Anda di halaman 1dari 20

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengetahuan
2.1.1 Pengertian Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah seseorang melakukan
penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Penginderaan ini terjadi melalui panca
indera manusia, yaitu indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba.
Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga.
Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya perilaku
seseorang.
2.1.2 Tingkat Pengetahuan
Ada 6 tingkatan pengetahuan yang dicakup dalam domain kognitif, yakni :
1. Tahu (know)
Diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah di pelajari sebelumnya.
Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali
terhadap sesuatu yang spesifik dari keseluruhan bahan yang dipelajari atau
rangsangan yang telah diterima.
2. Memahami ( comprehension )
Diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang
obyek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara

benar. Orang yang telah paham terhadap obyek atau materi harus dapat
menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan dan
sebagainya.
3. Menerapkan ( application )
Diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menggunakan materi yang telah di
pelajari pada kondisi yang sebenarnya. Aplikasi disini dapat diartikan sebagai
aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip, dan
sebagainya dalam konteks atau situasi yang nyata
4. Analysis ( analisa )
Adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau obyek dalam
komponen-komponen tetapi masih di dalam satu struktur organisasi dan
masih ada kaitannya satu sama lainnya. Kemampuan analisis ini dapat dilihat
dari penggunaan kata kerja seperti dapat menggambarkan, membedakan,
memisahkan, memisahkan, mengelompokkan dan sebagainya.
5. Sintesa ( synthesis )
Menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.
Dengan kata lain, sintesis adalah kemampuan untuk menyusun formulasiformulasi yang ada
6.

Evaluasi (evaluation )
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau
penilaian terhadap suatu obyek atau materi. Penilaian-penilaian ini didasarkan

pada suatu ktiteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria


yang telah ada.
2.1.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan
Menurut Notoatmodjo, pengetahuan seseorang dapat dipengaruhi oleh beberapa
faktor, yaitu :
1. Pengalaman
Pengalaman dapat diperoleh dari pengalaman sendiri maupun orang lain.
Pengalaman yang sudah diperoleh dapat memperluas pengetahuan seseorang.
2. Tingkat pendidikan
Pendidikan dapat membawa wawasan atau pengetahuan seseorang. Secara
umum, seseorang yang berpendidikan lebih tinggi akan mempunyai
pengetahuan yang lebih luas dibandingkan dengan seseorang yang tingkat
pendidikannya lebih rendah.
3. Keyakinan
Biasanya keyakinan diperoleh secara turun temurun dan tanpa adanya
pembuktian terlebih dahulu. Keyakinan ini bisa mempengaruhi pengetahuan
seseorang, baik keyakinan itu sifatnya positif maupun negatif.
4. Fasilitas
Fasilitas-fasilitas sebagai sumber informasi yang dapat mempengaruhi
pengetahuan seseorang, misalnya radio, televisi, majalah, Koran, dan buku.
5. Penghasilan

10

Penghasilan tidak berpengaruh langsung terhadap pengetahuan seseorang.


Namun bila seseorang berpenghasilan cukup besar maka dia akan mampu
untuk menyediakan atau membeli fasilitas-fasilitas sumber informasi.
6. Sosial Budaya
Kebudayaan setempat dan kebiasaan dalam keluarga dapat mempengaruhi
pengetahuan, persepsi, dan sikap seseorang terhadap sesuatu.

2.1 Hubungan dokter pasien


Pasien (klien pelayanan medik) adalah orang yang memerlukan pertolongan
dokter karena penyakitnya dan dokter adalah orang yang dimintai pertolongan karena
kemampuan profesinya yang dianggap mampu mengobati penyakit. Hubungan terjadi
ketika dokter bersedia menerima klien itu sebagai pasiennya. Hubungan antara orang
yang memerlukan pertolongan dan orang yang diharapkan memberikan pertolongan
umumnya tidak seimbang.5
Hubungan tidak seimbang tersebut bersifat paternalistik, yaitu pasien taat dan
hanya mengikuti saja apa yang dikatakan oleh dokter tanpa bertanya lagi. Hubungan
model ini berlangsung sejak abad ke-5 sebelum Masehi sampai zaman modern
sebelum teknologi informasi berkembang. Seiring dengan perkembangan teknologi
kedokteran dan teknologi informasi, terjadilah perubahan dalam hubungan dokter
pasien dari paternalistis menjadi hubungan baru yang lebih menonjolkan aspek bisnis

11

sehingga hubungan dokter dan pasien berubah menjadi hubungan antara penyedia
jasa dan konsumen.6
Dalam hubungan antara dokter dan pasien yang bersifat penyedia jasa dan
konsumen, terbentang jarak psikologis, seolah ada dua pihak yang menandatangani
kontrak perjanjian dimana pasien harus membayar dan dokter harus bekerja. Dengan
demikian unsur bisnis terasa kental. Akibat dari pola hubungan ini, masyarakat
mudah menuntut bila tidak puas dan dokter bersikap defensif (defensive medical
service)7.
Menurut Daldiyono, hubungan yang ideal antara dokter dan pasien adalah
hubungan yang bersifat kemitraan, dimana dalam usaha untuk mencapai tujuan yang
diinginkan, merupakan usaha bersama antara dokter dan pasien. Hubungan yang
bersifat kemitraan ini akan mengantar kedua pihak pada pemahaman dan keyakinan
bahwa yang dilakukan hanyalah sebatas upaya. Karenanya dokter dan pasien harus
melaksanakan hak dan kewajibannya masing-masing6.
Berdasarkan literatur, kemampuan interpersonal dokter sangat penting untuk
menciptakan hubungan dokter-pasien yang kuat, yaitu hubungan yang dilandasi rasa
kepercayaan yang akan mendatangkan banyak keuntungan. Kebanyakan pasien
menginginkan hubungan yang kuat dengan dokternya. Kualitas dari hubungan dokterpasien tidak hanya mempengaruhi sisi emosional pasien tetapi juga perilaku dan hasil
dari pengobatan seperti kepatuhan8 dan penyembuhan9.
Hubungan antara dokter-pasien diatur dengan peraturan-peraturan tertentu agar
terjadi keharmonisan dalam pelaksanaannya. Seperti diketahui hubungan tanpa

12

peraturan akan menyebabkan ketidakharmonisan dan kesalahpahaman. Namun


demikian hubungan antara dokter dan pasien tetap berdasar pada kepercayaan
terhadap kemampuan dokter untuk berupaya semaksimal mungkin membantu
menyelesaikan masalah kesehatan yang diderita pasien. Tanpa adanya kepercayaan
maka upaya penyembuhan dari dokter akan kurang efektif. Untuk itu dokter dituntut
melaksanakan hubungan yang setara dengan dasar kepercayaan sebagai kewajiban
profesinya5.
Jika ditinjau dari sudut Hukum Medik, maka hubungan antara dokter dan
pasiennya dapat dimasukkan ke dalam golongan kontrak. Dengan demikian maka
sifat hubungannya mempunyai 2 (dua) unsur11:
1) Adanya suatu persetujuan (consensual, agreement), atas dasar saling
menyetujui dari pihak dokter dan pasien tentang pemberian pelayanan
pengobatan,
2) Adanya suatu kepercayaan (fiduciary relationship), karena hubungan
kontrak tersebut berdasarkan saling mempercayai satu sama lain.
Karena antara dokter dan pasien bersifat hubungan kontrak, maka harus
dipenuhi persyaratan11 :
1) Harus adanya persetujuan (agreement, consensus) dari pihak-pihak yang
berkontrak
2) Harus ada suatu objek yang merupakan substansi dari kontrak: objek atau
substansi kontrak dari hubungan dokter-pasien adalah pemberian

13

pelayanan pengobatan yang dikehendaki pasien dan diberikan kepadanya


oleh dokter.
3) Harus ada suatu sebab (cause) atau pertimbangan (consideration). Sebab
atau pertimbangan itu adalah faktor yang menggerakkan dokter untuk
memberikan pelayanan pengobatan kepada pasiennya.

Hubungan antara dokter dengan pasien yang seimbang atau setara dalam ilmu
hukum disebut hubungan kontraktual. Hubungan kontraktual atau kontrak terapeutik
terjadi karena para pihak, yaitu dokter dan pasien masing-masing diyakini
mempunyai kebebasan dan mempunyai kedudukan yang setara. Kedua belah pihak
lalu mengadakan suatu perikatan atau perjanjian di mana masing-masing pihak harus
melaksanakan peranan atau fungsinya satu terhadap yang lain. Peranan tersebut
berupa hak dan kewajiban5.
Dari kacamata hokum, hubungan antara pasien dengan dokter termasuk dalam
ruang lingkup hokum perjanjian. Dikatakan sebagai perjanjian karena adanya
kesanggupan dari dokter untuk mengupayakan kesehatan dan kesehatan pasien
(skripsi perlindungan hokum terhadap pasien sebagai konsumen jasa di bidang
pelayanan medis berdasarkan kitab undang-undang hokum perdata (bahder john,2005
; 6 ). Timbulnya dan adanya perlindungan hokum terhadap pasien sebagai konsumen
didahului dengan adanya hubungan antara dokter dengan pasien.
Hubungan dokter dengan pasien dapat terjadi terutama karena beberapa sebab
antara lain karena pasien sendiri yang mendatangi dokter untuk meminta pertolongan

14

mengobati sakit yang dideritanya. Hubungan hokum ini bersumber pada kepercayaan
pasien terhadap dokter, sehingga pasien bersedia memberikan persetujuan tindakan
medic ( informed consent ), yaitu suatu persetujuan pasien untuk menerima upaya
medis yang akan dilakukan terhadapnya.

2.2 Komunikasi efektif antara Dokter Pasien


Di Indonesia, sebagian dokter merasa tidak mempunyai waktu yang cukup
untuk berbincang-bincang dengan pasiennya, sehingga hanya bertanya seperlunya.
Akibatnya, dokter bisa saja tidak mendapatkan keterangan yang cukup untuk
menegakkan diagnosis dan menentukan perencanaan dan tindakan lebih lanjut. Dari
sisi pasien, umumnnya pasien merasa dalam posisi lebih rendah dihadapan dokter
(superior-inferior), sehingga takut bertanya dan bercerita atau hanya menjawab
sesuai pertanyaan dokter saja5.
Demi mewujudkan keseimbangan dalam membina hubungan dokter pasien
maka diperlukan komunikasi yang setara dari kedua belah pihak. Artinya baik dokter
maupun pasien memiliki hak yang sama untuk mengutarakan maksud dan
harapannya. Hubungan dokter pasien bukanlah hubungan atasan bawahan. Tidak
ada yang superior dan inferior diantaranya. Oleh karena itu dokter tidak boleh
memperlakukan pasien sebagai objek dari pekerjaannya5.
Menurut Kurzt dalam Ali dan Sidi5, dalam dunia kedokteran ada dua pendekatan
komunikasi yang digunakan:

15

a. Disease centered communication style atau doctor centered communication


style. Komunikasi berdasarkan kepentingan dokter dalam usaha menegakkan
diagnosis, termasuk penyelidikan dan penalaran klinik mengenai tanda dan
gejala-gejala.
b. Illness centered communication style atau patient centered communication
style. Komunikasi berdasarkan apa yang dirasakan pasien tentang penyakitnya
yang secara individu merupakan pengalaman unik. Di sini termasuk pendapat
pasien, kekhawatirannya, harapannya, apa yang menjadi kepentingannya serta
apa yang dipikirkannya.
Dengan kemampuan dokter memahami harapan, kepentingan, kecemasan,
serta kebutuhan pasien, patient centered communication style sebenarnya tidak
memerlukan waktu lebih lama dari pada doctor centered communication style.
Keberhasilan komunikasi antara dokter dan pasien pada umumnya akan melahirkan
kenyamanan dan kepuasan bagi kedua belah pihak, khususnya menciptakan satu kata
tambahan bagi pasien yaitu empati. Empati itu sendiri dapat dikembangkan apabila
dokter memiliki ketrampilan mendengar dan berbicara yang keduanya dapat
dipelajari dan dilatih5.
2.3 Hak dan Kewajiban Pasien
Van Apeldron menyatakan, bahwa hak adalah hukum yang dihubungkan dengan
seseorang manusia atau subjek hukum tertentu dan dengan demikian berubah menjadi
suatu kekuasaan, dan suatu hak timbul apabila hukum mulai bergerak 12. Hukum

16

kesehatan mempunyai objek yaitu pasien. Pada asasnya bila di kaitkan dengan hak
hak dasar yang telah melekat pada diri manusia sejak lahir, hukum kesehatan pada
asasnya bertumpu pada 2 ( dua ) hak manusia bersifat asasi, yang merupakan hak
dasar sosial yaitu :
1. Hak untuk menentukan nasib sendiri, diantaranya adalah hak atas perawatan
kesehatan.
2. Hak dasar individual, yang didalamnya berisikan tentang hak atas informasi
kesehatan1.
Hukum kesehatan berkembang dalam berbagai aspek. Perkembangan tersebut
meliputi aspek medik maupun non medik,baik dalam hukum pidana maupun hukum
perdata. Salah satu perkembangan hukum kesehatan adalah penerimaan dan
penolakan pengambilan tindakan medis. Penerimaan dan penolakan pengambilan
tindakan medik merupakan salah satu bentuk berlakunya ketentuan hukum perjanjian
dalam dunia kesehatan. Penerimaan dan penolakan tindakan medis merupakan hak
pasien dimana merupakan hak untuk menentukan nasibnya sendiri16.
Hak atas pelayanan kesehatan tersebut merupakan hak setiap orang dalam
kaitannya dengan hukum kedokteran. Hak pasien atas perawatan kesehatan itu
bertolak dari hubungan asasi antara dokter dan pasien yang saling berkaitan untuk
menyatukan keduanya.
Pasien dalam menerima pelayanan medis pada praktik kedokteran, mempunyai
hak yang tercantum dalam Undang Undang No. 29 Tahun 2004 Tentang Praktik
Kedokteran Pasal (52)9:

17

a. Mendapatkan penjelasan secara lengkap tentang tindakan medis yang akan di


lakukan.
Sebelum tindakan medis dilakukan, pasien berhak mendapatkan penjelasan
tentang kondisi yang dialami sebenar benarnya, dan tindakan medis apa yang
akan diberikan untuk mengobati penyakit yang diderita, termasuk lamanya
tindakan medis yang akan dilakukan dan hasil serta dampak dari tindakan medis
yang akan di ambil tersebut.
b. Meminta pendapat dokter atau dokter gigi lain.
Di dalam mencari terapi apa yang sesuai dengan penyakit yang diderita, pasien
berhak meminta pendapat dokter lain sebagai perbandingan untuk mendapatkan
hasil pengobatan dan tindakan medis yang seharusnya pasien dapatkan.
c. Mendapatkan pelayanan sesuai dengan kebutuhan medis.
Dalam mendapatkan pelayanan medis dari dokter harus sesuai dengan kebutuhan
yang pasien butuhkan didalam usaha menyembuhkan penyakit yang ia derita
untuk mencapai keinginan sehat dalam diri pasien tersebut melalui pelayanan
medis yang diberikan oleh dokter sesuai dengan hasil diagnosis yang ada.

d. Menolak tindakan medis


Hak menolak tindakan medis ini berkaitan dengan hak seseorang untuk
menentukan nasibnya sendiri. Oleh karena itu, dokter harus mendapatkan ijin dari
pasien atau keluarganya sebelum tindakan medis di lakukan. Dokter tidak dapat

18

melakukan tindakan medik yang bertentangan dengan kemauan pasien atau


keluarga.
e. Mendapatkan isi rekam medis
Pelayanan rekam medis ini dapat dikatakan melekat erat dengan kegiatan
pelayanan yang dilakukan dokter baik dalam praktik pribadi, rumah sakit, ataupun
puskesmas. Rekam medis ini sangat berguna didalam dunia kesehatan, yaitu
sebagai sarana yang mengandung informasi tentang penyakit dan pengobatan
pasien yang ditujukan untuk menjaga dan meningkatkan mutu pelayanan
kesehatan.
Pasien dalam menerima pelayanan medis pada praktik kedokteran, mempunyai
kewajiban yang tercantum dalam Undang Undang No. 29 Tahun 2004 Tentang
Praktik Kedokteran Pasal ( 53 )9 :
a. Memberikan informasi yang lengkap dan jujur tentang masalah kesehatannya .
Pasien wajib memberikan keterangan, penjelasan sebanyak mungkin tentang
penyakit yang diderita pasien agar dokter dapat menentukan diagnosa penyakit
yang diderita pasien lebih tepat dan akurat dalam upaya medis yang akan dokter
berikan.

b. Mematuhi nasehat dan petunjuk dokter atau dokter gigi.


Pada dasarnya apabila seorang pasien datang pada seorang dokter, maka dapat di
artikan bahwa pasien memerlukan pertolongan seorang dokter dalam usaha pasien
menyembuhkan penyakit, jadi posisi seorang dokter adalah sosok yang dapat

19

dipercaya untuk dapat menyembuhkan penyakit, sehingga demi kesehatan pasien,


segala saran dokter harus di perhatikan dan dijalankan untuk mencapai
kesembuhannya. Jadi seorang pasien harus bisa menjalankan sesuai dengan saran
yang dianjurkan dokter sesuai dengan hasil diagnosa yang ada. Kewajiban pasien
ini dapat dikaitkan dengan hak dokter untuk mengakhiri hubungan dengan pasien,
jika ia menilai bahwa kerja sama dengan pasien untuk suatu kesembuhan pasien
tersebut tidak ada gunanya untuk di teruskan, karena keterbatasan kemampuan
yang dimilikinya.
c. Mematuhi ketentuan yang berlaku disarana pelayanan kesehatan.
Dalam upaya mencari kesembuhan, pasien berhak untuk memilih sarana
pelayanan kesehatan yang pasien sukai, dirumah sakit mana ia harus mendapatkan
pelayanan kesehatan, jelas pemilihan ini menimbulkan konsekuensi kepada pasien
atau keluarga pasien, untuk mentaati semua peraturan yang diberlakukan di rumah
sakit di mana ia dirawat atau mendapatkan pelayanan kesehatan, termasuk
konsekuensi untuk melunasi semua biaya yang dibebankan pihak rumah sakit atas
perawatan dan atau pelayanan kesehatan yang telah diterima pasien.
d. Memberikan imbalan jasa atas pelayanan yang telah di terima.
Sejalan dengan pelayanan kesehatan yang diberikan dokter kepada pasien, maka si
pasien pun berkewajiban untuk memberikan imbalan atau honorarium kepada dokter
yang mengobati sesuai dengan kualitas pelayanan kesehatan yang telah pasien terima
dari dokter.

20

Berdasarkan UU No.8 th 1999 tentang perlindungan konsumen, pasal 1 ayat 2


setiap orang pemakai barang atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik
kepentingan diri sendiri,keluarga, orang lain,maupun makhluk hidup lain dan tidak
untuk

diperdagangkan10,13.

Pasien

sebagai

konsumen

kesehatan

memiliki

perlindungan diri dari kemungkinan upaya kesehatan yang tidak bertanggung jawab
seperti penelantaran. Pasien juga berhak atas keselamatan, keamanan, dan
kenyamanan terhadap pelayanan jasa kesehatan yang diterima. Dengan hak tersebut
maka konsumen akan terlindungi dari praktik profesi yang mengancam keselamatan
atau kesehatannya.11
Hak pasien yang lainnya sebagai konsumen adalah hak untuk didengar dan
mendapatkan ganti rugi apabila pelayanan yang didapatkan tidak sebagaimana
mestinya. Konsumen atau pasien berhak untuk memilih dokter yang diinginkan dan
berhak untuk mendapatkan opini kedua ( second opinion ). Juga berhak untuk
mendapatkan rekam medic ( medical record ) yang berisikan riwayat penyakit pasien.
Dalam pasal-pasal yang terdapat pada UU No.23 tahun 1992 tentang
kesehatan dijelaskan bahwa4 :
Pasal 14: setiap orang berhak untuk mendapatkan kesehatan optimal.
Pasal 53 : setiap pasien berhak atas informasi, rahasia kedokteran dan hak
opini kedua.
Pasal 55 : setiap pasien berhak mendapatkan ganti rugi karena kesalahan dan
kelalaian petugas kesehatan.

21

Penjelasan lain juga terdapat dalam Kode Etik Kedokteran Indonesia ( KODEKI)
disebutkan bahwa hak-hak

dan kewajiban pasien telah diatur dalam beberapa

ketentuan, yaitu di dalam2 :


1. Declaration ot Lisbon (1991):
1. Hak memilih dokter
2. Hak memilih dokter yang bebas
3. Hak menerima/menolak pengobatan setelah menerima informasi
4. Hak atas kerahasiaan
5. Hak mati secara bermartabat
6. Hak atas dukungan moral/spiritual
2. Penjelasan Pasal 53.UU No.23 Tahun 1992 tentang Kesehatan
Pasien dalam menerima pelayanan pada praktik kedokteran,

mempunyai

kewajiban:
a. Memberikan informasi yang lengkap dan jujur tentang masalah
kesehatannya
b. Mematuhi nasehat dan petunjuk dokter atau dokter gigi
c. Mematuhi ketentuan yang berlaku di sarana pelayanan kesehatan
d. Memberikan imbalan jasa atas pelayanan yang diterima
3. Surat Edaran (SE) Dirje Yanmed Depkes RI No. YM.02.04.3.5.2504 tentang
Pedoman Hak dan Kewajiban pasien, dokter dan rumah sakit :
merumuskan hak-hak pasien dengan lebih rinci, dengan tambahan-tambahan
keterangan yang menekankan pada hak pasien untuk mendapatkan informasi yang

22

lengkap mengenai seluruh pelayanan rumah sakit, serta hak pasien untuk
mendapatkan pelayanan rumah sakit

yang bermutu dan manusiawi (termasuk

seluruh pelayanan dokter dan tenaga medis yang bekerja disana)


4. Deklarasi Muktamar IDI 2000 tentang Hak dan Kewajiban Pasien dan Dokter :
Salah satu hak pasien yang utama dalam ikrar tersebut adalah hak untuk
menentukan nasibnya sendiri, yang merupakan bagian dari hak asasi manusia, serta
hak atas rahasia kedokteran terhadap riwayat penyakit yang dideritanya.
Hak dan kewajiban pasien juga erat hubungannya dengan kepuasan pasien
yang didapat pada saat berhadapan dengan dokter atau saat mendapatkan jasa
pelayanan kesehatan. Kepuasan pasien sebagai pengguna jasa pelayanan kesehatan
dipengaruhi oleh beberapa faktor14 :
a. Pemahaman pengguna jasa tentang jenis pelayanan yang akan diterima oleh
pasien, dalam hal ini aspek komunikasi memiliki peranan penting
b. Empati yang ditunjukan oleh petugas kesehatan, factor ini akan berpengaruh
pada kepatuhan pasien
c. Penampilan fisik petugas, kebersihan dan kenyamanan rumah sakit
d. Jaminan keamanan yang ditunjukkan oleh petugas kesehatan
e. Kehandalan dan ketrampilan petugas
f. Kecepatan petugas dalam memberikan tanggapan terhadap keluhan pasien
g. Biaya
Deklarasi Hak Asasi Manusia oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun 1948
mendukung Hak Asasi Manusia untuk hidup yang terdapat dalam pasal 3, yaitu :

23

every one has the right to life and security of person dan Pasal 1 Convenant on civil
and political right (1996) menyatakan all peoples have the right of self
determination.
Right of self determination merupakan hak dasar atau hak primer individual yang
dapat diartikan sebagai :
1. Hak atas privasi
2. Hak atas tubuh sendiri :
a. Hak untuk memperoleh informasi
b. Hak untuk memberikan persetujuan
c. Hak untuk memilih dokter dan Rumah Sakit
d. Hak untuk menolak pengobatan atau perawatan serta tindakan medis tertentu
e. Hak untuk menghentikan pengobatan atau perawatan
f. Hak untuk Second Opinion
g. Hak untuk memeriksa rekam medis
Sesuai dengan Permenkes Nomor 585 tahun 1989 tentang Persetujuan Tindakan
Medis, hak atas informasi dalam persetujuan tindakan medis ini meliputi : hak untuk
mengetahui atas kondisi sakitnya, tindakan apa yang akan diambil oleh dokter,
bagaimana prosedurnya, risiko apa yang mungkin timbul dari tindakan itu, alternative
pengobatan selain tindakan medis tersebut dan prognosis penyakitnya.
Hak dan kewajiban ini erat kaiatan nya dengan perjanjian. Menurut setiawan,
perjanjian adalah suatu perbuatan hokum dimana salah satu orang atau lebih
mengikatkan

dirinya

terhadap

satu

orang

lain

atau

lebih.

Menurut

24

SudiknoMertokusumo, perjanjian adalah hubungan hokum antara dua pihak atau


lebih berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hokum. Dua pihak itu
sepakat untuk menentukan peraturan atau kaidah atau hak dan kewajiban yang
mengikat mereka untuk ditaati dan dijalani. Kesepakatan ini adalah untuk
menimbulkan akibat hukum, menimbulkan hak dan kewajiban dan kalau kesepakatan
itu dilanggar maka ada akibatnya, si pelanggar dapat dikenakan akibat hukum atau
sanksi. (skripsi devlin lontoh )

2.4 Kerangka Teori


Kerangka teori pada penelitian ini seperti terlihat pada gambar 2.4 berikut ini :
Komunikasi
dokter pasien

Hubungan dokter
pasien

Landasan hak dan


kewajiban pasien

Gambar 2.4. Kerangka Teori Penelitian

25

2.3 Kerangka konsep


Berdasarkan uraian di atas,maka dalam penelitian ini penulis meneliti tentang
tingkat pengetahuan pasien terhadap hak dan kewajiban pasien. Untuk lebih jelasnya,
kerangka konsep penelitian adalah seperti bagan berikut ini :

Latar belakang pasien :


-

Tingkat pendidikan
Kondisi ekonomi
Kondisi penyakit
pengalaman

Pengetahuan pasien
tentang hak dan
kewajiban pasien di RS

Pengetahuan dokter
terhadap hak dan kewajiban
seorang dokter dan pasien

26

Gambar 2.1 Kerangka Konsep Penelitian

Anda mungkin juga menyukai