Anda di halaman 1dari 21

HIPERBILIRUBIN

1. Definisi
Hiperbilirubin adalah meningkatnya kadar bilirubin dalam darah yang
kadar nilainya lebih dari normal (Suriadi, 2001). Nilai normal bilirubin indirek
0,3 1,1 mg/dl, bilirubin direk 0,1 0,4 mg/dl.
Hiperbillirubin ialah suatu keadaan dimana kadar billirubinemia
mencapai suatu nilai yang mempunyai potensi menimbulkan kernikterus kalau
tidak ditanggulangi dengan baik (Prawirohardjo,1997).
Hiperbilirubinemia (ikterus bayi baru lahir) adalah meningginya kadar
bilirubin di dalam jaringan ekstravaskuler, sehingga kulit, konjungtiva,
mukosa dan alat tubuh lainnya berwarna kuning (Ngastiyah, 2000).
Hiperbilirubin adalah suatu keadaan dimana kadar bilirubin dalam
darah melebihi batas atas nilai normal bilirubin serum. Berikut ini adalah
beberapa pendapat mengenai definisi hiperbilirubin, sebagai berikut:
Hiperbilirubin adalah suatu keadaan dimana konsentrasi bilirubin dalam
darah berlebihan sehingga menimbulkan joundice pada neonatus
(Dorothy R. Marlon, 1998)
Hiperbilirubin adalah kondisi dimana terjadi akumulasi bilirubin dalam
darah yang mencapai kadar tertentu dan dapat menimbulkan efek
patologis pada neonatus ditandai joudince pada sclera mata, kulit,
membrane mukosa dan cairan tubuh (Adi Smith, G, 1988).
Hiperbilirubin
adalah
peningkatan
kadar
bilirubin

serum

(hiperbilirubinemia) yang disebabkan oleh kelainan bawaan, juga dapat


menimbulkan ikterus. (Suzanne C. Smeltzer, 2001)
Hiperbilirubinemia adalah kadar bilirubin yang dapat menimbulkan efek
pathologis. (Markum, 1991:314)
2. Anatomi fisiologi hepar
Hati adalah organ yang terbesar yang terletak di sebelah kanan atas
rongga perut di bawah diafragma. Beratnya 1.500 gr atau 2,5 % dari berat

badan orang dewasa normal. Pada kondisi hidup berwarna merah tua karena
kaya akan persediaan darah. Hati terbagi menjadi lobus kiri dan lobus kanan
yang dipisahkan oleh ligamentum falciforme. Lobus kanan hati lebih besar
dari lobus kirinya dan mempunyai 3 bagian utama yaitu : lobus kanan atas,
lobus caudatus, dan lobus quadrates (Price & Wilson, 2005; 472)
Hati disuplai oleh dua pembuluh darah yaitu :
a) Vena porta hepatica yang berasal dari lambung dan usus, yang kaya akan
nutrien seperti asam amino, monosakarida, vitamin yang larut dalam air,
dan mineral.
b) Arteri hepatica, cabang dari arteri kuliaka yang kaya akan oksigen.
Cabang-cabang pembuluh darah vena porta hepatica dan arteri
hepatica mengalirkan darahnya ke sinusoid. Hematosit menyerap nutrien,
oksigen, dan zat racun dari darah sinusoid. Di dalam hematosit zat racun akan
dinetralkan sedangkan nutrien akan ditimbun atau dibentuk zat baru, dimana
zat tersebut akan disekresikan ke peredaran darah tubuh.
Hati merupakan organ patemkim yang paling besar, hati juga
menduduki urutan pertama dalam hal jumlah, kerumitan dan ragam fungsi.
Fungsi utama hati yaitu :

Untuk metabolisme protein, lemak, dan karbohidrat. Bergantung kepada

kebutuhan tubuh, ketiganya dapat saling dibentuk.


Untuk tempat penyimpanan berbagai zat seperti mineral (Cu, Fe) serta
vitamin yang larut dalam lemak (vitamin A, D, E, dan K), glikogen dan
berbagai racun yang tidak dapat dikeluarkan dari tubuh (contohnya :

pestisida DDT).
Untuk detoksifikasi dimana hati melakukan inaktivasi hormon dan

detoksifikasi toksin dan obat.


Untuk fagositosis mikroorganisme, eritrosit, dan leukosit yang sudah tua

atau rusak.
Untuk sekresi, dimana hati memproduksi empedu yang berperan dalam
emulsifikasi dan absorbsi lemak.

Ikterus adalah perubahan warna kuning pada kulit, membrane mukosa,


sclera dan organ lain yang disebabkan oleh peningkatan kadar bilirubin di
dalam darah. Ikterus dibagi menjadi 3 yaitu:
A. Ikterus Fisiologis
Ikterus fisiologis menurut Tarigan (2003) dan Callhon (1996) dalam
Schwats (2005) adalah ikterus yang memiliki karakteristik sebagai berikut:
Timbul pada hari kedua ketiga
Kadar bilirubin indirek setelah 2 x 24 jam tidak melewati 15 mg %
pada neonatus cukup bulan dan 10 mg % per hari pada kurang

bulan
Kecepatan peningkatan kadar bilirubin tidak melebihi 5 mg %

perhari
Kadar bilirubin direk kurang dari 1 mg %
Ikterus hilang pada 10 hari pertama
Tidak mempunyai dasar patologis

B. Ikterus Pathologis/ hiperbilirubinemia


Ikterus patologis/hiperbilirubinemia adalah suatu keadaan dimana kadar
konsentrasi bilirubin dalam darah mencapai nilai yang mempunyai potensi
untuk menimbulkan kern ikterus kalau tidak ditanggulangi dengan baik,
atau mempunyai hubungan dengan keadaan yang patologis. Ikterus yang
kemungkinan

menjadi

patologis

atau

hiperbilirubinemia

dengan

karakteristik sebagai berikut :


Menurut Surasmi (2003) bila :

Ikterus terjadi pada 24 jam pertama sesudah kelahiran


Peningkatan konsentrasi bilirubin 5 mg % atau > setiap 24 jam
Konsentrasi bilirubin serum sewaktu 10 mg % pada neonatus <

bulan dan 12,5 % pada neonatus cukup bulan


ikterus disertai proses hemolisis (inkompatibilitas darah, defisiensi

enzim G6PD dan sepsis).


Ikterus disertai berat lahir < 2000 gr, masa gestasi < 36 minggu,
asfiksia,

hipoksia,

sindrom

gangguan

pernafasan,

hipoglikemia, hiperkapnia, hiperosmolalitas darah.

infeksi,

Menurut tarigan (2003), adalah : Suatu keadaan dimana kadar bilirubin


dalam darah mencapai suatu nilai yang mempunyai potensi untuk
menimbulkan Kern Ikterus kalau tidak ditanggulangi dengan baik, atau
mempunyai hubungan dengan keadaan yang patologis. Brown menetapkan
hiperbilirubinemia bila kadar bilirubin mencapai 12 mg % pada cukup bulan,
dan 15 mg % pada bayi kurang bulan. Utelly menetapkan 10 mg % dan 15 mg
%.
C. Kern Ikterus
Adalah suatu kerusakan otak akibat perlengketan bilirubin indirek pada
otak. Kern Ikterus ialah ensefalopati bilirubin yang biasanya ditemukan
pada neonatus cukup bulan dengan ikterus berat (bilirubin lebih dari 20
mg %) dan disertai penyakit hemolitik berat dan pada autopsy ditemukan
bercak bilirubin pada otak. Kern ikterus secara klinis berbentuk kelainan
syaraf spatis yang terjadi secara kronik.
Klasifikasi
a) Ikterus prehepatik
Disebabkan oleh produksi bilirubin yang berlebihan akibat hemolisis sel
darah merah. Kemampuan hati untuk melaksanakan konjugasi terbatas
terutama pada disfungsi hati sehingga menyebabkan kenaikan bilirubin
yang tidak terkonjugasi.
b) Ikterus hepatic
Disebabkan karena adanya kerusakan sel parenkim hati. Akibat kerusakan
hati maka terjadi gangguan bilirubin tidak terkonjugasi masuk ke dalam
hati serta gangguan akibat konjugasi bilirubin yang tidak sempurna
dikeluarkan ke dalam doktus hepatikus karena terjadi retensi dan
regurgitasi.
c) Ikterus kolestatik
Disebabkan oleh bendungan dalam saluran empedu sehingga empedu dan
bilirubin terkonjugasi tidak dapat dialirkan ke dalam usus halus. Akibatnya

adalah peningkatan bilirubin terkonjugasi dalam serum dan bilirubin


dalam urin, tetapi tidak didaptkan urobilirubin dalam tinja dan urin.
d) Ikterus neonatus fisiologi
Terjadi pada 2-4 hari setelah bayi baru lahir dan akan sembuh pada hari
ke-7. penyebabnya organ hati yang belum matang dalam memproses
bilirubin.
e) Ikterus neonatus patologis
Terjadi karena factor penyakit atau infeksi. Biasanya disertai suhu badan
yang tinggi dan berat badan tidak bertambah.
3. ETIOLOGI
Penyebab dari hiperbilirubinemia antara lain :
1. Penghancuran sel darah merah (hemolisis sel darah merah). Misalnya:
pada ketidak selarasan golongan darah rhesus dan ABO (inkompatibilitas),
definisi G6PD, sepsis.
2. Metabolisme bilirubin

yang

terganggu.

Misalnya:

premature,

Cepalenhepar belum matang, hiperprotein/albumin.


3. Ekskresi bilirubin yang terganggu
4. Peningkatan produksi bilirubin dan sirkulasi enterohepatik, penurunan
ambilan bilirubin ke dalam hepar.
5. Asal etnik, mereka yang berasal dari Korea, Cina, serta Jepang dan
Indian Amerika memiliki kadar bilirubin yang lebih tinggi.
6. Bayi dari ibu diabetes (IDM).
7. Peningkatan destruksi SDM
Isoimunisasi (Kehamilan dan Pelahiran Risiko

Tinggi,

inkompatibilitas ABO atau RH): periksalah golongan darah dan RH


bayi, Coombs, hitung darah lengkap, serta hitung retikulosit untuk
menentukan adanya penyakit hemilitik.
Defek metabolisme SDM: Defek enzim SDM menganggu fungsi
eritrosit dan memperpendek rentang hidup SDM (misal : definisi
G6PD, defisiensi piruvat kinase, defisiensi heksokinase, serta
porfiria eritropoietik kongenital).
Abnormalitas struktur SDM : eritrosit berbentuk abnormal tak
dapat bersirkulasi dengan baik dan dianggap asing oleh limpa yang
mengakibatkan peningkatan destruksi (misal : sferositosis infantil).

Hemoglobinopati : sekelompok penyakit yang mengenai eritrosit


akibat adanya satu atau lebih molekul hemoglobin yang berbentuk
8.
9.

abnormal (misal anemia sel sabit dan talasemia).


Infeksi
Sekuestrasi, hiperbilirubinemia terjadi ketika tubuh memetabolis

kumpulan darah yang banyak. Etiologinya meliputi trauma kelahiran (miasl


memar, sefalohematoma, dan hematomasubdural atau subgaleal) serta
hemangioma besar (misal sindrom Kasabach-Merritt).
10. Polisitemia sekunder akibat dari diabetes militus, pemerahan tali
pusat, transfusi maternal-fetal, dan hipoksia janin.
11. Gangguan konjungasi bilirubin
Hipotiroidisme
Crigler-Najjar tipe I dan II yaitu, gangguan yang disebabkan oleh
defek strukur atau inaktiviitas enzim UDPGT.
Sindrom Gilbert yaitu defek ambilan bilirubin hepar dan penurunan
fungsi UDPGT.
Sindrom Lucey-Driscoll yaitu gangguan yang disebabkan oleh
inhibitor

glukoronil

tranferase

yang

tak

teridentifikasi

mengakibatkan hiperbilirubinemia tak terkonjungasi nonhemolitik


berat.
12. Gangguan resirkulasi dan ekskersi
Obstruksi usus, kelambatan penyaluran feses, struuktural (stenosis atau
atresia) atau mekanis (sumbatan ileus atau mekonium), stenosis pilorus,
penyakit Hirschprung dan fibrosis kistik.
Ikterus ASI terjadi setelah hari kelima kehidupan dan memuncak pada 3
minggu kehidupan. Diperkirakan sebagai akibat peningkatan sirkulasi
enterohepatik bilirubin tak terkonjungasi sekunder akibat faktor dalam ASI
yang belum diketahui.
4. PATOFISIOLOGI
Bilirubin adalah produk pemecahan hemoglobin yang berasal dari
pengrusakan sel darah merah/RBCs. Ketika RBCs rusak maka produknya kan
masuk sirkulasi, diimana hemoglobin pecah menjadi heme dan globin.
Gloobin {protein} digunakan kembali oleh tubuh sedangkan heme akan diruah
menjadi bilirubin unkonjugata dan berikatan dengan albumin.

Kejadian yang sering ditemukan adalah apabila terdapat penambahan


bebab bilirubin pada streptucocus hepar yang terlalu berlebihan. Hal ini dapat
ditemukan bila terdapat peningkatan penghancuran eritrosit, polisitemia,
memendeknya umur eritrosit janin/bayi, meningkatnya bilirubin dari sumber
lain, atau terdapatnya peningkatan sirkulasi enterohepatik.
Gangguan ambilan bilirubin plasma terjadi apabila kadar protein-Z dan
protein-Y terikat oleh anion lain, misalnya pada bayi dengan asidosis atau
dengan anoksia/hipoksia, ditentukan gangguan konjugasi hepar (defisiensi
enzim glukuronii transferase) atau bayi menderita gangguan ekskresi,
misalnya penderita hepatitis neonatal atau sumbatan saluran empedu
intra/ekstra hepatika.
Pada derajat tertentu, bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusakan
jaringan otak. Toksisitas ini terutama ditemukan pada bilirubin indirek. Sifat
indirek ini yang memungkinkan efek patologik pada sel otak apabila bilirubin
tadi dapat menembus sawar darah otak. Kelainan yang terjadi pada otak ini
disebut kernikterus atau ensefalopati biliaris.
Mudah tidaknya bilirubin melalui sawar darah otak ternyata tidak
hanya tergantung dari tingginya kadar bilirubin tetapi tergantung pula pada
keadaan neonatus sendiri. Bilirubin indirek akan mudah melalui sawar darah
otak apabila pada bayi terdapat keadaan imaturitas. Berat lahir rendah,
hipoksia, hiperkarbia, hipoglikemia dan kelainan susunan saraf pusat yang
karena trauma atau infeksi.
Peningkatan kadar Bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa
keadaan. Kejadian yang sering ditemukan adalah apabila terdapat penambahan
beban Bilirubin pada sel Hepar yang berlebihan. Hal ini dapat ditemukan bila
terdapat

peningkatan

penghancuran

Eritrosit,

Polisitemia.

Gangguan

pemecahan Bilirubin plasma juga dapat menimbulkan peningkatan kadar


Bilirubin tubuh. Hal ini dapat terjadi apabila kadar protein Y dan Z berkurang,
atau pada bayi hipoksia, asidosis.
Keadaan lain yang memperlihatkan peningkatan kadar Bilirubin adalah
apabila ditemukan gangguan konjugasi Hepar atau neonatus yang mengalami

gangguan ekskresi misalnya sumbatan saluran empedu. Pada derajat tertentu


Bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusak jaringan tubuh. Toksisitas
terutama ditemukan pada Bilirubin Indirek yang bersifat sukar larut dalam air
tapi mudah larut dalam lemak. sifat ini memungkinkan terjadinya efek
patologis pada sel otak apabila Bilirubin tadi dapat menembus sawar darah
otak. Kelainan yang terjadi pada otak disebut kernikterus.
Pada umumnya dianggap bahwa kelainan pada saraf pusat tersebut
mungkin akan timbul apabila kadar Bilirubin Indirek lebih dari 20 mg/dl.
Mudah tidaknya kadar Bilirubin melewati sawar darah otak ternyata tidak
hanya tergantung pada keadaan neonatus. Bilirubin Indirek akan mudah
melalui sawar darah otak apabila bayi terdapat keadaan BBLR , hipoksia, dan
hipoglikemia (AH Markum, 1991).

Patofisiologi II
Pigmen kuning ditemukan dalam empedu yang terbentuk dari pemecahan
hemoglobin oleh kerja heme oksidase, biliverdin reduktase dan agen
pereduksi nonenzimatik dalam sistem retikuloendotelial.
Setelah pemecahan hemoglobin, bilirubin tak terkonjugasi diambil oleh
protein intraseluler Y protein dalam hati. Pengambilan tergantung pada
alairan darah hepatik dan adanya ikatan protein.
Bilirubin yang tidak terkonjugasi dalam hati dirubah (terkonjugasi) oleh
enzim

asam

uridin

disfosfoglukuronat

(UDPGA;

Uridin

Diphospgoglucuronic Acid). Glukuronil transferase menjadi bilirubin


mono dan diglukuronida yang polar larut dalam air (bereaksi direk)
Bilirubin yang terkonjugasi yang larut dalam air dapat dieliminasi melalui
ginjal. Dengan konjugasi, bilirubin masuk dalam empedu melalui
membran kanalikular.
Akhirnya dapat masuk ke sistem gastrointestinal dengan diaktifkan oleh
bakteri menjadi urobilinogen dalam tinja dan urine. Beberapa bilirubin
diabsorbsi kembali menjadi sirkulasi enteroheptik

Warna kuning dalam kulit akibat dari akumulasi pigmen bilirubin yang
larut lemak, tak terkonjugasi, non-polar (bereaksi indirek)
Pada bayi hiperbilirubinemia kemungkinan merupakan hasil dari defisiensi
atau tidak aktifnya glukuronil transferase. Rendahnya pengambilan dalam
hepatik kemungkinan karena penurunan protein hepatik sejalan dengan
penurunan aliran darah hepatik
Jaundice yang terkait dengan pemberian ASI merupakan hasil dari
hambatan kerja glukoronil transferase oleh pregnanediol atau asam lemak
bebas yang terdapat dalam ASI. Terjadi 4 sampai 7 hari setelah lahir.
Dimana terdapat kenaikan bilirubin tak terkonjugasi dengan kadar 25
sampai 30 mg/dl selama minggu ke-2 sampai minggu ke-3. Biasanya dapat
mencapai usia 4 minggu dan menurun 10 minggu.
Jika pemberian ASI dilanjutkan, hiperbilirubinemia akan menurun
berangsur-angsur dan dapat menetap selama 3 sampai 10 minggu pada
kadar yang lebih rendah.
Jika pemberian ASI dihentikan, kadar bilirubin serum akan turun dengan
cepat., biasanya mencapai normal dalam beberapa hari.
Penghentian ASI selama 1 sampai 2 hari dan penggantian ASI dengan
formula menfakibatkan penurunan bilirubin serum dengan cepat,
sesudahnya pemberian ASI dapat dimulai lagi dan hiperbilirubin tidak
kembali ke kadar yang tinggi seperti sebelumnya.
Bilirubin yang patologis tampak ada kenaikan bilirubin dalan 24 jam
pertama kelahiran. Sedangkan untuk bayi dengan ikterus fisiologis,
muncul antara 3 sampai 5 hari sesudah lahir (Suriadi, 2001).
Patofisiologi III
Pembentukan Bilirubin.
Bilirubin adalah pigmen kristal berwarna jingga ikterus yang
merupakan bentuk akhir dari pemecahan katabolisme heme melalui proses
reaksi oksidasi reduksi.
Langkah oksidasi yang pertama adalah biliverdin yang di bentuk dari
heme dengan bantuan enzim heme oksigenase yaitu suatu enzim yang
sebagian besar terdapat dalam sel hati, dan organ lain. Pada reaksi tersebut

juga terdapat besi yang digunakan kembali untuk pembentukan haemoglobin


dan karbon monoksida yang dieksresikan ke dalam paru. Biliverdin kemudian
akan direduksi menjadi bilirubin oleh enzim biliverdin reduktase. Biliverdin
bersifat larut dalam air dan secara cepat akan dirubah menjadi bilirubin
melalui reaksi bilirubin reduktase. Berbeda dengan biliverdin, bilirubin
bersifat lipofilik dan terikat dengan hydrogen serta pada pH normal bersifat
tidak larut. Jika tubuh akan mengeksresikan, diperlukan mekanisme transport
dan eliminasi bilirubin.
Transportasi Bilirubin
Pembentukan bilirubin yang terjadi di system retikulo endothelial,
selanjutnya dilapaskan kesirkulasi yang akan berikatan dengan albumin. Bayi
baru lahir mempunyai kapasitas ikatan plasma yang rendah terhadap bilirubin
karena konsentrasi albumin yang rendahdan kapasitas ikatan molar yang
kurang.Bilirubin yang terikat pada albumin serum ini merupakan zat non polar
dan tidak larut dalam air dan kemudian akan di transportasi kedalam sel hepar.
Bilirubin yang terikat dengan albumin tidak dapat memasuki susuna syaraf
pusat dan bersifat nontoksik. Selain itu albumin juga mempunyai afinitas yang
tinggi terhadap obat obatan yang bersifat asam seperti penicillin dan
sulfonamide. Obat obat tersebut akan menempati tempat utama perlekatan
albumin untuk bilirubin sehingga bersifat competitor serta dapat pula
melepaskan ikatan bilirubin dengan albumin.
Asupan Bilirubin
Pada saat kompleks bilirubin albumin mencapai membrane plasma
hepatosit, albumin terikat ke reseptor permukaan sel. Kemudian bilirubin, di
transfer melalui sel membran yang berikatan dengan ligandin ( protein y ),
mungkin juga dengan protein ikatan sitosilik lainnya.
Konjugasi Bilirubin
Bilirubin tak terkonjugasi dikonversikan kebentuk bilirubin konjugasi
yang larut dalam air di reticulum endoplasma dengan bantuan enzim uridine
diphospate glukuronosyl transferase ( UDPG T ). Katalisa oleh enzim ini
akan merubah formasi menjadi bilirubin monoglukoronida yang selanjutnya

akan dikonjugasi menjadi bilirubin diglukoronida. Bilirubin ini kemudian


dieksresikan kedalam kalanikulus empedu. Sedangkan satu molekul bilirubin
tak terkonjugasi akan kembali ke reticulum endoplasmic untuk rekonjugasi
berikutnya.
Eksresi Bilirubin
Setelah mengalami proses konjugasi , bilirubin akan dieksresikan
kedalam kandung empedu, kemudian memasuki saluran cerna dan di
eksresikan melalui feses. Setelah berada dalam usus halus bilirubin yang
terkonjugasi tidak langsung dapat diresorbsi, kecuali jika dikonversikan
kembali menjadi bentuk tidak terkonjugasi oleh enzim beta glukoronidase
yang terdapat dalam usus. Resorbsi kembali bilirubin dari saluran cerna dan
kembali ke hati untuk di konjugasi kembali disebut sirkulasi enterohepatik.
5. MANIFESTASI KLINIS
Adapun tanda dan gejala neonatus dengan hiperbilirubinemia adalah
sebagai berikut :
a. Kulit jaundice (kekuningan).
b. Sklera ikterik.
c. Peningkatan konsentrasi bilirubin serum 10mg% pada neonatus
yang cukup bulan dan 12,5mg% pada neonatus yang kurang bula.
d. Kehilangan berat badan sampai 5% selama 24 jam yang
e.
f.
g.
h.
i.

disebabkan oleh rendahnya intake kalori.


Asfiksia.
Hipoksia.
Sindrom gangguan pernafasan.
Pemeriksaan abdomen terjadi bentuk perut yang membuncit.
Peses berwarna seperti dempul dan pemerikasaan neurologist dapat

j.
k.
l.
m.
n.

ditemukan adanya kejang.


Epistotonus (posisi tubuh bayi melengkung).
Terjadi pembesaran hati.
Tidak mau minum ASI.
Letargi.
Refleks Moro lemah atau tidak ada sama sekali (AH Markum,
2002).

Tambahan

Ikterus neonatorum (Ikterus: kuning , Neonatorum:bayi baru lahir)


adalah kondisi munculnya warna kuning di kulit dan selaput mata pada
bayi baru lahir karena adanya bilirubin (pigmen empedu) pada kulit dan
selaput mata sebagai akibat peningkatan kadar bilirubin dalam darah
(disebut juga: hiperbilirubinemia).
Warna kekuningan pada bayi baru lahir umumnya merupakan
kejadian alamiah (fisologis), namun adakalanya menggambarkan suatu
penyakit (patologis). Bayi berwarna kekuningan yang alamiah (fisiologis)
atau bukan karena penyakit tertentu dapat terjadi pada 25% hingga 50%
bayi baru lahir cukup bulan (masa kehamilan yang cukup), dan
persentasenya lebih tinggi pada bayi prematur.
Batasan kekuningan bayi baru kahir karena proses alamiah (ikterus
neonatus fisiologis) adalah sebagai berikut:
o Warna kekuningan nampak pada hari kedua sampai hari keempat.
o Warna kuning berangsur hilang setelah 10-14 hari.
o Kadar bilirubin (pigmen empedu) dalam darah TIDAK LEBIH
DARI dari 12 mg%.
Adapun

warna

kekuningan

pada

bayi

baru

lahir

yang

menggambarkan suatu penyakit (ikterus neonatus patologis), antara lain:


o Warna kekuningan nampak pada bayi sebelum umur 36 jam.
o Warna kekuningan cepat menyebar kesekujur tubuh bayi.
o Warna kekuningan lebih lama menghilang, biasanya lebih dari 2
minggu.
o Adakalanya disertai dengan kulit memucat (anemia).
o Kadar bilirubin (pigmen empedu) dalam darah lebih dari 12 mg%
pada bayi cukup bulan dan lebih dari 10 mg% pada bayi prematur.
Hiperbilirubin ini umunya yang dikarenakan faktor penyakit atau
infeksi.Misalnya akibat virus hepatitis, toksoplasma, sifilis, malaria,

penyakit/kelainan di saluran empedu atau ketidakcocokan golongan darah


(rhesus).
Hiperbilirubin yang disebabkan patologis biasanya disertai suhu
badan yang tinggi (demam) atau berat badan tak bertambah. Biasanya bayi
kuning patologis ditandai dengan tingginya kadar bilirubin walau bayi
sudah berusia 14 hari.
Jika ada tanda-tanda seperti di atas (patologis), ditambah dengan
bayi kurang aktif, misalnya kurang menyusu, maka sebaiknya segera
periksa ke dokter terdekat untuk mendapatkan pemeriksaan dan perawatan.
Bilirubin merupakan zat hasil pemecahan hemoglobin (protein sel
darah

merah

yang

memungkinkan

darah

mengangkut

oksigen).Hemoglobin terdapat dalam eritrosit (sel darah merah) yang


dalam waktu tertentu selalu mengalami destruksi (pemecahan). Proses
pemecahan tersebut menghasilkan hemeglobin menjadi zat heme dan
globin. Dalam proses berikutnya, zat-zat ini akan berubah menjadi
bilirubin bebas atau indirect.
Dalam kadar tinggi bilirubin bebas ini bersifat racun; sulit larut
dalam air dan sulit dibuang. Untuk menetralisirnya, organ hati akan
mengubah bilirubin indirect menjadi direct yang larut dalam air.
Masalahnya, organ hati sebagian bayi baru lahir belum dapat berfungsi
optimal dalam mengeluarkan bilirubin bebas tersebut. Barulah setelah
beberapa hari, organ hati mengalami pematangan dan proses pembuangan
bilirubin bisa berlangsung lancar.
Masa "matang" organ hati pada setiap bayi tentu berbedabeda.Namun umumnya, pada hari ketujuh organ hati mulai bisa melakukan
fungsinya dengan baik. Itulah mengapa, setelah berumur 7 hari rata-rata
kadar bilirubin bayi sudah kembali normal. Tapi ada juga yang
menyebutkan organ hati mulai bisa berfungsi pada usia 10 hari. Pada bayi

baru lahir dengan warna kekuningan karena proses alami (fisiologis), tidak
berbahaya dan tidak diperlukan pengobatan khusus, kondisi tersebut akan
hilang dengan sendirinya.
6. KOMPLIKASI
Keadaan

bilirubin

yang

tidak

teratasi

akan

menyebabkan

memperburuk keadaan, dan menyebabkan komplikasi;


a) Bilirubin enchepalopathy (komplikasi serius)
b) Kernikterus; kerusakan neurologis, cerebral palsy, retardasi mental,
hiperaktif, bicara lambat, tidak ada koordinasi otot dan tangisan yang
melengking. yaitu kerusakan otak akibat perlangketan bilirubin indirek
pada otak. Pada kern ikterus gejala klinik pada permulaan tidak jelas
antara lain : bayi tidak mau menghisap, letargi, mata berputar-putar,
gerakan tidak menentu (involuntary movements), kejang tonus otot
meninggi, leher kaku, dan akhirnya opistotonus.
7. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1) Tes coomb pada tali pusat bayi baru lahir: hasil positif tes coomb indirek
menandakan adanya antibody Rh-positif, anti-A, atau anti-B dalam darah
ibu. Hasil positif dari tes coomb direk menandakan adanya sentisisasi (Rhpositif, anti-A, anti-B) SDM dari neonates.
2) Golongan darah bayi dan ibu: mengidentifikasi inkompatibilitas ABO.
3) Bilirubin total: kadar direk (terkonjugasi bermakna jika melebihi 1,01,5mg/dl, yang mungkin dihubungkan dengan sepsis. Kadar indirek (tak
terkonjugasi) tidak boleh melebihi peningkatan 5mg/dl dalam 24 jam, atau
tidak boleh lebih dari 20mg/dl pada bayi cukup bulan atau 15mg/dl pada
bayi praterm (tergantung pada berat badan.
4) Protein serum total: kadar kurang dari 3,0g/dlmenandakan penurunan
kapasitas ikatan, terutama pada bayi paterm.
5) Hitung darah lengkap: hemoglobin mungkin rendah (kurang dari 14g/dl)
karena hemolisis. Hematokrit mungkin meningkat (lebih besar dari 65%)
pada polisitemia, penurunan (kurang dari 45%) dengan hemolisis dan
anemia berlebihan.

6) Glukosa: kadar dextrostix mungkin kurang dari 45% glukosa darah


lengkap kurang dari 30 mg/dl, atau tes glukosa serum kurang dari 40mg/dl
bila bayi baru lahir hepoglikemi dan mulai menggunakan simpanan lemak
dan melepaskan asam lemak.
7) Daya ikat karbon dioksida: penurunan kadar menunjukan hemolisis.
8) Meter ikterik transkutan: mengidentifikasi bayi yang memerlukan
penentuan bilirubin serum.
9) Jumlah retikulosit: peningkatan retikulosit menandakan peningkatan
produksi SDM dalam respons terhadap hemolisis yang berkenaan dengan
penyakit RH.
10) Smear darah perifer: dapat menunjukan SDM abnormal atau imatur,
eritroblastosis pada penyakit Rh, atau sferositis pada inkompabilitas ABO.
11) Tes bedke-kleihauer: evaluasi smear darah maternal terhadap eritrosit
janin.
8. PENATALAKSANAAN
1) Pengawasan antenatal dengan baik dan pemberian makanan sejak dini
(pemberian ASI).
2) Menghindari obat yang meningkatakan ikterus pada masa kelahiran,
misalnya sulfa furokolin.
3) Pencegahan dan pengobatan hipoksin pada neonatus dan janin.
4) Fenobarbital
Fenobarbital dapat mengeksresi billirubin dalam hati dan memperbesar
konjugasi. Meningkatkan sintesis hepatik glukoronil transferase yang
mana dapat meningkatkan billirubin konjugasi dan clereance hepatik
pigmen dalam empedu. Fenobarbital tidak begitu sering digunakan.
5) Antibiotik, bila terkait dengan infeksi.
6) Fototerapi
Fototerapi dilakukan apabila telah ditegakkan hiperbillirubin patologis dan
berfungsi untuk menurunkan billirubin dikulit melalui tinja dan urine
dengan oksidasi foto pada billirubin dari billiverdin.
7) Transfusi tukar
Transfusi tukar dilakukan bila sudah tidak dapat ditangani dengan foto
terapi.
RAGAM TERAPI

Jika setelah tiga-empat hari kelebihan bilirubin masih terjadi, maka bayi
harus segera mendapatkan terapi. Bentuk terapi ini macam-macam, disesuaikan
dengan kadar kelebihan yang ada.
Terapi Sinar (fototerapi)
Terapi sinar dilakukan selama 24 jam atau setidaknya sampai kadar
bilirubin dalam darah kembali ke ambang batas normal. Dengan fototerapi,
bilirubin dalam tubuh bayi dapat dipecahkan dan menjadi mudah larut dalam
air tanpa harus diubah dulu oleh organ hati. Terapi sinar juga berupaya
menjaga kadar bilirubin agar tak terus meningkat sehingga menimbulkan
risiko yang lebih fatal.
Sinar yang digunakan pada fototerapi berasal dari sejenis lampu neon
dengan panjang gelombang tertentu.Lampu yang digunakan sekitar 12 buah
dan disusun secara paralel.Di bagian bawah lampu ada sebuah kaca yang
disebut flexy glass yang berfungsi meningkatkan energi sinar sehingga
intensitasnya lebih efektif.
Sinar yang muncul dari lampu tersebut kemudian diarahkan pada
tubuh bayi.Seluruh pakaiannya dilepas, kecuali mata dan alat kelamin harus
ditutup dengan menggunakan kain kasa.Tujuannya untuk mencegah efek
cahaya berlebihan dari lampu-lampu tersebut. Seperti diketahui, pertumbuhan
mata bayi belum sempurna sehingga dikhawatirkan akan merusak bagian
retinanya. Begitu pula alat kelaminnya, agar kelak tak terjadi risiko terhadap
organ reproduksi itu, seperti kemandulan.
Pada saat dilakukan fototerapi, posisi tubuh bayi akan diubah-ubah;
telentang lalu telungkup agar penyinaran berlangsung merata. Dokter akan
terus mengontrol apakah kadar bilirubinnya sudah kembali normal atau belum.
Jika sudah turun dan berada di bawah ambang batas bahaya, maka terapi bisa
dihentikan.Rata-rata dalam jangka waktu dua hari si bayi sudah boleh dibawa
pulang.

Meski

relatif

efektif,

tetaplah

waspada

terhadap

dampak

fototerapi. Adakecenderungan bayi yang menjalani proses terapi sinar


mengalami dehidrasi karena malas minum. Sementara, proses pemecahan
bilirubin justru akan meningkatkan pengeluarkan cairan empedu ke organ
usus. Alhasil, gerakan peristaltik usus meningkat dan menyebabkan diare.
Memang tak semua bayi akan mengalaminya, hanya pada kasus tertentu saja.
Yang pasti, untuk menghindari terjadinya dehidrasi dan diare, orang tua mesti
tetap memberikan ASI pada si kecil.
Terapi Transfusi
Jika setelah menjalani fototerapi tak ada perbaikan dan kadar bilirubin
terus meningkat hingga mencapai 20 mg/dl atau lebih, maka perlu dilakukan
terapi transfusi darah. Dikhawatirkan kelebihan bilirubin dapat menimbulkan
kerusakan sel saraf otak (kern ikterus).Efek inilah yang harus diwaspadai
karena anak bisa mengalami beberapa gangguan perkembangan.Misalnya
keterbelakangan mental, cerebral palsy, gangguan motorik dan bicara, serta
gangguan penglihatan dan pendengaran. Untuk itu, darah bayi yang sudah
teracuni akan dibuang dan ditukar dengan darah lain.
Proses tukar darah akan dilakukan bertahap. Bila dengan sekali tukar
darah, kadar bilirubin sudah menunjukkan angka yang menggembirakan,
maka terapi transfusi bisa berhenti. Tapi bila masih tinggi maka perlu
dilakukan proses tranfusi kembali. Efek samping yang bisa muncul adalah
masuknya kuman penyakit yang bersumber dari darah yang dimasukkan ke
dalam tubuh bayi. Meski begitu, terapi ini terbilang efektif untuk menurunkan
kadar bilirubin yang tinggi.
Terapi Obat-obatan
Terapi

lainnya

adalah

dengan

obat-obatan.Misalnya,

obat

phenobarbital atau luminal untuk meningkatkan pengikatan bilirubin di sel-sel


hati sehingga bilirubin yang sifatnya indirect berubah menjadi direct. Ada juga

obat-obatan yang mengandung plasma atau albumin yang berguna untuk


mengurangi timbunan bilirubin dan mengangkut bilirubin bebas ke organ hati.
Biasanya terapi ini dilakukan bersamaan dengan terapi lain, seperti
fototerapi. Jika sudah tampak perbaikan maka terapi obat-obatan ini dikurangi
bahkan dihentikan.Efek sampingnya adalah mengantuk. Akibatnya, bayi jadi
banyak tidur dan kurang minum ASI sehingga dikhawatirkan terjadi
kekurangan kadar gula dalam darah yang justru memicu peningkatan bilirubin.
Oleh karena itu, terapi obat-obatan bukan menjadi pilihan utama untuk
menangani hiperbilirubin karena biasanya dengan fototerapi si kecil sudah
bisa ditangani.
Menyusui Bayi dengan ASI
Bilirubin juga dapat pecah jika bayi banyak mengeluarkan feses dan
urin.Untuk itu bayi harus mendapatkan cukup ASI.Seperti diketahui, ASI
memiliki zat-zat terbaik bagi bayi yang dapat memperlancar buang air besar
dan kecilnya. Akan tetapi, pemberian ASI juga harus di bawah pengawasan
dokter karena pada beberapa kasus, ASI justru meningkatkan kadar bilirubin
bayi (breast milk jaundice). Di dalam ASI memang ada komponen yang dapat
mempengaruhi kadar bilirubinnya. Sayang, apakah komponen tersebut belum
diketahui hingga saat ini.
Yang pasti, kejadian ini biasanya muncul di minggu pertama dan kedua
setelah bayi lahir dan akan berakhir pada minggu ke-3. Biasanya untuk
sementara ibu tak boleh menyusui bayinya. Setelah kadar bilirubin bayi
normal, baru boleh disusui lagi.
Terapi Sinar Matahari
Terapi

dengan

sinar

matahari

hanya

merupakan

terapi

tambahan.Biasanya dianjurkan setelah bayi selesai dirawat di rumah


sakit.Caranya, bayi dijemur selama setengah jam dengan posisi yang berbeda-

beda. Seperempat jam dalam keadaan telentang, misalnya, seperempat jam


kemudian telungkup. Lakukan antara jam 7.00 sampai 9.00. Inilah waktu
dimana sinar surya efektif mengurangi kadar bilirubin. Di bawah jam tujuh,
sinar ultraviolet belum cukup efektif, sedangkan di atas jam sembilan
kekuatannya sudah terlalu tinggi sehingga akan merusak kulit.
Hindari posisi yang membuat bayi melihat langsung ke matahari
karena dapat merusak matanya.Perhatikan pula situasi di sekeliling, keadaan
udara harus bersih.

Secarafisiologistubuhseseorangmemroduksiseldarahmerah,
danakanmembuangataumemecahseldarahmerah

yang

sudahtua.

Produkbuangandari proses pemecahanitulah yang disebut bilirubin indirek yang


tidaklarutdalam

air.

Bilirubin

dalamhatihinggamenjadi

bilirubin

indirekinikemudianharusdiproses
direk

(larutdalam

di
air).

Bayi yang barulahir, fungsi organ hatinyamasihbelummatang, sehingga proses


perubahan

bilirubin

indirekakanmenumpuk

itumenjadilambat.
di

kemudianmenyebabkankulit,

Akibatnya,

dalamdarahdanjaringantubuh.
mata,

bilirubin
Inilah

yang

danselaputlendirbayitampakkuning.

Normal kok. Hal ini normal terjadipadabayi jika:

Warnakuningmunculsetelah 2x24 jam kelahiran.

Derajat bilirubin sekitar 10 mg%

Jikabayimendapatsusu

formula,

warnakuningakanmencapaipuncaknyayaknisekitar

6-8mg%

padahariketiga.

Jikabayidiberikan ASI, kadar bilirubin puncakdapatmencapai 7-14 mg%.

Bayi tetapaktifmenangisdankuatmenyusu.

Urinbayitidakberwarnakuningtuaataucokelat.

Untukbayidalam keadaan

yang

normal,

warnakuninginiakanhilangbilafungsi

organ

hatibayisudahbenar-benarmatang.

Karenapadasaatituhatisudahmampumengubah bilirubin menjadilarutdalam air


danmembuangnyadaritubuh.Normalnya, warnakuningituakanhilang di hari ke-7.
Tidak normal.AyahdanBundaperluwaspadajikawarnakuningitumuncul:

Sebelum 24 jampertamasetelahbayi lahir.

Melaluipemeriksaanlaboratorium,

peningkatankadar

bilirubin

terjadisangatcepat, melebihi 5 mg% per hari.

Warnaurinkuningtuaataucokelat.

Warnakuningatautingkat bilirubin yang tinggiinibisadisebabkankarenaberbagaihal,


antara lain:

perbedaangolongandarah

kekuranganenzim GPO

infeksibesar

Hbdarahtingi

sumbatansistimempedu

gangguan metabolic atauendokrin

faktorras

kelainan genetic.

Ataubisajugadikarenakanusiaibu

yang

sudahlanjut,

ibudengan

diabetes

atautekanandarahtinggi, ibu yang kekuranganzatseng,obat-obatantertentu, proses


persalinandenganmenggunakanalat, bayiprematur, ataupemotongantalipusat yang
terlambat.

PerluFototerapi?Jikakadar bilirubin bayitinggi, makafototerapi (terapisinarbiru)


perludilakukan.

Karenakadar

bilirubin

yang

tinggidapatmenyebabkankeracunanpadaotakbayi,
akhirnyadapatmenyebabkanretardasi
Dan

jikakadar

bilirubin

bisadilakukantransfusitukar,

yang

mental

sudahpadatahap

ataupalsiserebral.
yang

membahayakan,

yaitumenukardarahbayidengandarahgolongan

dengankadartertentudansebelumnyatelahdilakukanujisilang.
Namunjikakadar

bilirubin

masihtidakterlalutinggi,

pemberian

ASI

bisasangatmembantu. Denganmemberikan ASI seseringmungkin, maka proses


transportasi

bilirubin

keselhatibayi menjadilancar.

Andabisamenjemurbayisekitar 15-30 menitpadapukul 07.00 09.00.

Selainitu,

Anda mungkin juga menyukai