbung gandum sehingga Herodotus menyebut Mesir sebagai negeri
hadiah sungai nil dan di daerah lembah yang subur itu pula hidup tumbuhan papyrus yang oleh
bangsa Mesir dipakai untuk pembuatan kapal serta diolah menjadi kertas. Hal inilah yang
menarik perhatian manusia untuk mulai hidup dan membangun peradaban ditempat tersebut.
Salah satu sumbangan dari Sungai Nil adalah kemampuannya dalam menghasilkan
tanah-tanah yang subur, sebagai hasil dari sedimentasi di sepanjang daerah aliran sungainya.
Dengan adanya tanah subur ini, penduduk Mesir mengembangkan pertanian dan kehidupan
ekonomi, yang sangat bergantung pada anugerah dari Sungai Nil. Orang Mesir sebagian besar
mengandalkan hidup dari pertanian di lahan subur dari Sungai Nil. Pertanian rakyat Mesir makin
subur dengan dibangunnya bendungan Aswan pada tahun 1970. Tanpa adanya bendungan
tersebut, sebagian wilayah Mesir akan mengalami banjir akibat meluapnya Sungai Nil. Banjir
yang biasanya terjadi di Mesir, membawa banyak nutrisi dan mineral yang membuat tanah di
sekitar Sungai Nil menjadi subur dan ideal menjadi tanah pertanian. Namun di sisi lain, banjirnya
Sungai Nil dapat membuat masalah bagi rakyat Mesir, karena lahan pertanian yang siap panen
akan menjadi rusak. Dengan terus berkembangnya penduduk mesir, untuk mengontrol air dan
melindungi lahan pertanian dari kerusakan akibat banjir, Pemerintah Mesir membangun
bendungan Aswan. Bendungan ini kemudian dimanfaatkan Pemerintah Mesir untuk membuat
tenaga listrik, sekaligus menyediakan air irigasi untuk lahan pertanian.
Data statistik menyebutkan, sekitar 35 % penduduk Mesir terdiri atas para petani dan
peternak hewan. Mereka melakukan kegiatan ini sejak zaman Firaun. Hasil pertanian di lembah
Nil, antara lain tebu, kapas, tomat, bawang, dan kurma. Mesir merupakan pengekspor kurma
terbesar nomor dua dan pengekspor kapas nomor lima di dunia.
Tak hanya bidang pertanian dan peternakan, penduduk Mesir juga banyak mengambil
manfaat dari Sungai Nil, khususnya sektor transportasi dan pariwisata. Dengan keindahan yang
memanjang hingga melintasi sembilan negara ini, Sungai Nil menjadi anugerah terbesar bagi
sektor pariwisata Mesir. Sejumlah wisatawan yang datang ke Mesir, biasanya tak melupakan

untuk berkunjung ke Sungai Nil. Dari sini, penduduk Mesir mendirikan sejumlah hotel mewah
dan berbintang di sepanjang bantaran Sungai Nil. Bagi banyak wisatawan, tujuan berkunjung ke
Mesir bukan hanya untuk melihat dan menyaksikan keindahan sungai terpanjang di dunia ini.
Mereka datang juga untuk menyaksikan sejumlah peradaban bangsa Mesir kuno. Karena itu, bagi
para wisatawan, Mesir bagaikan museum terbuka. Penemuan benda-benda bersejarah membuat
banyak orang untuk datang menyaksikan peradaban sejarah Mesir kuno.

2.3 Sejarah Terusan Suez


Terusan Suez, terletak disebelah barat Semenanjung Sinai, merupakan terusan kapal
sepanjang 163 km yang terletak di Mesir, menghubungkan Pelabuhan Said (Bur Said) di Laut
Tengah dengan Suez (al-Suways) di Laut Merah. Terusan Suez dibuka tahun 1870 dan dibangun
atas prakarsa insinyur Prancis yang bernama Ferdinand Vicomte de Lesseps.
Terusan ini mengizinkan transportasi air dari Eropa ke Asia tanpa mengelilingi Afrika.
Sebelum adanya kanal ini, beberapa transportasi dilakukan dengan cara mengosongkan kapal dan
membawa barang-barangnya lewat darat antara Laut Tengah dan Laut Merah. Terusan ini terdiri
dari dua bagian, utara dan selatan Danau Great Bitter, menghubungkan Laut Tengah ke Teluk
Suez.
Berikut kronologi Terusan Suez:
Pada 1854-1856, Ferdinand de Lesseps memperoleh hak dari Khadif Mesir Said Pasha
untuk menetapkan suatu perusahaan guna membangun dan mengoperasikan Terusan Suez
selama 99 tahun.
Pada 1869, konstruksi diselesaikan dan diperkirakan menghabiskan dana sebesar US$
41,86 juta (Rp 378 miliar). Pada 1875, pemerintah Mesir mengalami defisit keuangan dan
menjual sebagian besar saham Terusan Suez kepada Inggris.
Pada 1888, kebebasan melewati kanal ini bagi semua kapal dari semua negara secara
damai dan berperang dijamin oleh konvensi Konstantinopel. Kemudian 26 Juli 1956, Presiden
Mesir Gamal Abdul Nasser menasionalisasikan Terusan Suez.
Oktober 1956, Israel menduduki Semenanjung Sinai, sedangkan Inggris dan Prancis
menduduki posisi sepanjang terusan. April 1957, terusan dibuka kembali untuk lalu lintas non-

Israel dan diserahkan pada Mesir yang secepatnya harus mengganti rugi pemegang saham pada
1958.
Pada 1967, selama perang enam hari antara Mesir dan Israel, Mesir menenggelamkan
kapal sehingga menghalangi terusan. Akibatnya, terusan ditutup selama delapan tahun.
Kemudian pada 1975-1980, kanal ini diperlebar dan diperdalam untuk memungkinkan
dilewati kapal yang lebih besar. Pada 1979, hak-hak lalu lintas kapal Israel diperbaiki dengan
perjanjian damai antara Mesir dan Israel. Pada 1980, kurang lebih sebanyak 21.603 kapal
melintasi kanal ini.
Mesir, di bawah pimpinan Gamal Abdul Nasser, menasionalisasi Terusan Suez pada 26
Juli 1956, yang kemudian menciptakan polemik. Terusan Suez adalah jalur penting lalu lintas
dari Timur ke Eropa, dan juga merupakan saluran minyak bumi.
Penggalian Terusan Suez dimulai pada abad ke-19, ketika Mesir di bawah pemerintahan
Khedive Muhammad Said Pasha. Kontraktor yang menanganinya adalah perusahaan penggalian
Compagnie Universelle du Canal Maritime de Suez yang dipimpin Ferdinand de Lesseps dari
Prancis. Terusan Suez dibangun antara tahun 1859-1869 dengan panjang 169 kilometer, lebar 60
meter, dan kedalaman 8 meter. Mesir mendapatkan 40 persen jumlah saham, sedang sisanya
dijual untuk umum.
Mengingat pentingnya kedudukan, fungsi, dan peranan Terusan Suez bagi dunia
internasional, maka pada 29 Oktober 1888 dilangsungkan Konferensi di Istambul (Turki) untuk
menetapkan status Terusan Suez. Konferensi itu dihadiri oleh Inggris, Jerman, Austria, Hungaria,
Spanyol, Prancis, Italia, Belanda, Rusia, Turki, dan Mesir. Konferensi itu kemudian menetapkan
Terusan Suez berstatus internasional.
Ketika Gamal Abdul Nasser menasionalisasi Terusan Suez, maka tindakan itu akan
menjadikan Terusan Suez yang semula berstatus internasional menjadi dianggap milik bangsa
Mesir. Karenanya, tindakan Gamal Abdul Nasser itu pun dianggap sebagai pelanggaran serius
yang segera mendapat reaksi dari Inggris dan Prancis serta pihak lain yang berkepentingan, dan
dari situlah lalu muncul Krisis Suez.
2.4 Krisis Suez
Terusan Suez yang dibuka pada tahun 1869, didanai oleh pemerintah Perancis dan Mesir.
Secara teknis, wilayah yang mengelilingi terusan ini merupakan wilayah kedaulatan Mesir, dan

perusahaan yang mengurusnya, Universal Company of the Suez Maritime Canal (Suez Canal
Company) adalah perusahaan mesir.
Terusan ini penting bagi Britania Raya dan negara-negara Eropa lainnya. Bagi Britania,
terusan ini merupakan penghubung ke koloni Britania di India, Timur Jauh, Australia dan
Selandia Baru. Maka pada tahun 1875, Britania membeli saham dari Suez Canal Company,
memperoleh sebagian kekuasaan atas pengoperasian terusan dan membaginya dengan investor
swasta Perancis. Pada tahun 1882, selama invasi dan pendudukan Mesir, Britania Raya secara de
facto menguasai terusan ini.
Pada tanggal 29 Oktober 1888 dilangsungkan Konferensi Istambul (Turki) yang secara
bersama-sama menetapkan status Terusan Suez. Hal ini mengingat kedudukan, fungsi, dan
peranan Terusan Suez bagi dunia internasional. Konferensi dihadiri oleh Inggris, Jerman,
Austria, Hongaria, Spanyol, Prancis, Italia, Belanda, Rusia, Turki, dan Mesir. Konferensi
menetapkan Terusan Suez berstatus internasional.
Adapun hasil konferensi Istambul Suez Canal Convention adalah sebagai berikut:
a. Kebebasan berlayar di Terusan Suez bagi semua kapal, baik kapal dagang maupun kapal
perang, baik dalam keadaan damai maupun dalam keadaan perang.
b. Semua kapal yang melintas Terusan suez tidak boleh memperlihatkan tanda-tanda
peperangan.
c. Tidak boleh menempatkan kapal-kapal di pintu masuk atau sepanjang Terusan Suez.
d. Pemerintah Mesir harus mengambil tindakan-tindakan yang perlu guna menjamin
pelaksanaan Konferensi Istambul.
e. Kebebasan berlayar di Terusan Suez merupakan kebebasan yang terbatas.
f. Pokok-pokok persetujuan ini berlakunya tidak dibatasi hingga berakhirnya Undangundang yang mengatur konsesi dari perusahaan Terusan Suez.
Terinspirasi oleh hasil Konferensi Asia Afrika, maka Gamal Abdul Nasser
menasionalisasi Terusan Suez pada tanggal 26 Juli 1956. Dengan demikian, Terusan Suez yang
semula berstatus internasional sepenuhnya dianggap milik bangsa Mesir. Tindakan Gamal Abdul
Nasser ini tentu saja dianggap sebagai pelanggaran serius yang segera mendapat reaksi dari
Inggris dan Prancis. Kedua negara Eropa yang mempunyai kepentingan dengan Terusan Suez
berencana secara besama-sama akan menyerang Mesir. Amerika Serikat sebagai negara adidaya

dan juga merupakan sekutu Inggris dan Prancis mencoba menghindarkan penyerangan tersebut.
Amerika Serikat berusaha mengajak berunding ketiga negara yang sedang bersengketa itu untuk
menyelesaikan masalah Terusan Suez.
Pada tanggal 16 Agustus 1956 atas prakarsa Menteri Luar Negeri Amerika Serikat John
Foster Dulles diadakan konferensi di London untuk menyelesaikan masalah Terusan Suez.
Konferensi itu dihadiri oleh 20 negara, tetapi Mesir tidak hadir. Konferensi mencapai persetujuan
tentang penyelesaian masalah Terusan Suez yang disebut Konferensi London. Hasil Konferensi
London menyebutkan, antara lain bahwa akan dibentuk suatu badan internasional untuk
menangani Terusan Suez. Namun, Gamal Abdul Nasser tetap teguh pada pendirian untuk
menasionalisasi Terusan Suez dan menolak hasil keputusan Konferensi London. Akibat sikap
tersebut, ketegangan di kawasan Timur Tengah memuncak kembali. Masalah Terusan Suez juga
dimajukan dalam Sidang Dewan Keamanan PBB pada bulan September 1956. Sekretaris
Jenderal PBB, Dag Hammerskjold menanggapi masalah Terusan Suez, memberi usulan damai
yang terkandung dalam enam hal seperti berikut ini:
a. Pentingnya transit bebas dan terbuka melalui Terusan Suez tanpa diskriminasi, baik
secara politik maupun teknik.
b. Kedaulatan Mesir dan Terusan Suez harus dihormati oleh setiap negara.
c. Pengoperasian Terusan Suez harus terbebas dari politik setiap negara.
d. Penetapan bea tol harus diputuskan atas kesepakatan bersama antara Mesir dan negara
pemakai Terusan Suez.
e. Sebagian pendapatan yang diperoleh harus digunakan kembali untuk pengembangan
Terusan Suez.
f. Jika terjadi perselisihan harus diselesaikan secara damai melalui lembaga arbitrase
internasional.
Penyelesaian masalah Terusan Suez dari Sekjen PBB diterima baik oleh Mesir. Namun,
Mesir tetap menolak hasil-hasil Konferensi London. Inggris dan Prancis memandang bahwa
Mesir secara sepihak telah melakukan pelanggaran internasional. Oleh karena itu, Inggris dan
Prancis secara bersamaan menyerang wilayah Mesir. Serangan gabungan itu berhasil menduduki
daerah sepanjang Terusan Suez dan Port Said. Israel juga ikut melibatkan diri menyerang Mesir
dan berhasil menduduki wilayah Gurun Sinai.

Akibat serangan gabungan tersebut, Rusia, Hongaria, dan sekutunya bersiap membantu
Mesir. Tindakan itu tentu saja memancing Amerika Serikat untuk melibatkan diri dalam masalah
Terusan Suez dengan membantu sekutunya, Inggris dan Prancis. Perang terbuka akibat tindakan
Gamal Abdul Nasser dalam menasionalisasi Terusan Suez menimbulkan krisis internasional
yang disebut Krisis Suez. Krisis Suez mendapat reaksi internasional dari negara-negara yang anti
terhadap imperialisme dan kolonialisme. PBB segera menggelar sidang umum untuk membahas
Krisis Suez. Atas usul Menteri Luar Negeri Kanada, Lester B. Pearson, Dewan Keamanan PBB
harus segera membentuk pasukan penjaga perdamaian di Mesir. Pasukan PBB itu nantinya akan
ditempatkan di sepanjang perbatasan Mesir-Israel. Pasukan penjaga perdamaian PBB itu disebut
United Nations Emergency Forces (UNEF).
Krisis selanjutnya terjadi pada tahun 1970 saat perang Yom Kippur negara-negara Timur
Tengah yang tergabung dalam OAPEC (Organization of Arab Petroleum Exporting Countries)
memberlakukan embargo minyak terhadap Amerika Serikat dan negara Barat lainnya yang
berperan dalam membantu Israel dalam perang. Jika merujuk pada sejarah, konflik Yom Kippur
ini bermula karena adanya perseteruan antara Arab dengan Israel di periode sebelumnya. Setelah
Perang Dunia Kedua berakhir, Israel melakukan klaim atas 56% wilayah tanah yang sebelumnya
milik bangsa Palestina sebagai tanah milik orang Yahudi. Menanggapi tindakan Israel tersebut,
Arab pun menolak mengakui kedaulatan Israel sebagai sebuah negara.
Sejak perang berkecamuk dan berlanjut di Yom Kippur, Israel dibantu oleh kekuatan
Inggris, Perancis, dan Amerika Serikat. Menyadari potensinya dalam hal minyak, Arab
melakukan perlawanan dengan menghimpun negara-negara Timur Tengah yang tergabung dalam
OAPEC untuk melakukan embargo minyak terhadap Amerika dan sejumlah negara Barat lain
yang membantu Israel. Akibatnya harga minyak di Amerika Serikat dan di wilayah Eropa Barat
melonjak tajam. Pemberlakuan embargo ini dimaksudkan sebagai hukuman kepada negaranegara Barat dan Amerika atas tindakan mereka mensuplai bantuan senjata dan bantuan lain ke
Israel. Selain itu, embargo ini juga merupakan salah satu taktik politik Arab untuk menekan
negara-negara Barat, dan khususnya Amerika untuk dapat segera menarik pasukan perangnya
yang telah menduduki wilayah Arab dan Palestina sejak 1967 sehingga Perang Yom Kippur dan
perseteruan Arab-Israel dapat segera diakhiri. Di sisi lain, embargo ini dapat juga dipandang
sebagai salah satu instrumen ekonomi Arab untuk menunjukkan powernya terkait masalah
minyak. Adanya embargo menyebabkan pembatasan produksi minyak yang diekspor ke wilayah-

wilayah negara tetangga, sehingga cadangan minyak Arab dapat terus terjaga dan mereka dapat
menjualnya dengan harga yang lebih tinggi.
Masalah krisis yang terjadi di Terusan Suez ini menyebabkan tersendatnya penyaluran
minyak dan gas di berbagai negara karena Terusan Suez memiliki peranan yang sangat penting
dalam jalur distribusi yang memliki letak yang sangat strategis. Negara-negara Timur Tengah
yang tergabung dalam OAPEC juga memliki kekusaan untuk melakukan embargo kepada
berbagai negara barat yang terlibat dengan Israel dalam konflik Terusan Suez. Pemberlakuan
embargo ini menyababkan harga minyak di Amerika Serikat dan Eropa meningkat secara tajam.

BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Mesir merupakan salah satu wilayah di Afrika Utara yang memiliki sejarah peradaban
dan kebudayaan yang sangat panjang. Mesir terkenal dengan julukan lembah nil ini sangatlah
menarik untuk ditelusuri, diantaranya karena pengaruh Nil sangat luar biasa terhadap Mesir
dibandingkan dengan Negara-negara lainnya. Mesir sangat bergantung ke sungai Nil bukan
semata dalam masalah ekonomi, pengairan dan pertanian, akan tetapi juga dalam masalah
peradaban. Seluruh peradaban Mesir Kuno berawal dari dataran sekitar Nil yang disebabkan oleh
kesuburan tanah disekitar lembah sungai yang diakibatkan oleh banjir yang membawa lumpur.
Setelah banjir berlalu, air yang surut perlahan-lahan meninggalkan endapan lumpur yang subur
yang membedakan lembah sungai nil dengan daerah gurun tandus yang mengelilinginya. Hal
inilah yang menarik perhatian manusia untuk mulai hidup dan membangun peradaban ditempat
tersebut.
Mesir juga berbatasan dengan perairan yang melalui Laut Tengah di Utara dan Laut
Merah di Timur. Dengan letak Mesir yang seperti inilah, Mesir mempunyai jalur perdagangan
Internasional yang disebut dengan Terusan Suez. Sehubungan dengan pentingnya terusan
tersebut dalam meningkatkan perekonomian negara, maka banyak negara-negara Barat yang
ingin menguasai Terusan tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Yahya, Mukhtar. 1985. Perpindahan-perpindahan kekuasaan di Timur Tengah. Jakarta: PT.


Bulan Bintang
http://cerita.biz/profil-negara-mesir/
http://ajaran-kita.blogspot.com/2012/02/peradaban-lembah-sungai-nil.html
http://pushtop.blogspot.com/2012/02/hal-menarik-sejarah-sungai-nil.html
http://suluttenggo.wordpress.com/2012/05/07/lahirnya-peradaban-masyarakat-di-sungai-nil/
http://herydotus.wordpress.com/2010/08/25/peradaban-lembah-sungai-nil-mesir/
http://duniawisata.master.web.id/wordpress/?p=737
http://blog.indojunkers.com/2011/02/inilah-sejarah-terusan-suez-mesir/
http://priakabut.blogspot.com/2012/11/kapan-terusan-suez-dinasionalisasi.html
http://kusmiatidedi.blogspot.com/2012/02/krisis-terusan-suez.html
http://ilmu27.blogspot.com/2012/08/makalah-geopolitik-dan-strategi.html
http://erakas.blogspot.com/2011/03/nasionalisme-mesir.html
http://www.inilah.com/read/detail/1201432/inilah-sejarah-terusan-suez
http://setya-wa2n.blogspot.com/2011/02/sejarah-terusan-suez.html
http://syafaeny.blogspot.com/2012/04/sejarah-peradaban-dan-kebudayaan-islam.html

Anda mungkin juga menyukai