A. Pengertian
Benign Prostatic Hyperplasia adalah pembesaran jinak kelenjar
prostat, disebabkan oleh karena hiperplasia beberapa atau semua komponen
prostat meliputi jaringan kelenjar/jaringan fibromuskuler yang menyebabkan
penyumbatan uretra pars prostatika (Manjoer Arief[et al];Kapita selekta
kedokteran;2000;329).
BPH adalah pembesaran glandula dan jaringan seluler kelenjar
prostate yang berhubungan dengan perubahan endokrin berkenaan dengan
proses penuaan;kelenjar prostate mengintari leher kandung kemih dan uretra
sehingga hipertrofi prostate sering kali menghalangi pengosongan kandung
kemih (Susan Martin Tucker[et al];Proses Keperawatan;1998:605)
B. Etiologi/Penyebabnya
Penyebab yang pasti dari terjadinya Benign Prostatic Hyperplasia
sampai sekarang belum diketahui secara pasti, tetapi hanya 2 faktor yang
mempengaruhi terjadinya Benign Prostatic Hyperplasia yaitu testis dan usia
lanjut.
Karena etiologi yang belum jelas maka melahirkan beberapa hipotesa
yang diduga timbulnya Benign Prostatic Hyperplasia antara lain :
1. Hipotesis Dihidrotestosteron (DHT)
Peningkatan 5 alfa reduktase dan reseptor androgen akan menyebabkan
epitel dan stroma dari kelenjar prostatmengalami hiperplasia.
2. Ketidak seimbangan estrogen testoteron
Dengan meningkatnya usia pada pria terjadi peningkatan hormon Estrogen
dan penurunan testosteron sedangkan estradiol tetap. yang dapat
menyebabkan terjadinya hyperplasia stroma.
3. Interaksi stroma - epitel
Peningkatan epidermal gorwth faktor atau fibroblas gorwth faktor dan
penurunan transforming gorwth faktor beta menyebabkan hiperplasia
stroma dan epitel.
melakukan ekspulsi urine dan terjadinya retensi urine, keadaan ini disebut
sebagai Prostat Hyperplasia Dekompensata. Fase Dekompensasi yang masih
akut menimbulkan rasa nyeri dan dalam beberapa hari menjadi kronis dan
terjadilah inkontinensia urine secara berkala akan mengalir sendiri tanpa
dapat dikendalikan, sedangkan buli-buli tetap penuh. Ini terjadi oleh karena
buli-buli tidak sanggup menampung atau dilatasi lagi. Puncak dari kegagalan
kompensasi adalah ketidak mampuan otot detrusor memompa urine dan
menjadi retensi urine. Retensi urine yang kronis dapat mengakibatkan
kemunduran fungsi ginjal (Sunaryo, H. 1999 : 11)
D. Gejala Benign Prostatic Hyperplasia
Gejala klinis yang ditimbulkan oleh Benign Prostatic Hyperplasia
disebut sebagai Syndroma Prostatisme. Syndroma Prostatisme dibagi menjadi
dua yaitu :
1. Gejala Obstruktif yaitu :
a. Hesitansi yaitu memulai kencing yang lama dan seringkali disertai
dengan mengejan yang disebabkan oleh karena otot destrussor buli-buli
memerlukan waktu beberapa lama meningkatkan tekanan intravesikal
guna mengatasi adanya tekanan dalam uretra prostatika.
b. Intermitency yaitu terputus-putusnya aliran kencing yang disebabkan
karena ketidakmampuan otot destrussor dalam pempertahankan tekanan
intra vesika sampai berakhirnya miksi.
c. Terminal dribling yaitu menetesnya urine pada akhir kencing.
d. Pancaran lemah : kelemahan kekuatan dan kaliber pancaran destrussor
memerlukan waktu untuk dapat melampaui tekanan di uretra.
e. Rasa tidak puas setelah berakhirnya buang air kecil dan terasa belum
puas.
2. Gejala Iritasi yaitu :
a. Urgency yaitu perasaan ingin buang air kecil yang sulit ditahan.
b. Frekuensi yaitu penderita miksi lebih sering dari biasanya dapat terjadi
pada malam hari (Nocturia) dan pada siang hari.
c. Disuria yaitu nyeri pada waktu kencing.
E. Pathway
Proliferasi sel
transit
Hipotesis
Dihidrotestosteron
(DHT)
Peningkatan sel
stem
Peningkatan
usia
Peningkatan epidermal
growth dan penurunan
transforming growth
faktor beta
Ketidakseimbangan
estrogen-testosteron
Perluasan ke bladder
Penyempitan saluran uretra
prostatika
Penyumbatan aliran urine
Pe tek. intravesikal
Pe
Hipertropi otot
detrusor
Trabekulasi
Obstruksi perkemihan
Dysfungsi seksual
Tanpa penekanan
Ketidakmampuan otot
detrusor memompa urine
Kronik
Pe fungsi ginjal
Retensi urine
G3an eliminasi urine
((Manjoer
Arief[et
al];Kapita
selekta
kedokteran;2000:330).
1. Observasi
a. Pada px dengan keluhan ringan
b. Nasehat yang diberikan ialah mengurangi minum setelah makan malam
u/mengurangi
nokturia,
mengurangi
obat-obatan
mengecil
c. Fitoterapi
yang ada di Indonesia adalah eviprostat,supstasinya misalnya: Pygem
afrikanum, saw palmetto, serenea repeus dll
3. Therapy bedah
a. Trans Uretral Reseksi Prostat
: 90
- 95 %
b. Open Prostatectomy
: 5
- 10 %
BPH yang besar (50 - 100 gram) Tidak habis direseksi dalam 1 jam.
Disertai Batu Buli Buli Besar (>2,5cm), multiple. Fasilitas TUR tak ada.
Mortalitas Pembedahan BPH
0 - 1 % KAUSA : Infark Miokatd
Septikemia dengan Syok
Perdarahan Massive
Kepuasan Klien : 66 95 %
Indikasi Pembedahan BPH
Retensi urine akut
Retensi urine kronis
Residual urine lebih dari 100 ml
BPH dengan penyulit
Hydroneprosis
Terbentuknya Batu Buli
Infeksi Saluran Kencing Berulang
Hematuri berat/berulang
Hernia/hemoroid
Menurunnya Kualitas Hidup
Retensio Urine
Gangguan Fungsi Ginjal
Terapi medikamentosa tak berhasil
Sindroma prostatisme yang progresif
Flow metri yang menunjukkan pola obstruktif
Flow. Max kurang dari 10 ml
Kurve berbentuk datar
5. Riwayat psikososial
a. Intra personal
Kebanyakan klien yang akan menjalani operasi akan muncul
kecemasan. Kecemasan ini muncul karena ketidaktahuan tentang
prosedur pembedahan. Tingkat kecemasan dapat dilihat dari perilaku
klien, tanggapan klien tentang sakitnya.
b. Inter personal
Meliputi peran klien dalam keluarga dan peran klien dalam masyarakat.
6. Pola fungsi kesehatan
a. Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat
Klien ditanya tentang kebiasaan merokok, penggunaan tembakau,
penggunaan obat-obatan, penggunaan alkhohol dan upaya yang biasa
dilakukan dalam mempertahankan kesehatan diri (pemeriksaan
kesehatan berkala, gizi makanan yang adekuat )
b. Pola nutrisi dan metabolisme
Klien ditanya frekuensi makan, jenis makanan, makanan pantangan,
jumlah minum tiap hari, jenis minuman, kesulitan menelan atau
keadaan yang mengganggu nutrisi seperti nause, stomatitis, anoreksia
dan vomiting. Pada pola ini umumnya tidak mengalami gangguan atau
masalah.
c. Pola eliminasi
Klien ditanya tentang pola berkemih, termasuk frekuensinya,
ragu
ragu, menetes - netes, jumlah klien harus bangun pada malam hari
untuk berkemih, kekuatan system perkemihan. Klien juga ditanya
apakah mengedan untuk mulai atau mempertahankan aliran kemih.
Klien ditanya tentang defikasi, apakah ada kesulitan seperti konstipasi
akibat dari prostrusi prostat kedalam rectum.
d. Pola tidur dan istirahat .
Klien ditanya lamanya tidur, adanya waktu tidur yang berkurang karena
frekuensi miksi yang sering pada malam hari ( nokturia ). Kebiasaan
tidur memekai bantal atau situasi lingkungan waktu tidur juga perlu
ditanyakan. Upaya mengatasi kesulitan tidur.
e. Pola aktifitas .
Klien ditanya aktifitasnya sehari hari, aktifitas penggunaan waktu
senggang, kebiasaan berolah raga. Apakah ada perubahan sebelum sakit
dan selama sakit. Pada umumnya aktifitas sebelum operasi tidak
mengalami
Pemeriksaan Radiologi
Pada Pemeriksaan Radiologi ditujukan untuk
a. Menentukan volume Benign Prostatic Hyperplasia
b. Menentukan derajat disfungsi buli-buli dan volume residual urine
c. Mencari ada tidaknya kelainan baik yang berhubungan dengan Benign
Prostatic Hyperplasia atau tidak
Beberapa Pemeriksaan Radiologi
a. Intra Vena Pyelografi ( IVP ) : Gambaran trabekulasi buli, residual
urine post miksi, dipertikel buli.
Indikasi
urolithiasis
Tanda BPH : Impresi prostat, hockey stick ureter
b. BOF : Untuk mengetahui adanya kelainan pada renal
c. Retrografi dan Voiding Cystouretrografi : untuk melihat ada
tidaknya refluk vesiko ureter/striktur uretra.
d. USG : Untuk menentukan volume urine, volume residual urine dan
9. Pemeriksaan Laborat
a. Urinalisis (test glukosa, bekuan darah, UL, DL, RFT, LFT, Elektrolit,
Na,/K, Protein/Albumin, pH dan Urine Kultur)
b. Jika infeksi:pH urine alkalin, spesimen terhadap Sel Darah Putih, Sel
Darah Merah atau PUS.
c. RFT evaluasi fungsi renal
d. Serum Acid Phosphatase Prostat Malignancy.
Trauma bedah yang direncanakan, menimbulkan rentang respon
fisiologis dan psikologis pada klien, tergantung pada individu dan
pengalaman masa lalu yang unik, pola koping, kekuatan dan
keterbatasan. Kebanyakan klien dan keluarganya memandang setiap
tindakan bedah merupakan peristiwa besar dan mereka bereaksi dengan
takut dan ansietas pada tingkat tertentu.
B. KEMUNGKINAN
DIAGNOSA
KEPERAWATAN
BPH
POST
OPERASI
1.
2.
3.
informasi.
C. RENCANA TINDAKAN
1. Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan obstruksi mekanik (bekuan
darah,odem,karena
tindakan
pembedahan),
tekanan
dan
iritasi
tindakan
- Melakukan perubahan perilaku yang baik
- Berpartisipasi dalam program pengobataN
Intervensi :
a. Kaji implikasi prosedur dan harapan masa depan
R/ Memberikan dasar pengetahuan dimana Px dapat membuat pilihan
informasi
b. Tekankan perlunya nutrisi yang baik, dorong konsumsi buah,
meningkatkan diet tinggi serat
R/ Meningkatkan penyembuhan dan mencegah komplikasi
c. Diskusikan pembatasan aktifitas awal, contoh menghindari mengangkat
berat, latihan keras, duduk/mengendarai mobil terlalu lama, memanjat
lebih dari 2 tingkat sekaligus
R/ Peningkatan tekanan abdomen yang meningkatkan stress pada
kandung kemih dan prostate menimbulkan resiko perdarahan
d. Dorong kesinambungan latihan perineal
R/ Membantu control urine dan menghilangkan incontinensia
e. Instruksikan perawatan kateter urine bila ada identifikasi sumber
alat/dukungan
R/ Meningkatkan kemandirian dan kopetensi dalam perawatan.
DAFTAR PUSTAKA
Barbara
C.
(1996).
(terjemahan).Yayasan
Perawatan
Ikatan
Medikal
Alumni
Bedah.
Pendidikan
Volume
I.
Keperawatan
Pajajaran. Bandung.
Soeparman. (1990). Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. FKUI. Jakarta.
Sumartono, M., Gardjito, W., Hardjowijoto, S. (1983). Reseksi Transuretral
Pada Hyperplasia Benigna dari Kelenjar Prostat. Bagian ilmu
bedah Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga.