Anda di halaman 1dari 4

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Diabetes Melitus (DM) adalah suatu penyakit heterogen yang didefinisikan
berdasarkan adanya hiperglikemia. Hiperglikemia pada semua kasus disebabkan
oleh defisiensi fungsional kerja insulin. Defisiensi efek insulin dapat disebabkan
oleh penurunan sekresi insulin oleh sel pankreas, penurunan respon terhadap
insulin oleh jaringan sasaran (resistensi insulin), atau peningkatan hormone
counterregulatory yang melawan efek insulin (1).
Pasien DM akan mengalami penurunan kualitas jaringan lunak, diakibatkan
karena peningkatan kadar gula darah yang tidak terkontrol dalam waktu yang
lama.

Hal

ini

dapat

mengakibatkan

dislipidemia,

makrongiopati

dan

mikrongiopati, selanjutnya menyebabkan terjadinya kaki diabetik, atau yang lebih


dikenal dengan trias kaki diabetik. Terjadinya trias kaki diabetik dapat
menyebabkan penurunan kualitas jaringan secara keseluruhan dan penurunan
kemampuan penyembuhan jaringan, hal ini juga yang menyebabkan sering kali
luka pada pasien tidak dapat sembuh dengan sendirinya, sebaliknya semakin
bertambah berat, menjadi borok yang tidak sembuh-sembuh (2,3,4).
International Diabetes Federation (IDF) mempekirakan bahwa pada tahun
2030 akan terdapat 522 juta penderita diabetes (5). Salah satu komplikasi diabetes
yang menjadi fokus permasalahan dalam dunia kesehatan adalah kaki diabetik.
Diestimasikan sebanyak 15 persen pasien diabetes akan menderita kaki diabetik
(6). Kunjungan di Poliklinik Kaki Diabetik RSUD Ulin Banjarmasin terdapat
kurang lebih 20 pasien kaki diabetik baru setiap bulannya.

2
Pengelolaan kaki diabetik secara umum adalah debridement, pemberian
antibiotik, dan perawatan luka dengan kasa lembab. American College of Ankle
and Foot Surgeon (ACFS), mengatakan belum ada rekomendasi medikamentosa
sebagai ajuvan pengelolaan kaki diabetik, selain dengan pemberian antibiotik
sebagai pengelolaan infeksi (4). Pengelolaan kelainan yang serupa pada
Peripherial Arterial Disease (PAD), beberapa obat vasodilator dan anti agregasi
platelet telah digunakan, diantaranya adalah pentoksiflin, klopidogrel, aspirin dan
terakhir adalah cilostazol. Cilostazol bekerja dengan cara meningkatkan aktifitas
cyclic Adenosine Mono-Phosphate (cAMP) yang terdapat pada jaringan otot
polos, trombosit, dan sel-sel endotel, menghambat aktivasi dan agregasi
trombosit, serta menyebabkan vasodilatasi (7). Cilostazol juga memperbaiki profil
lipid darah dengan cara mengakibatkan peningkatan High Density Lipoprotein
(HDL) dan menurunkan kadar trigliserida darah (8). Penelitian (Ahn CW et al,
2001) memperlihatkan bahwa pemberian cilostazol selama 1 tahun dapat
menurunkan ketebalan tunika intima pada arteri karotis (9).
Penelitian Miller pada tahun 2003 melaporkan tentang penggunaan
cilostazol pada kasus ulkus kaki diabetik sebagai salah satu komponen dari
pengelolaan kaki diabetik, sehingga amputasi bisa dihindarkan. Pasien dapat
kembali ke aktivitas rutin setelah 6 bulan dilakukannya uji klinis terkontrol untuk
membuktikan peranan cilostazol sebagai ajuvan pengelolaan ulkus pada kaki
diabetik (10).
Aspirin merupakan obat utama yang digunakan oleh Poliklinik Kaki
Diabetik RSUD Ulin Banjarmasin dalam menangani gangguan vaskularisasi pada
pasien diabetes dengan dosis 80 mg (11). Menurut penelitian Layton pada tahun

3
1994 menggunakan studi uji klinis double blind pada 20 pasien kaki diabetik
didapatkan perbaikan luka yang signifikan dengan pemberian 300 mg per hari
secara rutin (12).
Berdasarkan latar belakang di atas, penelitian mengenai perbedaan
efektivitas yang bermakna antara penggunaan cilostazol dan aspirin terhadap
perbaikan luka sebagai ajuvan kaki diabetik menurut Wagner derajat II dan III
belum pernah dilakukan, sehingga peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
tersebut.
B. Rumusan Masalah
Bagaimana gambaran efektivitas antara penggunaan cilostazol dan aspirin
terhadap perbaikan luka sebagai ajuvan pada kaki diabetik menurut Wagner
derajat II dan III?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran efektivitas
antara penggunaan cilostazol dan aspirin terhadap perbaikan luka sebagai ajuvan
kaki diabetik menurut Wagner derajat II dan III.

1.

Tujuan khusus penelitian ini adalah:


Mengukur luka pada pasien DM dengan kaki diabetik menurut Wagner
derajat II dan III sebelum penggunaan cilostazol di Poliklinik Kaki Diabetik

2.

RSUD Ulin Banjarmasin.


Mengukur luka pada pasien DM dengan kaki diabetik menurut Wagner
derajat II dan III setelah diberikan terapi cilostazol di Poliklinik Kaki
Diabetik RSUD Ulin Banjarmasin.

4
3.

Mengukur luka pada pasien DM dengan kaki diabetik menurut Wagner


derajat II dan III sebelum diberikan terapi aspirin di Poliklinik Kaki Diabetik

4.

RSUD Ulin Banjarmasin.


Mengukur luka pada pasien DM dengan kaki diabetik menurut Wagner
derajat II dan III setelah diberikan terapi aspirin di Poliklinik Kaki Diabetik

5.

RSUD Ulin Banjarmasin.


Menghitung perbaikan luka terhadap penggunaan cilostazol pada pasien kaki
diabetik menurut Wagner derajat II dan III di Poliklinik Kaki Diabetik RSUD

6.

Ulin Banjarmasin.
Menghitung perbaikan luka terhadap penggunaan aspirin pada pasien kaki
diabetik menurut Wagner derajat II dan III di Poliklinik Kaki Diabetik RSUD
Ulin Banjarmasin.

D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi penderita
kaki diabetik dalam perbaikan luka menurut Wagner derajat II dan III dan sebagai
dasar klinisi untuk memberikan obat cilostazol dan aspirin sebagai ajuvan pada
penderita kaki diabetik.

Anda mungkin juga menyukai