PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Banjir dan kekeringan dalam suatu wialayah (DAS) terjadi akibat fenomena
iklim yaitu distribuasi curah hujan cenderung terjadi dalam waktu yang singkat
dengan intensitas tinggi, atau periode kemarau yang terjadi lebih panjang dari
normalnya. Secara umum penyebab banjir dapat dibedakan menjadi 2 (dua)
kelompok yaitu: masukan (hujan) dan sistem DAS. Masukan (hujan) meliputi
faktor intensitas, lama dan distribusi hujan, sedangkan sistem DAS meliputi faktor
topografi, jenis tanah, penggunaan lahan dan sistem transfer hujan dalam DAS.
Tingginya frekuensi hujan dengan jumlah yang besar dalam waktu relatif singkat
di musim penghujan, disertai perubahan penggunaan lahan menuju makin luasnya
pemukaan kedap (impermeable) menyebabkan hanya sebagian kecil curah hujan
yang dapat diserap dan ditampung oleh tanah melalui intersepsi maupun infiltrasi
sebagai cadangan air dimusim kemarau (Irianto, et all., 2003).
Dampaknya air hujan yang di transfer menjadi aliran permukaan meningkat,
sehingga terjadi banjir dengan besaran (magnitude) yang makin meningkat.
Kondisi ini akan diperburuk apabila periode tanah sudah dalam keadaan jenuh
akibat hujan sebelumnya. Banjir terjadi saat debit aliran sungai menjadi sangat
tinggi, sehingga melampaui kapasitas daya tampung sungai. Akibatnya bagian air
yang tidak tertampung melimpas melampaui badan/bibir/tanggul sungai dan pada
akhirnya akan menggenangi daerah sekitar aliran yang lebih rendah.
Bencana banjir merupakan kejadian alam yang dapat terjadi setiap saat dan
sering mengakibatkan kerugian jiwa, harta dan benda. Kejadian banjir tidak dapat
dicegah, namun hanya dapat dikendalikan dan dikurangi dampak kerugian yang
diakibatkannya. Karena datangnya relatif cepat, untuk mengurangi kerugian
akibat bencana tersebut perlu dipersiapkan penanganan secara cepat, tepat dan
terpadu
ruang
dilaksanakan
melalui
upaya
penanggulangan
untuk
meminimalkan dampak akibat bencana yang mungkin timbul. Kondisi ini tidak
bisa dipisahkan dari pola pengendalian pemanfaatan ruang di bagian hulu, dalam
lingkup satuan wilayah sungai (SWS).
memuat berbagai
BAB II
PEMBAHASAN MATERI
Pengendalian Banjir
Ada beberapa hal yang dapat dilakukan untuk menanggulangi banjir di musim
hujan yaitu
1. Agroforestry
Agroforestri
adalah
sistem
penggunaan
lahan
(usahatani
yang
strip
rumput:Mengurangi
kecepatan
aliran
b. Pagar hidup
Pagar hidup adalah barisan tanaman perdu atau pohon yang ditanam pada
batas kebun. Bila kebun berada pada lahan yang berlereng curam, maka pagar
hidup akan membentuk jejaring yang bermanfaat bagi konservasi tanah.
Pangkasannya dapat digunakan sebagai sumber bahan organik atau sebagai
hijauan pakan ternak.
Jenis tanaman yang dipakai untuk pagar sebaiknya yang mudah ditanam dan
mudah didapatkan bibitnya, misalnya gamal dengan stek, turi, lamtoro dan
kaliandra dengan biji. Untuk tanaman pagar jenis leguminose perdu (lamtoro,
gamal), ditanam dengan jarak antar batang 20 cm. Jarak yang rapat ini
untuk menjaga agar tanaman pagar tidak tumbuh terlalu tinggi.
Keuntungan pagar hidup:
2. Dam Parit
Teknologi ini merupakan suatu cara untuk mengumpulkan / membendung
aliran air pada suatu parit (drainage network) dengan tujuan untuk menampung
volume aliran permukaan, sehingga selain dapat digunakan untuk mengairi lahan
di sekitarnya juga dapat menurunkan kecepatan run off, erosi dan sedimentasi.
Keunggulan dam parit antara lain:
1. Dapat menampung air dalam volume besar, karena mencegat dari saluran /
parit.
2. Tidak menggunakan areal produktif.
3. Dapat mengairi lahan cukup luas, karena dibangun berseri (cascade series)
di seluruh DAS.
4. Dapat
sedimentasi.
5. Terdapat kesempatan (waktu dan volume) meresap / menyimpan air ke
dalam tubuh tanah (recharging) di seluruh DAS, sehingga mengurangi
risiko kekeringan pada musim kemarau.
6. Biaya pembuatan relatif lebih murah.
Fungsi Dam Parit
1. Menurunkan debit puncak, yaitu debit yang paling tinggi yang terjadi pada
aliran tersebut. Biasanya pada musim penghujan debit air pada suatu parit /
saluran sangat tinggi sehingga dapat menimbulkan banjir dan tanah
longsor serta erosi dengan membawa serta lapisan tanah atas yang subur.
Dengan dibangunnya dam parit yang memotong aliran, itu akan
mengurangi kecepatan aliran parit.
2. Memperpanjang waktu respon, yaitu memperpanjang selang waktu antara
saat curah hujan maksimum dengan debit maksimumnya. Dengan lamanya
air tertahan dalam DAS, maka sebagian air akan meresap kedalam tanah
untuk mebiuisi (recharge)cadangan air tanah dan sebagian air dapat
dialirkan ke l;ahan yang membutuhkan air / lahan yang tidak pernah
mendapat air irigasi melalui parit-parit.
Menyediakan air untuk kebutuhan air minum, air rumah tangga, pengairan
daerah di sebelah bawahnya (terutama pada musim kemarau), ternak dan
sebagainya.
Untuk rekreasi
3. Embung
Embung atau tandon air merupakan waduk berukuran mikro di lahan pertanian
( small farm reservoir) yang dibangun untuk menampung kelebihan air hujan di
musim hujan. Air yang ditampung tersebut selanjutnya digunakan sebagai sumber
irigasi suplementer untuk budidaya komoditas pertanian bernilai ekonomi tinggi (
high added value crops) di musim kemarau atau di saat curah hujan makin jarang.
Embung merupakan salah satu teknik pemanenan air ( water harvesting) yang
sangat sesuai di segala jenis agroekosistem. Di lahan rawa namanya pond yang
berfungsi sebagai tempat penampungan air drainase saat kelebihan air di musim
hujan dan sebagai sumber air irigasi pada musim kemarau. Tujuan pembuatan
embung adalah Menampung air hujan dan aliran permukaan ( run off) pada
wilayah sekitarnya serta sumber air lainnya yang memungkinkan seperti mata air,
parit, sungai-sungai kecil dan sebagainya. Dan juga sebagai sumber air sebagai
suplesi irigasi di musim kemarau untuk tanaman palawija, hortikultura semusim,
tanaman perkebunan semusim dan peternakan.
4. Kolam Tampungan
Kolam Tampungan adalah kolam tampungan air hujan yang dibuat dari lokasi
bekas galian yang dikeruk yang berfungsi sebagai kolam resapan air hujan.
Metode kolam tampungan drainase dalam skala besar sangat mudah untuk
disosialisasikan melalui pola pemenuhan kebutuhan bahan urugan atau bahan
galian. Pemerintah dan masyarakat dapat mencari lokasi bekas tambang galian C,
kemudian dikeruk. Hasil galiannya dipakai sebagai bahan urug, bekas galiannya
dipakai sebagai kolam resapan air hujan sekaligus dapat dikembangkan untuk
rekreasi. Selain di areal permukiman , dikenal juga kolam konservasi air hujan di
areal pertanian. Kelebihan air hujan yang jatuh di areal pertanian, termasuk
limpasan dari jalan dan perkampungan di sekitar areal pertanian dapat ditampung
pada kolam-kolam penampungan, tidak langsung dibuang ke sungai. Limpasan air
hujan suatu kawasan permukiman ditampung di kolam untuk diolah kembali
menjadi air minum, bahkan untuk kebutuhan air irigasi.
bangunan untuk
mengalirkan dan meresapkan air hujan. Cekungan tersebut tidak didisain sebagai
kolam tampungan, namun sebagai kolam peresapan. Dengan demikian diusahakan
secepat mungkin air meresap ke dalam tanah. Konsep ini jika diterapkan dapat
mengurangi biaya pembuatan jaringan drainase sekaligus dapat mendukung
kelestarian air tanah. Dimensi cekungan disesuaikan dengan karakteristik
porositas tanah dan intensitas hujan serta luas areal yang tersedia.
7. Sistem Polder
Sistem polder adalahsuatu cara penanganan banjir dengan bangunan fisik yang
meliputi drainase, kolam retensi, tanggul yang mengelilingi kawasan serta pompa
dan pintu air sebagai satu kesatuan pengelolaan tata air tak terpisahkan. Tujuan
dari system polder ini untuk mengendalikan banjir dan genangan akibat aliran dari
hulu, hujan setempat, dan naiknya muka air laut.
Polder merupakan kumpulan dataran rendah yang membentuk kesatuan
hidrologis artifisial yang dikelilingi oleh tanggul (dijk/dike). Pada daerah polder,
air buangan (air kotor dan air hujan) dikumpulkan di suatu badan air (sungai, situ)
lalu dipompakan ke badan air lain pada polder yang lebih tinggi posisinya, hingga
pada akhirnya air dipompakan ke sungai atau kanal yang langsung bermuara ke
laut. Tanggul yang mengelilingi polder bisa berupa pemadatan tanah dengan
lapisan kedap air, dinding batu, dan bisa juga berupa konstruksi beton dan
perkerasan yang canggih. Polder juga bisa diartikan sebagai tanah yang
direkalamasi. Sistem polder banyak diterapkan pada reklamasi laut atau muara
sungai, dan juga pada manajemen air buangan (air kotor dan drainase hujan) di
daerah yang lebih rendah dari muka air laut dan sungai.
Sistem polder merupakan upaya struktural penanggulangan banjir yang
konsekuensinya jelas adalah biaya yang amatlah besar dan waktu yang lama, baik
untuk pembebasan tanah, pembangunan fisik, maupun untuk pengadaan dan
perawatan mesin-mesin dan peralatan. Selain itu, yang tak kalah pentingnya
adalah upaya non-struktural yang berkaitan dengan pendidikan publik. Upaya
membangun kesadaran seperti tidak membuang sampah di saluran air,
memperbanyak penanaman pohon, menggunakan perkerasan grass-block dan
paving-block yang permeabel, atau bahkan bagaimana bersikap ketika banjir
datang akan jauh lebih berguna untuk mencegah banjir dan meminimalisir
kerugian akibat banjir yang bisa datang setiap tahun.
8. Sabuk Resapan
Sabuk resapan adalah memanfaatkan tanah miring yang sudah diatur
(terasering). Pada bagian tepi teras bagian bawah dibuat galian selebar 23 m
dalam 0,6 1,0 m melingkar mengikuti kontur tanah. Dengan demikian saat hujan
limpasan hujan dapat tertampung pada sabuk sepanjang kontur tanah tersebut dan
mempunyai waktu untuk meresap kedalam tanah sebanyak-banyaknya.
9. Saluran / Parit Resapan
Saluran peresapan berfungsi untuk menampung air aliran permukaan dan
meningkatkan daya resap air ke dalam tanah. Teknologi ini sesuai untuk wilayah
dengan tanah yang (a) tidak rawan longsor, (b) mempunyai kemampuan tinggi
untuk meresapkan air, dan (c) yang agak dangkal (kedalaman >20 cm) (Arsyad
2000). Saluran peresapan dibuat mengikuti kontur dengan ukuran lebar 30 40
cm dan dalam 40 50 cm. Kelebihan dari teknologi ini adalah dapat memberikan
peluang air untuk meresap lebih lama ke dalam tanah, dan dapat diterapkan pada
tanah-tanah agak dangkal.
Parit resapan dapat dibuat pada aeral pertanian (sawah maupun tegalan) dan
areal pekarangan. dengan parit resapan ini maka air hujan yang jatuh di areal
pertanian dan pekarangan sebagian atau seluruhnya dapat ditmpung dan
diresapkan ke dalam tanah. Air yang tertampung dapat dimanfaatkan pada akhir
musim hujan.
10. Waduk Pengendali Banjir
Waduk pengendali banjir adalah bangunan yang berfungsi menahan semua
atau sebagian air banjir dalam tampunganya dan mengalirkan sesuai dengan
kapasitas sungai. Sistem spillway umumnya dibangun sebagai bagian dari waduk,
dimana berfungsi untuk melepaskan bagian banjir yang tidak bisa ditampung.
Tampungan puncak banjir dalam waduk akan mengurangi debit dan elevasi muka
air banjir dibagian hilir waduk.
Tingkat perlindungan banjir dari waduk ini tergantung dari hubungan
beberapa faktor yaitu karakteristik puncak banjir, kapasitas tampungan dan
operasi bangunan outlet spillway. Waduk yang lebih besar mampu untuk
menampung seluruh volume banjir, yang dapat disimpan untuk kegunaan di masa
yang akan datang secara terkendali. Waduk yang lebih kecil hanya bisa
menampung sebagian volume banjir, tetapi dapat meredam puncak inflow,
sehingga terjadi pengurangan outflow melewati spillway.
11. Teras
Teras adalah bangunan konservasi tanah dan air yang dibuat dengan
penggalian dan pengurugan tanah, membentuk bangunan utama berupa bidang
olah, guludan, dan saluran air yang mengikuti kontur serta dapat pula dilengkapi
dengan bangunan pelengkapnya seperti saluran pembuangan air (SPA) dan
terjunan air yang tegak lurus kontur.
Tujuan pembuatan teras adalah untuk mengurangi kecepatan aliran permukaan
(run off) dan memperbesar peresapan air, sehingga kehilangan tanah berkurang.
manfaat teras adalah mengurangi kecepatan aliran permukaan sehingga daya kikis
terhadap tanah dan erosi diperkecil, memperbesar peresapan air ke dalam tanah
dan menampung dan mengendalikan kecepatan dan arah aliran permukaan menuju
ke tempat yang lebih rendah secara aman.
Ada beberapa klasifikasi dari desain teras seperti Teras bangku yaitu
serangkaian dataran yang dibangun sepanjang kontur pada interval yang sesuai.
Bangunan ini dilengkapi dengan saluran pembuangan air (SPA) dan ditanami
dengan rumput untuk penguat teras. Jenis teras bangku ada yang miring ke luar
dan miring ke dalam. Teras bangku atau teras tangga dibuat dengan jalan
memotong lereng dan meratakan tanah di bagian bawah sehingga terjadi suatu
deretan bentuk tangga atau bangku. Teras jenis ini dapat datar atau miring ke
dalam. Teras bangku yang berlereng ke dalam dipergunakan untuk tanah-tanah
yang permeabilitasnya rendah dengan tujuan agar air yang tidak segera
terinfiltrasi tidak mengalir ke luar melalui talud. Teras bangku sulit dipakai pada
usaha pertanian yang menggunakan mesin-mesin pertanian yang besar dan
memerlukan tenaga dan modal yang besar untuk membuatnya
12. Sumur Injeksi
Sumur injeksi merupakan tehnik imbuhan buatan yaitu memasukan air hujan,
air limpasan dengan cara gravitasi maupun injeksi (pemompaan) ke dalam tanah
sampai mencapai akuifer yang mana letak akuifernya bisa dangkal dan bisa juga
dalam. Metode penerapan imbuhan buatan dengan injeksi (bor) selalu dilengkapi
dengan pemompaan air di suatu daerah ke system akuifernya oleh karena itu
factor biaya operasi dan pemeliharaan menjadi salah satu syarat yang sangat
menentukan keberhasilan penerapannya. Tujuan dari sumur injeksi untuk
pengendalian banjir, membuang air limpasan, mengurangi beban saluran drainase,
serta dapat mengimbuh air tanah secara buatan.
Pengendalian erosi
Pengerukan
Pengelak Banjir
Pengelak banjir adalah pembuatan suatu saluran yang berfungi untuk
membelokan sebagian atau keseluruhan aliran sungai (membagi debit) untuk
dialirkan dalam suatu saluran yang menjauhi kota. Pengalihan aliran ini dapat
dikembalikan lagi di sungai induk di hilir kota, dialirkan langsung ke laut atau
dipindahkan kealiran sungai tetangganya yang masih dapat menampung.
Bangunan ini sering berpintu dan ditempatkan sebagai berikut :
Jika dasar sungai alam lebih rendah atau pada elevasi yang sama dengan
dasar saluran pengelak, bangunan pengendali berpintu sering ditempatkan
pada alur sungai alami dihilir pintu masuk saluran. Dengan demikian air
bisa dibelokan ke alur alami selama periode aliran rendah untuk memenuhi
kebutuhan air di bagian hilir.
Jika alur pengelak pada elevasi yang lebih rendah dari dasar sungai alami
bangunan
berpintu
(misalnya
bendung
pelimpah)
kadang-kadang
Pendalaman Sungai
Kebanyakan kejadian banjir berlaku kerana kedangkalan sungai. Jika
dahulu sungai mampu mengalirkan sejumlah air yang banyak dalam sesuatu masa,
kini pengaliran
telah berkurangan. Ini disebabkan proses pemendapan dan pembuangan bahanbahan buangan. Langkah untuk menangani masalah ini ialah dengan menjalankan
proses pendalaman sungai dengan mengorek semua lumpur dan kekotoran yang
terdapat di sungai. Apabila proses ini dilakukan, sungai bukan sahaja menjadi
dalam tetapi mampu mengalirkan jumlah air hujan dengan banyak.
Dataran banjir (flood plain) adalah lahan / dataran yang berada di kanan
kiri sungai yang sewaktu-waktu dapat tergenang banjir. Berdasarkan Peraturan
Menteri PU No. 63 / 1993 tentang Garis Sempadan Sungai dan Bekas Sungai,
batas dataran banjir ditetapkan berdasarkan debit rencana sekurang-kurangnya
untuk periode ulang 50 tahunan.
Contoh: kurang lebih 40 50 % wilayah DKI Jakarta berada di dataran
banjir 13 sungai yang melewatinya. Real estat, hotel mewah, pertokoan,
perkantoran, dan perumahan mewah di DKI Jakarta yang terendam banjir pada
bulan Januari Pebruari 2002 semuanya berada di dataran banjir.
Bantaran sungai adalah lahan pada kedua sisi sepanjang palung sungai
dihitung dari tepi sungai sampai dengan tepi tanggul sebelah dalam. Fungsi
bantaran sungai adalah tempat mengalirnya sebagian debit sungai pada saat banjir
(high water channel). Sehubungan dengan itu maka pada bantaran sungai dilarang
membuang sampah dan mendirikan bangunan untuk hunian.
Bencana alam tanah longsor, runtuhnya tanggul sungai, banjir dan
kerusakan infrastruktur pada alur sungai seringkali terjadi di beberapa wilayah di
Indonesia, setiap tahun semakin meningkat. Penyebab utama bencana tersebut
adalah akibat dari intervensi manusia seperti berkurangnya lahan sebagai daerah
resapan air dan menurunnya daya dukung lingkungan terhadap kelestarian
fungsi dan manfaat sumber daya air yang diakibatkan oleh salah satunya oleh
proses degradasi dan agradasi di alur-alur sungai, sehingga terjadi perubahan pada
penampang sungai.
Indikator kritis sungai dicirikan dengan adanya penurunan kualitas dan
kuantitas sungai yang sudah berada di bawah ambang batas ketentuan sungai yang
lestari dan tingginya sendimentasi. Contoh : Penyebab utama penurunan kualitas
Sungai di perkotaan adalah limbah industri baik industri besar, menengah maupun
kecil yang berada di sepanjang alur sungai Siak, antara lain industri minyak,
industri pengolahan, sawmill, industri pulp dan pembuangan sampah (60% berasal
dari rumah tangga), selain tingginya erosi yang disebabkan semakin intensif
pengelolaan sumberdaya alam yang ada di hulu, seperti adanya penebangan liar
(illegal logging), penebangan hutan berdasarkan Hak Pengusahaan Hutan (HPH),
konversi hutan menjadi kawasan perkebunan (besar dan kecil), kegiatan
pertambangan dan kegiatan budidaya lainnya.
Pada saat ini pemerintah telah melakukan tindakan awal yaitu dengan
pembangunan kanal banjir (floodway) yang bertujuan mengalirkan sebagian debit
banjir sungai. Namun demikian, tindakan ini harus diikuti dengan program
penanganan sungai lainnya yaitu pengendalian transport sedimen. Kondisi Alur
Sungai yang dari tahun ke tahun mengalami degradasi pada bagian hulu dan
tengah. Salah satunya diakibatkan oleh tata guna dataran banjir yang tidak sesuai
dengan peraturan perundangan dimana pemukiman penduduk sangat dekat dengan
sungai yaitu di daerah sekitar aliran sungai dan anak sungai, sehingga membuat
kondisi tanah di daerah sekitar menjadi rawan erosi.
Disamping itu kondisi morfologi Sungai yang berkelok-kelok membuat
pengaliran debit banjir terhambat dan jika air meluap akan menimbulkan
genangan.
Berkaitan berbagai permasalahan yang terjadi pada alur sungai, maka
dalam kajian ini dapat dirumuskan untuk kondisi eksisting dan kondisi rencana,
yaitu sebagai berikut :
1. Melakukan prediksi kondisi degradasi dan agradasi di Sungai.
2. Melakukan analisis angkutan sedimen dasar dalam kurun waktu 5 dan 10 tahun
mendatang.
3. Menghitung besarnya volume sedimen dasar yang terangkut dan yang terendap
di sungai pada ruas studi.
4. Melakukan analisis pengaruh bangunan ambang (groundsill) terhadap perilaku
degradasi dan agradasi di Sungai pada ruas yang diteliti dalam kurun waktu
5 dan 10 tahun.