Topik
Oleh
(1206211524)
Complex Emergencies/ Kedaruratan Kompleks
Kedaruratan kompleks/Complex emergencies adalah situasi keadaan darurat
yang ditandai dengan adanya gangguan dan ancaman pada penduduk serta bantuan
logistik. Penyebab utama keadaan ini yaitu instabilitas politik yang diperberat oleh
gangguan keamanan dan ketertiban masyarakat secara terus-menerus (Departemen
Kesehatan, 2001). Complex emergencies biasanya terjadi dalam keadaan perang,
konflik sosial bencana alam, atau terjadi wabah epidemik. Complex emergencies
dapat mengakibatkan terjadinya kelaparan masal, kekurangan pangan, terancam
dalam mempertahankan mata pencaharian, serta tingginya angka morbiditas dan
mortalitas.
Penyakit menular meruakan kontributor utama penyebab tingginya angka
morbiditas dan mortalitas pada keadaan darurat. Seperti diare, campak, ISPA, malaria,
TB, dan hepatitis yang dapat menyebabkan wabah ada wilayah complex emergencies.
Oleh karena itu, dibutuhkan sistem surveilens untuk segera mendeteksi dan
menanggai wabah epidemi pada kejadian complex emergencies.
Karakteristik Sistem Surveilens pada Complex Emergencies
Idealnya, sistem surveilans CD dalam CE harus memiliki karakteristik yang
sama sebagai sistem surveilans dalam situasi yang stabil. Namun ada beberapa hal
yang harus diperhitungkan yaitu target populasi, kehadiran dari mitra, politik, dan
infrastruktur yang buruk.
Populasi pada Keadaan Complex Emergencies
Penduduk yang mengalami kedaruratan kompleks sering pada umumnya sering
mengalami kekerasan, kelaparan, gizi buruk dan dalam kondisi tertekan. Penduduk
juga mengalami kesulitan imemperoleh informasi, kurangnya keamanan di daerah.
Dalam keadaan kedaruratan kompleks populasi mengalami keadaan yang tidak stabil
yang
dapat
membahayakan
keselamatan
mereka.
Akibatnya
sulit
untuk
Tahap pertama darurat adalah untuk mendeteksi kasus penyakit rawan epidemi
Sensitivity
Dalam rangka untuk mendeteksi kasus penyakit dengan wabah potensi sesegera
mungkin, sistem harus sensitif. Setiap kecurigaan wabah harus dilaporkan ke tingkat
agar dapat dilakukan pendeteksian.
Simplicity
Sistem surveilens harus sederhana agar tidak menambah beban kerja yang
terlalu banyak oleh tenaga surveilens atau tenaga kesehatan.
Acceptability
Sistem surveilens harus sesederhana mungkin agar dapat diterima oleh mitra
dan berguna untuk mitra.
Timeliness
Tujuan utama sistem surveilens penyakit menular adalah pengendalian wabah.
Oleh karena itu, penundaan antara timbulnya gejala dan tindakan harus sesingkat
mungkin. Data surveilans harus memicu tindakan pada tingkat respon yaitu harus
tepat waktu.
Flexibility
Dalam situasi yang tidak stabil, sistem harus fleksibel dan mampu beradaptasi
dengan perubahan dalam populasi.
2.
3.
menentukan sumber KLB contoh : keberadaan vektor, sanitasi dan sumber air.
Riwayat Kondisi sejak Krisis Bermula
Alasan terjadinya perpindahan (perang/penyerangan saatperpindahan,
4.
5.
6.
sistem surveilans :
Apakah sistem yang ada dapat beradaptasi saat kondisi emergensi?
Apakah cukup sensitif dan
Infrastruktur dan Sumber Daya
Identifikasi Pemangku Kepentingan (Stakeholders)
4.
5.
6.
7.
8.
9.
Data populasi
Data mortalitas: Secara umum, tingkat kematian di tempat pengungsian dilihat dari
angka kematian kasar harian. Batasan tingkat kematian adalah 1 per 10.000 orang
dalam populasi perhari. Jika angka meningkat dua kali lipat dari jumlah tersebut,
menandakan bahwa keadaan darurat kesehatan publik yang terjadi (Skolnik, 2012).
Cakupan vaksinasi
Indikator air dan sanitasi
Surveilans malnutrisi
Persediaan obat
Lemahnya koordinasi
Kurang integrasi informasi kesehatan dari data surveilans dengan indikator kesmas
lainnya
Faktor keamanan
Contoh Kasus: Sistem surveilans pada saat perang di Basrah, Iraq (2003)
Pada tahun 2003, terjadi perang di Iraq, yang menyebabkan pelayanan, program, dan
fasilitas kesehatan menjadi rusak. Pada april 2003, WHO bekerjasama dengan Basrah Public
Health Facilities untuk mengembangkan sistem surveilans penyakit menular di Basrah.
Sistem dibangun berdasarkan sistem surveilans nasional yang ada sebelum perang tersebut
terjadi. Sistem tersebut berjalan sebagaimana umumnya: laporan dari fasilitas pelayanan
kesehatan dikirimkan ke dinas kesehatan kota, dan dari dinas kesehatan kota dikirim ke dinas
kesehatan propinsi.
Akibat perang, banyak laboratorium di Basrah yang rusak, sehingga surveilans
dilaksanakan bukan berbasis laboratorium, melainkan berdasarkan sindrom. Kasus suspect
dari kolera yang berhasil dideteksi, sampelnya dikirim ke Kuwait untuk dikonfirmasi
kasusnya. Dalam pelaporan sindrom, organisasi internasional menyediakan akses internet
melalui saluran satelit di lapangan agar semua laporan dapat sampai ke kantor WHO di
Basrah. Diseminasi hasil disebarkan ke berbagai pihak, seperti PBB, LSM, dan agen donor.
Sebelum sistem surveilans ini dijalankan, dilaksanakan workshop surveilans selama 2 hari di
Basrah yang mengundang seluruh epidemiolog dan organisasi internasional. Tujuan dari
workshop ini adalah untuk menyetujui protokol, definisi kasus, dan alur data pada surveilans
di keadaan perang ini. Dalam sistem surveilans tersebut, faktor keamanan sangat
terkumpulnya
data.
Epidemiolog
tidak
dapat
leluasa
untuk
Referensi:
M Ikanatha, dkk. 2007. Infectious Disease Surveillance. Blackwell Publishing.
Pusat Penanggulangan Masalah Kesehatan, Departemen Kesehatan RI. 2001. Pedoman
Penanggulangan Masalah Kesehatan Akibat Kedaruratan Kompleks. Sekretariat
Jendral
Departemen
Kesehatan.
http://www.depkes.go.id/download.php?
file=download/penanganankrisis/pedoman_penanggulangan_masalah_kesehatan_akibat_kedaruratan_kompleks.
pdf (9 Oktober 2014).
Skolnik, Richard. 2012. Global Health 101 Second Edition. Washington DC: Jones and
Bartlet Learning.