TINJAUAN PUSTAKA
diberikan oleh tenaga profesional yaitu dokter spesialisasi bidan, dokter umum, bidan,
pembantu bidan dan perawat bidan. Untuk itu selama masa kehamilannya ibu hamil
sebaiknya dianjurkan mengunjungi bidan atau dokter sedini mungkin semenjak ibu
merasa dirinya hamil untuk mendapatkan pelayanan asuhan antenatal. Bidan
melakukan pemeriksaan klinis terhadap kondisi kehamilannya. Bidan memberi KIE
(Komunikasi, Informasi, Edukasi) kepada ibu hamil, suami dan keluarganya tentang
kondisi ibu hamil dan masalahnya (Depkes RI, 2007).
Ketidakpatuhan dalam melakukan Ante Natal Care selama kehamilan dapat
menyebabkan tidak diketahuinya berbagai komplikasi pada ibu dan janin. Apalagi ibu
hamil tidak melakukan Ante Natal Care, maka tidak akan diketahui apakah
kehamilannya berjalan dengan baik atau mengalami resiko tinggi dan komplikasi
yang dapat membahayakan kehidupan ibu dan janinnya. Dan dapat menyebabkan
morbiditas dan mortalitas yang tinggi (Indiarti, 2009).
2.1.2
kebidanan, dokter umum, bidan, pembantu bidan, dan perawat bidan. Perawatan
antenatal dapat diberikan di ruang praktek dokter, klinik di rumah sakit, atau klinik
bidan swasta. Ibu hamil harus diberikan kesempatan untuk memilih fasilitas yang
disukainya (Liewellyn, 2001).
Perawatan yang ditujukan kepada ibu hamil, bukan saja bila ibu sakit dan
memerlukan perawatan saja, tetapi juga pengawasan dan penjagaan wanita hamil agar
tidak terjadi kelainan sehingga mendapatkan ibu dan anak yang sehat (Mochtar,
1998).
Sasaran pelayanan antenatal adalah ibu hamil, dengan perhitungan bahwa
sasaran ibu hamil baru setiap tahun adalah Crude Birth Rate (CBR)
Propinsi/Kabupaten x Jumlah Penduduk x 1,1. Sedangkan target pelayanan antenatal
adalah jumlah ibu hamil yang harus dicakup, yang perhitungan setiap tahunnya
ditentukan oleh daerah tingkat I dan daerah tingkat II.
Standar pelayanan kehamilan yang bertujuan memantau kemajuan kehamilan
untuk memastikan kesehatan umum dan tumbuh kembang janin, mengenali secara
dini adanya ketidaknormalan atau komplikasi yang mungkin terjadi selama hamil,
deteksi risiko tinggi (anemia, kurang gizi, hipertensi, penyakit menular seksual),
memberikan pendidikan kesehatan serta mempersiapkan persalinan cukup bulan,
melahirkan dengan selamat, ibu maupun bayinya dengan trauma seminimal mungkin
(Depkes RI, 2002).
Perawatan antenatal pada ibu hamil mencakup: (a) Pengawasan kehamilan
untuk melihat apakah segalanya berlangsung normal, untuk mendeteksi dan
mengatasi setiap kelainan yang timbul juga antisipasinya. (b) Penyuluhan atau
pendidikan mengenai kehamilan dan bagaimana cara-cara mengatasi gejalanya
mengenai gaya hidupnya. (c) Persiapan, baik fisik maupun psikologis untuk
persalinan nantinya. (d) Dukungan dan dorongan mental jika terdapat masalahmasalah sosial ataupun psikologis dalam kehamilan (Farrer, 2000).
b. Standar 2 : Pengkajian
Pengumpulan data tentang status kesehatan klien dilakukan secara sistematis
berkesinambungan. Data yang diperoleh dicatat dan dianalisis.
c. Standar 3: Identifikasi Ibu Hamil
Bidan melakukan kunjungan rumah dan berinteraksi dengan masyarakat
secara berkala untuk memberikan penyuluhan dan memotivasi ibu, suami dan
anggota keluarganya agar mendorong ibu untuk memeriksakan kehamilannya sejak
dini dan secara teratur.
d. Standar 4: Pemeriksaan dan Pemantauan Antenatal
Bidan memberikan sedikitnya 4x pelayanan antenatal. Pemeriksaan meliputi
anamnesis dan pemantauan ibu dan janin dengan seksama untuk menilai apakah
perkembangan berlangsung normal. Bidan juga harus mengenal kehamilan resiko
tinggi/kelainan, khususnya anemia, kurang gizi, hipertensi, PMS (Penyakit Menular
Seksual) / infeksi HIV (Human Immuno Deficiency Virus); memberikan pelayanan
imunisasi, nasehat dan penyuluhan kesehatan serta tugas terkait lainnya yang
diberikan oleh Puskesmas. Mereka harus mencatat data yang tepat pada setiap
kunjungan. Bila ditemukan kelainan, mereka harus mampu mengambil tindakan yang
diperlukan dan rnerujuknya untuk tindakan selanjutnya.
e. Standar 5: Palpasi Abdominal
Bidan melakukan pemeriksaan abdominal secara seksama dan melakukan
palpasi untuk memperkirakan usia kehamilan; serta bila umur kehamilan bertambah,
memeriksa posisi, bagian terendah janin dan masuknya kepala janin ke dalam rongga
panggul, untuk mencari kelainan serta melakukan rujukan tepat waktu.
f. Standar 6: Pengelolaan Anemia pada Kehamilan
Bidan melakukan tindakan pencegahan, penemuan, penanganan dan/atau
rujukan semua kasus anemia pada kehamilan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
g. Standar 7 : Pengelolaan Dini Hipertensi pada Kehamilan
Bidan menemukan secara dini setiap kenaikan tekanan darah pada kehamilan
dan mengenali tanda serta gejala preeklamsi lainnya, serta mengambil tindakan yang
tepat dan merujuknya.
h. Standar 8 : Persiapan Persalinan
Bidan memberikan saran yang tepat kepada ibu hamil, suami serta
keluarganya pada trimester ketiga, untuk memastikan bahwa persiapan persalinan
yang bersih dan aman serta suasana yang menyenangkan akan direncanakan dengan
baik, disamping persiapan transportasi dan biaya untuk merujuk, bila tiba-tiba terjadi
kadaan gawat darurat. Bidan hendaknya kunjungan rumah untuk hal ini (Sofyan,
1999).
2.1.4
diberikan kepada ibu selama kehamilannya sesuai dengan standar pelayanan Ante
Natal Care (ANC). Selengkapnya mencakup banyak hal yang meliputi anamnesis,
pemeriksaan fisik baik umum dan kebidanan, perneriksaan laboratorium atas indikasi
serta intervensi dasar dan khusus sesuai dengan resiko yang ada. Namun dalam
penerapan operasionalnya menurut Manuaba (2001) pada dasarnya, ada 7 standar
minimal dalam melakukan asuhan kehamilan (Antenatal Care) yang disebut dengan
7 T yaitu:
1.
badan ibu selama hamil merupakan salah satu indikator penilaian status gizi,
indikator tumbuh kembang janin. Pertambahan berat badan selama hamil rata-rata
0,3-0,5 kg per minggu. Dalam KMS ibu hamil selama trimester I kisaran
pertambahan berat sebaiknya 1-2 kg (350-400gr/mg). Sementara trimester II dan III,
sekitar 0,34-0,50 kg tiap minggu pertumbuhan janin, plasenta serta penambahan
jumlah cairan amnion berlangsung sangat cepat selama trimester III.
Berat badan janin bertambah sebesar 5 gr sehari pada minggu ke 14-15 dan
menjadi 10 gr pada minggu ke 20, kecepatan tumbuh sebesar 30-35 gr sehari
berlangsung pada minggu ke 32-34 dan berubah menjadi 230 gr seminggu pada
minggu ke 33-36. Pada akhir kehamilan pertambahan berat badan total sebanyak 12,5
kg (Arisman, 2007). Bila terdapat kenaikan berat badan yang berlebihan, perlu
dipikirkan adanya kemungkinan preeklamsi, kehamilan kembar atau hidramnion.
2. Ukur (tekanan) darah
Tekanan darah diperiksa dan dicatt setiap kunjungan. Bila lebih tinggi dari
sebelumnya, perlu diteliti dan harus diberitahukan apa yang harus dilakukan oleh
penderita. Tekanan darah ibu hamil yang normal tidak boleh lebih dan 30 mmHg
systole dan 15 mmHg diastole. Bila lebih dan itu, hati-hati adanya preeklamsi untuk
kehamilan lebih dari 20 minggu.
3. Ukur (tinggi) fundus uteri
Pengukuran tinggi fundus uteri mulai dari batas atas symsis dan disesuaikan
dengan hari pertama haid terakhir. Tinggi fundus uteri diukur pada kehamilan >12
minggu karena pada usia kehamilan ini uterus dapat diraba dari dinding perut dan
untuk kehamilan > 24 minggu dianjurkan mengukur dengan pita meter. Tinggi fundus
uteri dapat menentukan ukuran kehamilan. Bila tinggi fundus kurang dari perhitungan
umur kehamilan mungkin terdapat gangguan pertumbuhan janin, dan sebaliknya
mungkin terdapat gemeli, hidramnion atau molahidatidosa (Depkes, 2007).
Pengukuran tinggi fundus uteri adalah merupakan pemeriksaan palpasi
abdomen, pada pemeriksaan palpasi ini ada cara menurut Leopold (yang sering) I, II,
III, IV dan atau cara Kenebel, Budin dan Ahfeld (Mochtar, 1998). Biasanya bila
dilakukan pemeriksaan tinggi fundus uteri dengan cara Leopold I diteruskan dengan
Leopold II, III, dan IV sekaligus perabaan gerakan janin dan pemeriksaan auskultasi
untuk mendengarkan denyut jantung janin. Tujuan utama dari pemeriksaan ini adalah
untuk mengetahui pertumbuhan janin dengan menilai besarnya tinggi fundus uteri
yang tidak sesuai dengan usia kehamilan, atau penilaian terhadap janin yang tumbuh
terlalu besar sehingga tinggi fundus uteri yang terlalu besar seperti pada kehamilan
ganda (Depkes, 2007).
Menurut Spiegelberd dengan jalan mengukur tinggi fundus uteri dari simfisis,
maka diperoleh :
- 22 28 minggu
: 24 25 cm di atas simfisis.
- 28 minggu
- 30 minggu
- 32 minggu
- 34 minggu
: 31 cm di atas simfisis.
- 36 minggu
: 32 cm di atas simfisis.
- 38 minggu
: 33 cm di atas simfisis.
- 40 minggu
titik 0 sampai setinggi umbulikus, kemudian ditambahkan dari hasil pengukuran yang
kembali dimulai dari umbulikus ke fundus uteri (Henretty, 2006).
4. Pemberian Imunisasai (Tetanus Toxoid) TT lengkap
Tinjauan pemberian imunisasi TT (tetanus toxoid) adalah untuk melindungi
ibu dan bayi dan infeksi tetanus neonatorum. Pemberian TT baru menimbulkan efek
perlindungan bila diberikan sekurang-kurangnya 2 kali dengan variabel 4 minggu
kecuali bila sebelumnya ibu telah mendapat TT 2 kali pada kehamilan yang lalu atau
pada masa calon pengantin. Maka TT cukup diberikan satu kali saja (TT ulang). Bila
ibu pernah mendapatkan suntikan TT 2 kali, diberikan suntikan ulang/boster 1 kali
pada kunjungan antenatal yang pertama (Depkes, 2007).
Tabel 2.1 Jadwal Pemberian Imunisasi TT
Antigen
TT 1
TT 2
TT 3
TT 4
TT 5
Lama perlindungan
Perlindungan
3 tahun
5 tahun
10 tahun
25 tahun / seumur hidup
80
95
95
99
Keterangan :Apabila dalam waktu tiga (3) tahun WUS tersebut melahirkan maka bayi yang dilahirkan
akan terlindungi dari tetanus neonatorum.
ada sekitar 10-15% dari mereka khususnya di Indonesia yang perlu dirujuk ke tempat
pertolongan khusus seperti transfuse darah, tindakan-tindakan khusus (ekstraksi
vakum, seksio secarea dan tindakan bedah obstetric). Karena itu seringkali ada suatu
masalah yang muncul saat persalinan, seringkali sulit melakukan upaya rujukan
dengan cepat. Penundaan dalam membuat keputusan dan pengiriman si ibu ke tempat
rujukan akan menyebabkan tertundanya ibu mendapatkan penatalaksanaan yang
diharapkan. Penundaan ini akan mempertinggi angka kesakitan dan kematian ibu dan
bayi.
2.1.5
ibu hamil dengan tenaga profesional untuk mendapatkan pelayanan Ante Natal Care
(ANC) sesuai standar yang ditetapkan. Istilah kunjungan di sini tidak hanya
mengandung arti bahwa ibu hamil yang berkunjung ke fasilitas pelayanan, tetapi
adalah setiap kontak tenaga kesehatan baik di posyandu, pondok bersalin desa,
kunjungan rumah dengan ibu hamil tidak memberikan pelayanan ANC sesuai dengan
standar dapat dianggap sebagai kunjungan ibu hamil sebagaimana uraian dibawah ini:
A. Kunjungan ibu hamil KI
Kunjungan baru ibu hamil adalah kunjungan ibu hamil yang pertama kali pada
masa kehamilan. Pada kunjungan pertama suatu pelayanan antenatal, dilakukan
pemeriksaan sebagai berikut:
pada usia
untuk identifikasi dan penanganan bila ada faktor resiko dan komplikasi pada ibu.
Cakupan pelayanan ANC lengkap (K4) berdasarkan Survei Kesehatan Rumah
Tangga (SKRT) 1986 adalah 34,4% dan SKRT 1992 sebesar 38,2%, ada peningkatan
namun sangat kecil dan terkesan sangat lambat, sedangkan berdasarkan hasil Survei
Demografi dan Kesebatan Indonesia (SDKI) tahun 1991 adalah sebesar 55,54%.
2.1.6
a. Pengetahuan
Ketidakmengertian ibu dan keluarga terhadap pentingnya pemeriksaan
kehamilan berdampak pada ibu hamil tidak memeriksakan kehamilannya pada
petugas kesehatan,
b. Ekonomi
Tingkat ekonomi akan berpengaruh terhadap kesehatan, tingkat ekonomi
keluarga rendah tidak mampu untuk menyediakan dana bagi pemeriksaan kehamilan,
masalah yang timbul pada keluarga dengan tingkat ekonomi rendah ibu hamil
kekurangan energi dan protein (KEK) hal mi disebabkan tidak mampunya keluarga
untuk menyediakan kebutuhan energi dan protein yang dibutuhkan ibu selama
kehamilan.
c. Sosial Budaya
Keadaan lingkungan keluarga yang tidak mendukung akan mempengaruhi ibu
dalam memeriksakan kehamilannya. Perilaku keluarga yang tidak mengijinkan
seorang wanita meninggalkan rumah untuk memeriksakan kehamilannya merupakan
teh, kopi, coklat, dan susu/kalsium memang bisa menghalangi penyerapan zat besi
(gizi) dalam tubuh. Oleh karena itu, Samuel (dokter spesialis gizi klinik)
menyarankan untuk memberi jarak waktu antara pemberian makanan atau suplemen
zat gizi dengan konsumsi teh, kopi, cokelat, dan susu/kalsium sekitar 1,5 sampai dua
jam (Ratih, 2008).
2.2.2. Lingkar Lengan Atas (LLA)
Masalah gizi dapat terjadi pada seluruh kelompok umur, bahkan dapat
memengaruhi periode siklus kehidupan berikutnya. Masa kehamilan merupakan
periode yang sangat menentukan kualitas SDM di masa depan karena tumbuh
kembang anak sangat ditentukan oleh kondisinya saat masa janin di dalam kandungan.
Akan tetapi perlu diingat bahwa keadaan kesehatan dan status gizi ibu hamil
ditentukan juga jauh sebelumnya yaitu pada saat remaja atau usia sekolah.
Indikator untuk mengetahui status gizi ibu hamil adalah dengan mengukur
lingkar lengan atas (LLA). Lingkat lengan atas kurang dari 23,5 cm merupakan
indikator kuat untuk status gizi yang kurang/buruk, sehingga ibu berisiko untuk
melahirkan anak dengan berat badan lahir rendah (BBLR). Bila hal ini ditemukan
sejak awal kehamilan, petugas dapat memotivasi ibu agar lebih memperhatikan
kesehatannya (Depkes RI, 2007)
di negara berkembang). Lebih dari dua pertiga kematian itu terjadi pada periode
neonatal dini. Umumnya karena berat badan lahir kurang dari 2.500 gram 17% dari
25 juta persalinan per tahun adalah BBLR dan hampir semua terjadi di negara
berkembang. Kondisi tersebut berkaitan erat dengan kondisi kehamilan, pertolongan
persalinan yang aman, dan perawatan bayi baru lahir (WHO, 1998).
Bayi Berat Lahir Rendah (kurang dari 2.500 gram) merupakan salah satu faktor
utama yang berpengaruh terhadap kematian perinatal dan neonatal. BBLR dibedakan
dalam 2 kategori, yaitu BBLR karena premature dan BBLR karena intrauterine
growth retardation (IUGR), yaitu bayi yang lahir cukup bulan tetapi berat badannya
kurang (Kosim, 2003).
1. Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR)
Bayi yang lahir dengan berat kurang dari 2.500 gram, tanpa memandang usia
kehamilan disebutkan sebagai bayi berat lahir rendah. Bayi ini fungsi sistem
organnya belum matur sehingga dapat mengalami kesulitan untuk beradaptasi
dengan lingkungannya.
2. Bayi Berat Lahir Amat Rendah (BBLAR)
Bayi berat lahir amat rendah dengan berat lahir kurang dari 1001- 1.500 gram.
BBLAR ini memiliki kondisi paru yang belum siap sepenuhnya untuk berfungsi
sebagai organ pertukaran gas yang efektif. Hal ini merupakan faktor krisis dalam
terjadinya sindrome gawat nafas. Kesiapan paru menjalankan fungsinya tersebut
terutama
disebabkan
oleh
kekurangan
surfaktan
dapat
menimbulkan
Menurut Krisnadi (2009), berdasarkan usia kehamilan, bayi dengan berat badan
lahir rendah dapat dibedakan menjadi 2 tipe yaitu:
1. Prematur yaitu bayi yang lahir lebih awal dari waktunya (kehamilan < 37
minggu); disebabkan oleh berat badan ibu yang rendah, ibu hamil yang masih
remaja, kehamilan kembar, pernah melahirkan bayi prematur sebelumnya,
cervical imcompetence (mulut rahim yang lemah hingga tak mampu menahan
berat bayi dalam rahim), perdarahan sebelum atau saat persalinan (antepartum
hemorrhage), dan ibu hamil yang sedang sakit.
2. Bayi kecil masa kehamilan (KMK) yaitu bayi yang lahir cukup bulan tetapi
memiliki berat badan kurang. Bayi KMK ini dapat dibagi tiga yaitu bayi kurang
bulan (pre term), cukup bulan (aterm), lewat bulan (post term). Bayi ini sering
dsebut juga dengan sebutan Small for Gestational Age (SGA) atau Small for Date
(SDA). Hal ini dikarenakan janin mengalami gangguan pertumbuhan di dalam
uterus sehingga pertumbuhan janin mengalami hambatan. Beberapa penyebabnya
seperti : ibu hamil kekurangan nutrisi, ibu memiliki hipertensi, preeklamsi, atau
anemia, kehamilan kembar, kehamilan lewat waktu, malaria kronik, penyakit
kronik, dan ibu hamil merokok. Bayi KMK dibagi atas:
a. Proportionate intra Uterine Growth Retardation (IUGR) adalah janin yang
menderita distres yang lama, dimana gangguan pertumbuhan terjadi
berminggu-minggu sampai berbulan-bulan sebelum lahir, sehingga berat,
panjang kepala dan lingkar kepala dalam proporsi yang seimbang, akan tetapi
keseluruhannya masih berada di bawah masa gestasi yang sebenamya.
mencapai 9 bulan, bayi lahir cukup bulan tetapi pertumbuhan ketika dalam
kandungan tidak baik karena ibu kurang gizi, kurang darah, sering sakit, banyak
merokok atau bekerja berat (Indiarti, 2009).
Penyebab BBLR sangat multifaktorial, seperti asupan gizi ibu sangat kurang
pada masa kehamilan, gangguan pertumbuhan dalam kandungan (janin tumbuh
lambat), faktor plasenta, infeksi, kelainan rahim ibu, trauma, dan lain sebagainya
(Maulana, 2009).
Secara umum bayi BBLR ini berhubungan dengan usia kehamilan yang belum
cukup bulan (prematur) disamping itu juga disebabkan dismaturitas, artinya bayi lahir
cukup bulan (usia kehamilan 38 minggu), tapi berat badan (BB) lahirnya lebih kecil
ketimbang masa kehamilannya, yaitu tidak mencapai 2.500 gram. "Biasanya hal ini
terjadi karena adanya gangguan pertumbuhan bayi sewaktu dalam kandungan yang
disebabkan oleh penyakit ibu seperti adanya kelainan plasenta, infeksi, hipertensi dan
faktor resiko yang erat hubungannya dengan kejadian BBLR. Menurut WHO (1998),
adapun faktor-faktor resiko tersebut adalah
1. Karakteristik Ibu
a. Umur saat melahirkan
Umur ibu yang paling baik untuk melahirkan adalah berkisar antara 20-35
tahun, makin jauh umur ibu dan rentang waktu tersebut makin besar resiko bagi ibu
maupun anaknya. Banyak penelitian yang menghubungkan antara umur ibu dengan
kejadian BBLR 12,69 kali lebih besar dibandingkan dengan ibu yang berumur lebih
dari 20 tahun (JNPKKR, 2004). Menurut Kramer (1987) yang dikutip oleh institute of
medicine, secara umum ibu yang umurnya lebih muda akan mernpunyai bayi yang
lebih kecil dibandingkan dengan ibu yang lebih tua. Penelitian menunjukkan angka
kematian dan kesakitan ibu akan tinggi bila melahirkan terlalu muda atau terlalu tua,
yaitu usia di bawah 20 tahun dan di atas 35 tahun.
Menurut SKDI 1994, proporsi ibu hamil berusia kurang dan 20 tahun sebesar
25,4% dan usia lebih dan 35 tabun sebesar 19,5%. Faktor usia pada wanita hamil di
negara berkembang perlu diperhatikan, hal ini dikarenakan perkawinan pada
masyarakat di pedesaan sering terjadi pada usia muda, yaitu sekitar usia menarche. Di
usia ini resiko untuk melahirkan BBLR sekitar 2 kali lipat dan yang hamil pada usia 2
tahun setelah menarche (Sutjiningsih, 1995).
Pada umur ibu yang masih muda perkembangan organ-organ reproduksi dan
fungsi fisiologisnya belum optimal serta belum tercapai emosi dan kejiwaan yang
cukup matang yang akhimya akan mempengaruhi janin yang dikandungnya. Di sisi
lain pada umur yang tua akan banyak merugikan perkembangan janin selama periode
dalam kandungan, hal ini disebabkan oleh karena penurunan fungsi fisiologik dan
reproduksinya (Maulana, 2009).
b. Usia kehamilan saat melahirkan
Makin rendah usia kehamilan maka semakin kecil bayi yang dilahirkan, dan
makin tinggi morbiditas dan mortalitasnya. Bayi yang dilahirkan prematur (< 37
minggu) belum mempunyai alat-alat yang tumbuh lengkap seperti bayi matur ( 37
minggu), oleh sebab itu ia memiliki lebih banyak kesulitan untuk hidup diluar uterus
ibunya. Makin pendek umur kehamilannya makin kurang sempurna alat-alat dalam
tubuhnya, yang mengakibatkan makin mudah terjadi komplikasi dan makin tinggi
angka kematiannya. Dalam hal ini sebagian besar kematian neonatal terjadi pada
bayi-bayi prematur.
c. Status bekerja
Ibu yang bekerja pada waktu bayi ada dalam kandungan tidak begitu
memengaruhi keadaan bayi asalkan pada trimester pertama dan kedua saja. Bila ibu
bekerja pada trimester ketiga maka angka prematuritas akan naik. Istirahat pada
trimester ketiga adalah sangat penting untuk ibu dan calon bayi (Indiarti, 2009).
d. Tingkat pendidikan
Pendidikan ibu mencerminkan keadaan sosial ekonomi keluarga, variabel
tersebut secara tidak langsung mempengaruhi terjadinya BBLR. Dengan pendidikan,
seseorang dapat menerima lebih banyak informasi dan memperluas cakrawala
berpikir sehingga mudah untuk mengembangkan diri, mengambil keputusan dan
bertindak.
Secara konsisten penelitian menunjukkan bahwa tingkat pendidikan yang
dimiliki ibu mempunyai pengaruh kuat pada perilaku reproduksi, kelahiran, kematian
anak dan bayi, kesakitan, dan sikap serta kesadaran atas kesehatan keluarga. Latar
belakang pendidikan itu mempengaruhi sikapnya dalam pemilihan pelayanan
kesehatan dan pola konsumsi makan yang berhubungan juga dengan peningkatan
berat badan ibu semasa hamil yang pada saatnya akan mempengaruhi kejadian BBLR.
Ibu yang berpendidikan rendah sulit untuk menerima inovasi dan sebagian besar
kurang mengetahui pentingnya perawatan pra kelahiran. Disamping itu juga
mempunyai
keterbatasan
mendapatkan
pelayanan
antenatal
yang
adekuat,
2004). Pengukuran tinggi badan ibu hamil sedapat mungkin dilaksanakan pada awal
kehamilan, untuk menghindari kesalahan akibat perubahan postur tubuh.
Perubahan postur tubuh dapat mengurangi ukuran tinggi badan sepanjang 1
cm (institute of medicine, 1990). Ibu yang mempunyai tinggi badan kurang dan 144
cm akan melahirkan bayi yang lebih kecil dibandingkan ibu yang mempunyai tinggi
badan normal. Penelitian Budiman di Garut (1996) menyebutkan bahwa ibu hamil
yang mempunyai TB 145 cm akan melahirkan bayi dengan BBLR 3,06 kali lebih
besar dan pada ibu yang tinggi badannya lebih dan 145 cm.
f. Berat badan sebelum hamil
Berat badan ibu merupakan parameter penting selama kunjungan ANC. BB
selama kehamilan adalah indikator untuk menentukan status gizi ibu. Bila berat badan
ibu pada kunjungan pertama ANC kurang dan 47 kg maka kemungkinan melahirkan
bayi BBLR adalah 1,73 kali lebih besar bila dibandingkan dengan ibu yang berat
badannya lebih atau sama dengan 47 kg (Kestler, 1991).
Berat badan ibu sebelum hamil dan kenaikan berat badannya selama hamil
temyata dapat berpengaruh terhadap kesehatan serta pertumbuhan janin dalam
kandungannya. Kesehatan dan pertumbuhan jamn sangat dipengaruhi oleh kesehatan
ibunya., salah satu faktor penting untuk kesehatan ibu adalah pengaturan berat badan,
yang sebaiknya dilakukan sejak si ibu merencanakan kehamilan. Indeks massa tubuh
yang normal untuk wanita yaitu antara 19-23. Bila berat badan ibu sebelum hamil
terlalu kurus atau terlalu gemuk, maka sebiknya diatur dulu agar berat badannya
normal.
sejak awal kehamilan, petugas kesehatan dapat memotivasi ibu agar lebih
mempertahankan kesehatannya (Supariasa, 2001).
i. Riwayat Keguguran
Riwayat abortus baik spontan maupun sengaja pada kehamilan sebelumnya
dapat meningkatkan resiko kelahiran prematur pada persalinan berikutnya. Tindakan
kuretase dan dilatasi akan menyebabkan trauma path serviks yang merupakan faktor
predisposisi pada kelahiran berikutnya. Demikian juga ibu dengan riwayat
melahirkan bayi lahir mati sebelumnya, memiliki resiko untuk melahirkan BBLR
pada persalinan berikutnya, sebagian yang lahir mati tersebut adalah bayi prematur
dan IUGR dan kecenderungan tersebut berulang pada persalinan berikutnya.
j. Paritas
Paritas adalah banyaknya ibu melahirkan anak selama masa reproduksi. Ibu
dengan jumlah kehamilan yang lebih dan tiga mengalami kesulitan untuk
pertambahan BB yang diharapkan.
2. Karakteristik Bayi
Beberapa penelitian ditemukan bahwa jenis kelamin bayi berpengaruh
terhadap kejadian BBLR. Proporsi kejadian BBLR bayi laki-laki adalah lebih sedikit
(46,44%) dibandingkan dengan bayi BBLR perempuan (53,56%) dan resiko
melahirkan bayi laki-laki dengan BBLR ialah 0,82 kali lebih kecil dibandingkan
dengan melahirkan bayi perempuan BBLR (Rosemary, 1997).
Bayi laki-laki saat lahir memiliki rata-rata berat lahir 150 gram lebih berat dan
pada bayi perempuan, perbedaan ini paling nyata pada umur kehamilan 28 minggu.
Diduga hal ini akibat stimulasi hormone androgenic atau karena kromosom Y
memuat materi genetik yang dapat meningkatkan pertumbuhan janin laki-laki.
mempunyai resiko 2 kali lebih besar dibandingkan dengan bayi dan ibu yang
memanfaatkan layanan antenatal secara adekuat.
Pemanfaatan pelayanan antenatal dapat dibedakan menurut kuantitas dan
kualitas layanan. Kuantitasnya sering kali dijabarkan dalam bentuk jumlah kunjungan
pemeriksaan kehamilan yang secara popular disebut frekuensi pelayanan antenatal.
Kualitas pelayanan antenatal lebih sulit diukur. Sejauh ini belum ada tolak ukur baku
untuk mengukur kualitas pelayanan antenatal di Indonesia. Kestler (1991), di
Amerika Serikat telah menyusun sebuah tabel indikator untuk pengukuran kualitas
pelayanan antenatal, yang disebut adekuasi pemanfaatan pelayanan antenatal, yaitu:
Tabel 2.2 Adekuasi Pemanfaatan Pelayanan Antenatal Sehubungan dengan
Waktu dan Total Kunjungan
Adekuasi
Pelayanan
Antenatal
Adekuat
Inadekuat
Trimester
Trimester I (1-3
bulan)
Usia Kehamilan
(Minggu)
13 minggu dan
14-17 minggu dan
18-21 minggu dan
22-25 minggu dan
26-29 minggu dan
30-31 minggu dan
32-33 minggu dan
34-35 minggu dan
36 minggu / lebih
14-17 minggu dan
22-29 minggu dan
30-31 minggu dan
32-33 minggu dan
34 minggu / lebih
Total Kunjungan
Pelayanan
Antenatal
0 atau 1
2 atau lebih
3 atau lebih
4 atau lebih
5 atau lebih
6 atau lebih
7 atau lebih
8 atau lebih
9 atau lebih
0 atau 1
2 atau lebih
3 atau lebih
4 atau lebih
Variabel Dependen
Bayi Berat
Lahir Rendah
1. Bayi berat lahir rendah
2. Bayi berat lahir amat rendah
3. Bayi berat lahir amat sangat
rendah