Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN TAHAP KE 2 TUGAS PPK

Preliminary Feasibility Study


(13 November-3 Desember 2014)

Judul Tugas PPK

Perancangan Pabrik Mangan Sulfat dari Bijih Mangan


Pyrolusite dengan Kapasitas 30000 Ton/Tahun
Dikerjakan oleh :
Laras Prasakti

11/313418/TK/37898

Muhammad Angga Dwi Putra

11/319155/TK/38286

Daniswara Krisna Prabatha

11/319236/TK/38366

Pembimbing :
Dr. Ir. Aswati Mindaryani, M.Sc.

JURUSAN TEKNIK KIMIA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS GADJAH MADA
2014

LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa laporan tugas PPK tahap T2
(Preliminary Feasibility Study) ini disusun setelah melalui proses konsultasi sesuai
aturan Jurusan Teknik Kimia FT UGM, dan karenanya menyetujui untuk
dikumpulkan.

Yogyakarta, 2 Desember 2014


Dosen Pembimbing,

Dr. Ir. Aswati Mindaryani, M.Sc.

NIP. 19610306 198503 2 001

ii

BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam yang tersebar
di seluruh pulau. Salah satunya yaitu mineral logam, mangan. Mangan merupakan
logam keempat setelah besi, alumunium, dan tembaga yang paling banyak
dikonsumsi. Mangan di alam, sebagian besar sebagai pyrolusite (MnO2) yang stabil.
Saat ini, Indonesia memiliki mangan kualitas baik. Data yang dilansir Badan Geologi,
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral tahun 2010 menyebutkan bahwa
sumber daya mangan di Indonesia, 10,62 berupa bijih dan 5,78 juta ton merupakan
logam. Sementara cadangan yang ada 0,93 juta ton berupa bijih dan logam sebanyak
0,59 juta ton. Bahkan, bijih mangan di Provinsi Nusa Tenggara Timur merupakan
yang terbaik kedua setelah bijih mangan Afrika Selatan. Nusa Tenggara Timur
memiliki 3.015.340.000 m3 pirolusit, yang mengandung 45,44% mangan (Sumardi, et
al., 2013).
Pemanfaatan mangan sebagian besar digunakan untuk tujuan metalurgi, yaitu
untuk proses produksi besi baja sedangkan penggunaan mangan untuk tujuan non
metalurgi antara lain untuk produk keramik, gelas, bahan kimia, dan baterai kering
yang sedang marak saat ini (Sahoo, et al., 2001). Namun, terdapat produk turunan
mangan yang merupakan produk tengah yang dapat menjadi poros pengolahan produk
mangan, yaitu mangan sulfat.
Mangan sulfat merupakan bahan baku proses petrokimia, cat, makanan ternak,
mangan metal, dan sebagai bahan baku pembuatan baterai Lithium Ion (Sumardi, et
al., 2013). Mangan sulfat dengan kemurnian tinggi memiliki harga jual yang cukup
tinggi karena merupakan bahan baku dalam pembuatan baterai Lithium Ion. Pada
tahun 2009, Tiongkok memproduksi 58% kebutuhan mangan sulfat di dunia.
Sampai saat ini, Indonesia belum memanfaatkan potensi mineral mangan ini
dengan optimal. Ini di tunjukkan dengan Indonesia hanya mengekspor dalam jumlah
besar mangan hanya dalam bentuk bijih. Dilansir oleh Koran Tempo Online (Minggu,
5 Agustus 2012), bijih mangan dari NTT dihargai Rp 400/kg hanya untuk diekspor ke
negara lain seperti Tiongkok. Padahal, harga batuan mangan di dunia berkisar antara
Rp 3000/kg.

Dengan adanya Peraturan Pemerintah No.1 tahun 2014 bahwa dalam rangka
meningkatkan manfaat mineral bagi rakyat dan untuk kepentingan pembangunan
daerah, maka perlu peningkatan nilai tambah mineral melalui kegiatan pengolahan
dan pemurnian sumber daya mineral didalam negeri. Ini disimpulkan bahwa saat ini
Indonesia tidak diizinkan untuk mengekspor hasil sumber daya alam mineral dan batu
bara dalam bentuk bijih, melainkan harus diolah ataupun dimurnikan terlebih dahulu
agar nilai jual dapat meningkatan pendapatan dalam negeri.
Data menunjukkan konsumsi mangan sulfat dunia sekitar 1.300.000 ton pada
tahun 1999 dengan kenaikan rata rata sebesar 3% setiap tahunnya. Sehingga, dapat
diestimasikan bahwa kebutuhan dunia akan mangan sulfat pada tahun 2014 adalah
sebesar 2.025.000 ton per tahun dan ini terus meningkat (Pagnanelli, et al., 1999).
Dengan potensi batuan mangan di Indonesia; khususnya Nusa Tenggara Timur; yang
memiliki kualitas terbaik kedua dunia, Indonesia dapat menjadi salah satu penghasil
mangan sulfat yang merupakan poros produk olahan mangan yang memiliki banyak
manfaat. Sehingga, perancangan pabrik mangan sulfat dari bijih mangan di Indonesia
sangat feasible dan menarik untuk di bangun.

B. TINJAUAN PUSTAKA
1. Pirolusit
Nama batuan pirolusit diambil dari Bahasa Yunani yaitu dari kata pyr dan
lousis. Pyr berarti api dan lousis berarti cuci. Masyarakat yunani yang kala itu
memberi nama ke batuan tersebut mungkin berpikir bahwa pirolusit layaknya
sebuah batu yang telah tercuci oleh panasnya api (Knight, 2004).
Namun, terdapat pula sumber yang mengatakan pirolusit mendapatkan
namanya, karena sejak dulu telah digunakan oleh para pembuat kaca di yunani
untuk menghilangkan warna yang tidak diinginkan pada saat proses pembuatan
kaca. Atau dengan kata lain pirolusit berarti api pencuci. Dengan kandungan
oksigen yang cukup besar, pirolusit juga biasa dipakai dalam analisis di dalam
laboratorium sebagai sumber oksigen (Hurlbut, 1998).
Pirolusit memiliki bentuk tetragonal, dan jarang ditemui dalam bentuk
kristal. Apabila ditemukan dalam bentuk kristal, batuan tersebut biasa disebut
polianite. (Hurlbut, 1998). Berikut gambar batuan pirolusit.

Gambar 1. Bijih mangan pirolusit


Pirolusit merupakan batuan yang memiliki peran sangat penting, karena
merupakan batuan yang paling umum yang mengandung mineral mangan.
Kandungan utama dari pirolusit adalah mangan oksida (MnO2). Di mana, di
daerah Kupang, NTT batuan pirolusit di sana mengandung hingga 71,90%
mangan oksida (Sumardi, et al., 2013).

2. Mangan Sulfat
Mangan sulfat merupakan senyawa anorganik dengan rumus kimia MnSO4.
Mangan sulfat biasanya diperjualbelikan dalam bentuk kristal mangan sulfat
sebagaimana dapat dilihat pada gambar berikut.

Gambar 2. Kristal Mangan Sulfat


Mangan sulfat merupakan bahan baku proses petrokimia, cat, makanan ternak,
mangan metal, dan sebagai bahan baku pembuatan baterai Lithium Ion (Sumardi,
et al., 2013). Mangan sulfat dengan kemurnian tinggi memiliki harga jual yang
cukup tinggi karena merupakan bahan baku dalam pembuatan baterai Lithium Ion.
Pada tahun 2009, Tiongkok masih memproduksi 58% kebutuhan mangan sulfat di
dunia.
Data berikut merupakan tabel karakteristik dari mangan menurut Material
Safety Data Sheet (MSDS).
No

Karakteristik

Penjelasan

Rumus molekul

MnSO4.H2O, MnSO4

Wujud

Kristal Merah Muda

Berat molekul

169.01

Titik leleh

200 oC

Titik didih

850 oC

Fase

Solid

Spesific Gravity

2,95

Tabel 1. Data sifat fisis dan kimia mangan sulfat


4

BAB II
ANALISIS PASAR
Untuk menentukan kapasitas dan kelayakan pasar, maka diperlukan analisis
berdasarkan poin-poin sebagai berikut:

1.

Ketersediaan Bahan Baku


Bahan baku utama pembuatan mangan sulfat adalah mineral mangan. Mangan,
merupakan unsur ke dua belas terbanyak yang ada di permukaan bumi. Mineral
mangan tersedia di permukaan bumi dalam berbagai macam bentuk. Seperti dalam
bentuk silicate (MnSiO3), carbonate (MnCO3), maupun membentuk senyawa
oksida seperti pyrolusite (MnO2) dan hausmannite (Mn3O4). Pirolusit merupakan
yang paling umum digunakan dalam pengolahan mangan menjadi produk-produk
turunannya. Bahkan, sejak zaman Firaun di Mesir, pirolusit sudah dimanfaatkan
dalam pembuatan kaca (Schwartz, 2002).
Indonesia, merupakan negara yang kaya akan sumber-sumber mineral, salah
satunya mangan. Sumber-sumber mineral mangan di Indonesia tersebar di seluruh
pulaunya. Potensi mangan terbesar di Indonesia terdapat di Provinsi Nusa
Tenggara Timur. Dimana, disana memiliki 3.015.340.000 m3 batuan pirolusit
dengan kandungan MnO2 cukup tinggi. Di Ibu Kota Provinsi NTT, yakni Kupang,
kandungan MnO2 pada batuan pirolusitnya mencapai 71,90% dengan kadar Mn
45,44% (Sumardi et al., 2003). Tidak heran, potensi mangan di NTT sudah sangat
terkenal di dunia. Bahkan NTT terkenal akan penghasil mangan dengan kualitas
terbaik setelah mangan dari Afrika Selatan.
Tetapi, dengan potensi mangan yang cukup masif dengan kualitas terbaik yang
dimilikinya, sungguh ironis bahwa hal tersebut belum cukup membuat
penduduknya sejahtera. Bahkan, dari data Badan Pusat Statistik Indonesia (BPS),
NTT merupakan salah satu provinsi termiskin di Indonesia dengan taraf
kemiskinan mencapai 23,03%. Dengan didirikannya pabrik mangan sulfat di
Provinsi Nusa Tenggara Timur, diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan
masyarakat NTT.
Selain itu, NTT juga memiliki potensi pertanian yang sangat baik, dengan
hasil panen padi yang cukup besar. Dari data BPS, didapatkan data produksi padi
di NTT dari tahun 1998 hingga 2013 yang selalu mengalami kenaikan. Di tahun
5

2013, produksi padi di NTT mencapai 729.666 ton GKG (Gabah Kering Giling).
Dari angka tersebut, dapat diestimasikan potensi jerami di Provinsi Nusa Tenggara
Timur adalah 1.021.532 ton. Angka tersebut didapatkan dengan mengalikan jumlah
panen GKG NTT dengan faktor sebesar 1,4. (Kim dan Dale, 2004).
Jerami padi merupakan salah satu limbah hasil panen padi yang belum banyak
dimanfaatkan. Belum ada pemanfaatan yang terintegrasi akan jerami padi ini.
Beberapa petani pun hanya membakarnya hingga hangus, karena apabila tidak
dibakar, jerami hanya akan menghabiskan lahan tanam padi para petani. Walaupun
sudah ada beberapa petani yang mampu memanfaatkan jerami menjadi pupuk
dengan bantuan mikroorganisme EM4 dan kotoran ternak.
Padahal, jerami padi memiliki kandungan selulosa yang cukup tinggi hingga
28% hingga 36% berat. Dengan kadar hemiselulosa mencapai 23% hingga 28%.
Apabila terdapat perlakuan khusus terhadap jerami padi dengan dilakukan
pemanasan dengan katalis NaOH, maka kadar selulosa dalam jerami padi dapat
mencapai 91,484% (Jalaluddin dan Rizal, 2005). Dengan kandungan selulosa yang
cukup tinggi tersebut, maka pemanfaatan jerami padi sebagai bioreduktor dalam
proses pembuatan mangan sulfat cukup feasible (Wahyudi et al., 2013).
Bahan baku pembuatan mangan sulfat selain bijih mangan dan tandan kelapa
sebagai reduktor, adalah asam sulfat (H2SO4). Asam sulfat (SNI 06-0030-1996)
untuk pabrik mangan sulfat ini diperoleh dari PT. Petrokimia Gresik dengan kadar
98%.

2.

Potensi dan Permintaan Pasar


Seperti yang telah dipaparkan di awal, bahwa mangan sulfat merupakan poros
dari produk-produk mangan lainnya. Hal ini disebabkan untuk membuat produkproduk turunan mangan tersebut secara langsung, dibutuhkan batuan mangan
dengan kadar yang tinggi, dimana keberadaan batuan dengan kadar mangan yang
cukup tinggi untuk langsung diolah menjadi tersebut di bumi sangat terbatas.
Sehingga diperlukan suatu proses, untuk me-recovery mineral mangan dari
batuan dengan kadar mangan yang tidak terlalu tinggi, menjadi suatu produk yang
memiliki kadar mangan yang lebih besar, dan produk antara ini adalah mangan
sulfat. Atau dengan kata lain, dapat dikatakan bahwa untuk mengolah mineral
mangan menjadi produk-produk turunannya seperti pakan ternak, pupuk,

ferromanganese alloy, baterai kering, hingga Lithium-Ion Battery membutuhkan


bahan baku berupa mangan sulfat.
Seiring perkembangan jaman, maka kebutuhan akan produk-produk turunan
mineral mangan tersebut menjadi semakin meningkat. Oleh karena itu, dibutuhkan
adanya suatu industri mangan sulfat yang dapat menopang peningkatan kebutuhan
akan produk-produk turunan mineral mangan di Indonesia.
Saat ini, kebutuhan mangan sulfat dunia berkisar antara 2.025.000 ton/tahun
dan diperkirakan terus bertambah seiring dengan kemajuan jaman (Pagnanelli, et
al., 1999). Bahkan, salah satu pabrik mangan sulfat high purity di Amerika Serikat
dengan kapasitas 3000 ton/tahun pada 2010, menambah kapasitasnya menjadi
10000 ton/tahun hanya dalam 2 tahun, pada tahun 2012. Sehingga terlihat,
perkembangan mangan sulfat semakin meningkat seiring waktu.
Selain itu, hingga tahun 2009, lima puluh delapan persen kebutuhan mangan
sulfat di dunia masih diproduksi Tiongkok. Sehingga, untuk memenuhi
kebutuhannya akan mangan sulfat, negara-negara Asia Tenggara kebanyakan
masih mengimpor dari Cina yang merupakan produsen mangan sulfat terdekat.
Oleh karena itu, hal ini menjadi pasar yang potensial bagi Indonesia, apabila
memiliki pabrik mangan sulfat nya sendiri. Tidak hanya untuk mengembangkan
potensi NTT untuk mensejahterakan rakyatnya, namun juga untuk mencukupi
kebutuhan akan mangan sulfat di Indonesia hingga Asia Tenggara.

3.

Kapasitas Pabrik yang Sudah Ada


Dari beberapa referensi yang didapat, perbandingan kapasitas produksi
mangan sulfat pada beberapa industri adalah sebagai berikut.
No.

Nama Pabrik

Kapasitas (Ton/Tahun)

1.

Tianjin Crown Champion Industrial

60000

Co., Ltd.
2.

Reshmika Minerals & Chemicals

60000

Pvt. Ltd.
3.

Zibo Pulisi Trading Co., Ltd.

24000

4.

Guangxi Lianyi Chemical Imp. &

20000

Exp.Co., Ltd
5.

Shanghai Pengkai Chemical Co.,

20000

Ltd.
6.

Aikya Chemicals Private Limited

18000

(ACPL)
Tabel 2. Perbandingan Produksi Mangan Sulfat pada Beberapa Industri
Setelah mengetahui kebutuhan mangan sulfat di dunia sebesar 2.025.000
ton/tahun dan kebutuhan di Asia Tenggara pun belum tercukupi secara mandiri.
Berdasarkan pertimbangan yang terlampir di atas, maka diambil keputusan untuk
membangun pabrik mangan sulfat di Indonesia dengan kapasitas sebesar 30000
ton/tahun.

BAB III
PEMILIHAN PROSES
Pengolahan mineral pada umumnya dilakukan dengan prinsip pengambilan unsur
logam yang diinginkan dari bentuk oksida, menjadi logam yang diinginkan melalui
proses reduksi. Proses pengolahan mineral tersebut dapat dikelompokkan menjadi
proses pyrometallurgy dan hydrometallurgy. Pertimbanngan pemilihan kedua proses
tersebut, selain ditinjau dari produk yang diinginkan, juga ditinjau dari aspek
lingkungan dan ekonomi.
Proses pyrometallurgy adalah proses pengolahan mineral dengan menggunakan
panas sebagai treatment untuk memperoleh produk yang diinginkan. Pada umumnya,
pyrometallury dilakukan pada blast furnace dengan suhu operasi di atas 15000C. Pada
pyrometallurgy, terjadi proses smelting dan roasting yang juga ditambah dengan
reduktor, misalnya batubara ataupun arang. Proses pyrometallurgy ini selain
menghasilkan produk, juga menghasilkan komponen lain yang disebut dengan slug.
Slug merupakan bagian nonlogam yang terbentuk dari hasil proses. Slug dapat
berwujud oksida yang dapat dipisahkan dari produk utama di akhir proses
pyrometallurgy
Sedangkan proses hydrometallurgy atau dapat juga disebut dengan proses
leaching, merupakan proses pengolahan mineral dengan cara melarutkan komponen
yang akan diolah, dari batuan bijihnya, dengan menggunaakan senyawa tertentu, yang
pada umumya digunakan menggunakan asam sulfat. Komponen logam yang akan
diambil sebagai produk kemudian dipisahkan dari campuran hasil leaching, pada
umumnya menggunakan proses elektrolisis. Apabila ditinjau dari kebutuhan energi,
proses hydrometallurgy relatif membutuhkan energi yang kecil karena dilakukan pada
suhu yang relatif rendah. Selain itu, proses hydrometallurgy juga lebih ramah
lingkungan karena tidak menghasikan gas buang dan solid waste seperti proses
pyrometallurgy.

Perbandingan

antara

pyrometallurgy

dan

hydrometallurgy

ditampilkan lebih detail pada daftar berikut:

Parameter

Pyrometallurgy

Hydrometallurgy

Gas emission

High, varies from CO2,

Low (room temperature) and

grreenhouse gaseous, volatile

easy to treat

organic compound
Dioxin

High

No dioxins

potential
Dust potential

High, during material handling and Low, dissolve in solution or


transport

taken care off by by pollution


control equipment

Economics

Huge investment capital and job

High job creation as

creation

processes involved are


lapbour intensive

Social

Low, due to high environmental

High, cleaner environment

acceptance

liabilities

with highly effective and


mature pollution control
methodology

Energy

High (up to 12000C)

Low (room temperature)

Recovery rate

Low (only fraction of metals),

High recovery, clean

useful non-metals are incinerated

separation of material types

and impossible to recover

enable individual effective


recovery

Final residue

Condition

High (slag and dusts), potential

Low, only mixed plastics,

metal trapped to reduce recovery

which could be recycled into

effectiveness

engineered plastic

of Hard conditions around furnace

Clean condition

work place
(TES-AMM Singapore, 2008)
Tabel 3. Perbandingan Proses pyrometallurgy dan hydrometallurgy
Berdasarkan berbagai pertimbangan di atas, maka dipilih proses hydrometallurgy
dalam pabrik pengoalahan mangan dari pirolusit yang akan dirancang. Pada proses
yang menggunakan hydrometallurgy, secara garis besar, proses dapat dibagi menjadi
tahap leaching, reduksi, dan pemurnian produk.
10

Perbedaan terkait proses pengolahan mangan dengan proses hydrometallurgy


pada dasarnya terletak pada jenis reduktor yang digunakan. Jenis reduktor tersebut
selanjutnya akan menentukan proses pemurnian, meskipun tidak terlalu signifikan.
Pada umumnya, proses diawali dengan preparasi pirolusit yang meliputi pencucian
hingga grinding dengan ukuran tertentu. Selanjutnya, pirolusit yang telah berukuran
halus tersebut di-leaching menggunakan H2SO4. Slurry hasil leaching tersebut
kemudian direduksi, baik dalam satu reaktor dengan proses leaching maupun
dilakukan pada reaktor yang berbeda.
Proses pemurnian antara satu proses dengan yang lain juga relatif sama. Di mana
hasil reduksi harus dikurangi kandungan airnya terlebih dahulu sebelum diproses
lebih lanjut. Dari hasil proses sebelumnya, masih terkandung logam-logam lain yang
berasal dari mineral pirolusit, misalnya Fe, Ca, Si, dan logam-logam lainnya.Logamlogam tersebut kemudian dipisahkan secara presipitasi dengan mengatur pH dari
sistem. Produk diambil dalam bentuk kristal MnSO4. Proses kristalisasi tersebut
dilakukan setelah logam-logam lain diendapkan. Gambaran umum dari proses
pengolahan MnSO4 dapat diskemakan sebagai berikut.

Reductor

Gambar 3. Skema Proses Produksi MnSO4 Secara Umum


11

Dari tahapan-tahapan tersebut, terlihat bahwa alternatif-alternatif proses terletak


pada jenis senyawa kimia untuk leaching dan reduksi saja. Berikut ini akan ditinjau
beberapa proses pengolahan mangan menjadi mangan sulfat menggunakan berbagai
jenis reduktor sebagai berikut.
1. Proses Pembuatan Mangan Sulfat Menggunakan Reduktor Asam Oksalat
Proses dibagi menjadi 3 tahap yaitu, pelindian bijih mangan, pemurnian, dan
kristalisasi larutan hasil pelindian. Pada tahap preparasi bahan, terlebih dahulu
dilakukan size reduction pada bijih mangan hingga ukuran 140 mesh. Pada tahap
pelindian, digunakan asam sulfat sebagai solven dan asam oksalat sebagai reduktor.
Penggunaan asam oksalat tersebut didasarkan pada asam oksalat dapat digunakan
sebagai bioleaching pada masa yang akan datang karena dapat diregenerasi oleh fungi
jenis tertentu. Proses reduksi menggunakan asam oksalat dapat dinyatakan dengan
reaksi berikut:
MnO2 + HOOC-COOH + 2H+

Mn2+ +2CO2 + 2H2O

(1)

Proses tersebut secara optimal dapat dijalankan pada kondisi dengan


konsentrasi asam sulfat 6%, suhu pelindian adalah 800C, persen solid 5%, konsentrasi
asam oksalat 30g/L, kecepatan pengadukan 200rpm, dan waktu ekstraksi selama 6
jam. Berdasarkan kondisi proses tersebut, diperoleh persen ekstraksi mangan sebesar
97,72%.
Proses pemurnian dilakukan dengan mengendapkan logam-logam pengotor
lain dengan cara mengatur pH. Pada pH 6 dan suhu 700C, diperoleh persen Fe yang
terendapkan mencapai 99,93%. Sedangkan produk MnSO4.xH2O yang diperoleh
memilik kemurnian 79,11%.

2. Proses Pengolahan Mangan menjadi Mangan Sulfat dengan Reduktor Tandan


Kelapa Sawit
Tandan kelapa sawit, yang merupakan salah satu limbah dari industri kelapa
sawit mengandung selulosa sebanyak 45,95%, hemiselulosa 22,84%, lignin 16,49%,
dan abu 1,25%. Tingginya kandungan selulosa tersebut dapat menjadikan tandan
kelapa sawit menjadi reduktor untuk proses pengolahan mangan. Selulosa dapat
mengalami reaksi oksidasi, sedangkan MnO2 akan mengalami reduksi. Proses tersebut
mengikuti reaksi sebagai berikut:
12n MnO2 + (C6H10O5)n +12n H2SO4

12n MnSO4 + 6n CO2 +17n H2O

(2)
12

Penggunaan reduktor organik telah banyak digunakan karena pertimbangan low cost
dan lebih environmentally friendly. Beberapa contoh reduktor organik yang telah
digunakan adalah monomer karbohidrat, turunan aldehid dan keton karena gugus
fungsinya yang mudah teroksidasi.
Proses tersebut diawali dengan preparasi bijih mangan, yang meliputi
pencucian, pengeringan dan grinding dengan ukuran 200 mesh. Selanjutnya, bijih
mangan tersebut di-leaching menggunakan asam sulfat serta direduksi dengan
perbandingan reduktor 2:1.
Proses tersebut dilakukan pada suhu 900C selama 120 menit dengan
konsentrasi asam sulfat yang digunakan adalah 2,0 M. Dari proses tersebut dihasilkan
hasil leaching 81,99%.

3. Proses Pengolahan Mangan menjadi Mangan Sulfat dengan Reduktor Limbah


Kertas
Limbah yang mengandung komponen berbasis lignoselulosa dapat dijadikan
reduktor, misalnya limbah industri kertas ataupun kertas itu sendiri. Beberapa limbah
berbasis lignoselulosa yang dapat digunakan sebagai reduktor adalah limbah
pengolahan kayu dan baggases. Proses ini mengikuti reaksi sebagaimana proses yang
menggunakan senyawa organik sebagai reduktor, yaitu MnO2 dengan bagian -D
glukosa pada selulosa ((C6H10O5)n ) mengikuti reaksi:
12n MnO2 + (C6H10O5)n +12n H2SO4

12n MnSO4 + 6n CO2 +17n H2O

(3)

Proses preparasi bahan meliputi pencucian, pengeringan dan grinding. Limbah


kertas yang digunakan juga harus dipotong-potong terlebih dahulu. Jenis dari kertas
yang digunakan juga memberikan pengaruh pada recovery yang diperoleh.
Proses ini dilakukan pada suhu 900C selama 8 jam dengan konsentrasi H2SO4
5% serta perbandingan antara bijih mangan dengan reduktor adalah 2:1. Dari kondisi
tersebut dihasilkan 82,29% untuk kertas yang telah mengalami proses pemutihan dan
93,07% untuk kertas koran.

13

4. Pengolahan Mangan menggunakan Reduktor Gas SO2


Selain menggunakan reduktor-reduktor yang berbasis organik, terdapat pula
proses yang menggunakan gas SO2. Tahap preparasi relatif sama dengan prosesproses lain yaitu meliputi pencucian, pengeringan dan grinding. Pirolusit yang telah
di-grinding selanjutnya di-leaching menggunakan H2SO4. Proses reduksi dilakukan
dengan menggunakan bubble jet reactor di mana gas SO2 digelembungkan ke dalam
slurry hasil leaching H2SO4.
Pada proses ini terdapat 2 reaksi yang terjadi, di mana salah satu dari reaksi
tersebut merupakan reaksi samping:
MnO2 + SO2

MnSO4

(4)

MnO2 + 2SO2

MnS2O6

(5)

Pada dasarnya MnS2O6 yang terbentuk dapat dipisahkan dengan perlakuan lebih
lanjut. Proses yang sering digunakan adalah dengan menggunakan Na2CO3 menjadi
garam-garam yang dapat diendapkan.
Proses ini dilakukan pada konsentrasi H2SO4 0,15 M dan konsentrasi SO2
6,62%. Dari proses ini dihasilkan MnSO4 dengan kemurnian 95,5%.
Dari berbagai jenis reduktor tersebut, dipilih reduktor alami (bioreductor)
berupa jerami padi. Hal ini dipilih karena di NTT, jerami padi sangat banyak
jumlahnya dan belum termanfaatkan dengan baik. Padahal, jerami padi memiliki
kandungan selulosa yang tidak kalah baik apabila dibandingkan dengan bioreduktor
lainnya. Selain itu, jerami padi dapat memiliki kandungan selulosa hingga 91,484%
dengan sedikit treatment berupa pemanasan dengan katalis NaOH. Dan juga,
pemilihan jerami padi sebagai bioreduktor membuat pabrik mangan sulfat lebih
environmentally friendly karena dapat memanfaatkan jerami padi yang notabene
hanya limbah yang hanya dibuang untuk dibakar. Sehingga, proses pembuatan
mangan sulfat dengan proses leaching asam sulfat dengan bioreduktor berupa jerami
padi dipilih sebagai proses dalam pabrik mangan sulfat ini.

14

15

BAB IV
LOKASI PABRIK
Salah satu aspek penting dalam pendirian sebuah pabrik adalah penentuan lokasi
pabrik. Lokasi pabrik akan sangat menentukan kondisi pabrik, baik dari segi teknis maupun
ekonomis. Keberadaan suatu pabrik juga akan berpengaruh pada keadaan masyarakat dan
lingkungan di sekitarnya.
Pabrik mangan sulfat dari bijih mangan ini direncanakan akan dibangun di Baumata,
Kabupaten Kupang, Provinsi Nusa Tenggara Timur. Peta lokasi pabrik yang hendak
dibangun dapat dilihat pada gambar berikut.

Gambar 15. Peta Lokasi Pendirian Pabrik Mangan Sulfat

1. Raw material oriented dan market oriented


Lokasi pasokan bahan baku dan lokasi pemasaran merupakan dua hal yang penting
dipertimbangkan dalam pemilihan lokasi suatu pabrik. Pabrik dapat didirikan dengan
orientasi lokasi mendekati sumber raw material, untuk mempermudah supply bahan baku
yang kontinyu, atau mendekati pasar penjualan produk, untuk mempermudah distribusi
produk ke pasaran.
Dalam perencanaan pendirian pabrik ini, raw material oriented lebih diprioritaskan
dibanding market oriented. Hal ini karena perbandingan massa raw material dan produk
yang cukup besar, sehingga untuk memindahkan raw material jauh lebih sulit dan
otomatis akan memakan biaya lebih banyak dibandingkan pemindahan produk.
16

Raw material dari pabrik ini adalah batuan pirolusit yang cukup banyak terdapat di
Kambupaten Kupang. Diperkirakan terdapat cadangan mangan dalam bentuk pirolusit
hingga seluas 3.015.340.000 m3 yang terdapat di sejumlah kecamatan antara lain:
Sabu Barat (Mesara) 82.800.000 m3, Sabu Timur (Timu) 52.560.000 m3, Kupang
Barat (Tabun, Tuabata, 1.168.800.000 m3 Oilsaluk, dan Bone), Kupang Tengah
962.340.000 m3, Amarasi (Ponain dan Beito) 799.200.000 m3, dan Fatuleu (Camplong II
km 57,8) 1.200.000 m3.
Meskipun didirikan dengan orientasi lokasi sumber raw material, pemasaran produk
juga tetap harus diperhatikan. Pabrik ini berorientasi pada pasar ekspor, sehingga akses ke
pelabuhan menjadi sesuatu yang penting. Akses ke pelabuhan, selain penting untuk
ekspor produk, juga dapat digunakan untuk mendistribusikan produk di dalam negeri.

2. Transportasi
Sarana transportasi yang memadai dibutuhkan baik untuk supply bahan baku maupun
untuk distribusi produk ke pasaran. Sarana yang dimaksud meliputi alat transportasi
berupa kendaraan dan sarana lainnya. Keberadaan sarana transportasi yang memadai
merupakan hal yang sangat penting bagi suatu pabrik, karena biaya yang dibutuhkan
untuk transportasi biasanya tidak sedikit.
Sarana transportasi darat dalam hal ini adalah jalan darat yang menghubungkan satu
kecamatan dengan kecamatan yang lain berupa jalan aspal. Ketersediaan jaringan jalan
di Kabupaten Kupang secara kuantitatif cukup memadai. Jaringan yang ada telah
menjangkau seluruh kecamatan terutama ibukota kecamatan dengan kondisi jalan pada
umumnya cukup baik. Berikut adalah profil prasarana jalan di Kabupaten Kupang.
Selain itu, sebagai sebuah kabupaten yang terdiri dari pulaupulau maka
membutuhkan jaringan perhubungan angkutan laut terutama untuk menghubungkan
daerahdaerah

kantong

produksi

dengan

pusat

perdagangan.

Di

samping

pelabuhanpelabuhan laut dipakai untuk keperluan ekspor, maupun trasportasi laut ke luar
Kabupaten

Kupang,

pelabuhanpelabuhan

yang

ada

seperti

Pelabuhan

Tenno

dipergunakan sebagai pintu keluar masuk hewanhewan dan hasil bumi yang
diantarpulaukan. Untuk kebanyakan masyarakat Kabupaten Kupang yang berada di pulau
Timor biasanya memanfaatkan Pelabuhan Tenno untuk kapal penumpang besar seperti
KM Dobonsolo, KM Dorolonda, KM Wilis, KM Pangangaro, KM Sri Guntang, dan
lainlainnya yang datang secara reguler untuk sebagai media transportasi laut antar pulau,

17

misalnya ke Pulau Jawa, Pulau Bali, Flores, Sumba, Maluku, dan sebagainya. Pelabuhan
Bolok I dan II yang merupakan pelabuhan permanen dengan fasilitas moveable brigde.
Pelabuhan ini biasanya disinggahi Kapal Motor Penyeberangan Biasa (Ferry biasa) dan
Kapal Motor Penyeberangan Cepat (Ferry cepat).
Beberapa pelabuhan lain yang terdapat di antaranya adalah Pelabuhan Biu di Sabu
Timur yang imanfaatkan untuk transportasi beton, penumpang yang menggunakan kapal
motor berskala kecil, Pelabuhan Raijua di Raijua dimanfaatkan untuk nelayan yang
menggunakan kapal motor yang kecil, Pelabuhan Hansisi di Pulau Semau, Pelabuhan
Tablolong di Tablolong, Pelabuhan Naikliu di Naikliu.

3. Air, bahan bakar, power, dan utilitas lain


Operasi suatu pabrik sangat tergantung dengan keberadaan sumber energi, sumber air,
dan berbagai utilitas lainnya. Sumber energi berupa listrik dan bahan bakar diperlukan
untuk operasional mesin-mesin pabrik, sedangkan air diperlukan misalnya untuk
keperluan proses, pembersih, pendingin, dan sebagainya. Karena itu, pabrik harus
didirikan di lokasi yang memiliki ketersediaan sumber energi, air, dan sumber daya lain
yang memadai.
Lokasi pabrik di Kabupaten Kupang cukup menguntungkan dari segi ketersediaan
sumber air, karena Kabupaten Kupang dialiri oleh banyak sungai-sungai. Sungai yang
memiliki potensi sebagai sebagai sumber air untuk pabrik yang ingin dibangun adalah
Sungai Oesao dan Batu Merah.
Dilansir dari data Badan Pusat Statistik Indonesia (BPS), saat ini Kabupaten Kupang
memiliki 2 (dua) unit Gardu Induk masingmasing berkapasitas 20 MW tegangan 70/20
KV, GI Naibonat yang berlokasi di Kabupaten Kupang dan GI Bolok yang memiliki
kapasitas 20 MW dan tegangan 70/20 KV. Dalam rangka pemerataan pembangunan dan
pemenuhan kebutuhan listrik ke berbagai daerah termasuk daerah yang terisolasi.
Pemerintahan Daerah Kabupaten Kupang juga membangun PLTU Bolok di
kecamatan Kupang Barat yang memiliki kapasitas 2x16,5 MW yang akan terinterkoneksi
ke PLTU Apoik di Kabupaten Belu.
Sehingga, sumber daya listrik dari pabrik yang ingin didirikan dapat diperoleh dari
PT. PLN maupun dengan membangun pembangkit listrik sendiri.

18

4. Tenaga kerja dan buruh


Sumber daya manusia yang tersedia juga menjadi salah satu aspek pertimbangan
pemilihan lokasi pabrik. Tenaga kerja merupakan pelaku utama dalam proses industri,
sehingga keberadaan tenaga kerja yang baik akan memperlancar jalannya proses
produksi. Selain itu juga perlu dipertimbangkan tentang besar upah minimum regional di
daerah berdirinya pabrik, demi menjamin terpenuhinya hak pegawai untuk memperoleh
pendapatan yang memadai.
Menurut data dari BPS pada tahun 2012, jumlah penduduk usia angkatan kerja di
Kabupaten Kupang yang berstatus sebagai pengangguran terbuka adalah sebanyak 22.596
orang, atau sekitar 10,1% dari total penduduk di Kupang. Karena itu, berdirinya pabrik ini
diharapkan dapat memberikan peluang kerja bagi para tenaga kerja tersebut.

5. Kondisi geografis
Kondisi geografis di wilayah berdirinya pabrik, misalnya faktor iklim dan gempa akan
sangat mempengaruhi operasi suatu pabrik. Pabrik yang berdiri di Negara beriklim tropis,
seperti di Indonesia dan negara-negara Asia Tenggara, tentu akan berbeda perlakuannya
dengan pabrik yang berdiri di negara beriklim empat musim. Faktor gempa juga penting
untuk dipertimbangkan, terutama bila pabrik didirikan di lokasi yang memiliki tingkat
gempa tinggi seperti Indonesia.
Kabupaten Kupang merupakan salah satu kabupaten yang berada di wilayah Propinsi
Nusa Tenggara Timur terletak tepat di Pulau Timor bagian barat. Luas wilayah
Kabupaten Kupang seluas 5.298,23 km dan memiliki 24 pulau di mana 3 (tiga) pulau di
antaranya berpenghuni yaitu Pulau Timor, Pulau Semau, dan Pulau Kera. Sedangkan
sisanya 21 Pulau merupakan pulaupulau tidak berpenghuni. Geografis Kabupaten
Kupang terletak di antara 12130 12411 Bujur Timur dan 919 1057 Lintang
Selatan. Daerah yang memiliki wilayah terluas adalah kecamatan Takari (508,13 km)
atau 10% dari total wilayah Kabupaten Kupang. Daerah yang memiliki wilayah terkecil
adalah Kabupaten Fatuleu Tengah

(107,85

km)

atau

2%

dari

total

wilayah

Kabupaten Kupang.
Permukaan tanah di wilayah Kabupaten Kupang umumnya berbukitbukit,
bergunung, dan sebagian terdiri dari dataran rendah dengan tingkat kemiringan ratarata
45, ketinggian ratarata di atas permukaan laut berada diantara 0 500 m yang tersebar
merata di berbagai kecamatan.

19

Tipe iklim Kabupaten Kupang tergolong wilayah beriklim semi ringkai (Semi Arida)
yang terdiri atas iklim kemarau yang berlangsung sepanjang bulan AprilNovember dan
musim hujan antara bulan DesemberMaret.
Provinsi Nusa Tenggara Timur juga rawan akan gempa. Sehingga, pemilihan lokasi
pabrik di Kabupaten Kupang Provinsi NTT juga disertai tindakan preventif untuk
mencegah efek gempa yang mungkin terjadi.

20

DAFTAR PUSTAKA
Chow, N., Nacu, A., Warkentin dan D., Aksenov, I., Teh, H., 2010, The Recovery of
Manganese from Low Grade Resources: Bench Scale Metallurgical Test Program
Completed, American Manganese Inc.
Hariprasad, D., Dash, B., Ghosh, M.K. dan Anand, S., 2008, Mn Recovery from Medium
Grade Ore Using a Waste Cellulosic Reductant, Institute of Minerals and Materials
Technology.
Hurlbut, C. S., dan Sharp, W. E., 1998, Danas Minerals and How To Study Them, John
Wiley & Sons Canada.
Jalaluddin, dan Rizal, S., 2005, Pembuatan Pulp dari Jerami Padi dengan Menggunakan
Natrium Hidroksida, Jurnal Sistem Teknik Industri, 6, 53-56.
Knight, B., 2004, Gem Magic, Fair Winds Press USA.
Kim dan Dale, 2004, Global Potential Bioethanol Production From Wasted Crops and
Crop Residues, Biomass and Bioenergy, 26, 361-375.
Liew, F.C., 2008, Pyrometallurgy vs Hydrometallurgy, Engineering Department TESAMM Singapore.
Pagnanelli, F., Garavini, M., Veglio, F., Toro, L., 2001, Preliminary Screening of
Purification Processes of Liquor Leach Solutions Obtained from Reductive Leaching
of Low Grade Manganese Ores, Hydrometallurgy, 71, 319-327.
Sahoo, R. N., dan Das, S. C., 2000, Leaching of Manganese from Low Grade Manganese
Ore using Oxalic Acid as Reductant in Sulfuric Acid Solution, Hydrometallurgy,
62(3), 157-163.
Schwartz, M., 2002, Encyclopedia of Materials, Parts, and Finishes, CRC Press Florida
Sumardi, S., Mubarok, Z. Z., Saleh, N., 2013, Pengolahan Bijih Mangan menjadi Mangan
Sulfat Melalui Pelindian Reduktif Menggunakan Asam Oksalat dalam Suasana
Asam, Prosiding Semirata FMIPA Universitas Lampung.
Wei-yi, S., Shi-Jun, S., Qing-yuan, W. dan Sang-lan, D., 2012,Lab-scale Circulation
Process of Electrolytic Pyrolusite Manganese Leaching by SO2, 2012,
Hydrometallurgy, 133, 118-125.
Wahyudi, H., Zaharah, T.A., Wahyuni, N., 2013, Ekstraksi Mangan dengan Proses
Leaching Asam Sulfat Menggunakan Tandan Kosong Sawit sebagai Reduktor,
JKK, 2, hlm. 34-37.

21

Anda mungkin juga menyukai