Pertemuan 2
Pertemuan 2
( Pertemuan 2 )
Sekolah
Alokasi waktu
: 4 JP ( 4 X 45 menit )
A. Kompetensi Inti
KI 1
: Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya.
KI 2
Menghayati dan mengamalkan perilaku jujur, disiplin, tanggungjawab, peduli (gotong royong, kerjasama, toleran,
damai), santun, responsif dan pro-aktif dan menunjukkan sikap sebagai bagian dari solusi atas berbagai
permasalahan dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam serta dalam menempatkan diri
sebagai cerminan bangsa dalam pergaulan dunia.
KI 3
KI 4
Mengolah, menalar, dan menyaji dalam ranah konkret dan ranah abstrak terkait dengan pengembangan dari yang
dipelajarinya di sekolah secara mandiri, dan mampu menggunakan metoda sesuai kaidah keilmuan.
Indikator
Tujuan Pembelajaran
3.5.2
3.5.2 Mengidentifikasi
kearifan lokal dalam
budaya nasional
Pertemuan
Kedua
C. Materi Pembelajaran
MATERI PEMBELAJARAN
INDIKATOR
3.5.2 Mengidentifikasi
kearifan lokal
dalam budaya
nasional
FAKTA
Etnis Lampung yang
dikenal terbuka menerima
etnis lain sebagai saudara
(adat muari, angkon),
etnis Batak juga terbuka,
Jawa terkenal dengan tatakrama dan perilaku yang
lembut, etnis Madura dan
Bugis memiliki harga diri
yang tinggi, dan etnis
Cina terkenal dengan
keuletannya dalam usaha
KONSEP
Nilai dan bentuk
kearifan
lokal,
termasuk
hukum
adat,
nilai-nilai
budaya
dan
kepercayaan
PRINSIP
PROSEDUR
Sumber
: Buku yang relevan, artikel ataupun jurnal terpercaya yang relevan, lingkungan sekitar
F. Langkah-Langkah Pembelajaran
Kegiatan pembelajaran
Alokasi waktu
Pendahuluan
1. Orientasi
1.1. Guru menyapa peserta didik dan meminta ketua kelas memimpin doa.
1.2. Guru mengecek kehadiran peserta didik.
1.3. Guru meminta peserta didik untuk mengumpulkan tugas gambar dan artikel mengenai sebaran
20 menit
keragaman budaya nasional yang ditugaskan pada pertemuan sebelumnya.
1.4. Hasil tugas peserta didik, berupa gambar mengenai sebaran keragaman budaya nasional
Indonesia diperlihatkan atau ditayangkan guru kepada peserta didik lainnya.
2. Apersepsi
2.1. Peserta didik diminta untuk mengingat kembali materi pada pertemuan sebelumnya tentang
sebaran keragaman budaya nasional.
3. Motivasi
3.1. Menyemangati siswa untuk belajar sungguh-sungguh supaya bisa memperoleh kesuksesan
dikemudian hari.
3.2. Menyampaikan tujuan mempelajari mengenai identifikasi kearifan lokal dalam budaya nasional.
4. Pembagian kelompok
4.1. Peserta didik dibagi dalam kelompok seperti pada pertemuan sebelumnya
4.2. Kelompoknya tidak berubah dengan harapan ada penyamaan persepsi, sehingga mudah dalam
kerjasama antar anggota kelompok.
Kegiatan Inti
1. Mengamati
1.1. Guru mempersiapkan gambar dan tampilan power point mengenai kuantitas dan analisis
demografi Indonesia
1.2. Masing-masing kelompok mengamati gambar dan tampilan power point mengenai identifikasi
kearifan lokal dalam budaya nasional Indonesia.
2. Menanyakan
2.1. Dalam proses mengamati gambar atau tayangan yang berhubungan dengan identifikasi kearifan
lokal dalam budaya nasional Indonesia, peserta didik dapat bertanya mengenai hal-hal baru yang
140 menit
jam pelajaran
20 menit jam
pelajaran
: kesimpulan dari pembelajaran pada pertemuan tersebut dalam bentuk main mapping
: membuat pertanyaan dari masing-masing kelompok terkait dengan materi pembelajaran
Format Penilaian
Lembar Pengamatan
Rubrik Kegiatan Diskusi (Tanya-Jawab)
Aspek Pengamatan
N
o.
Nama
Siswa
Keberania
n
Mengkomunika
sikan pendapat
Tolera
nsi
Keaktifa
n
Jumlah
Skor
Menghargai
pendapat
teman
Nilai
Ket.
Keterangan Skor :
Masing-masing kolom diisi dengan kriteria
4
= Baik Sekali
3
= Baik
2
= Cukup
1
= Kurang
Nilai
Kriteria Nilai
A =
B =
C =
D =
80 100
70 79
60 69
60
:
:
:
:
Baik Sekali
Baik
Cukup
Kurang
Mengetahui,
Kepala Sekolah,
( Yola Afrida, S. Pd )
NIP.19941117201611 2 001
Lampiran Materi
KEARIFAN LOKAL DALAM BUDAYA NASIONAL
Dari sisi etnis dan budaya daerah sejatinya menunjuk kepada karaktreristik masingmasing keragaman bangsa Indonesia. Pada sisi yang lain, karakteristik itu mengandung nilainilai luhur memiliki sumber daya kearifan, di mana pada masa-masa lalu merupakan sumber
nilai dan inspirasi dalam strategi memenuhi kebutuhan hidup, mempertahankan diri dan merajut
kesejehteraan kehidupan mereka. Artinya masing-masing etnis itu memiliki kearifan lokal
sendiri, seperti etnis Lampung yang dikenal terbuka menerima etnis lain sebagai saudara (adat
muari, angkon), etnis Batak juga terbuka, Jawa terkenal dengan tata-krama dan perilaku yang
lembut, etnis Madura dan Bugis memiliki harga diri yang tinggi, dan etnis Cina terkenal dengan
keuletannya dalam usaha. Demikian juga etnis-etnis lain seperti, Minang, Aceh, Sunda, Toraja,
Sasak, Nias, juga memiliki budaya dan pedoman hidup masing yang khas sesuai dengan
keyakinan dan tuntutan hidup mereka dalam upaya mencapai kesejehtaraan berasma. Beberapa
nilai dan bentuk kearifan lokal, termasuk hukum adat, nilai-nilai budaya dan kepercayaan yang
ada sebagian bahkan sangat relevan untuk diaplikasikan ke dalam proses pembangunan
kesejahteraan masyarakat.
KEARIFAN LOKAL DAN IMPLENTASINYA DALAM KEHIDUPAN MASYARAKAT
1. Pengertian Kearifan Lokal
Secara etimologis, kearifan (wisdom) berarti kemampuan seseorang dalam menggunakan
akal pikirannya untuk menyikapi sesuatu kejadian, obyek atau situasi. Sedangkan lokal,
menunjukkan ruang interaksi di mana peristiwa atau situasi tersebut terjadi. Dengan demikian,
kearifan lokal secara substansial merupakan nilai dan norma yang berlaku dalam suatu
masyarakat yang diyakini kebenarannya dan menjadi acuan dalam bertindak dan berperilaku
sehari-hari. Dengan kata lain kearifan lokal adalah kemampuan menyikapi dan memberdayakan
potensi nilai-nilai luhur budaya setempat. Oleh karena itu, kearifan lokal merupakan entitas yang
sangat menentukan harkat dan martabat manusia dalam komunitasnya (Geertz, 2007). Perilaku
yang bersifat umum dan berlaku di masyarakat secara meluas, turun temurun, akan berkembang
menjadi nilai-nilai yang dipegang teguh, yang selanjutnya disebut sebagai budaya. Kearifan lokal
didefinisikan sebagai kebenaran yang telah mentradisi atau ajeg dalam suatu daerah (Gobyah,
2003). Kearifan lokal (local wisdom) dapat dipahami sebagai usaha manusia dengan
menggunakan akal budinya (kognisi) untuk bertindak dan bersikap terhadap sesuatu, objek, atau
peristiwa yang terjadi dalam ruang tertentu (Ridwan, 2007).
Keanekaragaman nilai sosial budaya masyarakat yang terkandung di dalam kearifan lokal
itu umumnya bersifat verbal dan tidak sepenuhnya terdokumentasi dengan baik. Di samping itu
ada norma-norma sosial, baik yang bersifat anjuran, larangan, maupun persyaratan adat yang
ditetapkan untuk aktivitas tertentu yang perlu dikaji lebih jauh. Dalam hal ini perlu
dikembangkan suatu bentuk knowledge management terhadap berbagai jenis kearifan lokal
tersebut agar dapat digunakan sebagai acuan dalam proses perencanaan, pembinaan dan
pembangunan kesejahteraan masyarakat secara berkesinambungan.
Modal dasar bagi segenap elit dan segenap agen pembaharu bangsa adalah perlu adanya
ketulusan untuk mengakui kelemahan, ikhlas membuang egoisme, keserakahan, bersedia
menggali kekuatan nilai-nilai budaya yang ada pada kelompok masyarakat daerah masingmasing, dan bersedia berbagi dengan pihak lain sebagai entitas dari bangsa yang sama. Para elit
di berbagai tingkatan harus mampu menjadi garda depan, bukan sekedar bisa berbicara dalam
janji, tapi harus mampu memberikan bukti tindakan nyata dalam bentuk keberpihakan pada
kepentingan masyarakat. Harapannya adalah untuk menyatukan gerak langkah antara satu sama
lain, masyarakat bersama-sama menggali sumber kehidupan secara arif dan bijak, sehingga ada
jalan menuju kehidupan yang lebih baik, damai, adil dan sejahtera.
Upaya yang perlu dilakukan adalah menguak makna substantif nilai-nilai kearifan lokal.
Keterbukaan dikembangkan menjadi kejujuran dalarn setiap aktualisasi pergaulan, pekerjaan dan
pembangunan, beserta nilai-nilai budaya lain yang menyertainya. Budi pekerti dan norma
kesopanan diformulasi sebagai keramahtamahan yang tulus. Harga diri diletakkan dalam upaya
pengembangan prestasi, bukan untuk membangun kesombongan. Ketulusan, memang perlu
dijadikan modal dasar bagi segenap unsur bangsa. Ketulusan untuk mengakui kelemahan diri
masing-masing, dan ketulusan untuk membuang egoisme, keserakahan, serta mau berbagi
dengan yang lain sebagai entitas dari bangsa yang sama. Dari ketulusan, seluruh elemen bangsa
yang majernuk masing-masing merajut kebhinnekaan, kemudian menjadikannya sebagai
semangat nasionalisme yang kokoh. Pada saat yang sama, hasil rekonstruksi ini perlu dibumikan
dan disebarluaskan ke dalam seluruh masyarakat sehingga menjadi identitas kokoh bangsa,
bukan sekadar menjadi identitas suku atau masyarakat tertentu.
memiliki asal-usul keturunan yang sama dengan didukung oleh suatu kepercayaan yang
berbentuk mitos-mitos yang hidup di dalam masyarakat.
Kemajemukan budaya lokal di Indonesia tercermin dari keragaman budaya dan adat
istiadat dalam masyarakat. Suku bangsa di Indonesia, seperti suku Jawa, Sunda, Batak, Minang,
Timor, Bali, Sasak, Papua, dan Maluku memiliki adat istiadat dan bahasa yang berbeda-beda.
Setiap suku bangsa tersebut tumbuh dan berkembang sesuai dengan alam lingkungannya.
Keadaan geografis yang terisolir menyebabkan penduduk setiap pulau mengembangkan pola
hidup dan adat istiadat yang berbeda-beda. Misalnya, perbedaan bahasa dan adat istiadat antara
suku bangsa Gayo-Alas di daerah pegunungan Gayo-Alas dengan penduduk suku bangsa Aceh
yang tinggal di pesisir pantai Aceh
3. Ciri Budaya Lokal
Ciri-ciri budaya lokal dapat dikenali dalam bentuk kelembagaan sosial yang dimiliki oleh
suatu suku bangsa. Kelembagaan sosial merupakan ikatan sosial bersama di antara anggota
masyarakat yang mengoordinasikan tindakan sosial bersama antara anggota masyarakat.
Lembaga sosial memiliki orientasi perilaku sosial ke dalam yang sangat kuat. Hal itu ditunjukkan
dengan orientasi untuk memenuhi kebutuhan anggota lembaga sosial tersebut. Dalam lembaga
sosial, hubungan sosial di antara anggotanya sangat bersifat pribadi dan didasari oleh loyalitas
yang tinggi terhadap pemimpin dan gengsi sosial yang dimiliki. Bentuk kelembagaan sosial
tersebut dapat dijumpai dalam sistem gotong royong di Jawa dan di dalam sistem banjar atau
ikatan adat di Bali. Gotong royong merupakan ikatan hubungan tolong-menolong di antara
masyarakat desa. Di daerah pedesaan pola hubungan gotong royong dapat terwujud dalam
banyak aspek kehidupan. Kerja bakti, bersih desa, dan panen bersama merupakan beberapa
contoh dari aktivitas gotong royong yang sampai sekarang masih dapat ditemukan di daerah
pedesaan. Di dalam masyarakat Jawa, kebiasaan gotong royong terbagi dalam berbagai macam
bentuk. Bentuk itu di antaranya berkaitan dengan upacara siklus hidup manusia, seperti
perkawinan, kematian, dan panen yang dikemas dalam bentuk selamatan
4. Permasalahan Budaya Lokal
Dalam permasalahan pada budaya lokal, telah di analisiskan dengan analisis SWOT
sebagai berikut:
a. Kekuatan (Strength)
1) Kekuatan dari suatu nilai kearifan dalam berbudaya lokal adalah perlu adanya
bimbingan terhadap generasi muda kita agar nilai dalam unsur kebudayaan yang
ada di indonesia tetap melekat pada diri generasi muda kita sehingga tidak
hilang suatu ajaran yang bernilai positif pada kebudayaan yang ada di indonesia.
2) Nilai Bhineka Tunggal Ika sebagai sikap social yang menyadari akan
kebersamaan ditengah perbedaan, dan perbedaan dalam kebersamaan. Semangat
ini sangat penting untuk diaktualisasikan dalam tantanan kehidupan social yang
multicultural.
3) Nilai moral sosial itu terkait hubungan manusia dengan manusia yang lain dalam
kehidupan bermasyarakat. Dalam melakukan hubungan tersebut, manusia perlu
memahami norma-norma yang berlaku agar hubungannya dapat berjalan lancar
atau tidak terjadi kesalah pahaman.
4) Nilai kearifan lokal menyama braya; mengandung makna persamaan dan
persaudaraan dan pengakuan social bahwa kita adalah bersaudara. Sebagai satu
kesatuan sosial persaudaraan maka sikap dan prilaku dalam memandang orang
lain sebagai saudara yang patut diajak bersama dalam suka dan duka
b. Kelemahan (Weakness)
1) Kurang adanya partisipasi kepada seluruh kalangan masyarakat ataupun generasi
muda untuk mempertahankan suatu kebudayaan yang ada di indonesia,
kebudayaan yang turunan dari leluhur kita dan banyak sekali mengandung arti
tersendiri bagi bangsa indonesia yaitu nilai arti dalam kehidupan sosial baik
dalam bertutur kata yang baik ataupun tingkah laku.
2) Seiring dengan perkembangan pesatnya suatu zaman sehingga nilai dari kearifan
kebudayaan yang ada maka tertinggalah suatu nilai kebudayaan di indonesia
sehingga sedikit sekali masyarakat indonesia yang masih melestarikan budaya
indonesia yang ada pada saat ini.
3) Kurang dapat perhatian dari pemerintah sekitar mengenai kearifan kebudayaan
yang ada disekitarnya sehingga masyarakat sekitarnya kurang begitu mau
mempelajarinya sehingga norma-norma yang terkandung dalam suatu kearifan
kebudayaan yang ada di indonesia sedikit terlupakan.
2) Kemajuan pesat teknologi pada saat ini sehingga sedikit sekali masyarakat
indonesia mempunyai peranan penting dalam tanggung jawab bersama sebagai
dalam memajukan kebudayaan yang ada di indonesia.
3) Terlalu mengesampingkan perihal mengenai kebudayaan yang ada di indonesia
dan masyarakat indonesia juga terlalu mengikuti perkembangan zaman jadi
sedikit sekali perhatian terhadap setiap warga negara indonesia dalam
berpartisipasi memajukan budaya indonesia.
4) Kearifan dalam sifat perilaku manusia dalam kehidupan sehari-hari perlu
mendapatkan perhatian khusus karena pada dasarnya ini semua kembali kepada
masyarakat indonesianya juga untuk melestarikan kebudayaan yang ada di
indonesia