Oleh :
Ferika Brillian S.
G99131084
Diwiasti F. Yasmin
G99131034
Hanifah Astrid E.
G99131041
Pratiwi Prasetya P.
G99131064
Pembimbing :
Asih Anggraeni, dr.SpOG
2014
IMPENDING EKLAMPSIA DENGAN HELLP SYNDROME, INTRA
UTERINE FETAL DEATH , PRESENTASI BOKONG, PADA
PRIMIGRAVIDA HAMIL PRETERM BELUM DALAM PERSALINAN
DENGAN HIPOALBUMIN (2,3 g/dl)
Abstrak
BAB I
PENDAHULUAN
Tiga penyebab utama kematian ibu dalam bidang obstetri adalah: pendarahan
45%, infeksi 15%, dan preeklampsia 13%. Sisanya terbagi atas partus macet, abortus
yang tidak aman, dan penyebab tidak langsung lainnya. Dalam perjalanannya, berkat
kemajuan dalam bidang anestesia, teknik operasi, pemberian cairan infus dan
transfusi, dan peranan antibiotik yang semakin meningkat, maka penyebab kematian
ibu karena pendarahan dan infeksi dapat diturunkan secara nyata. Sebaliknya pada
penderita preeklampsia, karena ketidaktahuan dan sering terlambat mencari
pertolongan setelah gejala klinis berkembang menjadi preeklampsia berat dengan
segala komplikasinya, angka kematian ibu bersalin belum dapat diturunkan.1
Pada ibu hamil dikatakan terjadi preeklampsia apabila dijumpai tekanan darah
140/90 mmHg setelah kehamilan 20 minggu disertai dengan proteinuria 300
mg/24 jam atau pemeriksaan dengan dipstick 1+. Dalam pengelolaan klinis,
preeklampsia dibagi menjadi preeklampsia ringan, preeklampsia berat, impending
eklampsia, dan eklampsia. Disebut impending eklampsia apabila pada penderita
ditemukan keluhan seperti nyeri epigastrium, nyeri kepala frontal, skotoma, dan
pandangan kabur (gangguan susunan syaraf pusat), gangguan fungsi hepar dengan
meningkatnya alanine atau aspartate amino transferase, tanda-tanda hemolisis dan
mikroangiopatik, trombositopenia < 100.000/mm3, dan munculnya komplikasi
sindroma HELLP.1
Impending eklampsia merupakan masalah yang serius dalam kehamilan
karena komplikasi-komplikasi yang dapat timbul baik pada ibu maupun pada janin.
Komplikasi pada ibu antara lain gagal ginjal akibat nekrosis tubuler akut, nekrosis
kortikal akut, gagal jantung, edema paru, trombositopenia, DIC, dan cerebrovascular
accident. Sedangkan komplikasi pada janin antara lain prematuritas ekstrem,
intrauterine growth retardation (IUGR), solusio plasenta, dan asfiksia perinatal.
Oleh karena itu dibutuhkan penanganan secara cepat dan tepat apabila dijumpai
kasus kehamilan dengan impending eklampsia.2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. PREEKLAMPSIA
Preeklampsia adalah kelainan multisistem spesifik pada kehamilan yang
ditandai oleh timbulnya hipertensi dan proteinuria setelah umur kehamilan 20
minggu. Kelainan ini dianggap berat jika tekanan darah dan proteinuria
meningkat secara bermakna atau terdapat tanda-tanda kerusakan organ (termasuk
gangguan pertumbuhan janin). 2
Preeklampsia dibagi menjadi 2 golongan, yaitu2 :
1.
Preeklampsia ringan
a)
Tekanan darah 140/90 mmHg yang diukur pada posisi terlentang; atau
kenaikan sistolik 30 mmHg; atau kenaikan tekanan diastolik 15
mmHg.
b)
c)
Oedem umum, kaki, jari tangan dan muka, atau kenaikan berat badan
1 kg per minggu.
d)
2.
Preeklampsia berat
Definisi: preeklamsi dengan tekanan darah sistolik 160 mmHg dan
tekanan darah diastolik 110 mmHg disertai proteinuria lebih dari 5
gram/24 jam. Dibagi menjadi menjadi dua yaitu preeklamsia berat dengan
impending eklampsia dan preeklamsia berat tanpa impending eklampsia. Pre
eklampsia digolongkan berat bila terdapat satu atau lebih gejala:
a) Tekanan sistole 160 mmHg atau lebih, atau tekanan diastole 110 mmHg
atau lebih dan tidak turun walaupun sudah menjalani perawatan di RS
dan tirah baring
b) Proteinuria 5 gr atau lebih per jumlah urin selama 24 jam atau +3
dipstik
c) Oliguria, air kencing kurang dari 500 cc dalam 24 jam.
d) Kenaikan kreatinin serum
e) Gangguan visus dan serebral; penurunan kesadaran, nyeri kepala,
skotoma, dan pandangan kabur
f) Nyeri di daerah epigastrium dan nyeri kuadran atas kanan abdomen
karena teregangnya kapsula Glisson
g) Terjadi oedema paru-paru dan sianosis
h) Hemolisis mikroangiopatik
i) Terjadi gangguan fungsi hepar peningkatan SGOT dan SGPT
j) Pertumbuhan janin terhambat
k) Trombositopenia berat (< 100.000 sel/mm3) atau penurunan trombosit
dengan cepat.
l) Sindroma Hellp.
Menurut Organization Gestosis, impending eklampsia adalah gejala-gejala
oedema, protenuria, hipertensi disertai gejala subyektif dan obyektif. Gejala
subyektif antara lain: nyeri kepala, gangguan visual dan nyeri epigastrium.
Sedangkan gejala obyektif antara lain hiperrefleksia, eksitasi motorik dan
sianosis. 3
Diagnosis dari preeklamsia berat dapat ditentukan secara klinis maupun
laboratorium. Secara Klinis3 :
1. Nyeri epigastrik
2. Gangguan penglihatan
3. Sakit kepala yang tidak respon terhadap terapi konvensional
4. Terdapat IUGR
5. Sianosis, edema pulmo
6. Tekanan darah sistolik 160 mmHg atau 110 mmHg untuk tekanan
darah diastolik (minimal diperiksa dua kali dengan selang waktu 6
jam)
7. Oliguria (< 400 ml selama 24 jam)
Sedangkan dari pemeriksaan laboratorium 3:
1. Proteinuria (2,0 gram/24 jam atau > +2 pada dipstik)
2. Trombositopenia (<100.000/mm3)
3. Creatinin serum >1,2 mg/dl kecuali apabila diketahui telah meningkat
sebelumnya
4. Hemolisis mikroangiopatik (LDH meningkat)
5. Peningkatan LFT (SGOT,SGPT)
Prinsip penatalaksanaan preeklamsia berat adalah mencegah timbulnya
kejang, mengendalikan hipertensi guna mencegah perdarahan intrakranial serta
kerusakan dari organ-organ vital dan melahirkan bayi dengan selamat.
Pada preeklamsia berat, penundaan merupakan tindakan yang salah. Karena
preeklamsia sendiri bisa membunuh janin. PEB dirawat segera bersama dengan
bagian
Interna
dan
Neurologi,
dan
kemudian
Perawatan aktif
Berarti kehamilan harus segera diakhiri. Indikasi :
Bila didapatkan satu atau lebih dari keadaan berikut ini
Keadaan Ibu :
a). Kehamilan lebih dari 37 minggu
b). Adanya tanda-tanda terjadinya impending eklampsia
c). Kegagalan terapi pada perawatan konservatif.
Keadaan Janin
a). Adanya tanda-tanda gawat janin
ditentukan
jenis
Pengelolaan Konservatif
Pengelolaan Konservatif yang berarti kehamilan tetap dipertahankan.
Indikasinya adalah kehamilan kurang bulan (< 37 minggu) tanpa disertai
tanda-tanda impending eklamsi dengan keadaan janin baik.
3.
Medikamentosa
Sama dengan perawatan medisinal pada pengelolaan secara aktif.
Hanya dosis awal MgSO4 tidak diberikan i.v. cukup i.m. saja (MgSO4 40%
8 gr i.m.). 2
Penggunaan obat hipotensif pada preeklamsia berat diperlukan karena
dengan menurunkan tekanan darah kemungkinan kejang dan apopleksia
serebri
menjadi
lebih
kecil.
Namun,
dari
penggunaan
obat-obat
hendaknya persalinan diakhiri dengan cunam atau vakum. Pada gawat janin,
dalam kala I, dilakukan segera seksio sesarea; pada kala II dilakukan
ekstraksi dengan cunam atau ekstraktor vakum.
Prognosis PEB dan eklampsia dikatakan jelek karena kematian ibu
antara 9,8 20,5%, sedangkan kematian bayi lebih tinggi lagi, yaitu 42,2
48,9%. Kematian ini disebabkan karena kurang sempurnanya pengawasan
antenatal, disamping itu penderita eklampsia biasanya sering terlambat
mendapat pertolongan. Kematian ibu biasanya karena perdarahan otak,
decompensatio cordis, oedem paru, payah ginjal dan aspirasi cairan
lambung. Sebab kematian bayi karena prematuritas dan hipoksia intra
uterin.2
B. SINDROMA HELLP
1. Definisi
Sindroma HELLP yang merupakan singkatan dari Hemolysis, Elevated
Liver enzymes and Low Platelet counts, pertama kali dilaporkan oleh Louis
Weinstein tahun 1982 pada penderita PEB. Sindroma ini merupakan
kumpulan gejala multi sistem pada penderita PEB dan eklampsia yang
terutama ditandai dengan adanya hemolisis, peningkatan kadar enzim hepar
dan trombositopeni 4
2. Insiden
Insiden sindroma HELLP sampai saat ini belum diketahui dengan
pasti. Hal ini disebabkan karena onset sindroma ini sulit diduga, gambaran
klinisnya sangat bervariasi dan perbedaan dalam kriteria diagnosis. Insiden
sindroma HELLP berkisar antara 2 12% dari pasien dengan PEB, dan
berkisar 0,2 0, 6% dari seluruh kehamilan4
3. Patogenesis
Karena sindroma HELLP adalah merupakan bagian dari pre
eklampsia, maka etiopatogenesisnya sama dengan pre eklampsia. Sampai saat
ini belum diketahui dengan pasti patogenesis pre eklampsia atau sindroma
HELLP.
Ada perbedaan yang nyata antara kehamilan normal dan pre
eklampsia, yaitu pada tekanan darah pada trimester II (kehamilan normal)
menurun, sedangkan kadar plasma renin, angiotensin II, prostasiklin dan
volume darah meningkat. Lain halnya pada pre eklampsia, tekanan darah pada
trimester II meningkat, sedangkan kadar plasma renin, angiotensin II dan
prostasiklin menurun. Beberapa ahli menitikberatkan pada gangguan fungsi
endotel atau trofoblast dan teori ini dikenal dengan teori kerusakan endotel.
4. Klasifikasi
Berdasarkan
hasil
pemeriksaan
laboratorium,
Martin
Kelas II
pemeriksaan apusan darah, jumlah trombosit dan enzim hepar serta tekanan
darah ibu.
5. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium pada sindroma HELLP sangat diperlukan
karena diagnosis ditegakkan berdasarkan hasil laboratorium, walaupun sampai
saat ini belum ada batasan yang tegas tentang nilai batas untuk masing-masing
parameter.
Hemolisis
Menurut Weinstein (1982) dan Sibai (1986) gambaran ini merupakan
gambaran yang spesifik pada sindroma HELLP. Hemoglobin bebas dalam
sistem retikulo endothelial akan berubah menjadi bilirubin. Peningkatan
kadar
bilirubin
intravaskuler
menunjukkan
menyebabkan
terjadinya
sumsum
hemolisis.
tulang
Hemolisis
merespon
dengan
dehidrogenase
(LDH)
adalah
enzim
katalase
yang
SGOT 72 IU/L
Trombosit 100.000/mm3
7. Penatalaksanaan
Mengingat kejadian sindroma HELLP pada kehamilan muda, maka
terdapat kontroversi pada penanganan sindroma HELLP. Prioritas utama adalah
menstabilkan kondisi ibu terutama jika terjadi gangguan pembekuan darah. Tahap
berikutnya adalah melihat kesejahteraan janin, kemudian keputusan segera apakah
ada indikasi untuk dilahirkan atau tidak.
Sebagian setuju untuk melakukan perawatan secara konservatif sampai
kematangan paru janin tercapai dalam upaya meningkatkan kualitas bayi yang
dilahirkan. Sebagian lainnya melakukan tindakan agresif untuk melakukan
terminasi secepatnya apabila gangguan fungsi hati dan koagulasi diketahui.
Beberapa peneliti menganjurkan terminasi kehamilan dengan segera tanpa
memperhitungkan usia kehamilan, mengingat besarnya risiko maternal serta
jeleknya luaran perinatal apabila kehamilan diteruskan. Namun semua peneliti
ibu.
Anak
yang
menderita
sindroma
HELLP
mengalami
Preeklampsia
Eklampsia
Hemoglobinopati
Umur ibu hamil yang tua
Penyakit Rh
Ruptur uteri
Sindrom antifosfolipid
Hipotensi maternal akut
Kematian maternal
Kemungkinan penyebab dari faktor janin:
IUGR
Kelainan kongenital
Kelainan genetik
Vasa previa
Multigravida
Riwayat IUFD
Infertilitas ibu
Obesitas
Diagnosis
1. Anamnesis : ibu tidak merasakan gerakan janin dalam beberapa hari. Ibu
merasakan perutnya tidak bertambah besar, bahkan bertambah kecil. Atau ibu
belakangan ini merasa perutnya sering menjadi keras dan merasakan sakit
seperti mau melahirkan.
2. Inspeksi : tidak terlihat gerakan janin, yang biasanya dapat terlihat pada ibu
hamil yang kurus.
3. Palpasi :
o Tinggi fundus uteri lebih rendah dari usia kehamilan.
o Tidak teraba gerakan janin.
o Dengan palpasi yang teliti, dapat dirasakan adanya krepitasi pada tulang
kepala janin.
4. Auskultasi : tidak terdengar denyut jantung janin.
5. Reaksi kehamilan : tes kehamilan negatif setelah beberapa minggu janin mati
dalam kandungan.
6. USG : tidak terlihat denyut jantung janin dan gerakan-gerakan janin.
Penanganan
1. Bila telah diduga terjadi kematian janin dalam rahim, tidak perlu terburu-buru
bertindak, sebaiknya diobservasi dulu dalam 2-3 minggu untuk mencari
kepastian diagnosis. 75% pasien akan melahirkan janinnya yang mati secara
spontan dalam masa itu. Apabila setelah 2 minggu belum lahir, dapat
dilakukan induksi dengan amniotomi, dan pemberian oksitosin atau
prostaglandin.
2. Bila partus belum dimulai, maka ibu harus dirawat agar dapat dilakukan
induksi partus.7,8
Komplikasi
Kematian janin dalam kandungan (IUFD)
4. Stadium maserasi III, terjadi kira-kira 3 minggu setelah anak mati. Badan
janin sangat lemas, hubungan antar tulang sangat longgar dan terjadi edem di
bawah kulit.8
D. PRESENTASI BOKONG
Definisi
Presentasi Bokong merupakan letak memanjang dengan bokong sebagai
bagian yang terendah sehingga kepala berada di fundus uteri dan bokong berada di
bagian bawah kavum uteri. 9
Etiologi
Secara garis besar penyebab letak sungsang berasal dari faktor janin
(kembar, hidrosefalus, anensefali, oligohidramnion dan polihidramnion) dan faktor
ibu (uterus abnormal / uterus bikornus, plasenta previa, plasenta di fundus). 9
Letak janin dalam uterus bergantung pada proses adaptasi janin terhadap
ruangan dalam uterus. Pada kehamilan sampai kurang lebih 32 minggu, jumlah air
ketuban relatif lebih banyak, sehingga memungkinkan janin bergerak dengan
leluasa. Dengan demikian janin dapat menempatkan diri dalam presentasi kepala,
letak sungsang atau letak lintang.10
Pada kehamilan triwulan terakhir janin tumbuh dengan cepat dan jumlah
air ketuban relatif berkurang. Karena bokong dengan kedua tungkai terlipat lebih
besar daripada kepala, maka bokong dipaksa untuk menempati ruang yang lebih
luas di fundus uteri, sedangkan kepala berada ruangan yang lebih kecil di segmen
bawah uterus. Dengan demikian dapat dimengerti mengapa pada kehamilan belum
cukup bulan, frekuensi letak sungsang lebih tinggi, sedangkan pada kehamilan
cukup bulan, janin sebagian besar ditemukan dalam presentasi kepala.10
Karena berbagai sebab yang belum diketahui begitu jelas, menjelang
kehamilan aterm, kavum uteri telah mempersiapkan janin pada posisi longitudinal
dengan presentasi belakang kepala. Presentasi bokong umumnya terjadi pada akhir
trimester kedua kehamilan atau mendekati aterm.9
Klasifikasi .11
1. Presentasi bokong murni (Frank Breech)
Yaitu fleksi ekstremitas bawah pada sendi paha dan ekstensi lutut sehingga
kaki terletak berdekatan dengan kepala.
b) Letak lutut :
1) Kedua lutut terletak paling rendah (letak lutut sempurna)
2) Hanya satu lutut terletak paling rendah (letak lutut tak sempurna)
Penanganan
Waktu kehamilan 7
Jika kausa dapat disingkirkan, tak ada kontra-indikasi maka lakukan versi
luar. Mengenai versi luar ini ada yang berpendapat tidak usah dilakukan karena
kita jangan menyalahi hukum alam Jangan berbuat lebih pandai dari hukum
alam. Versi luar ialah tindakan dari luar yang dikerjakan dengan dua tangan
untuk merubah/ memperbaiki presentasi janin. Waktu persalinan lakukan versi luar
bila syarat dipenuhi dan tak ada kontraindikasi.
bagi janin, yang gejala-gejalanya akan tampak pada waktu persalinan maupun
dikemudian hari. Namun hal ini tidak berarti bahwa semua presentasi bokong
harus harus dilahirkan secara perabdominam.
Beberapa kriteria yang dapat dipakai pegangan bawa presentasi bokong harus
dilahirkan secara perabdominam, antara lain;
1. Primigravida tua,
2. Nilai sosial janin tinggi,
3. Riwayat persalinan yang buruk,
4. Ketuban pecah > 12 Jam
5. Preterm sudah inpartu
6. Cacat rahim (bekas SC)
7. Tafsiran berat janin pada primi > 3500g, pada multi >4000g
8. Plasenta previa
9. Presentasi lutut/kaki
10. Kepala dalam posisi hiperekstensi
11. IUGR
12. Dicurigai terdapat kesempitan panggul
13. Prematuritas.
14. Nilai Zatuchi-Andros kurang atau sama dengan 3
Skore Zatuchi-Andros
Nilai
Keterangan
Paritas
Nulipara
Multipara
Umur kehamilan
> 39 minggu
38 minggu
<37 minggu
3630 g
3629 3176 g
<3175 g
Pernah presentasi
Belum
Pernah 1 kali
Pernah 2
bokong
pernah
Penurunan (station)
-3
- 2
>- 1
Pembukaan
< 2 cm
3 cm
> 4 cm
kali
Tindakan :
- Skore <3 : Seksio sesar
- Skore = 4 : Reevaluasi kalau tetap 4 lakukan seksio sesar
- Skore .>5 Pervaginam6
Komplikasi
Pada letak sungsang yang persisten, meningkatnya komplikasi berikut
harus diantisipasi: 6,10
1. Morbiditas dan mortalitas perinatal dari persalinan yang sulit.
2. Berat badan lahir yang rendah pada persalinan preterm, hambatan
pertumbuhan, atau keduanya.
3. Prolaps tali pusat atau Plasenta previa.
4. Kelainan fetus, neonatus, dan bayi.
5. Anomali uterus dan tumor.
6. Multipel fetus
7. Intervensi operatif, khususnya seksio sesarea.
Prognosis
Baik ibu maupun janin dengan letak sungsang memiliki risiko yang lebih
besar dibandingkan dengan letak kepala. Pada persalinan sungsang yang sulit
terdapat peningkatan risiko maternal. Manipulasi secara manual dalam jalan lahir
akan memperbesar risiko infeksi pada ibu. Berbagai perasat intra uteri, khususnya
dengan segmen bawah uterus yang sudah tipis, atau persalinan after coming head
lewat serviks yang belum berdilatasi lengkap, dapat mengakibatkan ruptura uteri,
laserasi serviks ataupun keduanya. Tindakan manipulasi tersebut dapat pula
menyebabkan pelebaran luka episiotomi dan robekan perineum yang dalam.
Anestesi yang memadai untuk menimbulkan relaksasi uterus yang nyata dapat pula
mengakibatkan atonia uteri yang selanjutnya diikuti oleh perdarahan postpartum
dari tempat implantasi plasenta. Meskipun demikian, secara umum prognosis bagi
ibu yang bayinya dilahirkan dengan ekstraksi bokong bagaimanapun juga lebih
baik bila dibandingkan pada tindakan seksio sesarea.
Bagi janin, prognosisnya kurang menguntungkan dan akan semakin serius
dengan semakin tingginya bagian presentasi pada awal dilakukannya ekstraksi
bokong. Di samping peningkatan risiko terjadinya ruptura tentorium dan
perdarahan intraserebral, yang menyertai persalinan sungsang, angka mortalitas
perinatal juga meningkat akibat semakin besarnya kemungkinan terjadinya trauma
lain pada saat dilakukan ekstraksi. Fraktur humerus dan klavikula tidak selalu
dapat dihindari ketika dilakukan pembebasan lengan, dan fraktur femur dapat
terjadi dalam pelaksanaan ekstraksi bokong pada persalinan frank breech yang
sulit. Kalau bayi ditarik keluar secara paksa lewat panggul yang sempit, fraktur
kompresi berbentuk sendok atau fraktur tengkorak yang sebenarnya, dengan akibat
yang umumnya fatal, bisa saja terjadi. Kadang-kadang leher bayi sendiri dapat
patah kalau pada waktu ekstraksi digunakan tenaga yang besar. Lebih lanjut,
prolapsus funikuli pada presentasi bokong tak lengkap jauh lebih sering dijumpai
bila dibandingkan pada presentasi verteks, dan komplikasi ini selanjutnya akan
memperburuk prognosis bagi bayi.6,10
E. KEHAMILAN PRETERM
Kehamilan preterm adalah suatu kehamilan yang terjadi pada seorang wanita
dengan usia kehamilan antara 20 minggu sampai 37 minggu, sedangkan
persalinan preterm atau kurang bulan didefinisikan sebagai masa kehamilan yang
terjadi sesudah 20 minggu dan sebelum genap 37 minggu.1
WHO (1979) membagi umur kehamilan dalam tiga kelompok yaitu:
a. Pre term
b. Aterm
c. Post term
F. PRIMIGRAVIDA
Primigravida adalah seorang wanita yang hamil untuk pertama kalinya.1
BAB III
ANALISIS KASUS
Pasien merupakan rujukan dari Klinik Bersalin Annisa Husada Kartasura
dengan keterangan primigravida hamil preterm dengan PEB.
Dari anamnesis saat ini kami dapatkan pasien usia 31 tahun hamil pertama
kali dan pasien merasa hamil 8 bulan lebih, gerakan janin sudah tidak dirasakan
pasien sejak 2 hari SMRS, kenceng-kenceng teratur belum dirasakan, air kawah
belum dirasakan keluar, lendir darah (-), pusing (+), pandangan kabur (+), nyeri ulu
hati (+). Riwayat hipertensi sebelumnya (-), sakit jantung (-), diabetes (-), alergi (-),
asma (-).
Dari pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 210/100 mmHg, pada
pemeriksaan abdomen didapatkan supel, nyeri tekan (+) pada daerah epigastrium,
teraba janin tunggal, intrauterine, memanjang, presentasi bokong, punggung kiri,
TFU 20 cm ~ TBJ 1300 gr, His (-), DJJ (-). Pada pemeriksaan dalam VT didapatkan
vulva/uretra tenang, dinding vagina dalam batas normal, portio lunak mencucu di
belakang, eff 20%, bokong floating, belum ada pembukaan, kulit ketuban dan
penunjuk belum dapat dinilai, air ketuban (-), STLD (-). Ekstremitas didapatkan
edema pada kedua tungkai.
Pemeriksaan penunjang tanggal 29 Oktober 2014 menunjukkan AT: 46
.103/UL, SGOT: 213 u/l, SGPT : 157 u/l, LDH : 2449 u/l, albumin 2,3 g/dl pada
pemeriksaan urin protein kuantitatif +3. Pada pemeriksaan USG 29 Oktober 2014 :
tampak janin tunggal, intra uterine, memanjang, presbo, puki, DJJ (-), dengan fetal
biometri : BPD= 7.72, FL= 4.61, AC= 23, EFW= 1042 gram. Plasenta insersi di
korpus kanan grade II. Air ketuban kesan cukup. Kesan : janin IUFD.
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang pasien
didiagnosis dengan impending eklamsia, HELLP sindrom, IUFD, presbo pada
primigravida hamil preterm belum dalam persalinan dengan hipoalbumin (2,3 g/dl).
dengan
MgSO4
dapat
menyebabkan
hipotensi
dan
blokade
neuromuskular.
Setelah tegak diagnosis Sindroma HELLP pada pasien ini segera diberikan
Dexamethasone
rescue,
yaitu
pemberian
double
strength
dexamethasone.
DAFTAR PUSTAKA
1. Sarwono Prawirohardjo dan Wiknjosastro. 2008. Ilmu Kandungan. FK UI.
Jakarta.
2. Abdul Bari S. 2006. Standar Pelayanan Medik Obstetri dan Ginekologi. PB
POGI, FKUI. Jakarta.
3. Budiono Wibowo. 1999. Pre eklampsia dan Eklampsia dalam Ilmu Kebidanan.
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta.
4. Haryono Roeshadi. 2004. Sindroma HELLP dalam Ilmu Kedokteran Maternal.
Himpunan Kedokteran Fetomaternal. Surabaya.
5. M. Dikman Angsar. 1995. Kuliah Dasar Hipertensi dalam Kehamilan (EPHGestosis). Lab/UPF Obstetri dan Ginekologi FK UNAIR/RSUD Dr. Sutomo.
6. Cunningham, Mac Donald, Gant, Levono, Gilstrap, Hanskin, Clark. 1997.
Williams Obstetrics 20th Prentice-Hall International,Inc.
7. Rustam Mochtar. 1998. Sinopsis Obstetri : Obstetri Fisiologi, Obstetri Patologi.
EGC. Jakarta.
8. Sastrawinata, S. 2003. Obstetri Patologi. EGC. Jakarta.
9. Martohoesodo,S., Hariadi,R. 2002. Distokia karena kelainan letak serta bentuk
janin, dalam Ilmu Kebidanan Edisi III, Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo, Jakarta: 595-636
10. Wiknjosastro H. 2002. Patologi Persalinan dan Penanganannya dalam Ilmu
Kebidanan, edisi ke-3. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka,: 607-622
11. Angsar,M.D., Setjalilakusuma,L. 2000. Persalinan sungsang dalam Ilmu Bedah
Kebidanan. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakartaz: 104-122.
12. Abdul Bari S. 2003. Standar Pelayanan Medik Obstetri dan Ginekologi. PB
POGI, FKUI. Jakarta.
13. Haryono Roeshadi. 2004. Sindroma HELLP dalam Ilmu Kedokteran Maternal.
Himpunan Kedokteran Fetomaternal. Surabaya.
14. M. Dikman Angsar. 1995. Kuliah Dasar Hipertensi dalam Kehamilan (EPHGestosis). Lab/UPF Obstetri dan Ginekologi FK UNAIR/RSUD Dr. Sutomo.
Surabaya.