Anda di halaman 1dari 11

Artikel Asli

Keterlambatan Bedah Adalah Penentu Penting Harapan Hidup Perforasi


Ulkus Peptikum.
DL Buck1, M. Vester-Andersen2 dan MH Mller3 atas nama dari Bagian
Register Klinis Operasi Darurat Denmark
Departemen Anestesiologi dan Kedokteran Perawatan Intensif,
Universitas Copenhagen Hvidovre, Hvidovre, dan

Rumah Sakit

Rumah Sakit Universitas

Copenhagen Herlev, Herlev, dan 3Departemen Perawatan Intensif, 4131, Rumah


Sakit Universitas Copenhagen, Rigshospitalet, Copenhagen, Denmark
Korespondensi ke: Dr M.H. Moller, Departemen Perawatan Intensif, 4131, Rumah
Sakit Universitas Copenhagen, Rigshospitalet, Blegdamsvej 9, Copenhagen DK 2100, Denmark (e-mail: mortenhylander@gmail.com)

Latar Belakang: Morbiditas dan mortalitas mengenai perforasi ulkus peptikum


(PPU) tetap substansial. Keterlambatan bedah terbukti merupakan faktor prognosis
yang negatif, tetapi bukti didapatkan dari studi dengan berisiko tinggi bias. Tujuan
dari penelitian kelompok nasional ini adalah untuk mengevaluasi efek yang
disesuaikan
dengan keterlambatan bedah per jam pada bertahannya hidup setelah PPU.

Metode: Penelitian ini merupakan penelitian berkelompok terdiri daripada semua


pasien Denmark yang dilakukan pembedahan untuk PPU mulai 1 Februari 2003
sehingga 31 Agustus 2009. Pasien yang mendapat pengobatan medis dan menghidap
ulkus maligna tidak dimasukkan dalam penelitian ini. Hubungan antara keterlambatan
bedah

dan

30

hari

bertahannya

hidup

digambarkan

secara

kasar

dan

risiko yang disesuaikan secara relatif (RR) dengan 95 persen interval konfidensi (ci).
Hasil: Sebanyak 2.668 pasien dilibatkan. Usia rata-rata mereka adalah 70.9 (kisaran
16.2 104.2) tahun dan 55.4 persen (1478 dari 2668) adalah perempuan. Sebagian
dari 67.5 persen dari pasien (1.800 dari 2.668) setidaknya memiliki satu dari enam
penyakit penyerta dan 45.6 persen memiliki kebugaran Perkumpulan Pakar Anestesi
Amerika derajat III atau lebih. Sebanyak 708 pasien (26.5 persen) meninggal dalam
waktu 30 hari dari operasi. Setiap jam keterlambatan dari masuk ke ruang operasi
dikaitkan dengan 2.4 persen penurunan probabilitas ketahanan hidup dibandingkan
dengan jam sebelumnya (penyesuaian RR 1.024, 95 persen ci 1.011-1.037).
Kesimpulan: Mengurangi keterlambatan bedah pada pasien dengan PPU tampaknya
sangat penting.
Makalah diterima pada 22 April 2013.
Dipublikasikan secara online di Perpustakaani Online Wiley (www.bjs.co.uk). DOI:
10,1002/bjs.9175

Pendahuluan
Perforasi ulkus peptikum (PPU) merupakan komplikasi dari penyakit ulkus peptikum
yang mana terjadinya kebocoran gas dan cairan lambung ke dalam rongga peritoneal.
Kejadian diperkirakan mencapai enam sampai tujuh per 100 000 manusia1,2. Tingkat
mortalitas setinggi 25-30 persen telah dilaporkan3-6. Sepsis dikenal sebagai penyebab
utama dan paling sering menyebabkan kematian pada pasien dengan PPU,
diperkirakan 30-35 persen pasien memiliki sepsis setibanya di kamar operasi7 dan
sepsis diyakini mencapai 40-50 persen dari kematian.7-9 Dalam waktu 30 hari dari
operasi, terjadinya syok septik10 pada lebih dari 25 persen pasien, yang membawa
tingkat kematian sehingga 50-60 persen.11,12
Salah satu inti dalam pengobatan sepsis adalah terapi antibiotik intravena
spektrum luas, diberikan dalam satu jam pertama setelah diagnosis.11 Kumar dan

kawan-kawan13 melaporkan adanya hubungan yang signifikan antara masing-masing


keterlambatan pengobatan awal antimikroba dengan mortalitas di rumah sakit. Kata
kunci lain dalam pengobatan sepsis adalah mengontrol sumber, yang mana PPU ini
identik dengan operasi11. Keterlambatan bedah pada PPU adalah faktor negatif
prognosis. Namun, bukti yang berasal dari studi dengan risiko tinggi bias15, dan tidak
ada studi menilai hubungan antara keterlambatan bedah dalam jam dan hasil yang
merugikan.14
Tujuan dari penelitian kohort nasional ini adalah untuk mengevaluasi risiko
keterlambatan bedah per jam dan hasilnya yang merugikan pada pasien dengan PPU.

Metode
Penelitian kohort nasional ini dengan pengumpulan data disetujui oleh Badan
Perlindungan Data Denmark, dan tidak memerlukan persetujuan pasien sesuai dengan
Hukum Denmark. Naskah tersebut disiapkan sesuai dengan pernyataan Strengthening
the Reporting of Observational Studies in Epidemiology (STROBE)16.

Populasi Penelitian
Semua pasien yang menjalani operasi untuk penyakit PPU jinak lambung atau
duodenum pada 35 buah rumah sakit yang merawat pasien dengan PPU di Denmark
antara tanggal 1 Februari 2003 hingga 31 Agustus 2009 termasuk dalam data
penilitian. Pasien yang mendapat pengobatan secara medis dan pasien dengan ulkus
malignan tidak dimasukkan. Tidak ada pembatasan usia pasien.
Daftar Klinis Pasien Operasi Darurat
Pasien dengan PPU diidentifikasi menggunakan komputerisasi data dari Daftar Klinis
Darurat Bedah Denmark (DCRES)1. DCRES didirikan pada tahun 2003 oleh otoritas

kesehatan masyarakat Denmark. Tujuannya adalah untuk memantau kualitas


pelayanan yang diberikan kepada pasien dengan komplikasi ulkus peptikum di
rumah sakit umum Denmark, melalui pendaftaran kualitas standar, indikator dan
faktor prognosis. Pelaporan database adalah wajib untuk semua rumah sakit di
Denmark. Oleh karena layanan darurat disediakan oleh sistem kesehatan publik,
maka semua pasien yang dilakukan pembedahan PPU di Denmark dimasukkan dalam
penelitian. Database DCRES termasuk karakteristik dasar serta informasi tentang pra
operasi, intraoperatif dan fase pasca operasi perawatan.
Ekstraksi data dan manajemen
Baseline dan klinis data yang terdaftar adalah sebagai berikut: usia; jenis kelamin;
adanya syok (tekanan darah sistolik kurang dari 100 mmHg dan denyut jantung
melebihi 100 kali / menit); penyakit penyerta; nilai hemoglobin dan kreatinin;
penggunaan aspirin, obat anti-inflamasi non-steroid, selective serotonin reuptake
inhibitor, steroid dan antikoagulan; penyalahgunaan alkohol; penggunaan tembakau
sehari-hari; kelas kebugaran American Society of Anesthesiologists (ASA); dan
keterlambatan bedah.
Data primer dicatat oleh ahli bedah menggunakan formulir standar laporan
kasus. Informasi itu selanjutnya divalidasi dan ditransfer ke database elektronik oleh
perwakilan DCRES lokal di setiap situs. Tanggal kematian dipastikan melalui nomor
pendaftaran sipil pasien dengan Sistem Pencatatan Sipil Denmark17.
Ukuran hasil
Ukuran

hasil

primer

adalah

bertahannya

hidup

dalam

waktu

30

hari

dari prosedur bedah indeks.


Analisis statistik
Dasar dan klinis karakteristik dijadikan sebagai frekuensi distribusi di antara semua
pasien dengan PPU di Denmark dari tahun 2003 hingga 2009. Pemodelan regresi

logistik digunakan untuk memeriksa kemampuan bertahan hidup dalam waktu 30 hari
dari operasi sebagai fungsi waktu dari masuk ke operasi (keterlambatan bedah) dalam
interval 1 jam. Hasil dipersentasikan secara sederhana dan resiko disesuaikan secara
relatif (RR) dengan 95 persen keyakinan interval (c.i.). Penyesuaian dibuat
berdasarkan prognostik dikotomis co-variabel berikut: usia di atas 65 tahun, syok saat
masuk, co-morbiditas dan ASA kelas III-V14. Dasar dan karakteristik klinis hilang
pada kurang dari 5 persen pasien. Prevalensi dan pola nilai-nilai yang hilang dalam
kelompok pasien dievaluasi, dan data yang ditemukan tidak hilang secara acak.
Akibatnya, beberapa imputasi untuk nilai-nilai yang hilang diselenggarakan18,19.
Regresi model dari kumpulan data

yang telah diperhitungkan divalidasi

menggunakan tes goodness-of-fit dan diagnostik model, serta menunjukkan tidak ada
indikasi kekurangan fit. Dua-sisi P <0050 dianggap signifikan secara statistik. Data
dianalisis dengan menggunakan SPSS versi 20.0 (IBM, Armonk, New York, USA).
Dengan variabel respon biner, lima co-variabel, = 0 80, = 0 05 dan efek
ukuran kecil yang diantisipasi, menghitung bahwa 643 pasien diperlukan untuk
mendeteksi hubungan antara variabel dan titik akhir20,21.

Hasil
Sebanyak 2668 pasien yang menjalani operasi untuk PPU lambung atau duodenum
dilibatkan. Usia rata-rata mereka adalah 70.9 (kisaran 16.2-104.2) tahun dan 55.4
persen (1478 dari 2668) adalah perempuan. Beberapa dari 67.5 persen (1800 dari
2668) mempunyai setidaknya salah satu dari enam penyakit co-morbid (Tabel 1) dan
45.6 persen (1217 dari 2668) memiliki kebugaran kelas ASA minimal kelas III.
Pasien dengan penyalahgunaan alkohol terdiri dari 18.9 persen (504 dari 2.668) dan
61.3 persen (1635 dari 2668) merokok sehari-hari (Tabel 1). Sebanyak 708 pasien
(26.5 persen) meninggal dalam waktu 30 hari dari operasi.

Selama 24 jam pertama setelah diadmisi, tiap jam dari keterlambatan bedah di
luar admisi rumah sakit dikaitkan dengan penurunan median untuk 30 hari ketahanan
hidup sekitar 2.0 (kisaran 0.8-9.9) persen. Tingkat kemampuan bertahan hidup adalah
sebanyak 95.7 persen ketika operasi dimulai dalam waktu 1 jam dari pasien diadmisi,
88.9 persen bila operasi dimulai dalam 2 jam, 81 .8 persen bila dimulai dalam waktu
3 jam, dan menurun menjadi 50.0 persen setelah penundaan bedah dari 7 jam (Gbr.
1). Tingkat kemampuan bertahan hidup 30 hari adalah 20 persen ketika penundaan
operasi lebih dari 24 jam. Keterlambatan median sebelum operasi adalah 5 (kisaran
interkuartil 3-12) h; di saat ini tingkat kemampuan bertahan hidup 30 hari adalah 64.2
persen.
Hanya 2.7 persen dari semua pasien dilakukan pembedahan dalam satu jam
pertama masuk rumah sakit (Gbr. 1). Sekitar 18.3 persen menjalani operasi dalam
waktu 3 jam dari penerimaan dan 50.6 persen setelah 6 jam diadmisi. Bahkan 12 jam
setelah masuk, lebih
Tabel 1 Dasar dan karakteristik klinis antara 2.668 pasien dengan perforasi ulkus
peptikum di Denmark, 1 February 2003 hingga 31 Agustus 2009

* Lebih dari 36 g alkohol per hari (laki-laki) atau lebih dari 24 g alkohol per hari
(perempuan). Tekanan darah di bawah 100 mmHg dan denyut jantung lebih dari 100 denyut per
menit. AIDS, acquired immunedeficiency syndrome; ASA, American Society of Anesthesiologists;
NSAID, obat anti-inflamasi non steroid.

dari seperempat pasien tidak dirawat di ruang operasi.


Ketika keterlambatan bedah dinilai sebagai variabel kontinyu, RR mentah
kematian adalah 1.035 (95 persen c.i. 1.024-1.047). Setelah disesuaikan dengan
variabel prognostik yang diketahui merugikan, RR adalah 1.024 (1.011-1.037); yaitu,
setiap jam keterlambatan bedah dikaitkan dengan 2.4 persen penurunan probabilitas
kelangsungan hidup dibandingkan dengan jam sebelumnya pada seluruh periode
pengamatan. Keterlambatan bedah menyumbang 12.8 per persen dari varians dalam
30 hari survival (R2).

Diskusi
Dalam penelitian kohort nasional, 2668 pasien yang dilakukan pembedahan untuk
PPU, setiap jam keterlambatan bedah terkait dengan 2 .4 persen penurunan
probabilitas
untuk bertahan selama 30 hari. Selain itu, sejumlah besar pasien telah menunda untuk
dilakukan operasi. Kekuatan dari penelitian ini meliputi ukuran, berbasis desain
populasi nasional, tindak lanjut yang lengkap untuk pemastian bertahan hidup, dan
penyesuaian untuk pembaur potensial yang diketahui. Data yang dikumpulkan selama

Gambar.

Persentase

kumulatif

pasien

yang

diterapi

dengan

pembedahan

dan

persentase hidup 30 hari setelah operasi dengan waktu setelah pulang dari rumah sakit

kerja klinis rutin mungkin tidak akurat dan tidak lengkap; Namun, partisipasi dalam
DCRES adalah wajib di Denmark, dan upaya yang ekstensif dilakukan untuk

memastikan validitas data tersebut22. Beberapa catatan pasien telah hilang datanya
untuk menentukan karakteristik prognostik. Imputasi ganda dilakukan untuk
mengendalikan kemungkin bias; ini adalah cara yang optimal sebagai penanganan
data yang hilang18,19. Waktu untuk memulai pengobatan antimikroba yang efektif,
merupaka suatu prognostik yang penting dalam menentukan prediktor hasil yang
merugikan, adalah tidak terdaftar dalam Database DCRES. Pembaur signifikan lain
oleh faktor-faktor yang tidak terukur tidak bisa dikesampingkan. Tindak lanjut untuk
lebih dari 30 hari juga akan dilakukan dalam hal ini terhadap populasi pasien karena
mungkin terjadinya kematian akibat operasi setelah waktu ini23. Akhirnya, pentingnya
penundaan dalam presentasi awal ke rumah sakit belum dibahas dalam penelitian ini.

Tertundanya operasi diakui sebagai kontributor hasil yang merugikan di


banyak bidang pembedahan darurat24. Penyebab utama dalam bedah umum
tampaknya merupakan terjadinya keterlambatan24 diagnostik. Alasan di balik operasi
tertunda untuk PPU jarang dieksplorasi, tetapi tampaknya terkait dengan tidak ada
rumah sakit perforasi, kurangnya tanda-tanda peritoneal, keterlambatan kehadiran
ahli bedah, kehadiran oleh nonsenior ahli bedah dan kurangnya pulse oximetry25.
Pasien
dengan tidak ada rumah sakit perforasi sering tidak dipilih dan mungkin diperlukan
waktu untuk tercapainya diagnosis tersebut24. Mereka dengan gejala atipikal sering
tidak diprioritaskan, dibandingkan dengan pasien dengan tanda-tanda darurat
abdomen. Penelitian sebelumnya telah melaporkan dampak prognostik negatif yang
kuat

negatif

terhadap

operasi

PPU

yang

tertunda14.

Namun,

bukti

berasal dari studi yang menggunakan analisa yang tidak disesuaikan, dan dengan
bilangan pasien yang sedikit14, beresiko terjadi bias15, dan tidak ada studi
yang telah menilai penundaan bedah sebagai variabel kontinu. Alasan yang mungkin
untuk hubungan yang kuat antara delay dan hasil yang merugikan bisa menjadi
peningkatan risiko sepsis berat. Perforasi lama dikaitkan dengan kontaminasi

peritoneal, kultur peritoneal positif, komplikasi8 septik dan pengembangan pasca


operasi abses9.
Membatasi keterlambatan bedah untuk PPU dapat dicapai dalam beberapa
cara. Setelah rupture aneurisma aorta, PPU merupakan angka kematian tertinggi
setelah operasi darurat secara keseluruhannya26. Pembedahan untuk PPU seharusnya
memiliki harus memiliki prioritas yang sangat tinggi24.
Optimasi pre-emptive pernapasan dan hemodinamik (diarahkan pada tujuan
resusitasi sebelum operasi) bisa mengurangi mortalitas bedah dan morbiditas pada
pasein yang berisiko tinggi27. Pelaksanaan protokol perawatan perioperatif
berdasarkan Surviving Sepsis Guidelines11, termasuk diarahkan pada tujuan resusitasi,
meningkat 30-hari kemampuan hidup dalam kohort PPU10. Namun, durasi optimasi
harus diminimalkan untuk mengurangi keterlambatan bedah.
Hasil penelitian ini kontras dengan pasien dari uji coba operasi secara acak
dibandingkan tidak operasi untuk PPU28. Morbiditas dan mortalitas pada kedua
kelompok adalah serupa dalam penelitian ini yang terdiri dari 83 pasien, tapi
durasi tinggal di rumah sakit meningkat secara signifikan pada kelompok yang tidak
operasi. Kualitas bukti untuk pengobatan non-bedah rendah29 dan World Society of
Emergency Surgery masih merekomendasikan perawatan bedah untuk PPU30.

Penyingkapan
Para penulis menyatakan tidak ada konflik kepentingan.

10

11

Anda mungkin juga menyukai