Anda di halaman 1dari 20

MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN NOMOR : 722/MENKES/PER/IX/88


TENTANG
BAHAN TAMBAHAN MAKANAN
MENTERI KESEHATAN REPUBLIK
INDONESIA,
Lampiran (I, V)

Menimbang :

a. bahwa makanan berisi bahan tambahan yang tidak memenuhi


peraturan dapat merugikan kesehatan konsumen;

b. bahwa konsumen perlu dilindungi dari makanan mengandung


bahan tambahan yang tidak memenuhi standar kesehatan;

c. bahwa Peraturan Menteri Kesehatan Nomor


235/MENKES/PER/VI/79 tentang Bahan Tambahan Makanan;
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 237/MENKES/PER/VI/79
tentang Perubahan Wajib Daftar Makanan dan Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 238/MENKES/SK/VI/79 tentang Ketentuan atas
setiap impor bahan tambahan harus dilengkapi Sertifikat Analisis ,
tidak efektif lagi dalam memenuhi perkembangan pengetahuan dan
teknologi, sehingga perlu di atur kembali;

d. bahwa berdasarkan pertimbangan diatas, perubahan Peraturan


Menteri Kesehatan Republik Indonesia tentang Bahan Tambahan
Makanan perlu ditetapkan.

Mengingat :

1. Undang-undang Nomor 9 Tahun 1960 tentang Dasar Kesehatan


(Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 131 Tahun 1960,
tambahan terhadap Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
2068);

2. Undang-undang Nomor 10 Tahun 1961 Barang (Lembaran


Negara Republik Indonesia Nomor 215 Tahun 1961, tambahan
terhadap Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2210);

3. Undang-undang Nomor 11 Tahun 1962 tentang Kesehatan untuk


Perusahan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
2475) ;

4. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Publik


(Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 76 Tahun 1981,
tambahan terhadap Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3209);

5. Ordonansi Barang Berbahaya (Stbl. 1949 Nomor 377);

6. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor


329/MENKES/PER/XII/76 tentang Produksi dan Distribusi;

7. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor


339/MENKES/PER/XII/76 tentang Wajib Daftar Makanan;

8. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor


79/MENKES/PER/III/78 tentang Label dan Iklan;

9. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor


558/MENKES/SK/84 tentang Struktur Organisasi dan Prosedur
Kerja Departemen Kesehatan;

10. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor


239/MENKES/PER/85 tentang Bahan Pewarna Tertentu yang
dinyatakan sebagai Bahan Berbahaya.

MEMUTUSKAN
Menetapkan :
PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
TENTANG BAHAN TAMBAHAN MAKANAN

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1
Dalam Keputusan ini yang dimaksud dengan :

1. Bahan berarti setiap substansi yang tidak umum dikonsumsi


sebagai makanan dan tidak umum dipakai sebagai suatu
kandungan tertentu dari makanan, apakah ada atau tidak nilai
gizinya, maksud tambahan kepada makanan untuk suatu tujuan
teknologi (termasuk organoleptic) dalam manufaktur, proses,
perlakuan, pengepakan, transportasi atau mendapatkan hasil
makanan tersebut, atau hasil yang diharapkan (langsung atau tidak
langsung) didalamnya atau dari produk tersebut menjadi komponen
atau dengan kata lain mempengaruhi karakteristik dari makanan
tersebut;

2. Nama dari Bahan termasuk nama spesifik, nama Indonesia atau


nama Inggris;

3. Kemasan eceran berarti suatu kemasan kecil berlabel untuk


konsumer langsung, tidak untuk manufaktur atau industri makanan;

4. Sertifikat Analisis berarti suatu laporan sebagai hasil dari test


analitikal dari suatu produk yang dikeluarkan oleh laboratorium
analitikal yang diketahui oleh Menteri Kesehatan atau produser dari
produk impor;

5. Antioksidan berarti suatu bahan yang dapat mencegah atau


memperlambat oksidasi;

6. Anti-caking berarti suatu bahan yang dapat mencegah caking


dan/atau menyediakan free flowing produk;

7. Regulator Acidity berarti suatu bahan yang dapat menetralkan


acuidify dan memelihara acidity makanan;

8. Pemanis Buatan berarti suatu bahan yang dapat menambah rasa


manis pada makanan, yang mempunyai atau hampir tidak
mempunyai nilai gizi;

9. Tepung bleaching dan maturing agent (flour improver) berarti


suatu bahan yang dapat mempecepat proses pemutihan dan
pemasakan tepung sehingga dapat meningkatkan peragian;

10. Emulsifier, stabilizer dan thickener berarti suatu bahan yang


dapat membantu dalam pembentukan atau stabilisasi sistem
disperse homogenous makanan;

11. Preservative berarti bahan yang dapat memperlambat atau


memberhentikan proses fermentasi, acidifikasi atau deterioratasi
lainnya dari makanan dengan menghindarkan pengembangan
microorganisme;

12. Firming agent berarti substansi yang ditambahkan kepada


precipitate recidual pectin, sehingga memperkuat daya dukung
tissue dan mencegah dari kehancuran selama proses;

13. Warna berarti bahan yang dapat meningkatkan pewarnaan


pada makanan;

14. Flavour dan flavour enhancer berarti substansi yang


ditambahkan untuk mengimpart atau menolong mengimpart suatu
rasa atau aroma pada makanan;

15. Sequestrant berarti substansi yang dikombinasikan dengan


polyvalent metal ions untuk membentuk suatu kompleks metal yang
soluble, untuk meningkatkan mutu dan stabilitas produk.

BAB II
BAHAN YANG DIIZINKAN
Pasal 2
(1) Bahan Tambahan Makanan yang diizinkan dengan pemakaian
maksimum terlimit dalam makanan tertentu ditetapkan dalam Lampiran
I dari Peraturan ini;
(2) Bahan Tambahan Makanan selain dari yang ditetapkan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), dapat digunakan sebagai bahan tambahan
makanan setelah mendapat persetujuan sebelumnya dari Direktur

Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan berdasarkan evaluasi


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5.

BAB III
BAHAN YANG DILARANG
Pasal 3
(1) Bahan Tambahan yang dilarang untuk dipergunakan sebagai bahan
tambahan makanan adalah sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II
Peraturan ini.
(2) Sebagai tambahan terhadap bahan tambahan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), bahan pewarna dilarang untuk digunakan sebagai bahan
tambahan makanan. Adalah sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia tentang Zat Pewarna Tertentu
Yang Dinyatakan sebagai suatu Substansi Berbahaya.

Pasal 4
(1) Bahan tambahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1)
dinyatakan sebagai suatu substansi berbahaya jika diguakan dalam
makanan;
(2) Makanan berisi bahan tambahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
3 dinyatakan sebagai suatu makanan berbahaya.

BAB IV
PRODUKSI, IMPORTASI DAN DISTRIBUSI
Pasal 5
Bahan selain dari yang terdaftar dalam Lampiran I, jika digunakan
sebagai bahan, hanya dapat diproduksi, diimpor atau didistribusikan
setelah dievaluasi oleh Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan
Makanan.

Pasal 6

Bahan yanfg diproduksi, diimpor atau didistrbusikan harus memenuhi


ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Kodeks Makanan Indonesia
tentang Bahan atau ketentuan lainnya yang ditetapkan Menteri
Kesehatan.

Pasal 7
Produser yang memproduksi bahan harus didaftarkan pada Direktorat
Jenderal Pengawasan Obat dan makanan.

Pasal 8
Bahan tertentu yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pengawasan obat
dan Makanan harus didaftarkan pada Direktorat Jenderal Pengawasan
Obat dan Makanan.

Pasal 9
Importir Bahan Tambahan Makanan harus melapor secara tertulis
sesegera mungkin kepada Direktur Jenderal Pengawasan Obat dan
Makanan berkaitan dengan impor bahan tambhan makanan setelah
kedatangan bahan tersebut dipelabuhan.

Pasal 10
Bahan Tambahan Makanan impor harus disertai suatu Sertifikat Analisis
dari produsen Negara asal.

Pasal 11
Bahan Tambahan Makanan impor hanya dapat didistribusikan jika
Sertifikat Analisis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 disetujui
Direktur Jenderal Pengawasan obat dan Makanan.

Pasal 12
Direktur Jenderal Pengawasan obat dan Makanan. Akan menetapkan
prosedur evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, prosedur
registrasi sebagaimana dimaksud dalam pasal 7dan 8, prosedur
laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal9, dan ketentuan Serifikat
Analisis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10.

Pasal 13
(1) Kemasan dari bahan tambahan makanan harus berlabel;
(2) Label dari bahan tambahan makanan harus memenuhi Peraturan
Menetri Kesehatan Republik Indonesia tentang Label dan Iklan
Makanan;
(3) Sebagai tambahan terhadap ketentuan ayat (2) dari Pasal ini, label
bahan tambahan makanan harus juga memuat hal-hal berikut :

a. Kata-kata : ahan Tambahan Makanan atau Food Additive

b. Naman bahan tambahan makanan, dan nomor indek pewarna ;

c. Nama kelas dari bahan tambahan makanan;

d. Nomor registrasi produsen;

e. Nomor registrasi produk, untuk bahan tambahan makanan yang


akan didaftarkan.

(4) Sebagai tambahan terhadap ketentuan dalam ayat (2) and (3) dari
Pasal ini, label dari bahan tambahan makanan dalam kemasan eceran
juga harus berisi cara penggunaan.

Pasal 14
Sebagai tambahan dari Pasal 13 Direktur Jenderal Pengawasan Obat dan
Makanan akan menetapkan apakah label dari bahan tambahan
makanan tertentu memenuhi ketentuan yang ditetapkan.

Pasal 15
(1) Label dari makanan mengandung bahan tambahan makanan, harus
berisi nama kelas dari bahan tambahan makanan;
(2) Sebagai tambahan dari ketentuan pada ayat (1) dari Pasal ini, label
dari makanan mengandung bahan tambahan makanan, seperti
antioksidan, pemanis buatan, pengawet, pewarna atau penambah rasa
juga berisi nama dari bahan tambahan makanan, dan nomor indeks
untuk pewarna.

Pasal 16

Sebagai tambahan terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 15, Direktur Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan akan
menentukan apakah label makanan yang berisi bahan tambahan
makanan tertentu memenuhi ketentuan yang ditetapkan.

BAB V
LARANGAN
Pasal 17
Dilarang menggunakan bahan tambahan makanan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 jika :

a. digunakan untuk mengkamuflase mutu rendah atau bahan


rendah;

b. digunakan untuk mendisguise pemakaian proses tehnik yang


bertentangan dengan GMP (Good Manufacturing Practice);

c. digunakan untuk menggabungkan keburukan pada makanan.

Pasal 18
Dilarang memproduksi, mengimpor atau mendistribusikan bahan
tambahan makanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2)
sebagai bahan tambahan makanan sebelum mendapat persetujuan
Direktur Jenderal Pengawasan Obat dan makanan.

Pasal 19
Dilarang memproduksi, mengimpor, mendistribusikan atau menggunakan
bahan tambahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 sebagai bahan
tambahan makanan.

Pasal 20
Dilarang memproduksi, mengimpor atau mendistribusikan makanan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) dan bahan makanan
tambahan yang belum dievaluasi oleh Direktur Jenderal Pengawasan
obat dan Makanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5.

Pasal 21

Dilarang memproduksi, mengimpor atau mendistribusikan bahan


tambahan makanan yang tidak sesuai dengan ketentuansbagaimana
dimaksud dalam Pasal 6.

Pasal 22
Dilarang mendistribusikan bahan tambahan makanan yang diproduksi
oleh produsen yang tidak terdaftar sebagaimana dimaksud dalam Pasal
7.

Pasal 23
Dilarang mendistribusikan bahan tambahan makanan tertentu
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 yang tidak terdaftar pada
Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan makanan.

Pasal 24
Dilarang mendistribusikan bahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11
sebelum Sertiikat Analisis disetujui Direktur Jenderal Pengawasan Obat
dan Makanan.

Pasal 25
Dilarang mendistribusikan makanan dan bahan yang tidak memenuhi
ketentuan pelabelan.

Pasal 26
Dilarang menggunakan bahan tambahan melebihi batas maksimum
pemakaian yang telah diizinkan untuk setiap jenis makanan.

BAB VI
KEWENANGAN
Pasal 27
Direktur Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan atau pejabat yang
ditunjuknya berwenang untuk mengawasi pelaksanaan Peraturan ini.

BAB VII
SANKSI
Pasal 28
Selain berlaku ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Kode Penal,
setiap pelanggaran terhadap Pasal 19 dan 20 akan dikenakan sanksi
berdasarkan Pasal 2 ayat (1) dari Undang-undang tentang Substansi
Berbahaya.

Pasal 29
Pelanggaran terhadap ketentuan lainnya dari Peraturan ini akan
dikenakan sanksi administrasi dan atau sanksi lainnya berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.

BAB VIII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 30
(1) Perusahaan yang telah memproduksi atau mengimpor bahan atau
makanan berisi bahan pada saat Peraturan ini diterbitkan, diberikan
waktu 6 (enam) bulan untuk memenuhi ketentuan sesuai dengan
Peraturan ini;
Makanan yang berisi bahan yang telah diedarkan, diizinkan untuk dijual
dalam jangka waktu 1 (satu) tahun sejak Peraturan ini ditetapkan.

BAB IX
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 31
Dengan ditetapkannya Peraturan ini, maka Peraturan-peraturan dibawah
ini tidak berlaku lagi :

1. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor


235/Menkes/Per/VI/79 tentang Bahan;

2. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor


237/Menkes/Per/VI/79 tentang Perubahan atas Registrasi
Makanan;

3. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor


238/Menkes/SK/VI/79 tentang Persyaratan untuk setiap impor
Bahan disertai Sertifikat Analisis.

Pasal 32
Masalah teknis yang belum diatur dalam Peraturan ini, akan diatur lebih
lanjut oleh Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan.

Pasal 33
Peraturan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan. Untuk kepentingan
masyarakat, Peraturan ini akan dipublikasikan dalam Lembaran Negara
Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta,
Pada tanggal 20 September 1988
MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
ttd,
DR. ADHYATMA, MPH
MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
PERATURAN NOMOR : 722/MENKES/PER/IX/88
TENTANG
BAHAN TAMBAHAN MAKANAN
MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,
Lampiran (I, V)
Menimbang :
a. bahwa makanan berisi bahan tambahan yang tidak memenuhi
peraturan dapat merugikan kesehatan konsumen;
b. bahwa konsumen perlu dilindungi dari makanan mengandung
bahan tambahan yang tidak memenuhi standar kesehatan;
c. bahwa Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
235/MENKES/PER/VI/79 tentang Bahan Tambahan Makanan;

Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 237/MENKES/PER/VI/79


tentang Perubahan Wajib Daftar Makanan dan Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 238/MENKES/SK/VI/79 tentang Ketentuan atas
setiap impor bahan tambahan harus dilengkapi Sertifikat Analisis ,
tidak efektif lagi dalam memenuhi perkembangan pengetahuan dan
teknologi, sehingga perlu di atur kembali;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan diatas, perubahan Peraturan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia tentang Bahan Tambahan
Makanan perlu ditetapkan.

Mengingat :
1. Undang-undang Nomor 9 Tahun 1960 tentang Dasar Kesehatan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 131 Tahun 1960,
tambahan terhadap Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
2068);
2. Undang-undang Nomor 10 Tahun 1961 Barang (Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 215 Tahun 1961, tambahan
terhadap Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2210);
3. Undang-undang Nomor 11 Tahun 1962 tentang Kesehatan untuk
Perusahan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
2475) ;
4. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Publik
(Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 76 Tahun 1981,
tambahan terhadap Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3209);
5. Ordonansi Barang Berbahaya (Stbl. 1949 Nomor 377);
6. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
329/MENKES/PER/XII/76 tentang Produksi dan Distribusi;
7. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
339/MENKES/PER/XII/76 tentang Wajib Daftar Makanan;
8. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
79/MENKES/PER/III/78 tentang Label dan Iklan;
9. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
558/MENKES/SK/84 tentang Struktur Organisasi dan Prosedur
Kerja Departemen Kesehatan;
10. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
239/MENKES/PER/85 tentang Bahan Pewarna Tertentu yang
dinyatakan sebagai Bahan Berbahaya.

MEMUTUSKAN
Menetapkan :

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


TENTANG BAHAN TAMBAHAN MAKANAN
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1

Dalam Keputusan ini yang dimaksud dengan :


1. Bahan berarti setiap substansi yang tidak umum dikonsumsi
sebagai makanan dan tidak umum dipakai sebagai suatu
kandungan tertentu dari makanan, apakah ada atau tidak nilai
gizinya, maksud tambahan kepada makanan untuk suatu tujuan
teknologi (termasuk organoleptic) dalam manufaktur, proses,
perlakuan, pengepakan, transportasi atau mendapatkan hasil
makanan tersebut, atau hasil yang diharapkan (langsung atau tidak
langsung) didalamnya atau dari produk tersebut menjadi komponen
atau dengan kata lain mempengaruhi karakteristik dari makanan
tersebut;
2. Nama dari Bahan termasuk nama spesifik, nama Indonesia atau
nama Inggris;
3. Kemasan eceran berarti suatu kemasan kecil berlabel untuk
konsumer langsung, tidak untuk manufaktur atau industri makanan;
4. Sertifikat Analisis berarti suatu laporan sebagai hasil dari test
analitikal dari suatu produk yang dikeluarkan oleh laboratorium
analitikal yang diketahui oleh Menteri Kesehatan atau produser dari
produk impor;
5. Antioksidan berarti suatu bahan yang dapat mencegah atau
memperlambat oksidasi;
6. Anti-caking berarti suatu bahan yang dapat mencegah caking
dan/atau menyediakan free flowing produk;
7. Regulator Acidity berarti suatu bahan yang dapat menetralkan
acuidify dan memelihara acidity makanan;
8. Pemanis Buatan berarti suatu bahan yang dapat menambah rasa
manis pada makanan, yang mempunyai atau hampir tidak
mempunyai nilai gizi;

9. Tepung bleaching dan maturing agent (flour improver) berarti


suatu bahan yang dapat mempecepat proses pemutihan dan
pemasakan tepung sehingga dapat meningkatkan peragian;
10. Emulsifier, stabilizer dan thickener berarti suatu bahan yang
dapat membantu dalam pembentukan atau stabilisasi sistem
disperse homogenous makanan;
11. Preservative berarti bahan yang dapat memperlambat atau
memberhentikan proses fermentasi, acidifikasi atau deterioratasi
lainnya dari makanan dengan menghindarkan pengembangan
microorganisme;
12. Firming agent berarti substansi yang ditambahkan kepada
precipitate recidual pectin, sehingga memperkuat daya dukung
tissue dan mencegah dari kehancuran selama proses;
13. Warna berarti bahan yang dapat meningkatkan pewarnaan
pada makanan;
14. Flavour dan flavour enhancer berarti substansi yang
ditambahkan untuk mengimpart atau menolong mengimpart suatu
rasa atau aroma pada makanan;
15. Sequestrant berarti substansi yang dikombinasikan dengan
polyvalent metal ions untuk membentuk suatu kompleks metal yang
soluble, untuk meningkatkan mutu dan stabilitas produk.
BAB II
BAHAN YANG DIIZINKAN

Pasal 2

(1) Bahan Tambahan Makanan yang diizinkan dengan pemakaian


maksimum terlimit dalam makanan tertentu ditetapkan dalam Lampiran
I dari Peraturan ini;
(2) Bahan Tambahan Makanan selain dari yang ditetapkan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), dapat digunakan sebagai bahan tambahan
makanan setelah mendapat persetujuan sebelumnya dari Direktur
Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan berdasarkan evaluasi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5.
BAB III
BAHAN YANG DILARANG
Pasal 3

(1) Bahan Tambahan yang dilarang untuk dipergunakan sebagai bahan


tambahan makanan adalah sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II
Peraturan ini.
(2) Sebagai tambahan terhadap bahan tambahan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), bahan pewarna dilarang untuk digunakan sebagai bahan
tambahan makanan. Adalah sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia tentang Zat Pewarna Tertentu
Yang Dinyatakan sebagai suatu Substansi Berbahaya.
Pasal 4

(1) Bahan tambahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1)


dinyatakan sebagai suatu substansi berbahaya jika diguakan dalam
makanan;
(2) Makanan berisi bahan tambahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
3 dinyatakan sebagai suatu makanan berbahaya.
BAB IV
PRODUKSI, IMPORTASI DAN DISTRIBUSI
Pasal 5

Bahan selain dari yang terdaftar dalam Lampiran I, jika digunakan


sebagai bahan, hanya dapat diproduksi, diimpor atau didistribusikan
setelah dievaluasi oleh Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan
Makanan.
Pasal 6

Bahan yanfg diproduksi, diimpor atau didistrbusikan harus memenuhi


ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Kodeks Makanan Indonesia
tentang Bahan atau ketentuan lainnya yang ditetapkan Menteri
Kesehatan.
Pasal 7

Produser yang memproduksi bahan harus didaftarkan pada Direktorat


Jenderal Pengawasan Obat dan makanan.
Pasal 8

Bahan tertentu yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pengawasan obat


dan Makanan harus didaftarkan pada Direktorat Jenderal Pengawasan
Obat dan Makanan.

Pasal 9

Importir Bahan Tambahan Makanan harus melapor secara tertulis


sesegera mungkin kepada Direktur Jenderal Pengawasan Obat dan
Makanan berkaitan dengan impor bahan tambhan makanan setelah
kedatangan bahan tersebut dipelabuhan.
Pasal 10

Bahan Tambahan Makanan impor harus disertai suatu Sertifikat Analisis


dari produsen Negara asal.
Pasal 11

Bahan Tambahan Makanan impor hanya dapat didistribusikan jika


Sertifikat Analisis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 disetujui
Direktur Jenderal Pengawasan obat dan Makanan.
Pasal 12

Direktur Jenderal Pengawasan obat dan Makanan. Akan menetapkan


prosedur evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, prosedur
registrasi sebagaimana dimaksud dalam pasal 7dan 8, prosedur
laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal9, dan ketentuan Serifikat
Analisis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10.
Pasal 13

(1) Kemasan dari bahan tambahan makanan harus berlabel;


(2) Label dari bahan tambahan makanan harus memenuhi Peraturan
Menetri Kesehatan Republik Indonesia tentang Label dan Iklan
Makanan;
(3) Sebagai tambahan terhadap ketentuan ayat (2) dari Pasal ini, label
bahan tambahan makanan harus juga memuat hal-hal berikut :
a. Kata-kata : ahan Tambahan Makanan atau Food Additive
b. Naman bahan tambahan makanan, dan nomor indek pewarna ;
c. Nama kelas dari bahan tambahan makanan;
d. Nomor registrasi produsen;
e. Nomor registrasi produk, untuk bahan tambahan makanan yang
akan didaftarkan.

(4) Sebagai tambahan terhadap ketentuan dalam ayat (2) and (3) dari
Pasal ini, label dari bahan tambahan makanan dalam kemasan eceran
juga harus berisi cara penggunaan.
Pasal 14

Sebagai tambahan dari Pasal 13 Direktur Jenderal Pengawasan Obat dan


Makanan akan menetapkan apakah label dari bahan tambahan
makanan tertentu memenuhi ketentuan yang ditetapkan.
Pasal 15

(1) Label dari makanan mengandung bahan tambahan makanan, harus


berisi nama kelas dari bahan tambahan makanan;
(2) Sebagai tambahan dari ketentuan pada ayat (1) dari Pasal ini, label
dari makanan mengandung bahan tambahan makanan, seperti
antioksidan, pemanis buatan, pengawet, pewarna atau penambah rasa
juga berisi nama dari bahan tambahan makanan, dan nomor indeks
untuk pewarna.
Pasal 16

Sebagai tambahan terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 15, Direktur Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan akan
menentukan apakah label makanan yang berisi bahan tambahan
makanan tertentu memenuhi ketentuan yang ditetapkan.
BAB V
LARANGAN
Pasal 17

Dilarang menggunakan bahan tambahan makanan sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 2 jika :
a. digunakan untuk mengkamuflase mutu rendah atau bahan
rendah;
b. digunakan untuk mendisguise pemakaian proses tehnik yang
bertentangan dengan GMP (Good Manufacturing Practice);
c. digunakan untuk menggabungkan keburukan pada makanan.
Pasal 18

Dilarang memproduksi, mengimpor atau mendistribusikan bahan


tambahan makanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2)

sebagai bahan tambahan makanan sebelum mendapat persetujuan


Direktur Jenderal Pengawasan Obat dan makanan.
Pasal 19

Dilarang memproduksi, mengimpor, mendistribusikan atau menggunakan


bahan tambahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 sebagai bahan
tambahan makanan.
Pasal 20

Dilarang memproduksi, mengimpor atau mendistribusikan makanan


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) dan bahan makanan
tambahan yang belum dievaluasi oleh Direktur Jenderal Pengawasan
obat dan Makanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5.
Pasal 21

Dilarang memproduksi, mengimpor atau mendistribusikan bahan


tambahan makanan yang tidak sesuai dengan ketentuansbagaimana
dimaksud dalam Pasal 6.
Pasal 22

Dilarang mendistribusikan bahan tambahan makanan yang diproduksi


oleh produsen yang tidak terdaftar sebagaimana dimaksud dalam Pasal
7.
Pasal 23

Dilarang mendistribusikan bahan tambahan makanan tertentu


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 yang tidak terdaftar pada
Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan makanan.
Pasal 24

Dilarang mendistribusikan bahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11


sebelum Sertiikat Analisis disetujui Direktur Jenderal Pengawasan Obat
dan Makanan.
Pasal 25

Dilarang mendistribusikan makanan dan bahan yang tidak memenuhi


ketentuan pelabelan.
Pasal 26

Dilarang menggunakan bahan tambahan melebihi batas maksimum


pemakaian yang telah diizinkan untuk setiap jenis makanan.
BAB VI
KEWENANGAN
Pasal 27

Direktur Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan atau pejabat yang


ditunjuknya berwenang untuk mengawasi pelaksanaan Peraturan ini.
BAB VII
SANKSI
Pasal 28

Selain berlaku ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Kode Penal,


setiap pelanggaran terhadap Pasal 19 dan 20 akan dikenakan sanksi
berdasarkan Pasal 2 ayat (1) dari Undang-undang tentang Substansi
Berbahaya.
Pasal 29

Pelanggaran terhadap ketentuan lainnya dari Peraturan ini akan


dikenakan sanksi administrasi dan atau sanksi lainnya berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
BAB VIII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 30

(1) Perusahaan yang telah memproduksi atau mengimpor bahan atau


makanan berisi bahan pada saat Peraturan ini diterbitkan, diberikan
waktu 6 (enam) bulan untuk memenuhi ketentuan sesuai dengan
Peraturan ini;
Makanan yang berisi bahan yang telah diedarkan, diizinkan untuk dijual
dalam jangka waktu 1 (satu) tahun sejak Peraturan ini ditetapkan.
BAB IX
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 31

Dengan ditetapkannya Peraturan ini, maka Peraturan-peraturan dibawah


ini tidak berlaku lagi :
1. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
235/Menkes/Per/VI/79 tentang Bahan;
2. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
237/Menkes/Per/VI/79 tentang Perubahan atas Registrasi
Makanan;
3. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
238/Menkes/SK/VI/79 tentang Persyaratan untuk setiap impor
Bahan disertai Sertifikat Analisis.
Pasal 32

Masalah teknis yang belum diatur dalam Peraturan ini, akan diatur lebih
lanjut oleh Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan.
Pasal 33

Peraturan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan. Untuk kepentingan


masyarakat, Peraturan ini akan dipublikasikan dalam Lembaran Negara
Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta,
Pada tanggal 20 September 1988
MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
ttd,
DR. ADHYATMA, MPH

Anda mungkin juga menyukai