Anda di halaman 1dari 3

DIAGNOSIS

Berdasarkan anamnesis gejala yang sering muncul adalah sesak napas (didapatkan
pada 80-100% pasien), nyeri dada (didapatkan pada 75-90% pasien), batuk-batuk
(didapatkan pada 25-35% pasien), tidak menunjukkan gejala (didapatkan pada 510% pasien dan biasanya pada pneumotoraks spontan primer). Pada pemeriksaan
fisik didapatkan suara napas melemah smapai menghilang, fremitus melemah
sampai menghilang, resonansi perkusi dapat normal atau hipersonor. Pneumotoraks
ukuran kecil biasanya hanya menimbulkan takikardi ringan dan gejala yang tidak
khas. Pada pneumotoraks ukuran besar biasanya didapatkan suara napas yang
melemah bahkan sampai menghilang pada auskultasi, fremitus raba menurun dan
perkusi hipersonor. Pneumotoraks tension dicurigai apabila didapatkan adanya
takikardi berat, hipotensi, dan pergeseran mediastinum atau trakea. (Hisyam B,
Budiono E. Pneumotoraks spontan dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I,
Simadibrata M, Setiati S, editor. Buku ajar ilmu penyakit dalam edisi empat. Jakarta:
Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2006.h. 1064-5.)
Diagnosis pneumotoraks spontan primer diperoleh berdasarkan riwayat p enyakit
pasien dan dikonfirmasi dengan adanya gambaran garis pleura visceral yang tipis
(lebar < 1 mm) pada foto toraks PA. Foto toraks yang didapatkan saat ekspirasi
membantu mengidentifikasi pneumotoraks yang kecil di daerah apeks. (Bradley M,
Williams C, Walshaw MJ. The value of routine expiratory chest films in the diagnosis
of pneumothorax. Arch Emerg Med 1991;8:115-116.)
Pasien dengan emfisema bulosa dapat memiliki gambaran radiografi bula yang
besar yang bisa tampak seperti pneumotoraks. Untuk mengidentifikasi adanya
pneumotoraks adalah dengan garis pleura viseral yang tampak lurus atau cembung
terhadap dinding dada, sementara pada bula memiliki gambaran konkaf. Pada
pasien yang diagnosisnya belum dapat ditegakkan, pemeriksaan CT-scan dada
mungkin

diperlukan

untuk

membedakan

dua

keadaan

ini

karena

hanya

pneumotoraks yang bisa diterapi dengan pemasangan tube torakostomi. (Bourgouin


P, Cousineau G, Lemire P, Hebert G. Computed tomography used to exclude
pneumothorax in bullous lung disease. J Can Assoc Radiol 1985;36:341-342.)

Pada pemeriksaan CT-scan pneumotoraks tension didapatkan adanya kolaps paru,


udara di rongga pleura, dan deviasi dari struktur mediastinum. Pemeriksaan CT-scan
lebih sensitif daripada foto toraks pada pneumotoraks yang kecil walaupun gejala
klinisnya masih belum jelas. Penggunaan USG untuk mendiagnosis pneumotoraks
masih

dalam

pengembangan.

Di

beberapa

pusat

trauma,

pendeteksian

pneumotoraks sudah dimasukkan sebagai bagian dari pemeriksaan FAST (Focused


Abdominal Sonography for Trauma).
Pemeriksaan

endoskopi

(torakoskopi)

merupakan

pemeriksaan

invasif

tetapi

memiliki sensitifitas yang lebih besar dibandingkan pemeriksaan CT-scan. Menurut


Swierenga dan Vanderschueren, hasil pemeriksaan endoskopi dapat dibagi menjadi
4 bagian, yaitu :
-

Derajat I : pneumotoraks dengan gambaran paru yang mendekati normal


(40%)

Derajat II : pneumotoraks disertai perlengketan disertai hemotoraks (12%)

Derajat III : pneumotoraks dengan diameter bleb atau bulla < 2 cm (31%)

Derajat IV : Pneumotoraks dengan banyak bulla yang besar, diameter > 2 cm


(17%)

Cara menetukan ukuran presentase pneumotoraks diantaranya :


Volume paru dan hemitoraks dihitung sebagai diameter kubus. Jumlah (isi) paru
yang kolaps ditentukan dengan rata-rata diameter kubus paru dan toraks sebagai
nilai perbandingan (rasio). Misalnya: diameter kubus rata-rata hemitoraks 10 cm
dan diameter kubus rata-rata paru yang kolaps 8 cm, maka rasio diameter kubus
adalah 83/103 = 512/1000, sehingga diperkirakan ukuran pneumotoraksnya 50%.
Menjumlahkan jarak terjauh antara celah pleura pada garis vertikal ditambah
dengan jarka terjauh celah pleura pada garis horizontal ditambah dengan jarka
terdekat celah pleura pada garis horizontal, kemudian dibagi 3 dan dikalikan 10.
(Hisyam B, Budiono E. Pneumotoraks spontan dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi
I, Simadibrata M, Setiati S, editor. Buku ajar ilmu penyakit dalam edisi empat.
Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2006.h. 1064-5.)

Anda mungkin juga menyukai