Anda di halaman 1dari 4

Drainase Alternatif

Nov. 11, 2014


SUNGGUH sangat merisaukan jika kita mengevaluasi konsep drainase yang diterapkan di seluruh
pelosok Tanah Air saat ini. Konsep yang dipakai adalah konsep drainase konvensional, yaitu drainase
pengatusan kawasan. Drainase konvensional adalah upaya membuang atau mengalirkan air
kelebihan secepat-cepatnya ke sungai terdekat. Konsep ini sejak tahun 1970-an sampai sekarang
hampir tidak berubah dan terus diajarkan di seluruh perguruan tinggi di Indonesia dan sebagai konsep
dasar yang digunakan para praktisi dalam pembuatan Masterplan Drainase di seluruh kota besar dan
kecil di Indonesia.
DALAM konsep drainase konvensional, seluruh air hujan yang jatuh ke di suatu wilayah harus secepatcepatnya dibuang ke sungai dan seterusnya mengalir ke laut. Jika hal ini dilakukan pada semua
kawasan, akan memunculkan berbagai masalah, baik di daerah hulu, tengah, maupun hilir.
Dan ternyata, bahwa konsep drainase konvensional ini di Indonesia tidak hanya dipakai untuk mendrain areal permukiman, namun digunakan secara menyeluruh termasuk untuk men-drain kawasan
pedesaan, lahan pertanian dan perkebunan, kawasan olahraga, wisata, dan lain sebagainya.
Drainase konvensional untuk permukiman atau perkotaan dibuat dengan cara membuat saluransaluran lurus terpendek menuju sungai guna mengatuskan kawasan tersebut secepatnya.
Seluruh air hujan diupayakan sesegera mungkin mengalir langsung ke sungai terdekat. Pada areal
pertanian dan perkebunan biasanya dibangun saluran drainase air hujan menyusuri lembah
memotong garis kontur dengan kemiringan terjal. Pada saat hujan, saluran drainase ini berfungsi
mengatuskan kawasan pertanian dan perkebunan dan langsung dialirkan ke sungai.
Demikian juga di areal wisata dan olahraga, semua saluran drainase didesain sedemikian rupa
sehingga air mengalir secepatnya ke sungai terdekat. Orang sama sekali tidak berpikir apa yang akan
terjadi di bagian hilir, jika semua air hujan dialirkan secepat-cepatnya ke sungai tanpa diupayakan
agar air mempunyai waktu cukup untuk meresap ke dalam tanah.
Dampak dari pemakaian konsep drainase konvensional tersebut dapat kita lihat sekarang ini, yaitu
kekeringan yang terjadi di mana-mana, juga banjir, longsor, dan pelumpuran.
Termasuk juga surutnya sungai-sungai di luar Jawa saat ini, hingga menyebabkan transportasi sungai
sangat selalu terganggu. Tentu saja ada sebab-sebab selain drainase, misalnya, penggundulan hutan,
namun kesalahan konsep drainase yang kita pakai sekarang ini merupakan penyumbang bencana
kekeringan, banjir, dan longsor yang cukup signifikan.

Kesalahan konsep drainase konvensional yang paling pokok adalah filosofi membuang air genangan
secepat-cepatnya ke sungai. Dengan demikian, sungai-sungai akan menerima beban yang melampaui
kapasitasnya, sehingga meluap atau terjadi banjir, contoh, banjir-banjir di Jakarta, Semarang,
Bandung, Riau, Samarinda, dan lain-lain. Demikian juga mengalirkan air secepatnya berarti
pengatusan kawasan atau menurunkan kesempatan bagi air untuk meresap ke dalam tanah.
Dengan demikian, cadangan air tanah akan berkurang, kekeringan di musim kemarau akan terjadi.
Dalam konteks inilah pemahaman bahwa banjir dan kekeringan merupakan dua fenomena yang saling
memperparah secara susul-menyusul dapat dengan mudah dimengerti.
Sangat ironis bahwa semakin baik drainase konvensional di suatu kawasan aliran sungai, maka
kejadian banjir di musim hujan dan kekeringan di musim kemarau akan semakin intensif silih
berganti.
Dampak selanjutnya adalah kerusakan ekosistem, perubahan iklim mikro dan makro disertai tanah
longsor di berbagai tempat yang disebabkan oleh fluktuasi kandungan air tanah musim kering dan
musim basah yang sangat tinggi.
JIKA kesalahan konsep dan implementasi drainase yang selama ini kita lakukan ini tidak diadakan
revisi, usaha apa pun yang kita lakukan untuk menanggulangi banjir, kekeringan lahan, dan longsor,
akan sia-sia.
Dalam tulisan ini akan diketengahkan konsep drainase baru yang biasa disebut drainase ramah
lingkungan atau ekodrainase yang sekarang ini sedang menjadi konsep utama di dunia internasional
dan merupakan implementasi pemahaman baru konsep ekohidraulik dalam bidang drainase.
Drainase ramah lingkungan didefinisikan sebagai upaya mengelola air kelebihan dengan cara sebesarbesarnya diresapkan ke dalam tanah secara alamiah atau mengalirkan ke sungai dengan tanpa
melampaui kapasitas sungai sebelumnya.
Dalam drainase ramah lingkungan, justru air kelebihan pada musim hujan harus dikelola sedemikian
sehingga tidak mengalir secepatnya ke sungai. Namun diusahakan meresap ke dalam tanah, guna
meningkatkan kandungan air tanah untuk cadangan pada musim kemarau. Konsep ini sifatnya mutlak
di daerah beriklim tropis dengan perbedaan musim hujan dan kemarau yang ekstrem seperti di
Indonesia.
Berikut ini diketengahkan beberapa metode drainase ramah lingkungan yang dapat dipakai di
Indonesia, di antaranya adalah metode kolam konservasi, metode sumur resapan, metode river side
polder, dan metode pengembangan ereal perlindungan air tanah (ground water protection area).

Metode

kolam konservasi

dilakukan dengan membuat

kolam-kolam air, baik di

perkotaan,

permukiman, pertanian, atau perkebunan. Kolam konservasi ini dibuat untuk menampung air hujan
terlebih dahulu, diresapkan dan sisanya dapat dialirkan ke sungai secara perlahan-lahan.
Kolam konservasi dapat dibuat dengan memanfaatkan daerah-daerah dengan topografi rendah,
daerah-daerah bekas galian pasir atau galian material lainnya, atau secara ekstra dibuat dengan
menggali suatu areal atau bagian tertentu.
Kolam konservasi juga sangat menguntungkan jika dikaitkan dengan kebutuhan rekreasi masyarakat.
Misalnya pada pembangunan real estat, pemerintah dapat mewajibkan pengelola real estat untuk
membangun kolam konservasi air hujan di lokasi perumahan, sekaligus ditata sebagai areal rekreasi
bagi masyarakat perumahan.
Di samping itu, kolam konservasi dapat dikembangkan menjadi bak-bak permanen air hujan,
khususnya di daerah-daerah dengan intensitas hujan yang rendah. Kota-kota dan kawasan luar kota
di Indonesia perlu segera membangun kolam-kolam konservasi air hujan ini. Sangat disayangkan,
bahwa perkembangan yang ada di Indonesia sekarang ini justru masyarakat dan pemerintah
berlomba mempersempit atau bahkan menutup kolam konservasi alamiah yang ada (rawa, situ,
danau kecil, telaga, dan lain-lain). Banyak kolam-kolam konservasi alamiah dalam sepuluh tahun
terakhir ini hilang dan berubah fungsi menjadi areal permukiman, contohnya di Jakarta, Bandung, dan
lain-lain.
Untuk areal pertanian dan perkebunan sudah mendesak, untuk segera direncanakan dan dibuat paritparit (kolam) konservasi air hujan. Parit ini sangat penting untuk cadangan air musim kemarau
sekaligus meningkatkan konservasi air hujan di daerah hulu, serta meningkatkan daya dukung ekologi
daerah setempat. Konstruksi parit cukup sederhana, berupa galian tanah memanjang atau membujur
di beberapa tempat tanpa pasangan. Pada parit tersebut sekaligus bisa dijadikan tempat budidaya
ikan dan lain-lain.
Metode sumur resapan merupakan metode praktis dengan cara membuat sumur-sumur untuk
mengalirkan air hujan yang jatuh pada atap perumahan atau kawasan tertentu (Dr Sunjoto, UGM).
Sumur resapan ini juga dapat dikembangkan pada areal olahraga dan wisata. Konstruksi dan
kedalaman sumur resapan disesuaikan dengan kondisi lapisan tanah setempat. Perlu dicatat bahwa
sumur resapan ini hanya dikhususkan untuk air hujan, sehingga masyarakat harus mendapatkan
pemahaman mendetail untuk tidak memasukkan air limbah rumah tangganya ke sumur resapan
tersebut.
METODE river side polder adalah metode menahan aliran air dengan mengelola/menahan air
kelebihan (hujan) di sepanjang bantaran sungai. Pembuatan polder pinggir sungai ini dilakukan
dengan memperlebar bantaran sungai di berbagai tempat secara selektif di sepanjang sungai.

Lokasi polder perlu dicari, sejauh mungkin polder yang dikembangkan mendekati kondisi alamiah,
dalam arti bukan polder dengan pintu-pintu hidraulik teknis dan tanggul-tanggul lingkar hidraulis yang
mahal. Pada saat muka air naik (banjir), sebagian air akan mengalir ke polder dan akan keluar jika
banjir reda, sehingga banjir di bagian hilir dapat dikurangi dan konservasi air terjaga.
Upaya ini sedang dilakukan di Jepang dan Jerman secara besar-besaran, sebagai upaya menahan air
untuk konservasi sungai musim kemarau dan menghindari banjir serta meningkatkan daya dukung
ekologi wilayah keairan. Metode ini dapat diusulkan untuk mengurangi banjir di kota-kota besar yang
terletak di hilir sungai seperti Kota Jakarta, Surabaya, Medan Samarinda, dan lain-lain. Demikian juga
dapat meningkatkan pasokan air sungai musim kemarau untuk mendukung transportasi sungai atau
pertanian.
Metode areal perlindungan air tanah dilakukan dengan cara menetapkan kawasan lindung untuk air
tanah, di mana di kawasan tersebut tidak boleh dibangun bangunan apa pun. Areal tersebut
dikhususkan untuk meresapkan air hujan ke dalam tanah.
Di berbagai kawasan perlu sesegara mungkin dicari tempat-tempat yang cocok secara geologi dan
ekologi sebagai areal untuk recharge dan perlindungan air tanah sekaligus sebagai bagian penting dari
komponen drainase kawasan.
Konsep drainase ramah lingkungan atau ekodrainase ini perlu mendapat perhatian yang serius dari
pemerintah. Kesalahan pemahaman masyarakat, dinas terkait, dan perguruan tinggi tentang filosofi
konsep drainase, yaitu membuang air secepat-cepatnya ke sungai, perlu segera direvisi dan
diluruskan secara serius. Perlu pembenahan dan revisi bangunan drainase permukiman, tempat
olahraga dan rekreasi, pertanian dan perkebunan dengan konsep drainase ramah lingkungan.
Tampaknya perlu studi khusus untuk menemukan kembali konsep drainase ramah lingkungan.

Anda mungkin juga menyukai