Anda di halaman 1dari 9

Tugas Resume Materi 1

Topik

: Surveilans Penyakit Menular pada Situasi Gawat Darurat

Oleh

: Vella Ovelia (1206211713, Vera Febria (1206211921), Yuris Putri Pertiwi

(1206211524)
Complex Emergencies/ Kedaruratan Kompleks
Kedaruratan kompleks/Complex emergencies adalah situasi keadaan darurat
yang ditandai dengan adanya gangguan dan ancaman pada penduduk serta bantuan
logistik. Penyebab utama keadaan ini yaitu instabilitas politik yang diperberat oleh
gangguan keamanan dan ketertiban masyarakat secara terus-menerus (Departemen
Kesehatan, 2001). Complex emergencies biasanya terjadi dalam keadaan perang,
konflik sosial bencana alam, atau terjadi wabah epidemik. Complex emergencies
dapat mengakibatkan terjadinya kelaparan masal, kekurangan pangan, terancam
dalam mempertahankan mata pencaharian, serta tingginya angka morbiditas dan
mortalitas.
Penyakit menular meruakan kontributor utama penyebab tingginya angka
morbiditas dan mortalitas pada keadaan darurat. Seperti diare, campak, ISPA, malaria,
TB, dan hepatitis yang dapat menyebabkan wabah ada wilayah complex emergencies.
Oleh karena itu, dibutuhkan sistem surveilens untuk segera mendeteksi dan
menanggai wabah epidemi pada kejadian complex emergencies.
Karakteristik Sistem Surveilens pada Complex Emergencies
Idealnya, sistem surveilans CD dalam CE harus memiliki karakteristik yang
sama sebagai sistem surveilans dalam situasi yang stabil. Namun ada beberapa hal
yang harus diperhitungkan yaitu target populasi, kehadiran dari mitra, politik, dan
infrastruktur yang buruk.
Populasi pada Keadaan Complex Emergencies
Penduduk yang mengalami kedaruratan kompleks sering pada umumnya sering
mengalami kekerasan, kelaparan, gizi buruk dan dalam kondisi tertekan. Penduduk
juga mengalami kesulitan imemperoleh informasi, kurangnya keamanan di daerah.
Dalam keadaan kedaruratan kompleks populasi mengalami keadaan yang tidak stabil
yang

dapat

membahayakan

keselamatan

mereka.

Akibatnya

sulit

untuk

memperkirakan ukuran penduduk serta sulit dalam menentukan kevalidan penduduk


untuk perhitungan indikator surveilens seperti pengukuran waktu dan tempat
terjadinya complex emergencies.

Dalam pelaksanaan sistem surveilens pada complex emergencies banyak organisasi


atau lembaga yang turun langsung dengan prioritas yang berbeda, sumber daya dan
latar belakang yang juga berbeda. Akibatnya, sulit untuk mengkoordinasikan,
komunikasi, serda pengawasan di antara berbagai organisasi pada umumnya.
Pada konteks politik, sistem surveilens juga mengalami hambatan seperti
pemerintahan di lokasi kejadian complex emergencies yang membatasi pelaksanaan
surveilens seperti diseminasi dan implementasi intervensi.
Tujuan Surveilens pada Complex Emergencies

Mengurangi angka mortalitas dan morbiditas yang berkaitan dengan Communicable


Disease.

Tahap pertama darurat adalah untuk mendeteksi kasus penyakit rawan epidemi

Tujuan sekunder mencakup penyediaan indikator kesehatan untuk memantau dan


mengevaluasi dampak
Sifat Sistem Surveilens Penyakit Menular pada Complex Emergencies

Sensitivity
Dalam rangka untuk mendeteksi kasus penyakit dengan wabah potensi sesegera
mungkin, sistem harus sensitif. Setiap kecurigaan wabah harus dilaporkan ke tingkat
agar dapat dilakukan pendeteksian.

Simplicity
Sistem surveilens harus sederhana agar tidak menambah beban kerja yang
terlalu banyak oleh tenaga surveilens atau tenaga kesehatan.

Acceptability
Sistem surveilens harus sesederhana mungkin agar dapat diterima oleh mitra
dan berguna untuk mitra.

Timeliness
Tujuan utama sistem surveilens penyakit menular adalah pengendalian wabah.
Oleh karena itu, penundaan antara timbulnya gejala dan tindakan harus sesingkat
mungkin. Data surveilans harus memicu tindakan pada tingkat respon yaitu harus
tepat waktu.

Flexibility
Dalam situasi yang tidak stabil, sistem harus fleksibel dan mampu beradaptasi
dengan perubahan dalam populasi.

Langkah-Langkah dalam Pelaksanaan Sistem Surveilans Penyakit Menular dalam


Kondisi Gawat Darurat
Fase Persiapan
Untuk mengatur suatu sistem surveilans yang fokus pada penyakit utama yang mudah
epidemi dan berkembang pada saat kondisi gawat darurat maka penting untuk
mengumpulkan data-data sebelumnya mengenai populasi yang dipengaruhi, inang/pejamu
dan ketersediaan sumber daya pada wilayah tersebut. Informasi tersebut dikumpulkan dari
pelaporan status kesehatan negara (Kementerian Kesehatan), pelaporan organisasi
internasional seperti United Nations Childrens Fund (UNICEF), World Health Organizations
(WHO), United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR), dan dari NGO yang
bekerja di area tersebut (survey cepat dan survey biasa).
Isu pokok yang termasuk dalam fase persiapan pelaksanaan sistem surveilans penyakit
menular dalam kondisi gawat darurat :
1.

2.

Status Kesehatan yang Mempengaruhi Populasi sebelum Krisis


Penyakit yang mempengaruhi penduduk asli
Kejadian luar biasa yang paling akhir terjadi
Vaksin spesifik pada populasi
Struktur usia
Status kesehatan pada Wilayah Inang
Kondisi lingkungan tempat populasi inang berada harus diidentifikasi untuk

3.

menentukan sumber KLB contoh : keberadaan vektor, sanitasi dan sumber air.
Riwayat Kondisi sejak Krisis Bermula
Alasan terjadinya perpindahan (perang/penyerangan saatperpindahan,

4.

kelaparan, Bencana alam )


Sistem Surveilans Pada Negara Inang
Sistem surveilans yang diterapkan pada populasi inang harus terintegrasi pada sistem
surveilans negaranya. Adapun informasi-informasi yang harus ada dalam pencatatan

5.
6.

sistem surveilans :
Apakah sistem yang ada dapat beradaptasi saat kondisi emergensi?
Apakah cukup sensitif dan
Infrastruktur dan Sumber Daya
Identifikasi Pemangku Kepentingan (Stakeholders)

Perkembangan Aturan/ Standar


Suatu kelompok kerja seharusnya diatur untuk mengembangkan standar dari suatu surveilans
Gawat Darurat yang harus menyertakan hal-hal berikut:
1. Kasus yang dimasukkan/disertakan
2. Definisi Kasus
3. Indikator Surveilans

4.
5.
6.
7.
8.
9.

Sumber Data dari setiap Indikator


Formulir Surveilans
Arus Data
Analisis
Umpan Balik
Tindakan/Aksi

Percobaan dan Penerapan Sistem Surveilans


Setelah standar disetujui maka harus diperkenalkan kepada seluruh level surveilans. Uji
lapangan sangat diperlukan untuk objektif/tujuan dan prosedur serta untuk mendapatkan
komentar dari orang-orang yang bekerja dalam surveilans tersebut. Uji ini juga berguna untuk
menguji sensitifitas, melatih dan memperkuat jaringan surveilans. Uji Coba pada sistem
dibutuhkan untuk validasi prosedur dan uji penerimaan (feasibiliti) surveilans yang
direncanakan. Kegiatan ini dapat dilakukan pada area tertentu untuk menentukan apakah
definisi kasus sudah dapat diterima, apakah arus data dapat diadaptasi situasi dan apakah data
yang dibutuhkan dapat diadaptasi. Pelatihan singkat pada pengumpul data dan orang-orang
yang bekerja pada sistem surveilans tersebut harus diatur dan diulangi. Prosedur standar dan
dokumentasi harus tersedia di semua level surveilans seperti : Formulir surveilans, defenisi
kasus, aliran data, manajemen data dan kontak surveilans. Pada minggu-minggu pertama
dalam pelaksanaan sistem surveilans penting untuk memotivasi rekan kerja dalam surveilans.
Pemantauan , Evaluasi dan Modifikasi Sistem
Kondisi gawat darurat adalah kondisi tidak stabil dengan perpindahan populasi yang silih
berganti, maka sistem surveilans harus mampu memantau kebutuhan sesuai dengan
kondisinya. Beberapa indikator program yang dikontrol adalah unit pelaporan, jangka waktu
dan kelengkapan formulir. Gambaran populasi juga harus diperbahrui sesuai dengan estimasi
waktu dan pelaporan ini harus menggambarkan keberlanjutan aktivitas. Setelah fase akut dari
kondisi gawat darurat berlalu maka sistem surveilans dapat diadaptasi pada kondisi yang
lebih stabil. Tujuan dari surveilans harus diperbahrui apabila sudah tidak ditemukan lagi
keberhasilannya setelah evaluasi.

Data yang dibutuhkan untuk pengendalian epidemik

Data populasi

Data mortalitas: Secara umum, tingkat kematian di tempat pengungsian dilihat dari
angka kematian kasar harian. Batasan tingkat kematian adalah 1 per 10.000 orang
dalam populasi perhari. Jika angka meningkat dua kali lipat dari jumlah tersebut,

menandakan bahwa keadaan darurat kesehatan publik yang terjadi (Skolnik, 2012).
Cakupan vaksinasi
Indikator air dan sanitasi
Surveilans malnutrisi
Persediaan obat

Hambatan surveilans pada complex emergency

Pengumpulan data kurang terstandarisasi

Lemahnya koordinasi

Kurang integrasi informasi kesehatan dari data surveilans dengan indikator kesmas
lainnya

Faktor keamanan

Contoh Kasus: Sistem surveilans pada saat perang di Basrah, Iraq (2003)
Pada tahun 2003, terjadi perang di Iraq, yang menyebabkan pelayanan, program, dan
fasilitas kesehatan menjadi rusak. Pada april 2003, WHO bekerjasama dengan Basrah Public
Health Facilities untuk mengembangkan sistem surveilans penyakit menular di Basrah.
Sistem dibangun berdasarkan sistem surveilans nasional yang ada sebelum perang tersebut
terjadi. Sistem tersebut berjalan sebagaimana umumnya: laporan dari fasilitas pelayanan
kesehatan dikirimkan ke dinas kesehatan kota, dan dari dinas kesehatan kota dikirim ke dinas
kesehatan propinsi.
Akibat perang, banyak laboratorium di Basrah yang rusak, sehingga surveilans
dilaksanakan bukan berbasis laboratorium, melainkan berdasarkan sindrom. Kasus suspect
dari kolera yang berhasil dideteksi, sampelnya dikirim ke Kuwait untuk dikonfirmasi
kasusnya. Dalam pelaporan sindrom, organisasi internasional menyediakan akses internet
melalui saluran satelit di lapangan agar semua laporan dapat sampai ke kantor WHO di
Basrah. Diseminasi hasil disebarkan ke berbagai pihak, seperti PBB, LSM, dan agen donor.
Sebelum sistem surveilans ini dijalankan, dilaksanakan workshop surveilans selama 2 hari di
Basrah yang mengundang seluruh epidemiolog dan organisasi internasional. Tujuan dari
workshop ini adalah untuk menyetujui protokol, definisi kasus, dan alur data pada surveilans
di keadaan perang ini. Dalam sistem surveilans tersebut, faktor keamanan sangat

menghambat terkumpulnya data. Epidemiolog tidak dapat leluasa untuk mengumpulkan


laporan sindrom. Namun, dengan adanya kejadian tersebut, epidemiolog menjadi lebih
berpengalaman dan berperan untuk mengaktifkan kembali surveilans setelah perang berakhir.
Analisis kasus:
Dari contoh kasus di atas, dapat terlihat bagaimana sulitnya melaksanakan surveilans
pada complex emergency. Namun, karena surveilans sangat penting dilakukan, pihak Iraq
dengan bantuan dari organisasi internasional mengupayakan surveilans tetap dilaksanakan.
Surveilans perang dilaksanakan dengan penyederhanaan pelaporan, jenis penyakit, dan
definisi kasus. Berikut beberapa kutipan kasus yang menunjukkan pelaksanaan tahap-tahap
dalam surveilans pada complex emergency:
1. Fase persiapan
Kutipan kasus: Pada april 2003, WHO bekerjasama dengan Basrah Public Health
Facilities untuk mengembangkan sistem surveilans penyakit menular di Basrah.
Sistem dibangun berdasarkan sistem surveilans nasional yang ada sebelum perang
tersebut terjadi.
2. Pengembangan aturan atau standar
Kutipan kasus: Akibat perang, banyak laboratorium di Basrah yang rusak, sehingga
surveilans dilaksanakan bukan berbasis lab, melainkan berdasarkan sindrom. Kasus
suspect dari kolera yang berhasil dideteksi, sampelnya dikirim ke Kuwait untuk
dikonfirmasi kasusnya. Dalam pelaporan sindrom, organisasi internasional
menyediakan akses internet melalui saluran satelit di lapangan agar semua laporan
dapat sampai ke kantor WHO di Basrah. Diseminasi hasil disebarkan ke berbagai
pihak, seperti PBB, LSM, dan agen donor.
3. Percobaan dan penerapan sistem surveilans
Kutipan kasus: Sebelum sistem surveilans ini dijalankan, dilaksanakan workshop
surveilans selama 2 hari di Basrah yang mengundang seluruh epidemiolog dan
organisasi internasional. Tujuan dari workshop ini adalah untuk menyetujui protokol,
definisi kasus, dan alur data pada surveilans di keadaan perang ini.
4. Pemantauan, evaluasi, dan modifikasi sistem
Kutipan kasus: Dalam sistem surveilans tersebut, faktor keamanan sangat
menghambat

terkumpulnya

data.

Epidemiolog

tidak

dapat

leluasa

untuk

mengumpulkan laporan sindrom. Namun, dengan adanya kejadian tersebut,

epidemiolog menjadi lebih berpengalaman dan berperan untuk mengaktifkan kembali


surveilans setelah perang berakhir.
Contoh Form Surveilans pada Complex Emergencies

Referensi:
M Ikanatha, dkk. 2007. Infectious Disease Surveillance. Blackwell Publishing.
Pusat Penanggulangan Masalah Kesehatan, Departemen Kesehatan RI. 2001. Pedoman
Penanggulangan Masalah Kesehatan Akibat Kedaruratan Kompleks. Sekretariat
Jendral

Departemen

Kesehatan.

http://www.depkes.go.id/download.php?

file=download/penanganankrisis/pedoman_penanggulangan_masalah_kesehatan_akibat_kedaruratan_kompleks.
pdf (9 Oktober 2014).
Skolnik, Richard. 2012. Global Health 101 Second Edition. Washington DC: Jones and
Bartlet Learning.

Anda mungkin juga menyukai