Anda di halaman 1dari 19

BAGIAN AWAL

USHUL FIQH
Asal (al-ashlu) secara bahasa adalah sesuatu yang menjadi sandaran. Seperti akar

Sedangkan ilmu ( )adalah sifat yang dengannya sesuatu yang di kehendaki bisa
diketahui dengan sempurna. bodoh ( )adalah tidak adanya pengetahuan akan sesuatu

yang menjadi dasar tumbuhnya sebuah pohon dan ushul al-fiqh yang menjadi pondasi fiqh.

perkara. Dzan ( )adalah menilai sesuatu yang lebih kuat dari dua perkara. Wahm ( )

Sedangkan cabang (al-far') adalah sesuatu yang dididrikan diatas sesuatu yang lain. Seperti

adalah menemukan sesuatu yang kurang kuat dari dua perkara. Syak ( )adalah

cabang-cabang pohon (batang dan lainnya) yang berdiri diatas akarnya, dan fiqh yang berdiri

menemukan persamaan pada dua perkara.

diatas ushul-nya.
Menurut istilah asal adalah dalil dan kaidah kulliyat. Seperti perkataan ulama' bahwa

Keraguan yang timbul tentanga antara apakah seseorang bernama Zaid sedang berdiri
atau tidak yang sama-sama kuat dinamakan syak, jika lebih unggul salah satunya dinamakan

dasar wajibnya shalat adalah al-Kitab (al-Quran). Maksudnya dalil yang mewajibkan shalat

dzan, dan ketika mengunggulkan salah satu antara keadaan Zaid sedang berdiri atau tidak

adalah al-Quran.

sedang berdiri dinamakan wahm. Dalam kaitan ini, ilmu dalam pengertian fiqih mengandung

Allah berfirman dalam QS. al-Baqarah (2): 43.

pengertian dzan (prasangka). Maksudnya, sebagaimana dalam pembahasan selanjutnya, akan

Artinya : .dan dirikanlah shalat

diketemukan adanya kaidah yang menyatakan bahwa produk ijtihad sebagai salah satu

Pendapat ulama' yang menyatakan diperbolehkannya memakan bangkai dalam

mekanisme metode penggalian hukum dalam islam masuk dalam kategori zdanniy

kondisi darurat (emergency), adalah bertentangan dengan kaidah kulliyat yang berbunyi;

(prasangka) dan bukannya qath'iy (pasti).

"kullu mayyitah harm" artinya : setiap bangkai haram hukumnya. Kaidah ini bersumber dari
Firman Allah SWT. Yang berbunyi :
" "

Ushul fiqh merupakan dalil fiqh global. Seperti kemutlakan amr (perintah)
menunjukkan makna wajib, mutlaknya nahi (larangan) menunjukkan keharaman, mutlaknya
perbuatan Nabi (af'al al-Nabi), mutlaknya ijma', dan mutlaknya qiyas yang kesemuanya itu
merupakan hujjah.
lafal fiqh dalam bahasa Arab mempunyai arti faham (al-fahm). Sedangkan dalam
terminologi syar'iy, fiqh ialah mengetahui hukum-hukum syari'at yang diperoleh dengan

PEMBAGIAN HUKUM SYARI'AT


Al-Ahkam al-Syariy (hukum-hukum syariat) dibagi menjadi sembilan, yaitu: wajib,
mandub, mubah, haram, makruh, sahih, bathil, rukhshah dan 'azimah. Adapun definisi
masing-masing sembilan hukum tersebut adalah sebagai berikut:
1.

Wajib, yaitu sesuatu yang apabila dikerjakan akan diberi pahala dan ketika

2.

ditinggalkan akan disiksa. Seperti shalat lima waktu dan puasa Ramadhan.
Mandub, yaitu sesuatu yang apabila dikerjakan akan diberi pahala dan apabila

3.

ditinggalkan tidak akan disiksa. Seperti shalat tahiyat masjid.


Haram, yaitu sesuatu yang apabila ditinggalkan akan diberi pahala dan apabila

4.

dikerjakan akan disiksa. Seperti riba dan melakukan kerusakan.


Makruh, yaitu sesuatu yang diberi pahala apabila ditinggalkan, tapi tidak disiksa

5.

apabila dikerjakan. Seperti mendahulukan bagian yang kiri dalam wudhu.


Mubah, yaitu sesuatu yang apabila ditinggalkan dan dikerjakan tidak mendapat

6.
7.
8.

pahala dan siksa. Seperti tidur siang hari.


Shahih, yaitu sesuatu yang didalamnya mencakup rukun dan syarat.
Bathil, yaitu sesuatu yang didalamnya tidak mencakup rukun dan syarat.
Rukun adalah sesuatu yang menyebabakan sahnya sesuatu (pekerjaan) dan ia

jalan ijtihad. Seperti mengetahui bahwa niat dalam wudhu merupakan suatu kewajiban, dan
berbagai permasalahan lain yang masuk dalam ranah ijtihadiyah. Fiqh, berbeda dengan
hukum-hukum syari'at yang diketahui tanpa menggunakan metode ijtihad. Seperti
mengetahui bahwa shalat lima waktu adalah wajib, perbuatan zina adalah haram, dan
berbagai permasalahan lain yang ditetapkan dengan dalil qath'iy. Ilmu seperti ini tidak
dinamakan fiqih.

merupakan bagian (juz) dari sesuatu (pekerjaan) itu. Seperti membasuh wajah

9.

dalam berwudhu dan takbiratul ihram dalam shalat. Adapun syarat adalah sesuatu

mengerjakan shalat, maka ia tidak wajib qadha (mengulang) shalat ketika

yang menyebabkan sahnya sesuatu (pekerjaan), namun ia bukanlah bagian (juz) dari

menemukan air.

sesuatu (pekerjaan) tersebut.


Rukhshah, yaitu perubahan hukum dari berat menjadi ringan, sedangkan sebab

Pembahasan Ke - 2

hukum asalnya masih tetap. Seperti diperbolehkannya membatalkan puasa bagi


musafir meskipun ia tidak merasa keberatan untuk melanjutkan puasanya. Dan
diperbolehkan memakan bangkai bagi orang yang terpaksa.
10. Azimah, yaitu hukum seperti kewajiban shalat lima waktu dan haramnya memakan
bangkai bagi yang tidak terpaksa.
Pembahasan Ke - 1

AL-NAHY
Al-Nahy (larangan) adalah tuntutan untuk meninggalkan (suatu pekerjaan) dari atasan
kepada bawahannya. Pembahasan larangan (al-nahy) meliputi beberapa kaidah sebagai
berikut:
1.

Larangan (al-nahy) pada dasarnya menunjukkan keharaman (sesuatu yang dilarang),

2.

kecuali adanya petunjuk (dalil) sebaliknya.


Larangan (al-nahy) akan suatu hal (dapat diartikan sebagai) perintah akan hal-hal

AL-AMR
Al-Amr (perintah) yaitu tuntutan untuk mengerjakan dari atasan kepada bawahannya. Dalam

yang berlawanan atau kebalikan dari yang dilarang.


Allah berfirman QS. al-Baqarah (2):188.Artinya: Dan janganlah sebagian kamu

pembahasan amr ini terdapat beberapa kaidah sebagai berikut :

memakan harta sebagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan

1.

2.

3.

Perintah (amr) pada dasarnya menunjukkan wujub, kecuali ada dalil yang

(janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat

menunjukkan selainnya.
Firman Allah SWT dalam QS. al-Baqarah (2): 43.Artinya: dan dirikanlah

memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat)

shalat dan tunaikanlah zakat


Perintah (amr) pada dasarnya tidak memiliki konsekuensi pengulangan, kecuali ada

3.

dosa, padahal kamu mengetahui.


Larangan (al-nahy) pada dasarnya menunjukkan rusaknya sesuatu yang dilarang

dalil yang menunjukkan selainnya. Firman Allah SWT dalam QS. al-Baqarah

4.

dalam ibadah. Seperti shalat dan puasanya perempuan yang haidh.


Larangan (al-nahy) pada dasarnya menunjukkan rusaknya sesuatu yang dilarang

(2):196.
Artinya : dan sempurnakanlah haji dan umroh karena Allah
Perintah (amr) pada dasarnya tidak memiliki konsekuensi untuk segera dikerjakan.
Tujuan amr (perintah) adalah terwujudnya suatu pekerjaan tanpa adanya

4.

pengkhususan dengan waktu awal.


Perintah (amr) terhadap sesuatu berarti juga perintah kepada hal-hal yang menjadi

5.

wasilah (medium) timbulnya sesuatu tersebut.


Contoh perintah shalat berarti perintah untuk bersuci.
Perintah terhadap sesuatu berarti larangan (nahi) terhadap hal-hal yang berlawanan

6.

dengan sesuatu tersebut.


Firman Allah SWT dalam QS. al-Baqarah (2):83.
Artinya : .dan ucapkanlah kata-kata yang baik kepada manusia...
Ketika suatu perintah telah dilaksanakan sesuai dengan ketentuannya maka orang
yang dikenai perintah telah terbebas dari ikatan (perjanjian) amr tersebut. seperti
ketika seseorang yang tidak menemukan air (untuk wudhu) kemudian tayamum dan

dalam muamalah. Hal ini terjadi ketika larangan itu dikembalikan kepada kondisi
akad (nafs al-'aqd), seperti bai' al-hashot (jual beli dengan cara melemparkan batu
kecil atau spekulasi). Namun ketika larangan itu dikembalikan kepada sesuatu yang
keluar dari transaksi (faktor eksternal) yang tidak tetap, maka sesuatu yang dilarang
tersebut tidak rusak. Seperti hanya jual beli pada waktu adzan jum'at.
Firman Allah SWT dalam QS. Al-Jumah (62):9.
Artinya : Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat Jum'at, Maka
bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. yang demikian itu
lebih baik bagimu jika kamu mengetahui. (QS. al-Jum'ah 9).
Pembahasan Ke - 3
AL-'AM

Al-'Am ( )adalah sesuatu yang meliputi dua hal atau lebih tanpa adanya batasan. Lafazd-

Al-khas ( )adalah sesuatu yang tidak mengandung dua makna atau lebih tanpa adanya

lafazd yang digunakan untuk menunjukkan makna 'am ada empat, yaitu:

batasan. Sedangkan al-takhshish ( )adalah mengeluarkan sebagian yang

1.

Isim wahid (mufrod) yang di-ma'rifat-kan dengan huruf lam. Seperti QS. al-Ashr
(103): 2-3.
Artinya : "Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian kecuali mereka

2.

yang beriman"
Isim jama' yang di-ma'rifat-kan dengan huruf lam. Contoh QS. al-Baqarah (2):195.
Artinya : Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu
menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, Karena

3.

Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.


huruf la yang me-nafi-kan pada isim nakiroh. Contoh QS. al-Baqarah(2): 48.
Artinya: Dan jagalah dirimu dari (azab) hari (kiamat, yang pada hari itu) seseorang
tidak dapat membela orang lain, walau sedikitpun; dan (begitu pula) tidak diterima

4.

syafa'at dan tebusan dari padanya, dan tidaklah mereka akan ditolong.
Isim-isim mubham

a) Lafal bagi sesuatu yang berakal. Contoh Firman Allah QS. al-Zalzalah (99): 7.

ditunjukkan 'am. Takhshis dibagi menjadi dua, yaitu; takhshis muttashil (bersamaan) dan
takhshis munfashil (terpisah).
Macam-macam takhshis muttasil :
1) Pengecualian (al-Istisna'). Contoh: QS. al-Ashr (103): 2-3.Artinya: Sesungguhnya
manusia itu benar-benar dalam kerugian kecuali mereka yang beriman
2) Pembatasan (al-taqyid) dengan sifat. Contoh Firman Allah SWT dalam QS. al-Nisa'
(4): 96.
Artinya: (Hendaklah) Ia memerdekakan seorang hamba yang beriman
3) Pengecualian dengan dengan batas (ghayah). Contoh QS. al-Baqarah (2): 222.
Artinya: Dan janganlah kamu mendekati mereka sebelum mereka suci
4) Pengecualian dengan pengganti (badal). Contoh QS. Ali Imron(3): 97.
Artinya: Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi)
orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah...

Artinya: Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya dia akan
melihat (balasan)nya.

Macam-macam takhshish munfashil:

b) Lafal bagi yang tidak berakal. Contoh Firman Allah QS. al-Hujarat (49): 18.

1) Pengecualian al-kitab (al-Quran) dengan al-kitab (al-Quran). Firman Allah SWT dalam

Artinya: Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang ghaib di langit dan bumi. dan Allah
Maha melihat apa yang kamu kerjakan.

QS. al-Baqarah (2): 221.


Artinya: Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik
ayat ini ditakhsis dengan

c) Lafal
. Contoh :

Firman Allah SWT dalam QS. al-Maidah (5): 5,

..
d) Lafal yang menunjukkan tempat. Contoh QS. al-Nisa' (4): 78.

... ...
Artinya: Pada hari ini dihalalkan sampai pada Firman Allah ta'ala- Dan wanita-wanita

Artinya: Dimanapun kamu berada kematian akan mendapatkan kamu

yang menjaga kehormatan di antara orang-orang yang di beri al-kitab sebelum kamu

e) Lafal yang menunjukkan zaman. Contoh :

2) Pengecualian al-kitab (al-Quran) dengan al-sunah (al-Hadits).

Firman Allah dalam QS. al-Nisa' (4):11.


Artinya: Allah mensyariatkan bagimu tentang (pembagian pustaka untuk) anak-anakmu,
Pembahasan Ke - 4
AL-KHAS DAN AL-TAKHSHIS

yaitu bagian anak laki-laki sama dengan bagian dua anak perempuan
Ayat diatas mengandung pengertian bahwa yang mendapat waris termasuk anak kafir tapi
ayat tersebut ditakhsis dengan hadits yang diriwayatkan oleh Bukhori dan Muslim:


Artinya: Seorang anak muslim tidak mendapatkan warisan dari orang tua kafir dan anak
kafir tidak mendapatkan warisan dari orang tua muslim.

Adapun untuk seorang budak (abd) di-qiyas-kan kepada amat yaitu setengah dari ketentuan
yang telah disebutkan diatas.
6) Pengecualian al-Sunnah (al-Hadits) dengan al-Qiyas. Contoh sabda Rasulullah SAW. :

3) Pengecualian al-Sunnah (al-Hadits) dengan al-Kitab (al-Quran). Seperti hadits riwayat

Bukhari Muslim yang menerangkan bahwa Allah SWT tidak akan menerima shalat

Artinya: Orang kaya yang berpaling dari membayar hutang maka halal kehormatan dan

seseorang yang masih dalam keadaan hadats sampai dia berwudhu.

keperwiraannya (HR. Ahmad dan Ibn Majjah.)

Dikecualikan dari ketentuan hadits diatas, yaitu orang tua yang menunda-nunda membayar

Artinya : Allah tidak menerima shalat kalian, ketika berhadast sehingga kalian berwudhu.
Hadits ini di takhsis dengan
Firman Allah SWT. dalam QS.al-Nisa' (4): 43.
Artinya: Dan jika kamu sakit sampai pada Firman Allah- kemudian kamu tidak mendapat
air, maka bertayamumlah
4) Pengecualian al-Sunnah (al-Hadits) dengan al-Sunnah (al-Hadits). Contoh hadits Riwayat
Bukhari dan Muslim:

hutang pada anaknya meskipun sudah mampu untuk membayarnya. Maka bagi orang tua
yang berpaling dari membayar hutang tidak dihalalkan kehormatan dan keperwiraannya
karena dengan memakai qiyas awla tidak diperbolehkannya mengucapkan kata-kata kasar
kepada mereka yang telah ditetapkan dalam
QS. Al-Isra' (17):23.
Artinya: Maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan
"ah"


Artinya: Setiap (zar') yang disirami dengan air hujan zakatnya sebesar seper sepuluh.
Hadits ini ditakhsis dengan hadits riwayat Bukhori dan Muslim :


Artinya: Setiap (zar') yang kurang dari lima wasaq tidak ada zakat.

Pembahasan Ke - 5

5) Pengecualian al-kitab (al-Quran) dengan Qiyas. Contoh QS. al-Nur (24):3.


Artinya: Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, Maka deralah tiap-tiap seorang
dari keduanya seratus kali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah
kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat,
dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang
yang beriman.
Ayat tersebut di takhsis dengan ayat yang menerangkan hukum derap/jilid terhadap budak
perempuan (amat) yang hanya dijilid separuh dari ketentuan ayat.
Allah SWT. berfirman dalam QS. al-Nisa' (4):25.

NASIKH DAN MANSUKH


Al-Nsikh ( )secara bahasa berarti menghilangkan, menghapus, atau memindah.
Dalam tinjauan syara', al-nsikh adalah menghilangkan atau membatalkan hukum syara'
yang telah ditetapkan terdahulu dengan dalil syara' yang baru. Al-Nsikh menurut sebagian
ulama' terbagi menjadi:
1) Menghapus tulisan (al-rasm) dan menetapkan hukum.
Contoh hadits Nabi SAW:

Artinya: Kemudian mereka melakukan perbuatan yang keji (zina), Maka atas mereka separo
hukuman dari hukuman wanita-wanita merdeka yang bersuami

Sahabat umar RA berkata bahwa sesungguhnya kami telah membaca hadits dan bahwasanya

Masjidil Haram. dan dimana saja kamu berada, palingkanlah mukamu ke arahnya. dan

nabi SAW telah memberlakukan hukum ranjam terhadap dua orang yang berzina muhshon.

Sesungguhnya orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang diberi Al Kitab (Taurat dan Injil)

Maksud lafal dalam hadits diatas adalah

memang mengetahui, bahwa berpaling ke Masjidil Haram itu adalah benar dari Tuhannya;

2. Menghapus hukum dan menetapkan tulisan (al-rasm).


Contoh QS. al-Baqarah (2): 240.

dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan.
5) Nasikh al-Sunah dengan al-Sunah. Seperti hadits riwayat imam Muslim:

Artinya: Dan orang-orang yang akan meninggal dunia di antara kamu dan meninggalkan

isteri, hendaklah berwasiat untuk isteri-isterinya, (yaitu) diberi nafkah hingga setahun

Artinya: (dulu) Aku (Nabi) melarang kalian ziarah kubur. Maka (sekarang) Berziarahlah

lamanya dan tidak disuruh pindah (dari rumahnya). akan tetapi jika mereka pindah (sendiri),

kalian.

Maka tidak ada dosa bagimu (wali atau waris dari yang meninggal) membiarkan mereka

Sebagian ulama' juga ada yang berpendapat tentang diperbolehkannya menasikh al-kitab

berbuat yang ma'ruf terhadap diri mereka. dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.

dengan al-sunah. Seperti

Ayat ini di nasikh dengan QS. al-Baqarah (2): 234.

Firman Allah SWT. dalam QS al-Baqarah :(2) 180,

Artinya: Orang-orang yang meninggal dunia di antaramu dengan meninggalkan isteri-isteri

Artinya: Diwajibkan atas kamu, apabila seorang di antara kamu kedatangan (tanda-tanda)

(hendaklah para isteri itu) menangguhkan dirinya (ber'iddah) empat bulan sepuluh hari.

maut, jika ia meninggalkan harta yang banyak, berwasiat untuk ibu-bapak dan karib

3) Menghapus dua perkara (hukum dan tulisan) secara bersamaan.

kerabatnya secara ma'ruf, (ini adalah) kewajiban atas orang-orang yang bertakwa.

Seperti hadits riwayat Muslim dari 'aisyah ra.

Ayat diatas dinaskh oleh sabda Nabi SAW:

Hadits yang menerangkan bahwa yang dapat menyebabkan haramnya sebuah pernikahan

Artiny: Tidak ada wasiat bagi ahli waris. (HR. al-Tirmidzi dan Ibn Majjah.)

sepuluh kali susushan yang diketahui ini kemudian dinasikh dengan hadits yang
menerangkan lima kali susuan yang mengharamkan:
Pembahasan Ke - 6


Me-nasikh al-Kitab (ayat Al-Quran) dengan al-Kitab (ayat al-Quran lain) juga diperbolehkan,

MUJMAL DAN BAYAN

seperti dalam ayat tentang 'iddah perempuan sebagaimana yang diterangkan diatas.

Mujmal ( )adalah sesuatu yang membutuhkan penjelasan. Contoh seperti lafal

4) Menghapus al-Sunah dengan al-Kitab.

pada ayat:

Seperti menghadap Baitul maqdis dalam shalat yang ditetapkan dengan sunah fi'liyah

(perbuatan Nabi). Dalam hadits riwayat Bukhori Muslim disebutkan "bahwasahnya Nabi

karena ada persekutuan makna dalam lafal al-quru' maka memungkinkan lafal tersebut

SAW menghadap baitul maqdis dalam shalatnya selama 16 bulan ". Hadits kemudian

mempunyai arti haidh dan suci.

dinasikh dengan firman

Bayan ( )adalah mengeluarkan sesuatu dari kondisi musykil kepada kondisi jelas.

Allah SWT. dalam QS. al-Baqarah (2): 144.


Artinya: Sungguh kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langi, Maka sungguh
kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. palingkanlah mukamu ke arah

Bayan dibagi menjadi:


1) Bayan (penjelas) dengan ucapan (bi al-qawl) seperti pada Firman Allah SWT. yang
menerangkan puasa tamatu'

Allah SWT. berfirman dalam QS. Al-Baqarah (2): 196.

Demikianlah yang diajarkan kepada kamu, dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu

Artinya: Maka wajib puasa tiga hari dalam masa haji dan tujuh hari apabila kalian semua

kerjakan."

telah pulang. Itulah sepuluh hari yang sempurna...


2) Bayan dengan perbuatan atau pekerjaan. seperti pekerjaan Nabi yang menjelaskan tata

Pembahasan Ke - 8

cara shalat dan lainnya.

MANTUQ DAN MAFHUM

3) Bayan dengan tulisan (kutub). Seperti bayan akan kadar zakat, dan diyat anggota badan
sebagaimana yang telah dijelaskan Nabi SAW. melalui hadits-haditsnya.
4) Bayan dengan isyarat, seperti isyarat nabi SAW sambil menunjukkan semua jari tangan
dalam satu isyarat satu bulan adalah seperti ini, seperti ini dan seperti ini. Maksudnya 30
hari. Kemudian nabi memebrikan isyarat lagi dengan telapak tangannya sampai tiga kali, dan
pada urutan ketiga beliau tidak menunjukkan ibu jarinya sebagai isyarat bahwa dalam bulan
terkadang ada yang hanya sejumlah 29 hari.
Pembahasan Ke - 7
MUTLAQ DAN MUQOYYAD
Mutlaq ( )adalah lafal yang menunjukkan hakikat sesuatu hal tanpa adanya batasan.
Sedangkan muqoyyad ( )adalah lafal yang menunjukkan suatu hal dengan adanya
batasan (taqyid).
Penting diketahui bahwa apabila terdapat perintah (khithab) yang bersifat mutlak atau umum,
maka ia harus diberlakukan seperti keumumannya. Begitupun ketika terdapat perintah yang
dibatasi (muqoyyad) atau bersifat khusus, maka ia harus diberlakukan berdasarkan kadar
pembatasan atau kekhususannya tersebut. Namun ketika perintah itu bersifat mutlak pada
satu sisi dan muqoyyad pada sisi yang lain, maka sisi kemutlakannya harus ditangguhkan
dan diberlakukan sisi kekhususannya. Contohnya seperti lafal roqobah (budak) yang
dibatasi dengan sifat beriman dalam hal kafarat membunuh.
Allah SWT berfirman dalam QS. al-Nisa' (4): 96.
Artinya : (Hendaklah) Ia memerdekakan seorang hamba yang beriman
Dalam bagian lain, lafal roqobah berlaku umum seperti pada kafarat zhihar
Firman Allah SWT dalam QS. al-Mujadalah )58): 3.Artinya: Orang-orang yang menzhihar
isteri mereka, Kemudian mereka hendak menarik kembali apa yang mereka ucapkan, Maka
(wajib atasnya) memerdekakan seorang budak sebelum kedua suami isteri itu bercampur.

Mantuq ( )adalah penunjukan lafal terhadap suatu hal (hukum) ketika diucapkan,
sedangkan Mafhum ( )adalah penunjukan lafal terhadap hukum yang tidak diucapkan.
Pembagian Mantuq
1. Al-Nash. Yaitu lafal yang tidak mengandung takwil. Seperti Firman Allah SWT. QS. alBaqarah (2):196.
Artinya: Maka wajib puasa tiga hari dalam masa haji dan tujuh hari apabila kalian semua
telah pulang. Itulah sepuluh hari yang sempurna.
2. Al-Zahir. Yaitu lafal yang mengandung takwil atau perlu takwil. Contohnya seperti
Firman Allah QS. al-Dzariyat (51):47.
Artinya: Dan langit itu kami bangun dengan kekuasaan (kami) dan Sesungguhnya kami
benar-benar berkuasa.
Lafal adalah bentuk jamak dari lafal yang berarti tangan, dan hal itu (tangan) mustahil
bagi Allah SWT. Maka dari itu lafal dalam ayat tersebut dipalingkan ke makna yang
berarti kekuatan.
Pembagian Mafhum
1. Mafhum muwafaqoh. Yaitu penunjukan hukum yang tidak disebutkan mempunyai
kesamaan dengan hukum yang diucapkan. Seperti pencegahan atau larangan memukul kedua
orang tua yang dapat dipahami dari Firman Allah
Dalam QS. al-Isra' (17):23.
Artinya: Dan Tuhanmu Telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain dia
dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. jika salah
seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam
pemeliharaanmu, Maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan
"ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang
mulia.

Larangan membakar (atau hal-hal yang sifatnya merusak) harta anak yatim yang dapat

Allah SWT. berfirman dalam QS al- Nisa' (4): 3.

dipahami dari

Artinya: Maka kawinilah wanita-wanita yang kamu sengangi dua, tiga, atau empat

Firman Allah SWT. dalam QS. al-Nisa' (4): 10.

Namun ketika perbuatan Nabi SAW. tidak disertai dalil yang menunjukkan kekhususannya

Artinya: Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zalim,

pada diri Nabi SAW. maka perbuatan tersebut tidak berlaku khusus pada Nabi SAW., tetapi

Sebenarnya mereka itu menelan api sepenuh perutnya dan mereka akan masuk ke dalam api

juga meliputi umatnya.

yang menyala-nyala (neraka).

Alllah SWT. berfirman dalam QS. al-Ahzab (33): 21.

2. Mafhum mukholafah. Yaitu lafal yang disebutkan tidak sama dengan yang diucapkan.

Artinya: Sesungguhnya Telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu

Contohnya antara lain adalah sebagai berikut:

(yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia

1) Tidak adanya kewajiban zakat bagi hewan yang digunakan untuk bekerja yang dipahami

banyak menyebut Allah.

dari sabda Nabi SAW:

Dari keterangan diatas dapat disimpulkan bahwa hukum asal semua perbuatan Nabi SAW. itu

untuk diikuti kecuali ada dalil yang menunjukkan kekhususan pada Nabi SAW. saja dalam

Artinya: Pada hewan-hewan yang digembalakan terdapat (wajib) zakat.

suatu perbuatan.

2) Tidak adanya haji kecuali pada bulan-bulan tertentu yang telah masyhur dari pemahaman
Firman Allah SWT. dalam QS. al-Baqarah (2):197.Artinya: Haji adalah beberapa bulan
yang dimaklumi, barangsiapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan
haji, Maka tidak boleh rafats, berbuat fasik dan berbantah-bantahan di dalam masa
mengerjakan haji. dan apa yang kamu kerjakan berupa kebaikan, niscaya Allah
mengetahuinya. Berbekallah, dan Sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa dan
bertakwalah kepada-Ku Hai orang-orang yang berakal.
3) Diperbolehkannya jual beli pada hari Jum'at sebelum dikumandangkannya azdan yang
dipahami dari Firman Allah QS. al-Jum'ah (62): 9.Artinya: Hai orang-orang beriman,
apabila diseru untuk menunaikan shalat Jum'at, Maka bersegeralah kamu kepada mengingat
Allah dan tinggalkanlah jual beli. yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu

Pembahasan Ke - 10
KETETAPAN NABI SAW.
Ketetapan Nabi SAW. atas ucapan seseorang memiliki kedudukan yang sama dengan ucapan
Nabi SAW. sendiri. Begitu juga ketetapan Nabi SAW. atas pekerjaan seseorang memiliki
kedudukan yang sama dengan pekerjaan Nabi SAW. hal itu karena Nabi SAW. bersifat
maksum (terjaga) untuk mengakui perbuatan ingkar seseorang. Contoh dari keterangan diatas
adalah pengakuan Nabi SAW. pada sahabat Abu Bakr RA. yang memberikan harta rampasan
perang orang kafir yang terbunuh kepada pasukan muslim yang berhasil membunuhnya dan

mengetahui.

pengakuan Nabi SAW terhadap sahabat Khalid bin Walid RA. yang memakan biawak.
Pembahasan Ke - 9
PERBUATAN NABI SAW.
Perbuatan Nabi SAW. terkadang bersifat qurbah (ibadah taqorrub) dalam artian taat dan
kadang juga tidak bersifat demikian. Ketika perbuatan Nabi bersifat taqorrub atau taat serta
adanya dalil yang menunjukkan kekhususan pada diri Nabi maka hal itu berlaku khusus
untuk Nabi SAW. Seperti memiliki istri lebih dari empat.

Sesuatu yang dikerjakan atau diucapkan tidak dihadapan (majlis) Nabi SAW. namun terjadi
atas sepengetahuan Nabi SAW. mengetahui dan tidak pula mengingkarinya maka memiliki
kedudukan hukum yang sama dengan pekerjaan atau perkataan yang dilakukan dihadapan
Nabi SAW. Seperti pengetahuan Nabi SAW. Dengan sahabat Abu Bakr RA. yang pada saat
murka bersumpah untuk tidak makan, namun kemudian melanggar sumpahnya sendiri
setelah meyakini adanya kebaikan dalam makan, yakni menjaga kesehatan tubuh

berdasarkan contoh dan keterangan diatas dapat ditarik kesimpulan diperbolehkannya

hukum. Seperti menqiaskan beras terhadap gandum dalam harta ribawiy dengan titik temu

melanggar sumpah, bahkan disunatkan untuk melanggar sumpah ketika hal itu mengandung

berupa keduanya sama-sama makanan pokok.

sesuatu yang lebih baik.

Rukun Qiyas ada empat yaitu 1) far', 2) asal, 3) hukum asal, dan 4) illat hukum asal.
Macam-macam qiyas, di bagi menjadi tiga:
Pembahasan Ke - 11
IJMA'

a. Qiyas al-illat
Yaitu sesuatu yang illat didalamnya menetapkan hukum. Seperti menqiyaskan memukul

Ijma' menurut bahasa adalah kesepakatan atau konsensus. Sedangkan menurut pengertian

dengan ucapan yang tercela kepada kedua orang tua dalam keharamannya dengan alasan

istilah, Ijma berarti kesepakatan umat islam setelah wafatnya Nabi SAW. pada suatu masa

menyakitkan hati orang tua.

terhadap satu dari beberapa perkara atau permasalahan. Ijma' menurut jumhur ulama' adalah

Allah SWT. berfirman dalam QS. Al-Isra' (17):23.Artinya: Maka sekali-kali janganlah

hujjah. Hal ini didasarkan pada sabda Nabi SAW.:

kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "Ah".

" "

b. Qiyas al-dilalah

Artinya: Umatku tidak akan bersepakat dalam kesesatan. Pertolongan Allah atas jamaah.
Ijma' bisa atau sah terjadi dengan ucapan sebagian ulama' dan perbuatan sebagian yang lain,
tersiarnya kabar mengenai perkataan atau perbuatan tersebut. Adapun sikap diamnya
sebagian ulama' yang lain terhadap terjadinya kesepakatan itu disebut dengan ijma sukutiy.
Para ulama' telah bersepakat bahwa sesuatu yang biasa keluar dari dubur (anus) dan qubul
(kelamin) yaitu kencing dan buang air besar adalah membatalkan wudhu.
Perlu juga diketahui bahwa imam Syafi'i RA. telah menetapkan qiyas dan hadits ahadd untuk
kegiatan penetapan (istinbat) hukum, sebagaimana telah dilakukan oleh sebagian sahabat dan
tanpa adanya pengingkaran dari sahabat yang lain. Dengan demikian, hal ini juga dinamakan

Yaitu sesuatu yang illat didalamnya menunjukkan pada hukum akan tetapi illat
tersebut tidak menetapkan pada hukum. Seperti menqiyaskan harta anak kecil dengan harta
orang dewasa dalam kewajiban zakat dengan adanya titik temu bahwa harta anak kecil
termasuk harta yang sempurna (al-ml al-tmm). Boleh juga mengatakan tidak wajib zakat
-seperti yang dikatakan Abu Hanifah- dengan menqiyaskan pada haji yang mana, haji wajib
bagi orang dewasa adapun anak kecil tidak wajib untuk haji.
c. Qiyas al-syibh
Yaitu mempersamakan hukum cabang (far') yang masih diragukan antara dua asal
dengan mengambil keserupaan yang lebih banyak dari asal tersebut. Contohnya dalam
pembahasan budak yang dibunuh, apakah sipembunuh wajib dikenai hukum qishas karena

ijma' sukutiy.

budak juga termasuk manusia, ataukah cukup hanya dengan membayar ganti rugi dengan
Pembahasan Ke - 12
QIYAS
Qiyas adalah hujjah. Allah SWT. berfirman dalam QS. al-Hasyr (59):2.

alasan adanya keserupaan budak dengan binatang, bahwa budak adalah harta. Dalam hal ini
budak lebih banyak keserupaannya dengan binatang (harta) sebab, budak bisa diperjualbelikan, diwariskan, dan diwakafkan.

Artinya: Maka ambillah (kejadian itu) untuk menjadi pelajaran, hai orang-orang yang
mempunyai wawasan.
Al-Qiyas ( )menurut bahasa adalah mengukur atau memperkirakan sesuatu atas
sesuatu yang lain untuk mengetahui persamaan diantara keduanya, seperti mengukur pakaian
dengan lengan. Sedangkan menurut istilah, qiyas berarti mengembalikan hukum cabang (far')
kepada hukum asal karena adanya illat (alasan) yang mempertemukan keduanya dalam

Pembahasan Ke - 13
IJTIHAD, ITTIBA' DAN TAQLID
Ijtihad ialah mengerahkan segala kemampuan untuk mendapatkan hukum syara' dengan
jalan menyandarkan hukum (istinbath) kepada al-Quran dan al-Sunah. Orang yang
melakukan ijtihad disebut dengan mujtahid.

Ittiba' adalah menerima ucapan orang lain serta mengetahui sumbernya, dan orang yang

Artinya: Bahkan mereka berkata: "Sesungguhnya kami mendapati bapak-bapak kami

melakukan ittiba disebut dengan muttabi'.

menganut suatu agama, dan Sesungguhnya kami orang-orang yang mendapat petunjuk

Taqlid adalah menerima ucapan seseorang tanpa mengetahui dasarnya, dan orang yang

dengan (mengikuti) jejak mereka".

melakukan taqlid disebut dengan muqollid.


Ijtihad dalam permasalahan agama sangat dibutuhkan. Begitupun dengan ittiba'. Sedangkan

BAGIAN KEDUA

taklid dalam agama dianggap sebagai suatu pekerjaan yang hina, karena berdampak lebih
jauh terhadap kemunduran umat.
Dalil-dalil untuk ketentuan dalam pembahasan ini adalah sebagai berikut:
Allah SWT. berfirman dalam QS. al-Ankabut (2): 69.Artinya: Dan orang-orang yang
berjihad untuk (mencari keridhaan) kami, benar- benar akan kami tunjukkan kepada mereka
jalan-jalan kami. dan Sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat

QOWA'ID AL-FIQH
Sabda Rasulullah SAW. :


Artinya: Segala sesuatu tergantung pada niatnya, dan apa yang didapatkan ialah apa yang
telah diniatkan. (HR. Bukhari).
Kaidah ke-1

baik.

Hadist Nabi SAW. :

"
"
Artinya: Jika seorang hakim membuat keputusan (menghukumi) dengan berijtihad

Segala sesuatu tergantung pada tujuannya.


Contoh kaidah:
1.
2.

kemudian benar, maka baginya dua pahala, jika menghukumi dengan berijtihad dan ternyata

Diwajibkannya niat dalam berwudhu, mandi, shalat dan puasa.


Penggunaan kata kiasan (kinayah) dalam talak. Seperti ucapann seorang suami
kepada istrinya:

salah, maka baginya satu pahala." (HR. Bukhari dan Muslim).

bertujuan menceraikan dengan ucapannya tersebut, maka jatuhlah talak kepada

Allah SWT. berfirman dalam QS. al-A'raf (7): 3.Artinya : Ikutilah apa yang diturunkan

istrinya, namun jika ia tidak berniat menceraikan maka tidak jatuh talak-nya.

kepadamu dari Tuhanmu dan janganlah kamu mengikuti pemimpin-pemimpin selain-Nya.

Kaidah ke-2

amat sedikitlah kamu mengambil pelajaran (daripadanya).


Allah SWT. berfirman dalam QS. al-Maidah (5): 104.
Artinya: Apabila dikatakan kepada mereka: "Marilah mengikuti apa yang diturunkan Allah
dan mengikuti Rasul". mereka menjawab: "Cukuplah untuk kami apa yang kami dapati
bapak-bapak kami mengerjakannya". dan apakah mereka itu akan mengikuti nenek moyang
mereka walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui apa-apa dan tidak (pula)
mendapat petunjuk?.
Allah SWT. berfirman dalam QS. al-Zukhruf (43): 22.

( engkau adalah wanita yang terasing). Jika suami


Sesuatu yang memerlukan penjelasan, maka kesalahan dalam memberikan penjelasan
menyebabkan batal.
Contoh kaidah:
1.

Seseorang yang melakukan shalat dhuhur dengan niat 'ashar atau sebaliknya, maka

2.

shalatnya tersebut tidak sah.


Kesalahan dalam menjelaskan pembayaran tebusan (kafarat) zhihar kepada kafarat
qatl (pembunuhan).
Kaidah ke-3

Sesuatu yang memerlukan penjelasan secara global dan tidak memerlukan penjelasan secara

2. Menambahkan lafal masyiah (insya Allah) dalam niat shalat dengan tujuan

rinci, maka ketika kesalahan dalam penjelasan secara rinci membahayakan.

menggantungkan shalatnya kepada kehendak Allah SWT. maka batal shalatnya. Namun

Contoh kaidah :

apabila hanya berniat tabarru maka tidak batal shalatnya, atau dengan menambahkan

Seseorang yang bernama Gandung S.P. Towo niat berjamaah kepada seorang imam bernama

masyiah dengan tanpa adanya tujuan apapun, maka menurut pendapat yang sahih, shalatnya

mbah Arief. Kemudian, ternyata bahwa yang menjadi imam bukanlah mbah Arief tapi orang

menjadi batal.

lain yang mempunyai panggilan Seger (Khoirul Mustamsikin), maka shalat Gandung tidak

Kaidah ke-6

sah karena ia telah berniat makmum dengan mbah Arief yang berarti telah menafikan

mengikuti Seger. Perlu diketahui, bahwa dalam shalat berjamah hanya disyaratkan niat

Keyakinan tidak bisa dihilangkan oleh keraguan.

berjamaah tanpa adanya kewajiban menentukan siapa imamnya.

Contoh kaidah :

Kaidah ke-4

1. Seorang bernama Doel Fatah ragu, apakah baru tiga atau sudah empat rakaat shalatnya?
maka, Doel Fatah harus menetapkan yang tiga rakaat karena itulah yang diyakini.

Sesuatu yang tidak disyaratkan penjelasannya secara global maupun terperinci ketika dita'yin

2. Santri bernama Maid baru saja mengambil air wudhu di kolam depan komplek A PP. Putra

dan salah maka statusnya tidaklah membahayakan.

An-Nawawi. Kemudian timbul keraguan dalam hatinya; "batal durung yo..? kayane aku

Contoh kaidah :

nembe demek..." maka hukum thaharah-nya tidak hilang disebabkan keraguan yang muncul

Kesalahan dalam menentukan tempat shalat. Seperti mbah Muntaha (pengelolah kantin

kemudian.

Asyiq) niat shalat di Kemranggen Bruno Purworejo, padahal saat itu dia berada di Simpar

3. seseorang meyakini telah berhadats dan kemudian ragu apakah sudah bersuci atau belum,

(suatu daerah yang di Kecamatan Kalibawang Wonosobo). Maka shalat mbah Muntaha tidak

maka orang tersebut masih belum suci (muhdits).

batal karena sudah adanya niat. sedangkan menentukan tempat shalat tidak ada hubungannya

Dibawah ini ialah kaidah yang esensinya senada dengan kaidah di atas:

dengan niat baik secara globlal atau terperinci (tafshil).


Kaidah ke-5


Sesuatu yang tetap dengan keyakinan, maka tidak bisa dihilangkan kecuali dengan adanya
keyakinan yang lain.

Maksud sebuah ucapan tergantung pada niat yang mengucapkan.

Kaidah ke-7

Contoh kaidah :
1. Temon adalah seorang pria perkasa (berasal dari daerah Babadsari Kutowinangun
Kebumen). Teman kita yang satu ini konon katanya mempunyai seorang istri bernama Tholiq
dan seorang budak perempuan bernama Hurrah. Suatu saat, Temon berkata; Yaa Tholiq, atau
Yaa Hurrah. Jika dalam ucapan Yaa Tholiq Temon bermaksud menceraikan istrinya, maka
jatuhlah talak kepada istrinya, namun jika hanya bertujuan memanggil nama istrinya, maka
tidak jatuh talaknya. Begitu juga dengan ucapan Yaa Hurrah kepada budaknya jika Temon
bertujuan memerdekakan, maka budak perempuan itu menjadi perempuan merdeka.
Sebaliknya jika ia hanya bertujuan memanggil namanya, maka tidak menjadi merdeka.


Pada dasarnya ketetapan suatu perkara tergantung pada keberadaannya semula.
Contoh kaidah :
1. Seseorang yang makan sahur dipenghujung malam dan ragu akan keluarnya fajar maka
puasa orang tersebut hukumnya sah. Karena pada dasarnya masih tetap malam (al-aslu baqau al-lail).
2. Seseorang yang makan (berbuka) pada penghujung siang tanpa berijtihad terlebih dahulu
dan kemudian ragu apakah matahari telah terbenam atau belum, maka puasanya batal.
Karena asalnya adalah tetapnya siang (al-ashl baqa-u al-nahr).

10

Kaidah ke-8

2. Seorang santri kelas II MDU bernama Soekabul alias Kabul Khan ditanya oleh teman

sekamarnya; Kang Kabul, aku melihat sperma di bajuku, tapi aku tidak ingat kapan aku

hukum asal adalah tidak adanya tanggungan.

mimpi basah. Gimana solusinya, Kang?. Dengan PD-nya, karena baru saja menemukan

Contoh kaidah:

kaidah al-aslu fi kulli wahidin taqdiruhu bi-aqrobi zamanihi saat muthalaah Kitab Mabadi'

Seorang yang didakwa (muddaa alaih)melakukan suatu perbuatan bersumpah bahwa ia

Awwaliyah, santri yang demen banget lagu-lagu Hindia ini spontan menjawab; Siro -red:

tidak melakukan perbuatan tersebut. Maka ia tidak dapat dikenai hukuman, karena pada

kamu- wajib mandi besar dan mengulang shalat mulai sejak terakhir kamu bangun tidur

dasarnya ia terbebas dari segala beban dan tanggung jawab. Permasalahan kemudian

sampai sekarang.
Kaidah ke-11

dikembalikan kepada yang mendakwa (muddai).

Kaidah ke-9

Kesulitan akan menarik kepada kemudahan.

Hukum asal adalah ketiadaan

Contoh kaidah :

Contoh kaidah :

1. Seorang bernama Godril yang sedang sakit parah merasa kesulitan untuk berdiri ketika

1. Kang Khumaidi mengadakan kerjasama bagi hasil (mudharabah) dengan Bos Fahmi.

shalat fardhu, maka ia diperbolehkan shalat dengan duduk. Begitu juga ketika ia merasa

Dalam kerjasama ini Kang Khumaidi bertindak sebagai pengelola usaha (al-'amil),

kesulitan shalat dengan duduk, maka diperbolehkan melakukan shalat dengan tidur

sedangkan Bos Fahmi adalah pemodal atau investornya. Pada saat akhir perjanjian, Kang

terlentang.

Khumaidi melaporkan kepada Bos Fahmi bahwa usahanya tidak mendapat untung. Hal ini

2. Seseorang yang karena sesuatu hal, sakit parah misalnya, merasa kesulitan untuk

diingkari Bos Fahmi. Dalam kasus ini, maka yang dibenarkan adalah ucapan orang Bruna

menggunakan air dalam berwudhu, maka ia diperbolehkan bertayamum.

yang bernama Kang Khumaidi, karena pada dasarnya memang tidak adanya tambahan (laba).

3. Pendapat Imam Syafi'i tentang diperbolehkannya seorang wanita yang bepergian tanpa

2. Tidak diperbolehkannya melarang seseorang untuk membeli sesuatu. Karena pada

didampingi wali untuk menyerahkan perkaranya kepada laki-laki lain.

dasarnya tidak adanya larangan (dalam muamalah).

Kaidah yang semakna dengan kaidah di atas, antara lain:

Kaidah ke-10

Perkataan Imam al-Syafi'i:


Asal segala sesuatu diperkirakan dengan yang lebih dekat zamannya.

Sesuatu, ketika sulit, maka hukumnya menjadi luas (ringan).

Contoh kaidah :

Perkataan sebagian ulama:

1. Mungkin karena kesal dengan seseorang wanita hamil yang kebetulan juga cerewet, maka
tanpa pikir panjang Ipin -cah Jiwan Wonosobo- memukul perut si wanita hamil tersebut.
Selang beberapa waktu si wanita melahirkan seorang bayi dalam keadaan sehat. Kemudian
tanpa diduga-duga, entah karena apa si jabang bayi yang imut yang baru beberapa hari
dilahirkan mendadak saja mati. Dalam kasus ini, Ipin tidak dikenai tanggungan (dhaman)
karena kematian jabang bayi tersebut adalah disebabkan faktor lain yang masanya lebih
dekat dibanding pemukulan Ipin terhadap wanita tersebut.


Ketika keadaan menjadisempit maka hukumnya menjadi luas.
Allah SWT. berfirman dalam QS. Al-Baqarah (2): 185.
Artinya : Allah menghendaki kemudahan bagimu dan tidak menghendaki kesukaran
bagimu.

11

KERINGANAN HUKUM SYARA

Bahaya harus dihilangkan.

Keringanan hukum syara (takhfifat al-syar'i), meliputi 7 macam, yaitu:

Contoh kaidah:

1. Takhfif Isqat, yaitu keringanan dengan menggugurkan. Seperti menggugurkan kewajiban

1. Diperbolehkan bagi seorang pembeli memilih (khiyar) karena adanya 'aib (cacat) pada

menunaikan ibadah haji, umrah dan shalat jumat karena adanya 'uzdur (halangan).

barang yang dijual.

2. Takhfif Tanqis, yaitu keringanan dengan mengurangi. Seperti diperbolehkannya

2. Diperbolehkannya merusak pernikahan (faskh al-nikah) bagi laki-laki dan perempuan

menqashar shalat.

karena adanya 'aib.

3. Takhfif Ibdal, yaitu keringanan dengan mengganti. Seperti mengganti wudhu dan mandi
dengan tayammum, berdiri dengan duduk, tidur terlentang dan memberi isyarat dalam shalat

Kaidah ke-14

dan mengganti puasa dengan memberi makanan.

4. Takhfif Taqdim, yaitu keringanan dengan mendahulukan waktu pelaksanaan. Seperti

Bahaya tidak dapat dihilangkan dengan bahaya lainnya.

dalam shalat jama' taqdim, mendahulukan zakat sebelum khaul (satu tahun), mendahulukan

Contoh kaidah:

zakat fitrah sebelum akhir Ramadhan.

Mbah Yoto dan Lutfi adalah dua orang yang sedang kelaparan, keduanya sangat

5. Takhfif Takhir, yaitu keringanan dengan mengakhirkan waktu pelaksanaan. Seperti dalam

membutuhkan makanan untuk meneruskan nafasnya. Mbah Yoto, saking tidak tahannya

shalat jama' takhir, mengakhirkan puasa Ramadhan bagi yang sakit dan orang dalam

menahan lapar nekat mengambil getuk Asminah (asli produk gintungan) kepunyaan Lutfi

perjalanan dan mengakhirkan shalat karena menolong orang yang tenggelam.

yang kebetulan dibeli sebelumnya di warung Syarof CS. Tindakan mbah Yoto -walaupun

6. Takhfif Tarkhis, yaitu keringanan dengan kemurahan Seperti diperbolehkannya

dalam keadaan yang sangat menghawatirkan baginya- tidak bisa dibenarkan karena Lutfi

menggunakan khamr (arak) untuk berobat.

juga mengalami nasib yang sama dengannya, yaitu kelaparan.

7. Takhfif Taghyir, yaitu keringanan dengan perubahan. Seperti merubah urutan shalat dalam

Kaidah ke-15

keadaan takut (khauf).


Kaidah ke-12

Kondisi darurat memperbolehkan sesuatu yang semula dilarang.


Contoh kaidah:

Sesuatu yang dalam keadaan lapang maka hukumnya menjadi sempit.

1. Ketika dalam perjalan dari Sumatra ke pondok pesantren An-Nawawi, ditengah-tengah

Contoh kaidah :

hutan Kasyfurrahman alias Rahman dihadang oleh segerombolan begal, semua bekal

Sedikit gerakan dalam shalat karena adanya gangguan masih ditoleransi, sedangkan banyak

Rahman ludes dirampas oleh mereka yang tak berperasaan -sayangnya Rahman tidak bisa

bergerak tanpa adanya kebutuhan tidak diperbolehkan.

seperti syekh Abdul Qadir al-Jailany yang bisa menyadarkan para begal- karenanya mereka

Dari dua kaidah sebelumnya (kaidah ke-11 dan ke-12) Al-Gazali membuat sintesa

pergi tanpa memperdulikan nasib Rahman nantinya, lama-kelamaan Rahman merasa

(perpaduan) menjadi satu kaidah berikut ini:

kelaparan dan dia tidak bisa membeli makanan karena bekalnya sudah tidak ada lagi, tiba-

tiba tampak dihadapan Rahman seekor babi dengan bergeleng-geleng dan menggerak-

Setiap sesuatu yang melampaui batas kewajaran memiliki hukum sebaliknya.

gerakkan ekornya seakan-akan mengejek si-Rahman yang sedang kelaparan tersebut. Namun

Kaidah ke-13

malang juga nasib si babi hutan itu. Rahman bertindak sigap dengan melempar babi tersebut
dengan sebatang kayu runcing yang dipegangnya. Kemudian tanpa pikir panjang, Rahman

12

langsung menguliti babi tersebut dan kemudian makan dagingnya untuk sekedar mengobati

rasa lapar.

Ketika dihadapkan pada dua mafsadah (kerusakan) maka tinggalkanlah mafsadah yang lebih

Tindakan Rahman memakan daging babi dalam kondisi kelaparan tersebut diperbolehkan.

besar dengan mengerjakan yang lebih ringan.

Karena kondisi darurat memperbolehkan sesuatu yang semula dilarang.

Contoh kaidah:

2. Diperbolehkan melafazdkan kalimat kufur karena terpaksa.

1. Diperbolehkannya membedah perut wanita (hamil) yang mati jika bayi yang

Kaidah lain yang kandungan maknanya sama adalah kaidah berikut:

dikandungnya diharapkan masih hidup.

2. Tidak perbolehkannya minum khamr dan berjudi karena bahaya yang ditimbulkannya

Tidak ada kata haram dalam kondisi darurat dan tidak ada kata makruh

lebih besar daripada manfaat yang bisa kita ambil.

ketika ada hajat

3. Disyariatkan hukum qishas, had dan menbunuh begal, karena manfaatnya (timbulnya rasa
Kaidah ke-16


Sesuatu yang diperbolehkan karena keadaan darurat harus disesuaikan dengan kadar

aman bagi masyarakat) lebih besar daripada bahayanya.


4. Diperbolehkannya seorang yang bernama Junaidi yang kelaparan, padahal ia tidak
memiliki cukup uang untuk membeli makanan, untuk mengambil makanan Eko Setello yang
tidak lapar dengan sedikit paksaan.

daruratnya.
Contoh kaidah:
1. Dengan melihat contoh pertama pada kaidah sebelumnya, berarti Rahman yang dalam

Kaidah ke-19

kondisi darurat hanya diperbolehkan memakan daging babi tangkapannya itu sekira cukup
untuk menolong dirinya agar bisa terus menghirup udara dunia. selebihnya (melebihi kadar
kecukupan dengan ketentuan tersebut) tidak diperbolehkan.
2. Sulitnya shalat jumat untuk dilakukan pada satu tempat, maka shalat jumat boleh
dilaksanakan pada dua tempat. Ketika dua tempat sudah dianggap cukup maka tidak
diperbolehkan dilakukan pada tiga tempat.
Kaidah ke-17


Kebutuhan (hajat) terkadang menempati posisi darurat.
Contoh kaidah:

Menolak mafsadah (kerusakan) didahulukan daripada mengambil kemaslahatan.


Contoh kaidah:
1. Berkumur dan mengisap air kedalam hidung ketika berwudhu merupakan sesuatu yang
disunatkan, namun dimakruhkan bagi orang yang berpuasa karena untuk menjaga masuknya
air yang dapat membatalkan puasanya.
2. Meresapkan air kesela-sela rambut saat membasuh kepala dalam bersuci merupakan
sesuatu yang disunatkan, namun makruh dilakukan oleh orang yang sedang ihram karena
untuk menjaga agar rambutnya agar tidak rontok.
Kaidah ke-20

1. Diperbolehkannya Ji'alah (sayembara berhadiah) dan Hiwalah (pemindahan hutang


piutang) karena sudah menjadi kebutuhan umum.
2. Diperbolehkan memandang wanita selain mahram karena adanya hajat dalam muamalah
atau karena khithbah (lamaran).
Kaidah ke-18

Hukum asal farji adalah haram.


Contoh kaidah:
1. Ketika seorang perempuan sedang berkumpul dengan beberapa temannya dalam sebuah
perkumpulan majlis taklim, maka laki-laki yang menjadi saudara perempuan tersebut

13

dilarang melakukan ijtihad untuk memilih salah satu dari mereka menjadi istrinya. Termasuk

1. Seseorang menjual sesuatu dengan tanpa menyebutkan mata uang yang dikehendaki, maka

dalam persyaratan ijtihad adalah asalnya yang mubah, sehingga oleh karenanya perlu

berlaku harga dan maat uang yang umum dipakai.

diperkuat dengan ijtihad. Sedangkan dalam situasi itu, dengan jumlah perempuan yang

2. Batasan sedikit, banyak dan umumnya waktu haidh, nifas dan suci bergantung pada

terbatas, dengan mudah dapat diketahui nama saudara perempuannya yang haram dinikahi

kebiasaan (adapt perempuan sendiri).

dan mana yang bukan. Berbeda ketika jumlah perempuan itu banyak dan tidak dapat

Kaidah ke-22

dihitung, maka terdapat kemurahan, sehingga oleh karenanya, pintu pernikahan tidak tertutup
dan pintu terbukanya kesempatan berbuat zina.
2. Seseorang mewakilkan (al-muwakkil) kepada orang lain untuk membeli jariyah (budak

Sesuatu yang berlaku mutlak karena syara' dan tanpa adanya yang membatasi didalamnya

perempuan) dengan menyebut cirri-cirinya. Ternyata, sebelum sempat menyerahkan jariyah

dan tidak pula dalam bahasa,maka segala sesuatunya dikembalikan kepada kebiasaan

yang dibelinya tersebut, orang yang telah mewakili (wakil) tersebut meninggal. Maka

(al-"urf) yang berlaku.

sebelum ada penjelasan yang menghalalkan, jariyah itu belum halal bagi muwakkil karena

Contoh kaidah :

walaupun memiliki cirri-ciri yang disebutkannya, dikhawatirkan wakil membeli jariyah

1. Niat shalat cukup dilakukan bersamaan dengan takbiratul ihram, yakni dengan

untuk dirinya sendiri.

menghadirkan hati pada saat niat shalat tersebut.

Allah SWT. berfirman QS. Al-Mukminun (23) 5-7.

Terkait dengan kaidah di atas, bahwasanya syara telah menentukankan tempat niat di dalam

hati, tidak harus dilafalkan dan tidak harus menyebutkan panjang lebar, cukup menghadirkan

hati; aku niat shalatrakaaat. itu sudah di anggap cukup.

2. Jual beli dengan meletakan uang tanpa adanya ijab qobul, menurut syara adalah tidak sah.

Dan menjadi sah, kalau hal itu sudah menjadi kebiyasaan.

Kaidah ke-23

Artinya: Dan orang-orang yang menjaga kemaluannya. Kecuali terhadap isteri-isteri mereka
atau budak yang mereka miliki Maka Sesungguhnya mereka dalam hal Ini tiada terceIa.

Ijtihad tidak bisa dibatalkan oleh ijtihad lainnya.

Barangsiapa mencari yang di balik itu Maka mereka Itulah orang-orang yang melampaui

Contoh kaidah:

batas.

1. Apabila dalam menentukan arah kiblat, ijtihad pertama tidak sama dengan ijtihat ke dua,

Lebih jelasnya sesuai dengan ayat quran tersebut bahwa seorang budak halal bagi tuannya

maka digunakan ijtihad ke dua. Sedangkan ijtihad pertama tetap sah sehingga tidak

tetapi berhubung belum ada indikasi yang jelas mengenai kehalalannya sebagaimana contoh

memerlukan pengulangan pada rakaat yang dilakukan dengan ijtihad pertama. Dengan

di atas maka budak tersebut belum halal bagi muwakkil (orang yang mewakilkan).

demikian, seseorang mungkin saja melakukan shalat empat rakaat dengan menghadap arah

Kaidah ke-21

yang berbeda pada setiap rakaatnya.


2. Ketika seorang hakim berijtihad untuk memutuskan hukum suatu perkara, kemudian

Adat bisa dijadikan sandaran hukum.

ijtihadnya berubah dari ijtihad yang pertama maka ijtihad yang pertama tetap sah (tidak

Contoh kaidah:

rusak).
Kaidah ke-24

14

berhijrah kepada mereka (Muhajirin). dan mereka (Anshor) tiada menaruh keinginan dalam
Mendahulukan orang lain dalam beribibadah adalah dilarang.

hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (Muhajirin); dan mereka

Contoh kaidah:

mengutamakan (orang-orang Muhajirin), atas diri mereka sendiri, sekalipun mereka dalam

1. Mendahulukan orang lain atau menempati shaf awal (barisan depan) dalam shalat.

kesusahan. dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka Itulah orang orang yang

2. Mendahulukan orang lain untuk menutup aurat dan menggunakan air wudhu. Artinya,

beruntung.

ketika kita hanya memiliki sehelai kain untuk menutup aurat, sedangkan teman kita juga
membutuhkannya, maka kita tidak boleh memberikan kain itu kepadanya karena akan

Kaidah ke-26

menyebabkan aurat kita terbuka. Begitu pula dengan air yang akan kita gunakan untuk
bersuci, maka kita tidak boleh menggunakan air tersebut. Karena hal ini berkaitan dengan

Kebijakan pemimpin atas rakyatnya dlakukan berdasarkan pertimbangan kemaslahatan.

ibadah.

Contoh kaidah:

Firman Allah SWT dalam Qs. Al-Baqarah (2):148.

1. Seorang pemimpin (imam) dilarang membagikan zakat kepada yang berhak (mustahiq)

...

dengan cara membeda-bedakan diantara orang-orang yang tingkat kebutuhannya sama.

Artinya: Maka berlomba-lombalah (dalam membuat) kebaikan

2. Seorang pemimpin pemerintahan, sebaiknya tidak mengankat seorang fasiq menjadi imam
shalat. Karena walaupun shalat dibelakangnya tetap sah, namun hal ini kurang baik
(makruh).

Kaidah ke-25

3. Seorang pemimpin tidak boleh mendahulukan pembagian harta baitul mal kepada seorang
Mendahulukan orang lain dalam selain ibadah dianjurkan.
Contoh kaidah:

yang kurang membutuhkannya dan mengakhirkan mereka yang lebih membutuhkan.


Rasulullah SAW. bersabda :

1. Mendahulukan orang dalam menerima tempat tinggal (Almaskan).

2. Mendahulukan orang lain untuk memilih pakaian.

Artinya : Masing-masing dari kalian adalah pemimpin dan setiap dsari kalian akan dimintai

3. Mempersilahkan orang lain untuk makanan lebih dulu.

pertanggung jawaban atas kepemimpinan.

Firman Allah SWT. Dalam QS. Al-Hasr (59):9.

Kaidah ke-27

Hukum gugur karena sesuatu yang syubhat.

Contoh kaidah:

1. Seorang laki-laki tidak dikenai had, ketika melakukan hubungan seksual dengan wanita

lain yang disangka istrinya (wathi syubhat).

2. Seseorang melakukan hubungan seks dalam nikah mut'ah, nikah tanpa wali atau saksi atau

setiap pernikahan yang dipertentangkan, tidak dapat dikenai had sebab masih adanya

Artinya: Dan orang-orang yang Telah menempati kota Madinah dan Telah beriman

perbedaan pendapat antara ulama, sebagian membolehkan nikah mut'ah dan nikah tanpa wali

(Anshor) sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka (Anshor) 'mencintai' orang yang

dan sebagian lagi berpendapat sebalikannya.

15

3. Orang mencuri barang yang disangka sebagai miliknya, atau milik bapaknya, atau milik

Untuk mengatasi perbedaan diperlukan beberapa syarat sebagai berikut:

anaknya, maka orang tersebut tidak dikenai had.

a. Upaya mengatasi perbedaan tidak menyebabkan jatuh pada perbedaan lain. Seperti lebih

4. Orang meminum khamr (arah) untuk berobat tidak dikenai had karena masih terdapat

diutamakan memisahkan shalat witir (tiga rakaat dengan dua salam) dari pada

khilaf antar ulama'.

melanjutkanya. Dalam hal ini pendapat Imam Abu Hanafiah tidak dipertimbangkan karena

adanya ulama yang tidak membolehkan witir dengan digabungkan

Artinya: Nabi SAW. bersabda: Tinggalkanlah oleh kamu sekalian had-had dikarenakan

b. Tidak bertentangan dengan sannah yang tepat (al-sannah al-tsabilah). Seperti


disunatkannya mengangkat kedua tangan dalam shalat, walaupun seorang ulama Hanafiah

(adanya) berbagai ketidak jelasan.

menganggap hal ini dapat membatalkan shalat. Menurut riwayat lima puluh orang sahabat,

Kaidah ke-28

Nabi SAW sendiri melakukan shalat dengan mengangkat kedua tangannya.


Sesuatu yang karena diwajibkan menjadi tidak sempurna kecuali dengan
keberadaannya,maka hukumnya wajib.

c. Kautnya temuan tentang bukti perbedaan, sehingga kecil kemungkinan terulangnya


keslahan serupa. Dengan alas an itu, maka berpuasa bagi musafir yang mampu menahan
lapar dan dahaga aladah utama, dan tidak dipertimbangkan adanya pendapat para kaum

Contoh Kaidah:
1. Wajib membasuh bagian leher dan kepala pada saat membasuh wajah saat berwudhu.

Zahiruasa musafir itu tidak sah.


Kaidah ke-30

2. Wajibnya membasuh bagian lengan atas dan betis (wentis) pada saat membasuh lengan

dan kaki.
3. Wajibnya menutup bagian lutut pada saat menutup aurat bagi laki-laki dan wajibnya dan
wajibnya menutup bagian wajah bagi wanita.
Kaidah ke-29

Keringanan hukum tidak bisa dikaitkan dengan maksiat.


Contoh kaidah:
1. Orang yang bepergian karena maksiat, tidak boleh mengambil kemurahan hukum karena
berpergiannya, seperti; mengqashar dan menjama shalat, dan membatalkan puasa.

Keluar dari perbedaan pendapat hukumnya sunat (mustahab).


Contoh kaidah:

2. Orang yang berpergian karena maksiat, walaupun dalam kondisi terpaksa juga tidak
diperbolehkan memakan bangkai dan daging babi.
Kaidah ke-31

1. Disunatkan menggosok badan (dalk) ketika bersuci dan memeratakan air ke kepala dengan

mengusapkannya, dan tujuan keluar dari khilafdengan imam malik berpendapat bahwa dalk
dan isti'ab al-ro'sy (meneteskan kepala dengan air) adalah wajib hukumnya.

Keringanan hukum tidak bisa dikaitkan dengan keraguan.

2. Disunatkan membasuh sperma, yang menurut imam malik wajib hukumnya.

Contoh kaidah:

3. Sunah men-qashar shalat dalam perjalanan yang mencapai tiga marhalah, karena keluar

1. Dalam perjalanan pulang ke Grabag Magelang, Abdul Aziz merasa ragu mengenai jauh

dari khilaf dengan Abu hanifah yang mewajibkannya.

jarak yang ditempuh dalam perjalan tersebut, apakah sudah memenuhi syarat untuk meng-

4. Disunatkan untuk tidak menghadap atau membelakangi arah kiblat ketika membuang

qashar shalat atau belum. Dalam kondisi semacam ini, kang Aziz tidak boleh meng-qashar

hajat, walaupun dalam sebuah ruangan atau adanya penutup, karena untuk keluar dari khilaf

shalat.

imam Tsaury yang mewajibkannya.

16

2. Seorang yang bimbang apakah dirinya hadats pada waktu dhuhur atau ashar, maka yang

Sesuatu yang tidak dapat ditemukan keseluruhannya, maka tidak boleh tinggalkan

harus diyakini adalah hadats pada waktu dhuhur.

sebagiannya.

Kaidah ke-32

Kaidah ke-34

Sesuatuyang banyak aktifitasnya, maka banyak pula keutamaanya.

Sesuatu yang mudah tidak boleh digugurkan dengan sesuatu yang sulit.

Contoh kaidah:

Contoh kaidah:

1. Shalat witir dengan fashl (tiga rakaat dengan dua salam) lebih utama dari pada wasl (tiga

1. Seorang yang terpotong bagian tubuhnya, maka tetap wajib baginya membasuh anggota

rakaat dengan satu salam) karena bertambahnya niat,takbir dan salam.

badan yang tersisah ketika bersuci.

2. Orang melakulan shalat sunah dengan duduk, maka pahalanya setengan dari pahala orang

2. Seseorang yang mampu menutup sebagian auratnya, maka ia wajib menutup aurat

yang shalat sambil berdiri. Orang yang shalat tidur mirung, maka pahalanya adalah setengah

berdasarkan kemampuannya tersebut.

dari orang yangh shalat dengan duduk.

3. Orang yang mampu membaca sebagian ayat dari surat Al-Fatihah, maka ia wajib membaca

3. Memishkan pelaksanaan antara ibadah haji dengan umrah adalah lebih utama dari pada

sebagian yang ia ketahui tersebut.

melaksanakan bersama-sama.

4. Orang yang memiliki harta satu nisab, namun setengah darinya berada ditempat jauh

Rasulullah SAW. bersabda:

(ghaib) maka harus dikeluarkan untuk zakat adalah harta yang berada ditangannya.

Nabi SAW. bersabda :

Artinya: Besarnya pahalamu tergantung pada usahamu. (HR. Muslim)

Kaidah ke-33

Artinya: Sesuatu yang aku perintahkan maka kerjakanlah semampu kalian. (HR. Bukhari

Muslim)

Jika tidak mampu mengerjakan secara keseluruhan

Kaidah ke-35

maka tidak boleh meninggalkan semuanya

Contoh kaidah:

Sesuatu yang haram untuk dikerjakan maka haram pula mencarinya.

1. Seorang yang tidak mampu berbuat kebajikan dengan satu dinar tetapi mampu dengan

Contoh kaidah:

dirham maka lakukanlah.

1. Mengambil riba atau upah perbuatan jahat.

2. Seserang yang tidak mampu untuk mengajar atau belajar berbagai bidang studi (fan)

2. Mengambil upah dari tukang ramal risywah (suapan). Begitu pula dengan upah orang-

sekaligus, maka tidak boleh meninggalkan keseluruhannya.

orang yang meratapi kematian orang lain.

3. Seseorang yang merasa berat untuk melakukan shalat malam sebanyak sepuluh rakaat,

Kaidah ke-36

maka lakukanlah shalat malam empat rakaat.

Kaidah yang semakna dengan kaidah di atas, adalah perkataan ulama ahli fiqh:

Sesuatu yang haram diambil,maka haram pula memberikannya.


Contoh kaidah :
1. Memberikan riba atau upah perbuatan jahat kepada orang lain.

17

2. Memberikan upah hasil meramal dan risywah kepada orang lain. Termasuk juga upah

1. Alasan diharamkannya arak (khamr) adalah karena memabukkan. Jika kemudian

meratapi kematian orang lain.

terdeteksi bahwa arak tidak lagi memabukkan seperti khamr yang telah berubah menjadi

Kaidah ke-37

cuka maka halal.

2. Memasuki rumah orang lain atau memakai pakaiannya tanpa adanya ijin adalah haram

kebaikan yang memiliki dampak banyak lebih utama daripada yang manfaatnya sedikit
(terbatas).
Contoh kaidah:
1. Mengajarkan ilmu lebih utama daripada shalat sunah.

hukumnya. Namun ketika namun ketika diketahui bahwa pemiliknya merelakan, maka tidak
ada masalah didalamnya (boleh).
3. Alasan diharamkannya minum racun karena adanya unsur merusakkan. Andaikata unsure
yang merusakkan itu hilang, maka hukumnya menjadi boleh.

2. Orang yang menjalankan fardhu kifayah lebih istimewa karena telah menggugurkan dosa

umat daripada orang yang melakukan fardhu 'ain.

Nabi SAW. bersabda: Setiap yang memabukkan adalah khamr dan setiap khamr hukumnya

Kaidah ke-38

haram.

Kaidah ke-40

Rela akan sesuatu berarti rela dengan konsekuensinya.

Contoh kaidah:

Hukum ashal (pada dasarnya) segala sesuatu itu diperbolehkan.

1. Menerima suami istri dengan kekurangan yang dimiliki salah satu dari keduanya. Maka

Contoh kaidah :

tidak boleh mengembalikan kepada walinya.

1. Dua sahabat bernama Lukman dan Rahmat Taufiq jalan-jalan ke Jakarta. Setelah lama

2. Seseorang memita tangannya di potong dan berakibat kepada rusaknya anggota tubuh

muter-muter sambil menikmati indahnya ibu kota, perut kedua bocah ndeso tersebut protes

yang lain, maka orang tersebut tidak boleh menuntut kepada pemotong tangan.

sambil berbunyi nyaring alias kelaparan. Akhirnya setelah melihat isi dompet masing-masing

3. Memakai wangi-wangian sebelum melaksanankan ihram, teapi wanginya bertahan sampai

keduanya memutuskan untuk mampir makan di restourant yang lumayan mewah tapi

waktu ihram maka tidak dikenahi fidyah.

kemudian keduanya ragu apakah daging pesenannya itu halal atau haram. Dengan

Kaidah yang memiliki makna sama dengan kaidah di atas yaitu :

mempertimbangkan makna kaidah diatas, maka daging itu boleh dimakan.

2. Tiba-tiba ada seekor merpati yang masuk ke dalam sangkar burung milik Koci. ketika

Hal-hal yang timbul dari sesuatu yang telah mendapat ijin


tidak memiliki dampak apapun.
Kaidah ke-39


Hukum itu berputar beserta 'illatnya, baik dari sisi wujudnya maupun ketiadaannyaillatnya.
Contoh kaidah :

pemilik sangkar (Koci) melihat merpati tersebut dia merasa tertarik dan ingin memilikinya,
namun Koci masih ragu apakah dia boleh memeliharanya atau tidak. Maka hukumnya
burung merpati tersebut boleh atau bebas untuk dimiliki.
3. Ketika ragu akan besar kecilnya kadar emas yang digunakan untuk menambal suatu benda
maka hukum benda tersebut boleh untuk digunakan.
4. Memakan daging Jerapah diperbolehkan, sebagaimana al-Syubki berkata sesungguhnya
memakan daging Jerapah hukumnya mubah.

18



Nabi SAW. bersabda : Sesuatu yang dihalalkan Allah adalah halal dan sesuatu yang
diharamkan Allah adalah haram. Sedangkan hal-hal yang tidak dijelaskan Allah merupakan
pengampunan dari-Nya.

TEAM TERJEMAH MABADI AL-AWALIYAH MDU II


PP. AN-NAWAWI BERJAN PURWOREJO
2008-2009 M./ 1429-1430 H

19

Anda mungkin juga menyukai