Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

1. 1. Latar Belakang
Sectio caesarea adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka
dinding perut dan dinding uterus. Dewasa ini cara ini jauh lebih aman daripada
dahulu berhubung dengan adanya antibiotika, transfusi darah, teknik operasi yang
lebih sempurna dan anestesi yang lebih baik. Karena itu kini ada kecenderungan
untuk melakukan sectiocaesarea tanpa dasar yang cukup kuat. Dalam hubungan ini
perlu diingat bahwa seorang ibu yang telah mengalami pembedahan itu merupakan
seorang yang mempunyai parut uterus, dan tiap kali kehamilan serta persalinan
berikut memerlukan pengawasan yang cermat berhubung dengan bahaya ruptura
uteri.1
Indikasi dilakukan tindakan sectiocaesarea diantaranya keadaan yang tidak
memungkinkan janin dilahirkan per vaginam, keadaan gawat darurat yang
memerlukan pengakhiran kehamilan atau persalinan segera, yang tidak mungkin
menunggu kemajuan persalinan per-vaginam secara fisiologis, persalinan tidak maju,
ataupun

riwayat

sectio

caesarea

sebelumnya.2

WHO (World Health Organization) memperkirakan bahwa angka persalinan dengan


sectiocaesarea sekitar 10-15% dari semua proses persalinan di negara-negara
berkembang dibandingkan dengan 20% di Britania Raya dan 23% di Amerika
Serikat. Kanada pada 2003 memiliki angka 21%. Data statistik dari 1990-an
menyebutkan bahwa kurang dari 1 kematian dari 2.500 yang menjalani bedah caesar,
dibandingkan dengan 1 dari 10.000 untuk persalinan normal.4

I.2. Permasalahan
Metode dan teknis anestesi apa yang aman dan sebaiknya digunakan pada
proses persalinan dalam upaya untuk mengurangi angka mortalitas dan morbiditas
pada

ibu

dan

janinnya.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sectio Caesarea


Sectio caesarea ialah pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka
dinding perut dan dinding uterus. Berdasarkan insisi atau teknik yang dilakukan,
terdapat beberapa jenis sectio caesarea:1,2,4
1. Sectio caesarea klasik: incisi abdomen longitudinalis di garis median.
2. Sectio segmen uterus bawah: incisi transversal diatas vesika urinaria.
3. Sectio caesarea tidak direncanakan: dilakukan ketika persalinan telah dimulai,
tetapi menemui komplikasi.
4. Sectio caesarea emergensi: ketika terjadi komplikasi persalinan secara
mendadak pada saat persalinan dan dibutuhkan tindakan segera untuk
mencegah kematian ibu atau janin.
5. Sectio caesarea terencana: dijadwalkan sedekat mungkin dengan HPL, karena
alasan medis.
6. Histerektomi Caesarea: sectio caesarea yang diikuti dengan pengangkatan
uterus.
7. Sectio caesarea extraperitoneal atau porro.
Syarat-syarat dilakukan tindakan sectio caesarea, diantaranya uterus dalam
keadaan utuh (karena pada sectio caesarea, uterus akan diinsisi) dan berat janin di
atas 500 gram. Indikasi dilakukan tindakan sectio caesarea dapat ditinjau dari dua
sisi, dari sisi ibu diantaranya yaitu panggul sempit absolut, tumor-tumor jalan lahir
yang menimbulkan obstruksi, stenosis serviks atau vagina, plasenta previa,
disproporsi sefalopelvik, ruptura uteri membakat, hipertensi maternal, takikardia
maternal, induksi persalinan yang gagal, kegagalan persalinan dengan alat, STD,
preeklamsia,uterus bicornuate, ibu telah meninggal dan pelvis kontraktur. Sedangkan

ditinjau dari sisi janin diantaranya kelainan letak, gawat janin, kelainan plasenta,
gemelli, presentasi janin abnormal, makrosomia, abnormalitas tali pusat. Selain itu
dilakukan sectio caesarea jika persalinan terlalu lama, persalinan tak maju, ataupun
persalinan macet.2,4

2.3. Anestesi Spinal


Anestesi spinal (intratekal, intradural, subdural, subArachnoid) ialah anestesi
regional dengan tindakan penyuntikan obat anestesi lokal ke dalam ruang
subArachnoid. Larutan anestesi lokal yang disuntikan pada ruang subarachnoid akan
memblock konduksi impuls syaraf. Terdapat tiga bagian syarat yaitu motor, sensori
dan otonom. Motor menyampaikan pesan ke otot untuk berkontraksi dan ketika
diblok, otot akan mengalami paralisis. Syaraf sensori akan menghantarkan sensasi
seperti rabaan dan nyeri ke sumsum tulang dan ke otak, sedangkan syaraf otonom
akan mengontrol tekanan darah, nadi, kontraksi usus dan fungsi lainnya yang diluar
kesadaran. Pada umumnya, serabut otonom dan nyeri yang pertama kali diblock dan
serabut motor yang terakhir. hal ini akan memiliki timbal balik yang penting.
Contohnya, vasodilatasi dan penurunan tekanan darah yang mendadak mungkin akan
terjadi ketika serabut otonom diblock dan pasien merasakan sentuhan dan masih
merasakan sakit ketika tindakan pembedahan dimulai.5,6
Kelebihan pemakaian anestesi spinal, diantaranya biaya minimal, kepuasan
pasien, tidak ada efek pada pernafasan, jalan nafas pasien terjaga, dapat dilakukan
pada pasien diabetes mellitus, perdarahan minimal, aliran darah splancnic meningkat,
terdapat tonus visceral, jarang terjadi gangguan koagulasi. Sedangkan kekurangan
pemakaian anestesi spinal akan menimbulkan hipotensi, hanya dapat digunakan pada
operasi dengan durasi tidak lebih dari dua jam, bila tidak aseptik akan menimbulkan
infeksi dalam ruang subarachnoid dan meningitis, serta kemungkinan terjadi postural
headache.6
Anestesi spinal merupakan pilihan anestesi pada daerah dibawah umbilikus,
misalnya repair hernia, ginekologi, operasi urogenital dan operasi di daerah perineum
4

dan genitalia. Anestesi spinal khususnya diindikasikan pada pasien lanjut usia dan
pasien dengan penyakit sistemik seperti penyakit pernafasan, hepar, renal dan
gangguan endokrin (diabetes mellitus). Pada bagian obstetri, dengan anestesi spinal
pada sectiocaesarea didapatkan keuntungan ganda yaitu pada ibu dan bayinya.
Anestesi spinal dikontra-indikasikan bila peralatan dan obat resusitasi tidak adekuat,
gangguan perdarahan, hipovolemia, pasien menolak, pasien tidak kooperatif,
septikemia, deformitas anatomi, penyakit neurologi.6
Kontraindikasi absolut pemakaian anestesi spinal yaitu pasien menolak, infeksi
pada tempat penyuntikan, hipovolemia berat, syok, koagulopati (mendapatkan terapi
antikoagulan), tekanan intrakranial tinggi, fasilitas resusitasi minimun, kurang
pengalaman, tanpa didampingi konsultan anestesi. Sedangkan kontraindikasi relatif
diantaranya infeksi sistemik (sistemik,bakteriemia), infeksi sekitar tempat suntikan,
kelainan neurologis, kelainan psikis, bedah lama, penyakit jantung, hipovolemia
ringan dan nyeri punggung kronis.6
Pada dasarnya persiapan untuk anestesia spinal seperti persiapan pada anestesi
umum. Daerah sekitar tempat tusukan diperiksa, adakah kelainan anatomis tulang
punggung atau pasien gemuk sekali sehingga tidak teraba prosessus spinosus. Selain
itu juga harus dipersiapkan informed consent, pemeriksaan fisik dan laboratorium
yang meliputi hemoglobin, hematokrit, PT (prothrombine time) dan PTT (partial
thromboplastine time). Persiapan pre-operasi sangat penting dilakukan, sehingga
diharapkan pasien dipersiapkan semaksimal mungkin dan bila terdapat penyulit dapat
dilakukan medikasi pre-operasi.5
Pasien yang telah dijadwalkan untuk pembedahan elektif umumnya berada
dalam keadaan optimal baik fisik maupun mental dengan diagnosis yang definitif dan
penyakit lain yang kadang-kadang menyertainya sudah terkendali dengan baik.
Berbeda dengan penderita emergensi yang memerlukan tindakan bedah darurat baik
dengan anestesi umum atau regional merupakan suatu tindakan yang penuh dengan
risiko. Hal ini disebabkan penderita datang secara mendadak dan pada umumnya
berada dalam keadaan yang kurang baik, waktu untuk memperbaiki keadaan umum
5

terbatas, kadang-kadang sulit untuk mengatasi penyakit lain dan bahkan


memperburuk keadaan.5
Agen anestesi lokal dapat berupa molekul berat (hiperbarik), ringan (hipobarik),
dan beberapa isobaric seperti LCS. Larutan hiperbarik cenderung menyebar kebawah,
sementara isobaric tidak dipengaruhi oleh arah. Hal ini akan lebih memudahkan
untuk memperkirakan dari pemakaian agen hiperbarik. Agen isobaric dapat dijadikan
hiperbarik dengan menambahkan dextrose. Agen hipobarik pada umumnya tidak
digunakan. Beberapa agen anestesi lokal yang digunakan pada anestesi spinal,
diantaranya:6
1. Bupivacaine (Marcaine). 0.5% hiperbarik (heavy). Bupivacaine memiliki durasi
kerja 2-3 jam.
2. Lignocaine (Lidocaine/Xylocaine). 5% hiperbarik (heavy), dengan durasi 45-90
minutes. Jika ditambahkan 0.2ml adrenaline 1:1000 akan memperpanjang
durasi kerja.
3. Cinchocaine (Nupercaine, Dibucaine, Percaine, Sovcaine). 0.5% hiperbarik
(heavy) sama dengan bupivacaine.
4. Amethocaine (Tetracaine, Pantocaine, Pontocaine, Decicain, Butethanol,
Anethaine, Dikain).
5. Mepivacaine (Scandicaine, Carbocaine, Meaverin). A 4% hiperbarik (heavy)
sama dengan lignocaine.
Semua pasien yang akan dilakukan tindakan anestesi spinal, sebelumnya harus
mendapatkan cairan intravena. Volume cairan yang diberikan disesuaikan dengan
usia pasien dan luasnya block. Seorang dewasa muda, sehat yang akan dilakukan
repair hernia membutuhkan 500cc. Pasien lanjut usia yang tidak mampu melakukan
kompensasi

terhadap

terjadinya vasodilatasi

dan hipotensi

maka minimal

mendapatkan 1000cc. Jika direncanakan akan dilakukan block tinggi, minimal 1000
cc. Pasien yang akan dilakukan sectiocaesarea membutuhkan minimal 1500 cc. cairan
yang digunakan yaitu normal saline atau larutan Hartmann's. Dektrose 5% tidak
segera dimetabolisme sehingga tidak efektif untuk mempetahankan tekanan darah.6
6

Teknik anestesi spinal yaitu dengan posisi duduk atau posisi tidur lateral
dekubitus dengan tusukan pada garis tengah ialah posisi yang paling sering
dikerjakan. Tempat penyuntikan pada perpotongan antara garis yang menghubungkan
kedua krista illiaka dengan tulang punggung, ialah L4 atau L4-5. setelah dilakukan
tindakan asepsis dan diberi zat anestesi lokal (lidokain 1-2%, 2-3 ml). Cara tusukan
median atau paramedian. Tusukan introducer sedalam kira-kira 2cm agak sedikit ke
arah sefal, kemudian dimasukkan jarum spinal berikut mandrinnya ke lubang
tersebut. Struktur yang dilalui oleh jarum spinal sebelum mencapai CSF, diantaranya
kulit, lemak sukutan, ligamentum interspinosa, ligamentum flavum, ruang epidural,
duramater, ruang subarachnoid. Setelah resistensi menghilang, mandrin jarum spinal
dicabut dan keluar likuor, pasang semprit berisis obat dan obat dimasukkan pelanpelan (0,5ml/detik) diselingi aspirasi sedikit.5,6
Faktor yang berpengaruh terhadap penyebaran penyuntikan larutan anestesi
lokal adalah berat jenis dari larutan anestesi lokal, posisi pasien, konsentrasi dan
volume zat anestesi, ukuran jarum, keadaan fisik pasien tekanan intraabdominal, level
penyuntikan dan kecepatan penyuntikan. Lama kerja anestesi lokal tergantung dari
berat jenis anestesi lokal, beratnya dosis, ada tidaknya vasokonstriktor dan besarnya
penyebaran anestesi lokal.5,6
Komplikasi tindakan anestesi spinal diantaranya hipotensi berat, bradikardi,
trauma pembuluh darah, hipoventilasi, trauma pembuluh darah, trauma saraf, mualmuntah, gangguan pendengaran, block spinal tinggi atau spinal total. Sedangkan
komplikasi pasca tindakan diantaranya nyeri tempat suntikan, nyeri punggung, nyeri
kepala,

retensi

urin,

meningitis.5

BAB III
LAPORAN KASUS
3.1 Identitas Pasien
Nama

: Ny. Elsa Trikasiani

Jenis Kelamin

: Perempuan

Umur

: 21 tahun

Status Nikah

: Menikah

Agama

: Islam

Suku/Bangsa

: Palembang/Indonesia

Pendidikan

: SMA

Pekerjaan

: IRT

Alamat

: Dusun III Pulau Semambu Kecamatan Indralaya Utara

Medrec

: 27 07 00

MRS

: 7 Oktober 2014/10.30 WIB

Identitas Suami

Nama

: Tn. Agung Anugrah

Jenis Kelamin

: Laki-laki

Umur

: 23 tahun

Status Nikah

: Menikah

Agama

: Islam

Suku/Bangsa

: Palembang/Indonesia

Pendidikan

: SMA

Pekerjaan

: Wiraswasta

Alamat

: Dusun III Semambu Indralaya Utara

3.2 Anamnesis
Autoanamnesis dilakukan pada tanggal 7 Oktober 2014 pukul 10.35 WIB.

A. Keluhan Utama
Keluar lendir bercampur darah pervaginam sejak 6 jam SMRS.

B. Riwayat Perjalanan Penyakit


Sejak 6 jam SMRS os mengeluh keluar lendir bercampur darah, os mengaku hamil
lebih bulan. Hamil anak pertama. Os mengaku gerakan anak masih dirasakan. Os
juga mengeluh nyeri perut menjalar ke pinggang. Darah lendir (+), Riwayat trauma (), riwayat diurut (+).

C. Riwayat Penyakit Terdahulu


Tidak ada

D. Riwayat Penyakit Keluarga


Penderita mengaku tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit yang sama
sepertinya.

E. Riwayat Menstruasi

Haid Pertama

: 14 Tahun

Siklus Haid

: 28 Hari

Lama Haid

: 7 Hari

Banyaknya

: 2x ganti pembalut

F. Riwayat Pernikahan
Lama Menikah

: 1 Tahun

Usia Menikah

: 20 Tahun

G. Riwayat kontrasepsi
Tidak ada

H. Riwayat ANC
9

9x dengan bidan

I. Riwayat Kehamilan dan Persalinan


1. Ini
J. Riwayat Abortus Kuretase
Tidak ada

K. Kehamilan ini
HPHT

: 21 - 12 - 2013

TP

: 28 - 09 2014

3.3 Pemeriksaan Fisik (7 Oktober 2014 pukul 10.35 WIB)


Status Present
Keadaan umum

: Baik

Kesadaran

: compos mentis

Tekanan darah

: 140/100 mmHg

Nadi

: 96 x/mnt, isi dan tegangan cukup

Frekuensi pernafasan

: 22 x/mnt

Suhu

: 36,6 oC

Status General
Kepala

: Mata : anemis -/-, ikterik -/-

Thoraks

: Jantung : Reguler, murmur (-), ronchi (-)


Paru

: vesikuler +/+ , rhonki -/-, wheezing -/-

Abdomen

: Sesuai status Obstetri

Ekstremitas

: Akral hangat

: ekstremitas atas +/+


ekstremitas bawah +/+

Oedem

: ekstremitas atas -/ekstremitas bawah -/-

10

3.4 Pemeriksaan Penunjang


Hasil Pemeriksaan Laboratorium
Hb : 10,9 g/dl
Leukosit : 8500 /ul
LED : 72
Trombosit : 265.000/ /ul
Basofil : 1
Eosinofil : 0
Batang : 1
Segmen : 65
Limfosit : 21
Monosit : 12
Gol.Darah: B
Rhesus : (+)
Clooting Time : 10
Bleeding Time : 2
Hasil USG
JTH , jenis kelamin perempuan
Ketuban (+)
Presentasi Kepala
Hamil Posterm

3.5 Diagnosa Kerja


G1P0A0 Hamil Posterm , inpartu kala I, JTH, Preskep .

11

3.6 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan
- IVFD RL gtt XX
- Kateter
- Ceftriaxone
- Cek lab dan DR rutin
- Rencana SC

3.7 Laporan Anestesi


Status Anestesi
Persiapan Anestesi
1. Informed consent
2. Stop makan dan minum selama minimal 6 jam pre-operatif.
Penatalaksanaan Anestesi
- Jenis anestesi : Regional Anestesi (RA)
- Premedikasi

: Ondansetron

1 ampul

- Medikasi

: Buvanest spinal

20mg

Oxytocin

2 ampul

Tramadol

1 ampul

Efedrin

Teknik anestesi : Pasien dalam posisi duduk dan kepala menunduk.

Dilakukan desinfeksi di sekitar daerah tusukan yaitu di regio vertebra


lumbal 3-4.

Dilakukan Sub ArachnoidBlock dengan jarum spinal no. 27 pada regio


vertebra lumbal 3-4.

Approach median

12

LCS keluar (+) jernih


- Respirasi : Spontan
- Posisi : Supine
- Jumlah cairan yang masuk : Kristaloid = 1000 cc
(RL 1 + Voluven)
- Perdarahan selama operasi : 300 cc

Pemantauan selama anestesi :


- Mulai anestesi

: 10.10

- Mulai operasi

: 10.15

- Bayi lahir

: 10.25

- Selesai operasi

: 10.50

Cairan yang masuk durante operasi:


- RL : 1000 cc

Tekanan darah dan frekuensi nadi.

Tabel 1. Tekanan Darah dan Frekwensi Nadi Pasien selama Operasi


Pukul (WIB)

Tekanan darah (mmHg)

Nadi (x/menit)

10.10

140/100

96

10.25

130/90

80

10.40

100/60

88

10.50

120/80

90

3.8. Prognosis
Ad sanationam : Bonam
Ad fungsionam : Bonam
Ad vitam

: Bonam

13

BAB IV
PEMBAHASAN

4.1. Pre Operatif


Penilaian dan persiapan penderita diantaranya meliputi:7
1. Penilaian klinis penanggulangan keadaan darurat.
2. Informasi penyakit:
a. Anamnesis/heteroanamnesis kejadian penyakit.
b. Riwayat alergi, hipertensi, diabetes mellitus, operasi sebelumnya,
asma, komplikasi transfusi darah (apabila pernah mendapatkan
transfusi).
c. Riwayat keluarga (penyakit dan komplikasi anestesia).
d. Makan minum terakhir (mencegah aspirasi isi lambung karena
regurgitasi atau muntah pada saat anestesi)
Persiapan operasi yang tidak kalah penting yaitu informed consent, suatu
persetujuan medis untuk mendapatkan ijin dari pasien sendiri dan keluarga pasien
untuk melakukan tindakan anestesi dan operasi, sebelumnya pasien dan keluarga
pasien diberikan penjelasan mengenai risiko yang mungkin terjadi selama operasi dan
post operasi. Setelah dilakukan pemeriksaan pada pasien, maka pasien termasuk
dalam klasifikasi ASA I.

4.2. Durante Operatif


Premedikasi jarang diberikan terutama pada penderita dengan keadaan umum
yang buruk, atau karena keterbatasan waktu. Namun pada beberapa kasus dapat
diberikan premedikasi secara intravena atau intramuskular dengan antikolinergik
disertai pemberian antasida, antagonis reseptor H2 atau metoclopramide, walaupun
tidak efektif dan menguntungkan. Pada pasien ini diberikan premedikasi yaitu
ondansentron sebanyak 1 ampul secara intravena. Pemberian obat anti mual dan
14

muntah ini sangat diperlukan dalam operasi sectio caesarea cyto dimana merupakan
usaha untuk mencegah adanya aspirasi dari asam lambung.5
Tindakan pemilihan jenis anestesi pada pasien obstetri diperlukan beberapa
pertimbangan. Teknik anestesi disesuaikan dengan keadaan umum pasien, jenis dan
lamanya pembedahan dan bidang kedaruratan. Metode anestesi sebaiknya seminimal
mungkin mendepresi janin, sifat analgesi cukup kuat, tidak menyebabkan trauma
psikis terhadap ibu dan bayi, toksisitas rendah, aman, nyaman, relaksasi otot tercapai
tanpa relaksasi rahim dan memungkinkan ahli obstetri bekerja optimal. Pada pasien
ini digunakan teknik Regional Anestesi (RA) dengan Sub Arachnoid Block (SAB),
yaitu pemberian obat anestesi lokal ke ruang subarachnoid, sehingga pada pasien
dipastikan tidak terdapat tanda-tanda hipovolemia. Teknik ini sederhana, cukup
efektif.5,6
Induksi menggunakan Bupivacaine HCL yang merupakan anestesi lokal
golongan amida. Obat anestesi regional bekerja dengan menghilangkan rasa asakit
atau sensasi pada daerah tertentu dari tubuh. Cara kerjanya yaitu menghambat proses
konduksi syaraf perifer jaringan tubuh, bersifat reversibel. Mula kerja lambat
dibanding lidokain, tetapi lama kerja 8 jam. Setelah itu posisi pasien dalam keadaan
terlentang (supine).5,7
Anestesi spinal mulai dilakukan, posisi pasien duduk tegak dengan kepala
menunduk hingga prossesus spinosus mudah teraba. Dicari perpotongan garis yang
menghubungkan kedua crista illiaca dengan tulang punggung yaitu antara vertebra
lumbal 3-4, lalu ditentukan tempat tusukan pada garis tengah. Kemudian disterilkan
tempat tusukan dengan alkohol dan betadin. Jarum spinal nomor 27-gauge ditusukkan
dengan arah median, barbutase positif dengan keluarnya LCS (jernih) kemudian
dipasang spuit yang berisi obat anestesi dan dimasukkan secara perlahan-lahan.5
Monitor tekanan darah setiap 5 menit sekali untuk mengetahui penurunan
tekanan darah yang bermakna. Hipotensi terjadi bila terjadi penurunan tekanan darah
sebesar 20-30% atau sistole kurang dari 100 mmHg. Hipotensi merupakan salah satu
efek dari pemberian obat anestesi spinal, karena penurunan kerja syaraf simpatis. Bila
15

keadaan ini terjadi maka cairan intravena dicepatkan, bolus ephedrin 5-15mg secara
intravena, dan pemberian oksigen. Pada pasien ini terjadi hipotensi, sehingga
pemberian cairan dicepatkan, diberikan bolus ephedrin sebanyak 10mg secara
intravena dan oksigen.5,7
Pemberian oksitosin bertujuan untuk mencegah perdarahan dengan merangsang
kontraksi uterus secara ritmik atau untuk mempertahankan tonus uterus post partum,
dengan waktu partus 3-5 menit.7
Tramadol HCL 50 mg diberikan secara intravena, tramadol adalah analgesik
kuat yang bekerja pada reseptor opiat. Tramadol mengikat secara steriospesifik pada
sistem saraf pusat sehingga menghilangkan rasa nyeri, disamping itu tramadol
menghambat pelepasan neurotransmitter dari saraf afferen yang sensitif terhadap
rangsang, akibatnya impuls nyeri terhambat. 5,7

4.3. Post Operatif


Setelah operasi selesai, pasien bawa ke RR. Pasien berbaring dengan posisi
kepala lebih tinggi untuk mencegah spinal headache, karena efek obat anestesi masih
ada. Observasi post sectio caesarea dilakukan selama 2 jam, dan dilakukan
pemantauan secara ketat meliputi tanda-tanda vital (tekanan darah, nadi, suhu dan
frekwensi nafas), dan memperhatikan banyaknya darah yang keluar dari jalan lahir.
Oksigen tetap diberikan 2-3 liter/menit. Setelah keadaan umum stabil, maka pasien
dibawa ke ruangan.

16

BAB V
KESIMPULAN

GIP0A0 Usia 21 tahun Hamil 42 minggu Janin Tunggal Hidup Intra Uterin,
letak memanjang presentasi kepala punggung kiri dengan plasenta previa, maka
dilakukan tindakan sectio caesarea pada tanggal 8 Oktober 2014 di kamar operasi atas
indikasi plasenta previa dan postterm. Teknik anestesi dengan spinal anestesi
(subarachnoid block) merupakan teknik anestesi sederhana, cukup efektif.
Anestesi dengan menggunakan Buvanest spinal 5 mg untuk maintenance
dengan oksigen 2-3 liter/menit. Untuk mengatasi nyeri digunakan tramadol sebanyak
10 mg. Perawatan post operatif dilakukan dibangsal dan dengan diawasi vital sign,
tanda-tanda

perdarahan.

17

DAFTAR PUSAKA

1. Winkjosastro. Ilmu Kebidanan, Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono


Prawirohardjo. 2002.
2. Mayo

Clinic

Staff.

C-section.

http://www.mayoclinic.com/health/x-section/MY00214

Diunduh
pada

tanggal

dari
11

Oktober 2014.
3. Aaron B Caughey, Jennifer R. Butler. Postterm Pregnancy. Medscape
references, 2011. Diunduh dari http://emedicine.medscape/article/26136overview#aw2aab6b5pada tanggal 11 Oktober 2014.
4. Anonim.

Caesarean section.

Diunduh

darihttp://en.wikipedia.org/wiki/

Caesarean_section pada tanggal 11 Oktober 2014.


5. Said A Latief, Kartini A Suryadi dan M Ruswan Dachlan. Petunjuk Praktis
Anestesiologi edisi kedua, Jakarta: Bagian anestesiologi dan terapi intensif
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2010.
6. Chris Ankcorn dan William F Casey. Spinal anaesthesia-a practical guide.
Diunduh dari: http://www.nda.ox.ac.uk/wfsa/html/u03/u03_003.htm.
7. Edward Morgan dan Maged S. Mikhail. Clinical anaethesiology second
edition, USA: Prentice-Hall International, Inc. 1996.

18

Anda mungkin juga menyukai