T2 Selasa 2-Desember-2014 12.29 WIB
T2 Selasa 2-Desember-2014 12.29 WIB
11/313418/TK/37898
11/319155/TK/38286
11/319236/TK/38366
Pembimbing :
Dr. Ir. Aswati Mindaryani, M.Sc.
LEMBAR PENGESAHAN
Yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa laporan tugas PPK tahap T2
(Preliminary Feasibility Study) ini disusun setelah melalui proses konsultasi sesuai
aturan Jurusan Teknik Kimia FT UGM, dan karenanya menyetujui untuk
dikumpulkan.
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam yang tersebar
di seluruh pulau. Salah satunya yaitu mineral logam, mangan. Mangan merupakan
logam keempat setelah besi, alumunium, dan tembaga yang paling banyak
dikonsumsi. Mangan di alam, sebagian besar sebagai pyrolusite (MnO2) yang stabil.
Saat ini, Indonesia memiliki mangan kualitas baik. Data yang dilansir Badan Geologi,
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral tahun 2010 menyebutkan bahwa
sumber daya mangan di Indonesia, 10,62 berupa bijih dan 5,78 juta ton merupakan
logam. Sementara cadangan yang ada 0,93 juta ton berupa bijih dan logam sebanyak
0,59 juta ton. Bahkan, bijih mangan di Provinsi Nusa Tenggara Timur merupakan
yang terbaik kedua setelah bijih mangan Afrika Selatan. Nusa Tenggara Timur
memiliki 3.015.340.000 m3 pirolusit, yang mengandung 45,44% mangan (Sumardi, et
al., 2013).
Pemanfaatan mangan sebagian besar digunakan untuk tujuan metalurgi, yaitu
untuk proses produksi besi baja sedangkan penggunaan mangan untuk tujuan non
metalurgi antara lain untuk produk keramik, gelas, bahan kimia, dan baterai kering
yang sedang marak saat ini (Sahoo, et al., 2001). Namun, terdapat produk turunan
mangan yang merupakan produk tengah yang dapat menjadi poros pengolahan produk
mangan, yaitu mangan sulfat.
Mangan sulfat merupakan bahan baku proses petrokimia, cat, makanan ternak,
mangan metal, dan sebagai bahan baku pembuatan baterai Lithium Ion (Sumardi, et
al., 2013). Mangan sulfat dengan kemurnian tinggi memiliki harga jual yang cukup
tinggi karena merupakan bahan baku dalam pembuatan baterai Lithium Ion. Pada
tahun 2009, Tiongkok memproduksi 58% kebutuhan mangan sulfat di dunia.
Sampai saat ini, Indonesia belum memanfaatkan potensi mineral mangan ini
dengan optimal. Ini di tunjukkan dengan Indonesia hanya mengekspor dalam jumlah
besar mangan hanya dalam bentuk bijih. Dilansir oleh Koran Tempo Online (Minggu,
5 Agustus 2012), bijih mangan dari NTT dihargai Rp 400/kg hanya untuk diekspor ke
negara lain seperti Tiongkok. Padahal, harga batuan mangan di dunia berkisar antara
Rp 3000/kg.
Dengan adanya Peraturan Pemerintah No.1 tahun 2014 bahwa dalam rangka
meningkatkan manfaat mineral bagi rakyat dan untuk kepentingan pembangunan
daerah, maka perlu peningkatan nilai tambah mineral melalui kegiatan pengolahan
dan pemurnian sumber daya mineral didalam negeri. Ini disimpulkan bahwa saat ini
Indonesia tidak diizinkan untuk mengekspor hasil sumber daya alam mineral dan batu
bara dalam bentuk bijih, melainkan harus diolah ataupun dimurnikan terlebih dahulu
agar nilai jual dapat meningkatan pendapatan dalam negeri.
Data menunjukkan konsumsi mangan sulfat dunia sekitar 1.300.000 ton pada
tahun 1999 dengan kenaikan rata rata sebesar 3% setiap tahunnya. Sehingga, dapat
diestimasikan bahwa kebutuhan dunia akan mangan sulfat pada tahun 2014 adalah
sebesar 2.025.000 ton per tahun dan ini terus meningkat (Pagnanelli, et al., 1999).
Dengan potensi batuan mangan di Indonesia; khususnya Nusa Tenggara Timur; yang
memiliki kualitas terbaik kedua dunia, Indonesia dapat menjadi salah satu penghasil
mangan sulfat yang merupakan poros produk olahan mangan yang memiliki banyak
manfaat. Sehingga, perancangan pabrik mangan sulfat dari bijih mangan di Indonesia
sangat feasible dan menarik untuk di bangun.
B. TINJAUAN PUSTAKA
1. Pirolusit
Nama batuan pirolusit diambil dari Bahasa Yunani yaitu dari kata pyr dan
lousis. Pyr berarti api dan lousis berarti cuci. Masyarakat yunani yang kala itu
memberi nama ke batuan tersebut mungkin berpikir bahwa pirolusit layaknya
sebuah batu yang telah tercuci oleh panasnya api (Knight, 2004).
Namun, terdapat pula sumber yang mengatakan pirolusit mendapatkan
namanya, karena sejak dulu telah digunakan oleh para pembuat kaca di yunani
untuk menghilangkan warna yang tidak diinginkan pada saat proses pembuatan
kaca. Atau dengan kata lain pirolusit berarti api pencuci. Dengan kandungan
oksigen yang cukup besar, pirolusit juga biasa dipakai dalam analisis di dalam
laboratorium sebagai sumber oksigen (Hurlbut, 1998).
Pirolusit memiliki bentuk tetragonal, dan jarang ditemui dalam bentuk
kristal. Apabila ditemukan dalam bentuk kristal, batuan tersebut biasa disebut
polianite. (Hurlbut, 1998). Berikut gambar batuan pirolusit.
2. Mangan Sulfat
Mangan sulfat merupakan senyawa anorganik dengan rumus kimia MnSO4.
Mangan sulfat biasanya diperjualbelikan dalam bentuk kristal mangan sulfat
sebagaimana dapat dilihat pada gambar berikut.
Karakteristik
Penjelasan
Rumus molekul
MnSO4.H2O, MnSO4
Wujud
Berat molekul
169.01
Titik leleh
200 oC
Titik didih
850 oC
Fase
Solid
Spesific Gravity
2,95
BAB II
ANALISIS PASAR
Untuk menentukan kapasitas dan kelayakan pasar, maka diperlukan analisis
berdasarkan poin-poin sebagai berikut:
1.
2013, produksi padi di NTT mencapai 729.666 ton GKG (Gabah Kering Giling).
Dari angka tersebut, dapat diestimasikan potensi jerami di Provinsi Nusa Tenggara
Timur adalah 1.021.532 ton. Angka tersebut didapatkan dengan mengalikan jumlah
panen GKG NTT dengan faktor sebesar 1,4. (Kim dan Dale, 2004).
Jerami padi merupakan salah satu limbah hasil panen padi yang belum banyak
dimanfaatkan. Belum ada pemanfaatan yang terintegrasi akan jerami padi ini.
Beberapa petani pun hanya membakarnya hingga hangus, karena apabila tidak
dibakar, jerami hanya akan menghabiskan lahan tanam padi para petani. Walaupun
sudah ada beberapa petani yang mampu memanfaatkan jerami menjadi pupuk
dengan bantuan mikroorganisme EM4 dan kotoran ternak.
Padahal, jerami padi memiliki kandungan selulosa yang cukup tinggi hingga
28% hingga 36% berat. Dengan kadar hemiselulosa mencapai 23% hingga 28%.
Apabila terdapat perlakuan khusus terhadap jerami padi dengan dilakukan
pemanasan dengan katalis NaOH, maka kadar selulosa dalam jerami padi dapat
mencapai 91,484% (Jalaluddin dan Rizal, 2005). Dengan kandungan selulosa yang
cukup tinggi tersebut, maka pemanfaatan jerami padi sebagai bioreduktor dalam
proses pembuatan mangan sulfat cukup feasible (Wahyudi et al., 2013).
Bahan baku pembuatan mangan sulfat selain bijih mangan dan tandan kelapa
sebagai reduktor, adalah asam sulfat (H2SO4). Asam sulfat (SNI 06-0030-1996)
untuk pabrik mangan sulfat ini diperoleh dari PT. Petrokimia Gresik dengan kadar
98%.
2.
3.
Nama Pabrik
Kapasitas (Ton/Tahun)
1.
60000
Co., Ltd.
2.
60000
Pvt. Ltd.
3.
24000
4.
20000
Exp.Co., Ltd
5.
20000
Ltd.
6.
18000
(ACPL)
Tabel 2. Perbandingan Produksi Mangan Sulfat pada Beberapa Industri
Setelah mengetahui kebutuhan mangan sulfat di dunia sebesar 2.025.000
ton/tahun dan kebutuhan di Asia Tenggara pun belum tercukupi secara mandiri.
Berdasarkan pertimbangan yang terlampir di atas, maka diambil keputusan untuk
membangun pabrik mangan sulfat di Indonesia dengan kapasitas sebesar 30000
ton/tahun.
BAB III
PEMILIHAN PROSES
Pengolahan mineral pada umumnya dilakukan dengan prinsip pengambilan unsur
logam yang diinginkan dari bentuk oksida, menjadi logam yang diinginkan melalui
proses reduksi. Proses pengolahan mineral tersebut dapat dikelompokkan menjadi
proses pyrometallurgy dan hydrometallurgy. Pertimbanngan pemilihan kedua proses
tersebut, selain ditinjau dari produk yang diinginkan, juga ditinjau dari aspek
lingkungan dan ekonomi.
Proses pyrometallurgy adalah proses pengolahan mineral dengan menggunakan
panas sebagai treatment untuk memperoleh produk yang diinginkan. Pada umumnya,
pyrometallury dilakukan pada blast furnace dengan suhu operasi di atas 15000C. Pada
pyrometallurgy, terjadi proses smelting dan roasting yang juga ditambah dengan
reduktor, misalnya batubara ataupun arang. Proses pyrometallurgy ini selain
menghasilkan produk, juga menghasilkan komponen lain yang disebut dengan slug.
Slug merupakan bagian nonlogam yang terbentuk dari hasil proses. Slug dapat
berwujud oksida yang dapat dipisahkan dari produk utama di akhir proses
pyrometallurgy
Sedangkan proses hydrometallurgy atau dapat juga disebut dengan proses
leaching, merupakan proses pengolahan mineral dengan cara melarutkan komponen
yang akan diolah, dari batuan bijihnya, dengan menggunaakan senyawa tertentu, yang
pada umumya digunakan menggunakan asam sulfat. Komponen logam yang akan
diambil sebagai produk kemudian dipisahkan dari campuran hasil leaching, pada
umumnya menggunakan proses elektrolisis. Apabila ditinjau dari kebutuhan energi,
proses hydrometallurgy relatif membutuhkan energi yang kecil karena dilakukan pada
suhu yang relatif rendah. Selain itu, proses hydrometallurgy juga lebih ramah
lingkungan karena tidak menghasikan gas buang dan solid waste seperti proses
pyrometallurgy.
Perbandingan
antara
pyrometallurgy
dan
hydrometallurgy
Parameter
Pyrometallurgy
Hydrometallurgy
Gas emission
easy to treat
organic compound
Dioxin
High
No dioxins
potential
Dust potential
Economics
creation
Social
acceptance
liabilities
Energy
Recovery rate
Final residue
Condition
effectiveness
engineered plastic
Clean condition
work place
(TES-AMM Singapore, 2008)
Tabel 3. Perbandingan Proses pyrometallurgy dan hydrometallurgy
Berdasarkan berbagai pertimbangan di atas, maka dipilih proses hydrometallurgy
dalam pabrik pengoalahan mangan dari pirolusit yang akan dirancang. Pada proses
yang menggunakan hydrometallurgy, secara garis besar, proses dapat dibagi menjadi
tahap leaching, reduksi, dan pemurnian produk.
10
Reductor
(1)
(2)
12
Penggunaan reduktor organik telah banyak digunakan karena pertimbangan low cost
dan lebih environmentally friendly. Beberapa contoh reduktor organik yang telah
digunakan adalah monomer karbohidrat, turunan aldehid dan keton karena gugus
fungsinya yang mudah teroksidasi.
Proses tersebut diawali dengan preparasi bijih mangan, yang meliputi
pencucian, pengeringan dan grinding dengan ukuran 200 mesh. Selanjutnya, bijih
mangan tersebut di-leaching menggunakan asam sulfat serta direduksi dengan
perbandingan reduktor 2:1.
Proses tersebut dilakukan pada suhu 900C selama 120 menit dengan
konsentrasi asam sulfat yang digunakan adalah 2,0 M. Dari proses tersebut dihasilkan
hasil leaching 81,99%.
(3)
13
MnSO4
(4)
MnO2 + 2SO2
MnS2O6
(5)
Pada dasarnya MnS2O6 yang terbentuk dapat dipisahkan dengan perlakuan lebih
lanjut. Proses yang sering digunakan adalah dengan menggunakan Na2CO3 menjadi
garam-garam yang dapat diendapkan.
Proses ini dilakukan pada konsentrasi H2SO4 0,15 M dan konsentrasi SO2
6,62%. Dari proses ini dihasilkan MnSO4 dengan kemurnian 95,5%.
Dari berbagai jenis reduktor tersebut, dipilih reduktor alami (bioreductor)
berupa jerami padi. Hal ini dipilih karena di NTT, jerami padi sangat banyak
jumlahnya dan belum termanfaatkan dengan baik. Padahal, jerami padi memiliki
kandungan selulosa yang tidak kalah baik apabila dibandingkan dengan bioreduktor
lainnya. Selain itu, jerami padi dapat memiliki kandungan selulosa hingga 91,484%
dengan sedikit treatment berupa pemanasan dengan katalis NaOH. Dan juga,
pemilihan jerami padi sebagai bioreduktor membuat pabrik mangan sulfat lebih
environmentally friendly karena dapat memanfaatkan jerami padi yang notabene
hanya limbah yang hanya dibuang untuk dibakar. Sehingga, proses pembuatan
mangan sulfat dengan proses leaching asam sulfat dengan bioreduktor berupa jerami
padi dipilih sebagai proses dalam pabrik mangan sulfat ini.
14
15
BAB IV
LOKASI PABRIK
Salah satu aspek penting dalam pendirian sebuah pabrik adalah penentuan lokasi
pabrik. Lokasi pabrik akan sangat menentukan kondisi pabrik, baik dari segi teknis maupun
ekonomis. Keberadaan suatu pabrik juga akan berpengaruh pada keadaan masyarakat dan
lingkungan di sekitarnya.
Pabrik mangan sulfat dari bijih mangan ini direncanakan akan dibangun di Baumata,
Kabupaten Kupang, Provinsi Nusa Tenggara Timur. Peta lokasi pabrik yang hendak
dibangun dapat dilihat pada gambar berikut.
Raw material dari pabrik ini adalah batuan pirolusit yang cukup banyak terdapat di
Kambupaten Kupang. Diperkirakan terdapat cadangan mangan dalam bentuk pirolusit
hingga seluas 3.015.340.000 m3 yang terdapat di sejumlah kecamatan antara lain:
Sabu Barat (Mesara) 82.800.000 m3, Sabu Timur (Timu) 52.560.000 m3, Kupang
Barat (Tabun, Tuabata, 1.168.800.000 m3 Oilsaluk, dan Bone), Kupang Tengah
962.340.000 m3, Amarasi (Ponain dan Beito) 799.200.000 m3, dan Fatuleu (Camplong II
km 57,8) 1.200.000 m3.
Meskipun didirikan dengan orientasi lokasi sumber raw material, pemasaran produk
juga tetap harus diperhatikan. Pabrik ini berorientasi pada pasar ekspor, sehingga akses ke
pelabuhan menjadi sesuatu yang penting. Akses ke pelabuhan, selain penting untuk
ekspor produk, juga dapat digunakan untuk mendistribusikan produk di dalam negeri.
2. Transportasi
Sarana transportasi yang memadai dibutuhkan baik untuk supply bahan baku maupun
untuk distribusi produk ke pasaran. Sarana yang dimaksud meliputi alat transportasi
berupa kendaraan dan sarana lainnya. Keberadaan sarana transportasi yang memadai
merupakan hal yang sangat penting bagi suatu pabrik, karena biaya yang dibutuhkan
untuk transportasi biasanya tidak sedikit.
Sarana transportasi darat dalam hal ini adalah jalan darat yang menghubungkan satu
kecamatan dengan kecamatan yang lain berupa jalan aspal. Ketersediaan jaringan jalan
di Kabupaten Kupang secara kuantitatif cukup memadai. Jaringan yang ada telah
menjangkau seluruh kecamatan terutama ibukota kecamatan dengan kondisi jalan pada
umumnya cukup baik. Berikut adalah profil prasarana jalan di Kabupaten Kupang.
Selain itu, sebagai sebuah kabupaten yang terdiri dari pulaupulau maka
membutuhkan jaringan perhubungan angkutan laut terutama untuk menghubungkan
daerahdaerah
kantong
produksi
dengan
pusat
perdagangan.
Di
samping
pelabuhanpelabuhan laut dipakai untuk keperluan ekspor, maupun trasportasi laut ke luar
Kabupaten
Kupang,
pelabuhanpelabuhan
yang
ada
seperti
Pelabuhan
Tenno
dipergunakan sebagai pintu keluar masuk hewanhewan dan hasil bumi yang
diantarpulaukan. Untuk kebanyakan masyarakat Kabupaten Kupang yang berada di pulau
Timor biasanya memanfaatkan Pelabuhan Tenno untuk kapal penumpang besar seperti
KM Dobonsolo, KM Dorolonda, KM Wilis, KM Pangangaro, KM Sri Guntang, dan
lainlainnya yang datang secara reguler untuk sebagai media transportasi laut antar pulau,
17
misalnya ke Pulau Jawa, Pulau Bali, Flores, Sumba, Maluku, dan sebagainya. Pelabuhan
Bolok I dan II yang merupakan pelabuhan permanen dengan fasilitas moveable brigde.
Pelabuhan ini biasanya disinggahi Kapal Motor Penyeberangan Biasa (Ferry biasa) dan
Kapal Motor Penyeberangan Cepat (Ferry cepat).
Beberapa pelabuhan lain yang terdapat di antaranya adalah Pelabuhan Biu di Sabu
Timur yang imanfaatkan untuk transportasi beton, penumpang yang menggunakan kapal
motor berskala kecil, Pelabuhan Raijua di Raijua dimanfaatkan untuk nelayan yang
menggunakan kapal motor yang kecil, Pelabuhan Hansisi di Pulau Semau, Pelabuhan
Tablolong di Tablolong, Pelabuhan Naikliu di Naikliu.
18
5. Kondisi geografis
Kondisi geografis di wilayah berdirinya pabrik, misalnya faktor iklim dan gempa akan
sangat mempengaruhi operasi suatu pabrik. Pabrik yang berdiri di Negara beriklim tropis,
seperti di Indonesia dan negara-negara Asia Tenggara, tentu akan berbeda perlakuannya
dengan pabrik yang berdiri di negara beriklim empat musim. Faktor gempa juga penting
untuk dipertimbangkan, terutama bila pabrik didirikan di lokasi yang memiliki tingkat
gempa tinggi seperti Indonesia.
Kabupaten Kupang merupakan salah satu kabupaten yang berada di wilayah Propinsi
Nusa Tenggara Timur terletak tepat di Pulau Timor bagian barat. Luas wilayah
Kabupaten Kupang seluas 5.298,23 km dan memiliki 24 pulau di mana 3 (tiga) pulau di
antaranya berpenghuni yaitu Pulau Timor, Pulau Semau, dan Pulau Kera. Sedangkan
sisanya 21 Pulau merupakan pulaupulau tidak berpenghuni. Geografis Kabupaten
Kupang terletak di antara 12130 12411 Bujur Timur dan 919 1057 Lintang
Selatan. Daerah yang memiliki wilayah terluas adalah kecamatan Takari (508,13 km)
atau 10% dari total wilayah Kabupaten Kupang. Daerah yang memiliki wilayah terkecil
adalah Kabupaten Fatuleu Tengah
(107,85
km)
atau
2%
dari
total
wilayah
Kabupaten Kupang.
Permukaan tanah di wilayah Kabupaten Kupang umumnya berbukitbukit,
bergunung, dan sebagian terdiri dari dataran rendah dengan tingkat kemiringan ratarata
45, ketinggian ratarata di atas permukaan laut berada diantara 0 500 m yang tersebar
merata di berbagai kecamatan.
19
Tipe iklim Kabupaten Kupang tergolong wilayah beriklim semi ringkai (Semi Arida)
yang terdiri atas iklim kemarau yang berlangsung sepanjang bulan AprilNovember dan
musim hujan antara bulan DesemberMaret.
Provinsi Nusa Tenggara Timur juga rawan akan gempa. Sehingga, pemilihan lokasi
pabrik di Kabupaten Kupang Provinsi NTT juga disertai tindakan preventif untuk
mencegah efek gempa yang mungkin terjadi.
20
DAFTAR PUSTAKA
Chow, N., Nacu, A., Warkentin dan D., Aksenov, I., Teh, H., 2010, The Recovery of
Manganese from Low Grade Resources: Bench Scale Metallurgical Test Program
Completed, American Manganese Inc.
Hariprasad, D., Dash, B., Ghosh, M.K. dan Anand, S., 2008, Mn Recovery from Medium
Grade Ore Using a Waste Cellulosic Reductant, Institute of Minerals and Materials
Technology.
Hurlbut, C. S., dan Sharp, W. E., 1998, Danas Minerals and How To Study Them, John
Wiley & Sons Canada.
Jalaluddin, dan Rizal, S., 2005, Pembuatan Pulp dari Jerami Padi dengan Menggunakan
Natrium Hidroksida, Jurnal Sistem Teknik Industri, 6, 53-56.
Knight, B., 2004, Gem Magic, Fair Winds Press USA.
Kim dan Dale, 2004, Global Potential Bioethanol Production From Wasted Crops and
Crop Residues, Biomass and Bioenergy, 26, 361-375.
Liew, F.C., 2008, Pyrometallurgy vs Hydrometallurgy, Engineering Department TESAMM Singapore.
Pagnanelli, F., Garavini, M., Veglio, F., Toro, L., 2001, Preliminary Screening of
Purification Processes of Liquor Leach Solutions Obtained from Reductive Leaching
of Low Grade Manganese Ores, Hydrometallurgy, 71, 319-327.
Sahoo, R. N., dan Das, S. C., 2000, Leaching of Manganese from Low Grade Manganese
Ore using Oxalic Acid as Reductant in Sulfuric Acid Solution, Hydrometallurgy,
62(3), 157-163.
Schwartz, M., 2002, Encyclopedia of Materials, Parts, and Finishes, CRC Press Florida
Sumardi, S., Mubarok, Z. Z., Saleh, N., 2013, Pengolahan Bijih Mangan menjadi Mangan
Sulfat Melalui Pelindian Reduktif Menggunakan Asam Oksalat dalam Suasana
Asam, Prosiding Semirata FMIPA Universitas Lampung.
Wei-yi, S., Shi-Jun, S., Qing-yuan, W. dan Sang-lan, D., 2012,Lab-scale Circulation
Process of Electrolytic Pyrolusite Manganese Leaching by SO2, 2012,
Hydrometallurgy, 133, 118-125.
Wahyudi, H., Zaharah, T.A., Wahyuni, N., 2013, Ekstraksi Mangan dengan Proses
Leaching Asam Sulfat Menggunakan Tandan Kosong Sawit sebagai Reduktor,
JKK, 2, hlm. 34-37.
21