Anda di halaman 1dari 31

7

BAB II
TINJAUAN LITERATUR
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Kepuasan Pelanggan/Konsumen
Kepuasaan adalah perasaan senang atau kecewa seseorang yang muncul
setelah membandingkan antara persepsi/kesannya terhadap kinerja (hasil) suatu
produk dan harapan-harapannya (Kotler:2005). Pendapat tersebut dapat diartikan
bahwa kepuasaan merupakan fungsi dan persepsi atau kesan atas kinerja dan
harapan. Jika kinerja memenuhi harapan, pelanggan puas. Jika kinerja melebihi
harapan pelanggan amat puas atau senang.
Wilkie (1990) dalam Tjiptono (2005) mendifinisikan kepuasan pelanggan
sebagai tanggapan emosional pada evaluasi terhadap pengalaman konsumsi suatu
produk atau jasa. Engel et al. (1990) dalam Tjiptono (2005) menyatakan bahwa
kepuasan pelanggan merupakan evaluasi purnabeli dimana alternative yang dipilih
sekurang-kurangnya sama atau melampaui harapan pelanggan, sedangkan
ketidakpuasaan timbul apabila hasil (outcome) tidak memenuhi harapan.
Dari beberapa pengertian tentang arti dari kepuasan pelanggan, maka dapat
disimpulkan kepuasan pelanggan didasarkan pada kesesuaian antara harapan
pelanggan dengan persepsi yang dirasakan pelanggan dari kinerja/produk yang
diberikan oleh perusahaan. Kondisi kepuasan pelanggan tercipta apabila persepsi
bernilai lebih besar atau sama dengan harapan sebaliknya kondisi ketidakpuasan
terjadi apabila persepsi lebih kecil dari harapan sehingga tingkat kepuasan bernilai
negatif. Pelanggan internal maupun eksternal adalah seseorang yang secara terusmenerus dan berulang kali datang ke suatu tempat yang sama untuk memuaskan

keinginan dan kebutuhannya dengan memiliki suatu produk atau jasa tersebut.
Model kepuasan dan ketidakpuasaan pelanggan dapat dilihat pada gambar 2.1
sebagai berikut
Gambar 2.2.
Model Kepuasan Dan Ketidakpuasaan Pelanggan

Pemakaian/
Konsumsi Produk
Ekspetasi akan
Konfirmasi/
Kinerja/Kualitas
diskonfirmasi
Produk
harapan
Evaluasi terhadap
Respon Emosional
keadilan pertukaran
Sumber: Mowen dalam Tjiptono, Pemasaran
Jasa, 2005
Kepuasan/

Evaluasi
kinerja/kualitas
produk
Atribusi penyebab
kinerja produk

Ketidakpuasaan
pelanggan(2004:349) menyatakan bahwa
Howard dan Sheth dalam Tjiptono
Kepuasan pelanggan adalah situasi kognitif pembeli berkenaan dengan
kesepadanan atau ketidaksepadanan antara hasil yang didapatkan dibandingkan
dengan pengorbanan yang dilakukan.
Kotler dalam Tjiptono (2004:350) mendefinisikan kepuasan pelanggan
adalah Kepuasan pelanggan adalah tingkat perasaan seseorang setelah
membandingkan kinerja (atau hasil) yang ia rasakan dibandingkan dengan
harapannya .
Ada beberapa definisi lainnya mengenai kepuasan pelanggan, yaitu :
1.

Menurut Kotler dan Armstrong (2005: 70):


Kepuasan pelanggan adalah suatu tingkatan dimana perkiraan kinerja
produk sesuai dengan harapan pembeli.

2.

Menurut Day dalam Fandy Tjiptono (2005: 146) mengemukakan :


Kepuasan pelanggan sebagai respon pelanggan terhadap evaluasi
ketidaksesuaian yang dipersepsikan antara harapan awal sebelum pembelian
(atau norma kinerja lainnya) dan kinerja aktual produk yang dirasakan
setelah pemakaiannya.

3.

Definisi Kepuasan pelanggan berdasarkan Discornfirmation Paradigm


dalam Fandy Tjiptono (2000: 350) :
Kepuasan pelanggan dirumuskan sebagai evaluasi purnabeli, dimana
persepsi terhadap kinerja alternatif produk atau jasa yang dipilih memenuhi
atau melebihi harapan setelah pembelian. Apabila persepsi terhadap kinerja
tidak dapat memenuhi harapan, maka yang terjadi adalah ketidakpuasan.
Dari beberapa definisi tentang kepuasan pelanggan diatas dapat ditarik

kesimpulan bahwa pada dasarnya pelanggan menilai kepuasan atau ketidakpuasan


mereka terhadap suatu produk dengan membandingkan kinerja yang mereka alami
dengan suatu tingkat harapan sebagai acuan yang telah terdapat dalam benak atau
pikiran mereka. Kepuasan pelanggan dapat menjadi dasar menuju terwujudnya
konsumen yang loyal atau setia. Philip Kotler (1997) dalam Suroso (2007)
mengemukakan bahwa kepuasan konsumen adalah tingkat perasaan seseorang
setelah membandingkan kinerja atau hasil yang dirasakan dibandingkan dengan
harapan. Menurut Fandy Tjiptono (2000) dalam Julita (2001) kepuasan atau
ketidakpuasan

pelanggan

ialah

merupakan

respon

konsumen

terhadap

ketidaksesuaian/diskonfirmasi yang dirasakan antara harapan sebelumnya dan


kinerja aktual yang dirasakan pemakainya. Jadi pada dasarnya kepuasan
konsumen mencakup perbedaan terhadap harapan terhadap hasil yang dirasakan
oleh konsumen atau pelanggan. Menurut Fandy Tjiptono (2001) dalam Julita
(2001) kepuasan pelanggan merupakan evaluasi purnabeli dimana alternatif
dipilih sekurang-kurangnya memberi hasil yang sama atau melampaui harapan
pelanggan, sedangkan ketidakpuasan pelanggan timbul ketika hasil (outcome)

10

yang tidak sesuai dengan harapan. Secara konseptual, kepuasan konsumen dapat
digambarkan sebagai berikut:
Gambar 2.3.
Konsep Kepuasan Pelanggan
Tujuan Perusahaan

Kebutuhan dan
Keinginan
Konsumen

Produk

Harapan
Sumber
:
Fandi
Tjptono
(2001)
Nilai Produk Bagi
Tingkat
Konsumen
SeorangKonsumen
konsumen mungkin mengalami berbagai tingkat kepuasan yaitu
Kepuasan
Terhadap Produk
bilamana kinerja produk tidak sesuai dengan harapannya setelah dikonsumsi
maka konsumen itu akan merasa tidak puas sehingga dari pembelajaran tersebut
konsumen akan kecewa. Namun bila terjadi sebaliknya yaitu kinerja produk
sesuai dengan persepsi konsumen maka konsumen akan merasa sangat puas
sehingga di waktu yang akan datang konsumen bergairah untuk mengkonsumsi
produk tersebut kembali.
Kepuasan konsumen merupakan bagian yang sangat penting dalam loyalitas
pelanggan. Kesetiaan pelanggan biasanya mengakibatkan pembelian berulang
(repeat buying) dan rekomendasi (recommended buying). Jika konsumen puas
akan suatu merek tertentu dan sering membeli

produk

tersebut

maka

dapat

dikatakan tingkat kesetiaan pelanggan itu tinggi, sebaliknya jika konsumen tidak
terlalu puas akan suatu merek tertentu dan cenderung untuk membeli produk
dengan merek yang berbeda-beda maka tingkat kesetiaan pelanggan terhadap
produk tersebut rendah (Foedjiawati, 2005).
2.1.2 Harapan Pelanggan/Konsuman

11

Harapan pelanggan diyakini mempunyai peranan yang besar dalam


evaluasi kualitas produk (Barang dan Jasa) dan kepuasan pelanggan. Harapan
pelanggan pada dasarnya ada hubungan yang erat antara penentuan kualitas dan
kepuasaan pelanggan (Tjiptono 1997; 28).
Ekspektasi pelanggan atau customer expectation selalu ada karena empat
hal: Individual Need atau kebutuhan perseorangan menjadi faktor yang penting
artinya kalau pelanggan anda memang sudah punya tuntutan yang tinggi, maka
ekspektasinya sudah pasti tinggi juga. Word of mouth pelanggan anda bisa punya
harapan tertentu karena cerita orang lain. Cerita orang lain sering dianggap
sebagai referensi. Past experience atau pengalaman masa lalu. Orang yang sudah
punya pengalaman baik dimasa lalu akan dapat menerima pelayanan minimal
sama dengan yang dulu, kalau tidak dia akan kecewa. External communication
atau komunikasi eksternal adalah suatu usaha perusahaan untuk berjanji sesuatu
kepada pelanggan dalam rangka menarik pelanggan (Kertajaya,2004; 223).
Dalam kontek kepuasaan pelanggan umumnya harapan merupakan
perkiraan atau keyakinan pelanggan tentang apa yang diterimanya. Berdasarkan
kajian mendalam tentang literatur kualitas jasa dan kepuasan konsumen terdapat
56 definisi ekspektasi pelanggan. Definisi-definisi tersebut di klasifikasikan
kedalam sembilan kelompok yang disusun dalam sebuah hierarki ekspektasi, dari
yang tertinggi sampai yang terendah (Tjiptono dan Chandra, 2005; 122)
1.

Ideal Expectation
Yaitu tingkat kinerja optimum atau yang terbaik yang diharapkan dapat
diterima konsumen. Menurut Miller ideal expectation mencerminkan wished

12

for level of performance. Standar ideal identik dengan excellence, yakni


standar sempurna yang membentuk ekspektasi terbesar konsumen.
2.

Normative (Should) Expectation


Yaitu kinerja yang dirasakan konsumen seharusnya mereka dapatkan dari
produk yang mereka konsumsi. Ekspektasi normative lebih rendah
dibandingkan ekspektasi ideal, karena ekspektasi normative dibentuk oleh
pemasok atau penyedia jasa. Tipe ekspektasi ini dibentuk oleh pemasar
melalui sumber-sumber yang dikendalikan oleh pemasar misalnya lewat
iklan.

3.

Desired Expectation
Yaitu tingkat kinerja yang diinginkan pelanggan dapat diberikan produk atau
jasa tertentu. Dengan kata lain Desired Expectation mencerminkan kinerja
yang diinginkan atau diharapkan diterima pelanggan.

4.

Predicted (will) Expectation (experience- based norms)


Yaitu tingkat kinerja yang diantisipasi atau diperkirakan konsumen akan
diterima, berdasarkan semua informasi yang diketahui. Tipe ekspektasi ini
juga bisa didefinisikan sebagai tingkat kinerja yang bakal atau mungkin
terjadi pada interaksi berikutnya antara pelanggan dan perusahaan. Standar
ini terbentuk berdasarkan pengalaman masa lalu dalam mengkonsumsi
kategori produk atau jasa tertentu dan persepsi terhadap kinerja produk
tipikal.

5.

Deserved (want) Expectation (equitable expectation)


Yaitu evaluasi subyektif konsumen terhadap investasi produknya. Tipe
ekspektasi ini berkenaan dengan apa yang setidaknya harus terjadi pada

13

interaksi atau service encounter berikutnya yakni layanan yang sudah


selayaknya didapatkan konsumen.
6.

Adequate Expectation
Yaitu tingkat ekspektasi batas bawah (lower level) dalam batas kinerja
produk atau jasa yang bisa diterima pelanggan.

7.

Minimum Tolerable Expectation


Yaitu tingkat kinerja terendah yang bisa diterima atau ditolerir konsumen.
Minimum tolerable expectation mirip dengan adequate expectation.

8.

Intolerable Expectation
Yakni serangkaian ekspektasi menyangkut tingkat kinerja yang tidak bakal
ditolerir atau diterima pelanggan. Standar ini bisa terbentuk sebagai hasil
komunikasi dari mulut kemulut atau pengalaman pribadi yang tidak
memuaskan, dimana konsumen berharap bahwa memori buruk tersebut tidak
akan pernah terulang lagi.

9.

Worst Imaginable Expectation


Skenario terburuk mengenai kinerja produk yang diketahui dan atau
terbentuk

melalui

kontak

dengan

media.

Konsumen

mengetahui

pengalaman-pengalaman buruk orang lain berkenaan dengan kinerja produk,


jasa atau perusahaan spesifik.
Harapan pelanggan diyakini mempunyai peranan yang besar dalam
menentukan kualitas produk (barang atau jasa) dan kepuasan pelanggan. Pada
dasarnya ada evaluasinya, pelanggan akanmenggunakan harapannya sebagai
standar atau acuan. Dalam konteks kepuasan pelanggan, umumnya harapan

14

merupakan perkiraan atau keyakinan pelanggan tentang apa yang akan


diterimanya Zeithaml (dalam Tjiptono, 1995; 28)
2.1.3. Kepuasan Yang Diharapkan (Expected Satisfaction)
Kriteria evaluasi produk berdasarkan expected satisfaction berarti konsumen
mengevaluasi berbagai alternatif produk berdasarkan kemampuan produk itu
untuk memenuhi harapan yang dibuat konsumen. Produk yang paling mampu
memenuhi harapan tingkat konsumen yang paling

tinggi

akan

dipilih

oleh

konsumen (Sutisna, 2003: 22).


2.1.4. Metode Pengukuran Kepuasan Pelanggan
Kepuasan pelanggan dapat diukur dengan berbagai metode dan teknik.
Menurut Kotler (2005: 72) beberapa macam metode dalam pengukuran kepuasan
pelanggan dirangkum sebagai berikut :
1.

Sistem keluhan dan saran


Perusahaan yang fokus kepada pelanggan mempermudah pelanggannya
untuk memberikan saran dan keluhan terhadap perusahaan. Setiap organisasi
yang berorientasi pada pelanggan (customer oriented) perlu memberikan
kesempatan yang luas kepada para pelanggannya untuk menyampaikan
saran, pendapat, dan keluhan mereka. Media yang digunakan bisa berupa
kotak saran yang diletakkan di tempat-tempat strategis (yang mudah
dijangkau atau sering dilewati pelanggan), kartu komentar (yang bisa diisi
langsung maupun dikirim via pos kepada perusahaan), saluran telpon bebas
pulsa, dan lain-lain.

2.

Ghost shooping

15

Salah satu cara untuk memperoleh gambaran mengenai kepuasan pelanggan


adalah dengan mempekerjakan beberapa orang untuk berperan atau bersikap
sebagai pelanggan/pembeli potensial produk perusahaan dan pesaing.
Kemudian mereka melaporkan temuan-temuannya mengenai kekuatan dan
kelemahan produk perusahaan dan pesaing berdasarkan pengalaman mereka
dalam pembelian produk-produk tersebut. Selain itu para ghost shopper juga
dapat mengamati cara perusahaan dan pesaingnya melayani permintaan
pelanggan, menjawab pertanyaan pelanggan dan menangani setiap keluhan.
Ada baiknya para manajer perusahaan terjun langsung menjadi ghost
shopper untuk mengatahui langsung bagaimana karyawannya berinteraksi
dan memperlakukan pelanggannya. Tentunya karyawan tidak boleh tahu
kalau atasannya sedang melakukan penelitian atau penilaian (misalnya
dengan cara menelpon perusahaannya sendiri dan mengajukan keluhan atau
pertanyaan). Kemudian melaporkan tentang temuan mereka yang berkaitan
dengan poin-poin kekuatan dan kelemahan yang ditemuinya ketika membeli
produk-produk perusahaan dan produk pesaing.
3.

Analisa Pelanggan Yang Hilang (Lost customer analisys)


Perusahaan-perusahaan harus menghubungi para pelanggan yang telah
berhenti membeli produk perusahaan ataupun telah berpindah pada pemasok
lain untuk mempelajari sebabnya.

4.

Survei kepuasan pelanggan


Perusahaan harus menghubungi para pelanggan yang berhenti membeli atau
yang telah beralih ke pemasok lain guna mempelajari alasan kejadian itu.

16

Ada dua hal yang harus diperhatikan adalah; pertama, melakukan


wawancara terhadap pelanggan yang keluar setelah berhenti membeli, yang
kedua adalah memantau tingkat kehilangan pelanggan.
2.1.5. Jasa
2.1.5.1 Definisi Jasa
Tidak ada perbedaan yang tegas antara barang dan jasa. Hal ini disebabkan
suatu pembelian suatu barang seringkali disertai dengan jasa-jasa tertentu atau
sebaliknya, pembelian suatu jasa yang disertai barang-barang tertentu. Meskipun
demikian ada beberapa pakar yang memberikan definisi tentang jasa antara lain:
Menurut Kotler (2005: 486) ;
Jasa adalah setiap tindakan atau kegiatan yang ditawarkan oleh suatu
pihak kepada pihak lain, yang pada dasarnya tidak terwujud dan tidak
mengakibatkan kepemilikan apapun. Produksinya dapat dikaitkan atau
tidak dengan suatu produk fisik.
Menurut Solomon (2003: 7) menyatakan bahwa :
Service are itangible products that we pay and use but never own.
(Jasa adalah produk yang tidak dapat dilihat yang kita beli dan gunakan
tetapi tidak pernah memiliki).
Menurut Zeithaml (2003: 3) :
Include all economic activities whose output is not a physical product or
construction, is generally consumed at the same time it is produced, and
provides added value in forms (such as convenience, amusement, timeless,
comfort,or health) that are essentially intangible concerns of its first
purcaser.
Jasa mencakup semua aktivitas ekonomi yang hasilnya bukanlah produk
atau konstruksi fisik, yang secara umum konsumsi dan produksinya
dilakukan pada saat bersamaan, dan nilai tambah yang diberikannya dalam
bentuk (kenyamanan, hiburan, kecepatan, dan kesehatan) yang secara
prinsip tidak berwujud pada pembeli pertamanya.

17

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa jasa merupakan suatu tindakan


atau aktivitas yang ditawarkan pada pihak lain dan tidak berwujud tetapi bisa
dinikmati manfaatnya.
2.1.5.2 Karakteristik Jasa
Menurut Kotler (2003: 446) jasa terdiri dari empat karakteristik utama yang
sangat mempengaruhi rancangan program pemasaran, yaitu :
1.

Intangibility (tidak berwujud)


Tidak seperti produk fisik, produk jasa tidak dapat dilihat, dirasa, diraba,
didengar atau dicium sebelum jasa itu dibeli. Untuk mengurangi
ketidakpastian tersebut, pembeli akan mencari tanda atau bukti dari kualitas
jasa. Konsumen akan menarik kesimpulan mengenai kualitas jasa dari
tempat, orang, peralatan, alat komunikasi, simbol dan harga yang mereka
lihat.

2.

Inseparability (tidak terpisahkan)


Pada umumnya produk jasa yang dihasilkan dan dikonsumsi secara
bersamaan. Tidak seperti produk fisik yang diproduksi, disimpan dalam
persediaan, didistribusikan lewat berbagai penjual, kemudian baru
dikonsumsi. Jika seseorang membeli produk jasa, maka penyedianya adalah
bagian dari jasa. Karena klien juga hadir saat transaksi dilakukan, interaksi
penyedia-klien adalah ciri khusus dari pemasaran jasa.

3.

Variability (bervariasi)
Karena tergantung pada siapa yang menyediakan jasa serta kapan dan
dimana jasa tersebut disediakan, maka hal-hal tersebut membuat jasa sangat

18

bervariasi. Pembeli jasa menyadari variabilitas dari jasa yang tinggi


sehingga konsumen sering membicarakannya dengan orang lain sebelum
memilih penyedia jasa.
4.

Perishability (tidak tahan lama)


Jasa tidak biasa disimpan. Mudah lenyapnya jasa tidaklah menjadi masalah
bila permintaan tetap. Saat permintaan berfluktuasi, penyedia jasa mendapat
kesulitan-kesulitan.
Sedangkan

menurut

Tjiptono

(2005:18-22)

jasa

terdiri

dari

lima

karakteristik:
1.

Intangibilty
Jasa adalah suatu perbuatan, tindakan, pengalaman, proses, kinerja
(performance), atau usaha, oleh sebab itu jasa tidak dapat dilihat, dirasa,
dicium, didengar, atau diraba sebelum dibeli dan dikonsumsi.

2.

Inseparability
Jasa umumnya dijual terlebih dahulu, baru kemudian diproduksi dan
dikonsumsi pada waktu dan tempat yang sama.

3.

Variability
Jasa bersifat sangat variabel karena merupakan non-standardised output,
artinya banyak bentuk, kualitas, dan jenis, tergantung pada siapa (who),
kapan (when), dan dimana (where) jasa tersebut diproduksi.

4.

Perishability
Jasa tidak tahan lama dan tidak dapat disimpan.

19

5.

Lack of Ownership
Merupakan perbedaan dasar antara jasa dan barang. Pelanggan tidak dapat
memiliki jasa, pelanggan hanya bisa memiliki akses personal atas suatu jasa
untuk jangka waktu yang terbatas.

2.1.5.3 Definisi Kualitas Jasa


Kualitas jasa sering didefinisikan sebagai usaha pemenuhan dari keinginan
pelanggan serta ketepatan penyampaian jasa dalam rangka memenuhi harapan
pelanggan. Menurut Wyckof dalam Tjiptono (2005: 260) berpendapat bahwa
Kualitas jasa merupakan tingkat keunggulan (exellence) yang diharapkan dalam
pengendalian atas keunggulan tersebut untuk memenuhi keinginan pelanggan.
Dengan kata lain, terdapat dua faktor utama yang mempengaruhi kualitas jasa
yakni, jasa yang diharapkan (expected service) dan jasa yang dipersepsikan
(perceived service).
Hal ini berarti ada dua faktor utama yang mempengaruhi kualitas jasa yaitu
jasa yang diharapkan (exspected service) dan jasa yang dipersepsikan (perceived
service). Bila jasa yang diterima atau dirasakan (perceived service) sesuai dengan
yang diharapkan (exspected service), maka kualitas jasa dipersepsikan baik dan
memuaskan. Jika jasa yang diterima melebihi harapan pelanggan, maka kualitas
jasa dipersepsikan sebagai kualitas jasa yang ideal. Akan tetapi bila jasa yang
diterima lebih rendah daripada yang diharapkan, maka kualitas jasa sangat
bergantung pada kemampuan penyedia jasa menyediakan jasa kepada konsumen
secara continue dan konsisten.
2.1.5.4 Dimensi Kualitas Jasa/Layanan

20

Menurut beberapa pakar pemasaran seperti Para Suraman, Valarei A,


Zeithaml, dan Leonard L. Berry ada lima dimensi pokok mengenai kualitas
pelayanan jasa (bukti fisik, kepercayaan, daya tanggap, jaminan, dan perhatian
individu atau empati) untuk lebih jelasnya akan dijabarkan definisi kelima
dimensi pokok kualitas pelayanan jasa, yaitu :
1.

Bukti Fisik
Kemampuan suatu perusahaan dalam menunjukkan eksistensinya kepada
pihak eksternal. Penampilan, kemampuan sarana dan prasarana fisik
perusahaan dan lingkungan sekitar adalah bukti nyata dari pelayanan yang
diberikan oleh pemberi jasa, meliputi fasilitas fisik atau bukti fisik,
perlengkapan, karyawan, dan sarana komunikasi.

2.

Keandalan
Kemampuan perusahaan memberikan pelayanan sesuai yang dijanjikan
dengan cepat, tepat, dan akurat.

3.

Daya tanggap
Kemampuan para karyawan untuk tanggap membantu para pelanggan dan
memberikan pelayanan dengan cepat, tepat, dengan disertai penyampaian
jasa yang jelas. Dalam hal ini, perusahaan tidak hanya selalu cepat tanggap
pada keluhan konsumen yang timbul karena janji tidak terpenuhi, namun
juga cepat tanggap menangkap perubahan yang terjadi dalam pasar,
teknologi, peraturan dan perilaku konsumen.

21

4.

Jaminan
Mencakup

pengetahuan,

kompetensi,

kesopanan,

dan

kemampuan

perusahaan memberikan pelayanan kepada pelanggan.


5.

Perhatian Individu atau Empati


Meliputi kemudahan dalam menjalin relasi, komunikasi yang baik, perhatian
pribadi, dan pemahaman atas kebutuhan individual para pelanggan. Kualitas
jasa bukanlah diukur dari sudut pandang penyedia jasa namun yang lebih
penting berdasarkan sudut pandang pelanggan. Hal ini disebabkan karena
pelangganlah yang membeli dan mengkonsumsi jasa tersebut, sehingga
sudah seharusnya bila penilaian mengenai kualitas jasa dilakukan oleh
pelanggan. Pada dasarnya pelanggan adalah pembeli tetap yang mempunyai
kemampuan membeli dan melaksanakan pembelian pada perusahaan.

2.1.5.5 Strategi Kualitas Jasa/Layanan


Menurut Tjiptono (2000:132) stretegi kualitas jasa atau layanan mencakup
empat hal berikut:

1.

Atribut layanan pelanggan


Adalah penyampaian layanan atau jasa harus tepat waktu, akurat, dengan
perhatian dan keramahan.

2.

Pendekatan untuk penyempurnaan kualitas jasa


Merupakan aspek penting dalam rangka menciptakan kepuasan pelanggan.
Faktor biaya, waktu menerapkan program, dan pengaruh layanan pelanggan.

22

Ketiga faktor ini merupakan inti pemahaman dan penerapan suatu sistem
yang responsive terhadap pelanggan dan organisasi untuk pencapaian
kepuasan optimum.
3.

Sistem umpan balik untuk kualitas layanan pelanggan


Umpan

balik

sangat

dibutuhkan

untuk

evaluasi

dan

perbaikan

berkesinambungan. Informasi umpan balik harus difokuskan pada hal-hal


berikut:

memahami

persepsi

pelanggan

terhadap

perusahaan,

jasa

perusahaan dan para pesaing; mengukur dan memperbaiki kinerja


perusahaan; mengubah bidang-bidang terkuat perusahaan menjadi faktor
pembeda pasar; mengubah kelemahan menjadi peluang berkembang,
sebelum pesaing lain melakukannya; mengembangkan sarana komunikasi
internal agar setiap orang tahu apa yang mereka lakukan; dan menunjukkan
komitmen perusahaan pada kualitas dan para pelanggan.
4.

Implementasi
Sebagai bagian dari proses implementasi, manajemen harus menentukan
cakupan kualitas jasa dan tingkat layanan pelanggan sebagai bagian dari
kebijakan organisasi.

2.1.5.6 Strategi Meningkatkan Kualitas Jasa


Dalam

meningkatkan

kualitas

jasa,

banyak

faktor

yang

perlu

dipertimbangkan dan upaya tersebut juga berdampak luas terhadap budaya


organisasi secara keseluruhan. Faktor-faktor yang perlu mendapat perhatian yaitu
(Fandy Tjiptono, 2000:88):
1.

Mengidentifikasi determinan utama kualitas jasa.

23

2.

Mengelola harapan pelanggan.

3.

Mengelola bukti kualitas jasa yang bertujuan untuk memperkuat persepsi


pelanggan selama dan sesudah jasa diberikan.

4.

Mendidik konsumen tentang jasa (membantu pelanggan dalam memahami


suatu jasa).

5.

Mengembangkan budaya kualitas.

6.

Menciptakan Automating Quality.

7.

Menindaklanjuti jasa dalam membantu memisahkan aspek-aspek jasa yang


perlu ditingkatkan.

8.

Mengembangkan Sistem Informasi Kualitas Jasa.

2.1.6 Perilaku Konsumen


2.1.6.1. Definisi Perilaku Konsumen
Bidang ilmu perilaku konsumen mempelajari bagaimana individu,
kelompok, dan organisasi memilih, membeli, memakai, serta memanfaatkan
barang, jasa, gagasan, atau pengalaman dalam rangka memuaskan kebutuhan dan
hasrat mereka.
Setiadi (2005), menjelaskan bahwa perilaku konsumen adalah tindakan yang
langsung terlibat dalam mendapatkan, mengkonsumsi, dan menghabiskan produk
atau jasa, termasuk proses keputusan yang mendahului dan menyusuli tindakan
ini.
Berdasarkan pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa, perilaku
konsumen akan berubah dari waktu ke waktu sesuai dengan yang dipikirkan
(cognitive), dirasakan (affective), dan yang dilakukan (conative) oleh konsumen.
Oleh karena itu dalam pengembangan strategi pemasaran, sifat perilaku konsumen
yang dinamis tersebut merupakan isyarat bahwa seorang manajer pemasaran yang
hendaknya selalu mengevaluasi keberhasilan kinerja pemasarannya.

24

Amirullah (2002:2) ada beberapa definisi mengenai perilaku konsumen dari


para ahli :
1.

David L. Loundon dan Albert J. Della Bitta mengemukakan bahwa:


consumer behavior may be defined as the decision process and
physical activity individuals engage in when evaluating, acquiring,
using ordisposing of doods and services. (perilaku konsumen dapat
didefinisikan sebagai proses pengambilan keputusan dan aktivitas
individu secara fisik yang dilibatkan
dalam mengevaluasi,
memperoleh, menggunakan atau dapat mempergunakan barangbarang dan jasa).

2.

James F Engel mengungkapkan bahwa:


consumer behavior is defined as the acts of individuals directly
involved in obtaining and using economic good sevice including the
decision process that precede and determine these acts (Perilaku
konsumen didefinisikan sebagai tindakan-tindakan individu yang
secara langsung terlibat dalam usaha memperoleh, dan
menggunakan barang-barang dan jasa ekonomis termasuk proses
pengambilan
keputusan yang mendahului dan menentukan
tindakan-tindakan tersebut).
Berdasarkan beberapa definisi perilaku konsumen di atas, maka dapat

kemukakan bahwa yang dimaksud perilaku konsumen adalah sejumlah tindakantindakan nyata individu (consumen) yang mempengaruhi oleh faktor kejiwaan
(psikologis) dan faktor luar lainnya (eksternal) yang mengarahkan mereka untuk
memilih dan mempergunakan barang-barang yang diinginkan.
2.1.6.2 Analisis Perilaku Konsumen
1.
Menurut Basu Swastha dan Hani Handoko (1997) dalam Kanzanuddin
(2006) perilaku konsumen adalah kegiatan-kegiatan individu yang secara
langsung terlibat dalam mendapatkan dan menggunakan barang-barang dan
jasa-jasa, termasuk di dalamnya proses pengambilan keputusan pada
persiapan dan penentuan kegiatan-kegiatan tersebut. Sedangkan menurut
Jhon C. Mowen (2000) dalam Kanzanuddin (2006) perilaku konsumen

25

merupakan studi tentang unit pembelian dan proses pertukaran yang


melibatkan perolehan, konsumsi dan pembuangan barang, jasa, pengalaman
serta ide-ide. Konsep ini mengandung inti : Proses pertukaran yaitu segala
2.
3.

sumber daya ditransfer antara konsumen dan produsen.


Penggunaan istilah unit pembelian bukan konsumen dimaksudkan karena
pembelian dilakukan oleh individu atau kelompok.
Terdiri dari beberapa tahapan yaitu perolehan, konsumsi, pembuangan.
a.
Tahap perolehan yaitu peneliti menganalisa faktor-faktor yang
mempengaruhi pilihan produk dan jasa.
b. Tahap konsumsi yaitu peneliti menganalisa bagaimana para konsumen
sebenarnya mengunakan produk atau jasa dan pengalaman yang dilalui
c.

mereka saat menggunakannya.


Tahap desposisi yaitu mengacu pada apa yang dilakukan oleh
seorang konsumen ketika mereka telah selesai menggunakannya.

2.1.6.3 Model Perilaku Konsumen


Konsumen selalu melakukan penilaian dan evaluasi terhadap berbagai
produk yang akan mereka beli maupun yang sudah pernah mereka beli. Sehingga
perusahaan berusahaan harus bisa mengetahui bagaimana keputusan pembelian
konsumen itu berjalan bagaimana mereka membeli, mengapa mereka membeli,
dimana mereka membeli, berapa mereka membeli dan kapan mereka membeli.
Namun untuk mengetahui hal tersebut secara detail tidaklah mudah, karena setiap
konsumen memiliki perilaku yang berbeda-beda.
Rangsangan pemasaran terdiri dari marketing mix: product, price, place,
promotion (produk, harga, tempat dan promosi). Rangsangan lainnya mencakup
kekuatan dan perubahan yang ada di lingkungan pembeli, yang meliputi ekonomi,
teknologi, politik, dan budaya.

26

Tugas

pemasar

adalah

memahami

perilaku

konsumen

dengan

memperhatikan adanya kekuatan dan perubahan lingkungan. Disamping itu


pemasar juga harus memahami bagaimana rangsangan-rangsangan tersebut
memasuki kesadaran pembeli, serta proses sampai akhirnya konsumen
memutuskan untuk melakukan pembelian. Dari pemahaman tersebut kemudiaan
diubah menjadi suatu tanggapan pembeli dalam bentuk pilihan produk, pilihan
merek, pilihan saluran distribusi, waktu membeli dan jumlah pembelian.

2.1.6.4 Proses Pengambilan Keputusan Konsumen


Pada dasarnya konsumen mengikuti suatu proses atau tahapan dalam
pengambilan keputusannya, di mana proses pengambilan keputusan konsumen
(consumer decision making) yang paling kompleks terdiri dari lima tahap (Kotler,
2005; Lamb et al., 2001; Mowen dan Minor, 2002), yaitu (1) pengenalan masalah,
(2) pencarian informasi, (3) evaluasi alternatif, (4) keputusan pembelian, (5) dan
perilaku pasca pembelian.
1.
Pengenalan Masalah
Proses membeli konsumen diawali saat menyadari adanya masalah
kebutuhan yang harus dipenuhi. Pembeli menyadari bahwa ada perbedaan
antara kondisi sesungguhnya dengan kondisi yang diinginkan. Kebutuhan ini
dapat disebabkan oleh berbagai rangsangan baik internal maupun eksternal
konsumen. Rangsangan internal biasanya dalam pemenuhan kebutuhan
normal seseorang seperti rasa haus, lapar, meningkat, sehingga pada suatu

27

saat akan meningkat menjadi dorongan. Ataupun suatu kebutuhan dapat


timbul karena disebabkan rangsangan-rangsangan yang datang dari luar
2.

dirinya.
Pencarian Informasi
Konsumen yang tergugah kebutuhannya akan terdorong untuk mencari
informasi yang lebih banyak. Pencarian informasi tersebut dapat dibagi atas
dua tingkat, yang pertama dinamakan perhatian yang menguat. Pada tingkat
itu seseorang hanya menjadi lebih peka terhadap informasi tentang produk.
Pada tingkat selanjutnya,konsumen mungkin memasuki pencarian aktif
informasi, di mana pencarian dilakukan dengan menelah berbagai sumber,
seperti bahan bacaan, menelepon teman, dan mengunjungi toko untuk
mempelajari produk.
Menurut Kotler (2005), sumber informasi konsumen digolongkan kedalam
empat kelompok: (a) sumber pribadi. Sumber ini misalnya keluarga, teman,
tetangga, kenalan, (b) sumber komersial. Yaitu sumber dalam bentuk iklan,
wiraniaga, penyalur, kemasan, pajangan di toko, (c) sumber publik. Yaitu
media massa, organisasi penentu tingkat konsumen, dan (d) sumber
pengalaman, di mana sumber ini adalah penanganan, pengkajian dan

3.

pemakaian produk.
Evaluasi Alternatif
Sebelum konsumen memutuskan pembelian, konsumen akan melakukan
evaluasi

terhadap

alternatif-alternatif

produk

dengan

menggunakan

informasi yang tersimpan dalam ingatan serta informasi lain yang datang
dari luar. Peranan manajer pemasaran adalah memperkirakan atribut-atribut
yang mempengaruhi pilihan konsumen. Banyak faktor yang mempengaruhi
evaluasi konsumen terhadap suatu produk seperti kualitas, manfaat,
kemudahan dan sebagainya.

28

4.

Keputusan Pembelian
Setelah proses evaluasi terhadap alternatif dilakukan, maka langkah
selanjutnya adalah memutuskan membeli atau tidak membeli. Keputusan
pembelian akan diambil setelah konsumen membentuk preferensi atas merek
dan atribut dalam kumpulan pilihan. Konsumen juga membentuk niat untuk
membeli produk yang paling disukai, di mana niat dan keputusan pembelian
tersebut juga dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu sikap orang lain dan faktor
situasi yang tidak terantisipasi yang dapat muncul dan mengubah niat

5.

pembelian.
Perilaku Pascapembelian
Setelah membeli produk, konsumen mengharapkan dampak dari pembelian
tersebut,

apakah

konsumen

puas

(satisfaction)

atau

tidak

puas

(dissatisfaction) terhadap produk yang dibelinya.


Kepuasan konsumen merupakan fungsi dari seberapa dekat harapan atas
suatu

produk

dengan

manfaat

yang

menggunakan produk tersebut. Jika manfaat

dirasakan
yang

konsumen
didapat

di

setelah
bawah

harapan, maka konsumen merasa dikecewakan. Jika sebaliknya manfaat


yang diperoleh melebihi harapan, maka konsumen merasa puas. Kepuasan
atau ketidakpuasan konsumen terhadap suatu produk akan mempengaruhi
pembelian selanjutnya.
2.1.7 Loyalitas Pelanggan
2.1.7.1. Pengertian Loyalitas Pelanggan
Menurut Sheth dan Mittal dalam Tjiptono (2005:387) Loyalitas pelanggan
adalah komitmen pelanggan terhadap suatu merek, toko, atau pemasok,
berdasarkan sikap yang sangat positif dan tercermin dalam pembelian ulang yang
konsisten.
Dalam konteks pemasaran jasa loyalitas pelanggan didefinisikan sebagai
respons yang terkait erat dengan janji untuk berkomitmen yang mendasari

29

keberlangsungan

hubungan,

dan

biasanya

tercermin

dalam

pembelian

berkelanjutan dari penyedia jasa yang sama (Bendapudi dan Berry, 1997 dalam
Tjiptono,2005).
Neal (1999) dalam Egan (2008) dalam Tjiptono (2005) mendifinisikan
loyalitas pelanggan sebagai berikut :
The propotion of time a purchaser chooses the same product or service in a
category compare with his or her total number of purchases in the category,
assuming that acceptable competitive product or services are conveniently
available.
Dari pengertian tersebut dapat diartikan bahwa loyalitas merupakan proporsi
dari pembeli untuk memilih produk atau jasa yang sama dalam suatu kategori
dibandingkan dengan sejumlah pembelian pada kategori tersebut, dengan
mengumpamakan tersedianya produk ataupun jasa dari pesaing.
Menurut Engel,et al. dalam Hasan (2008:84) bahwa loyalitas pelanggan
merupakan

kebiasaan

perilaku

pengulangan

pembelian,

keterkaitan

dan

keterlibatan yang tinggi pada pilihannya dan bercirikan dengan pencarian


informasi eksternal dan evaluasi alternatif.
Loyalitas pelanggan didefenisikan sebagai orang yang membeli khususnya
yang membeli secara teratur dan berulang-ulang. Pelanggan merupakan seseorang
yang secara terus menerus dan berulang kali datang ke suatu tempat yang sama
untuk memuaskan keinginannya dengan memiliki suatu produk atau mendapatkan
suatu jasa dan membayar produk atau jasa tersebut.
Loyalitas didapatkan baik dari faktor ekstrinsik dari hubungan seperti
struktur pasar dimana terjadi hubungan, maupun faktor instrinsik seperti kekuatan
hubungan dan penanganan keluhan selama berhubungan dengan pelanggan
(Storbacka, 1994 dalam Egan, 2008). Fournier (1998) dalam Tjiptono (2005)
memperkenalkan konsep relasi antar individu untuk menjelaskan fenomena
interaksi antara konsumen yaitu sudut pandang yang berorientasi antara pelanggan

30

dan merek yang diyakini secara positif, dibentuk secara sukarela, bersifat jangka
panjang, dan kuat secara afektif.
2.1.7.2.
Karakteristik Pelanggan Yang Loyal
Menurut Griffin (2003:31), pelanggan yang loyal memiliki karakteristik
sebagai berikut:
1.
Melakukan pembelian ulang secara teratur (repeat buyer). Pelanggan
2.

membeli kembali produk yang sama yang ditawarkan oleh perusahaan.


Melakukan pembelian antarlini produk dan jasa (purchase across product
and service lines). Pelanggan melakukan pembelian antar lini produk dan

3.

jasa yang ditawarkan oleh perusahaan.


Merekomendasikan kepada orang lain (recommended to other). Pelanggan
merekomendasikan kepada orang lain tentang produk yang ditawarkan

4.

perusahaan.
Menunjukkan kekebalan dari daya tarik produk sejenis dari pesaing
(demonstrates immunity to the full of competitions). Pelanggan tidak akan

tertarik terhadap tawaran produk sejenis yang dihasilkan oleh pesaing.


2.1.7.3 Jenis-Jenis Loyalitas
Menurut Griffin (2003:22) terdapat empat jenis loyalitas yang berbeda yaitu:
1.
Tanpa Loyalitas
Konsumen memiliki berbagai alasan untuk tidak mengembangkan loyalitas
terhadap produk atau jasa tertentu. Secara umum, perusahaan harus
menghindari para pembeli jenis ini, karena mereka tidak akan pernah
menjadi pelangan yang loyal, mereka hanya memberikan sedikit kontribusi
terhadap keuangan perusahaan. Tantangannya adalah menghindari sebanyak
mungkin orang-orang seperti ini dan lebih memilih konsumen yang
2.

loyalitasnya dapat dikembangkan.


Loyalitas yang Lemah
Ketertarikan yang lemah digabungkan dengan pembelian berulang yang
tinggi menghasilkan loyalitas yang lemah (inertia loyalty). Konsumen ini
membeli karena kebiasaan. Ini adalah jenis pembelian karena kami selalu

31

menggunakannya atau karena sudah terbiasa. Pembeli jenis ini


merasakan tingkat ketidakpuasan yang nyata. Loyalitas jenis ini paling
3.

sering terjadi pada produk yang sering dibeli.


Loyalitas Tersembunyi
Tingkat preferensi yang relatif tinggi digabungkan dengan tingkat pembelian
yang rendah, menunjukkan loyalitas tersembunyi (latent loyalty). Bila
pelanggan memiliki loyalitas yang tersembunyi, maka yang menentukan
pembelian berulang adalah pengaruh situasi dan bukan pengaruh sikap.
Dengan memahami faktor situasi yang berkontribusi pada loyalitas
tersembunyi,

4.

maka

perusahaan dapat

menggunakan

strategi

untuk

mengatasinya.
Loyalitas Premium
Loyalitas premium adalah jenis loyalitas yang paling sering dapat
ditingkatkan yang terjadi bila ada tingkat keterkaitan yang tinggi dan tingkat
pembelian berulang yang juga tinggi. Ini merupakan jenis loyalitas yang
lebih disukai untuk semua konsumen di setiap perusahaan. Pada tingkat
preferensi yang paling tinggi tersebut, orang bangga karena menemukan dan
menggunakan produk tertentu dan senang membagi pengetahuan mereka

dengan rekan dan keluarga.


2.1.7.4 Faktor-Faktor Untuk Mengembangkan Loyalitas
Menurut Griffin (2003:20) terdapat dua faktor

penting

untuk

mengembangkan loyalitas :
1.
Keterikatan (attachment) yang tinggi terhadap produk atau jasa tertentu
dibandingkan terhadap produk atau jasa pesaing potensial, keterikatan yang
dirasakan pelanggan terhadap produk atau jasa dibentuk oleh dua dimensi
yaitu :
a.

Tingkat preferensi yaitu seberapa besar keyakinan pelanggan

terhadap produk atau jasa tertentu.

32

b. Tingkat diferensiasi produk yang dipersepsikan yaitu seberapa signifikan


pelanggan membedakan produk atau jasa tertentu dari alternatif2.

alternatif lain.
Pembelian berulang yang tinggi terhadap produk atau jasa tertentu

dibandingkan dengan produk lain dari pesaing.


2.1.7.5 Situasi Kemungkinan Loyalitas
Dick dan Basu (1994) dalam Tjiptono (2005) mengombinasikan
komponen sikap dan perilaku pembelian ulang, dan didapatkan empat situasi
kemungkinan loyalitas:

Gambar 2.4.
Loyalitas Pelanggan Berdasarkan Sikap Dan Perilaku Pembelian Ulang
Perilaku Pembelian Ulang
Kuat

Lemah

K
u
Loyalty
Latent Loyalty
a
S
t
i
L
k
e
a
Spurious Loyalty
No Loyalty
m
p
a
h
Sumber : Dick & Basu (1994) dalam Tjiptono (2005), Pemasaran Jasa
1.

No Loyalty
Bila sikap dari perilaku pembelian ulang pelanggan sama-sama lemah, maka
loyalitas tidak terbentuk. Kemungkinan ini disebabkan yang pertama, sikap
yang lemah (mendekati netral) bisa terjadi bila suatu produk/jasa
diperkenalkan pemasarannya tidak mampu mengkomunikasikan keunggulan

33

produknya. Penyebab kedua, berkaitan dengan dinamika pasar, dimana


2.

merek-merek yang berkompetisi di pasar dipersepsikan sama.


Spurious Loyalty
Bila sikap yang relatif lemah disertai dengan pola pembelian ulang yang
kuat, maka yang terjadi adalah spurious loyalty atau captive loyalty. Situasi
ini dapat disebut dengan inertia, dimana konsumen sulit membedakan
berbagai merek dalam kategori produk dengan tingkat keterlibatan rendah,
sehingga pembelian ulang dilakukan atas dasar pertimbangan situasional.

3.

Latent loyalty
Bila sikap yang kuat disertai dengan pola pembelian ulang yang lemah,
situasi yang menjadi perhatian besar para pemasar ini disebabkan pengaruh
faktor-faktor nonsikap yang sama kuat atau bahkan cenderung lebih kuat

4.

daripada faktor sikap dalam menentukan pembelian ulang.


Loyalty
Situasi ini merupakan situasi ideal yang paling diharapkan para pemasar
dimana konsumen bersikap positif terhadap jasa atau penyedia jasa
bersangkutan dan disertai pola pembelian ulang yang konsisten.

2.2. Penelitian Terdahulu


Penelitian ini mengacu pada penelitian sebelumnya untuk mempermudah
dalam pengumpulan data, metode analisis yang digunakan dan pengolahan data.
Tinjauan hasil penelitian terdahulu tersebut diringkas seperti gambar berikut ini:
Penelitian pertama oleh Yuliarmi dan Riyasa (2007) dalam jurnal ilmiah yang
berjudul Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan pelanggan
Terhadap pelayanan PDAM Kota Denpasar Jurusan Ilmu Ekonomi Fakultas
Ekonomi, Universitas Udayana, Denpasar. Penelitian ini dilakukan di PDAM

34

Kota Denpasar dengan tujuan penelitian sebagai berikut. (1) Untuk mengetahui
seberapa tinggi tingkat kepuasan pelanggan terhadap pelayanan PDAM Kota
Denpasar. (2) Untuk mengetahui ada atau tidaknya pengaruh signifikan secara
bersama-sama keandalan (reliability), ketanggapan (responsivenes), keyakinan
(assurance), empati (emphaty), dan berwujud (tangible) terhadap kepuasan
pelanggan PDAM Kota Denpasar. (3) Untuk mengetahui
(reliability),

ketanggapan

(responsivenes),

keyakinan

pengaruh

keandalan

(assurance),

empati

(emphaty), dan berwujud (tangible) secara parsial terhadap kepuasan pelanggan


PDAM Kota Denpasar.
Sampel menggunakan nonprobability sampling artinya penentuan sampel
berdasarkan kebetulan, yaitu siapa saja yang secara kebetulan ditemui yang
tergolong dalam desa/kelurahan terpilih akan dijadikan responden.
Hasil dari penelitian tersebut menegaskan bahwa tingkat kepuasan pelanggan
PDAM Kota Denpasar yang diukur berdasarkan kontinuitas air berada dalam
kategori tingkat kepuasan rendah, pencatatan meter air berada dalam kategori
tingkat kepuasan sedang, lokasi pembayaran berada dalam kategori tingkat
kepuasan tinggi, dan kecepatan penanganan keluhan berada dalam kategori
tingkat kepuasan rendah.
Penelitian kedua oleh Eka (2007) dengan karya ilmiah berjudul Analisis
Kepuasan Pelanggan Terhadap Kualitas Pelayanan Perusahaan Daerah Air
Minum Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Semarang. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui tingkat kepuasan pelanggan terhadap kualitas
pelayanan Perusahaan Daerah Air Minum Cabang Semarang Selatan.

35

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu kuantitatif


deskriptif dengan populasi pelanggan PDAM Cabang Semarang Selatan. Sampel
dalam penelitian ini sebanyak 180 responden yang diambil dengan tehnik area
probability sample. Data diambil dengan angket dan wawancara, sedangkan
analisis data yang digunakan deskriptif persentase.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara keseluruhan tingkat kepuasan
pelanggan terhadap kualitas pelayanan termasuk kurang baik yaitu sebesar
62,25% yang berarti bahwa pelanggan merasa kurang puas dengan pelayanan
PDAM karena harapan pelanggan tidak sesuai dengan kinerja aktual. Karena
kepuasan pelanggan adalah membandingkan antara harapan dan kinerja yang
sesungguhnya maka disarankan kepada PDAM untuk meningkatkan unsur
pelayanan yang belum memenuhi harapan pelanggan atau pada kategori
pelayanan kurang baik dan melakukan penelitian secara berkala untuk mengetahui
kepuasan pelanggan terhadap kualitas pelayanan yang diberikan dan hasil
penelitian perlu dievaluasi serta ditindaklanjuti.
Penelitian ketiga oleh Sonya (2010) dengan judul Analisis Pengaruh Kualitas
Pelayanan Terhadap Kepuasan Pelanggan Dalam Pembayaran Rekening Listrik
Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro Semarang, Tujuan penelitian ini adalah
untuk menganalisis pengaruh bukti fisik, keandalan, daya tanggap, jaminan dan
empati terhadap kepuasan pelanggan PLN dengan sistem PPOB.
Populasi dalam penelitian ini adalah populasi dalam penelitian ini adalah
pelanggan PLN yang melakukan pembayaran rekening listrik melalui system
Payment Point Online Bank (PPOB) mulai bulan Mei-Desember 2009 yang
berjumlah 10.378 pelanggan. Sampel dalam penelitian ini adalah 100 responden.

36

Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan teknik


accidental Sampling. Jenis datanya adalah primer. Metode pengumpulan data
menggunakan kuesioner. Teknik analisis yang digunakan adalah regresi berganda.
Hasil analisis dengan menggunakan SPSS Versi 13 menunjukkan bahwa : (1).
Kualitas pelanggan berpengaruh positif terhadap krpuasan pelanggan.dari hasil
koefisien regresi yang didapat menunjukkan, faktor jaminan (b4 = 0,285) menjadi
faktor terbesar yang mempengaruhi kepuasan pelanggan, kemudian bukti fisik (b1
= 0,209), daya tangggap (b3 = 0,202), keandalan (b2 = 0,163), sementara empati
(b5 = 0,160) menjadi faktor terendah yang mempengaruhi kepuasan pelanggan.
Pengujian hipotesis secara parsial dari variabel independen signifikan,karena nilai
signifikansi semua < 0,05. (2) Pengujian hipotesis secara simultan dari variable
independen signifikan,karena nilai signifikansi <0.05 .(3) Koefisien Determinasi
menunjukkan bahwa kemampuan variabel bukti fisik, keandalan, daya
tanggap,jaminan,dan empati dalam menjelaskan Kepuasan Pelanggan Unit
Pelayanan Pelanggan Pembayaran Rekening Listrik Semarang Barat adalah
sebesar 91,6%.
2.3 Kerangka Konseptual
Kehandalan

Ketanggapan
Jaminan

Survei Kepuasan
Pelanggan PDAM Kota
Padang

37

Bukti Fisik

Empati

2.4 Hipotesis Penelitian


Menurut Sugiyono Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap
rumusan masalah. Karena sifatnya masih sementara, maka perlu dibuktikan
kebenarannya melaui data empiris yang terkumpul.
Berdasarkan landasan teori dan kerangka pemikiran diatas, maka penulis
mengemukakan hipotesis sebagai berikut : Tingkat Kepuasan Pelanggan PDAM
Unit Kota Padang atas layanan yang diberikan kepada pelanggan selama ini
adalah cukup Puas.

Anda mungkin juga menyukai