PENDAHULUAN
BAB II
PEMBAHASAN
I.
I.1. Definisi
Ketuban pecah dini didefinisikan sebagai pecahnya ketuban sebelum
dimulainya persalinan. Pecahnya ketuban sebelum usia kehamilan 37 minggu
diistilahkan sebagai ketuban pecah dini (KPD) preterm premature rupture of the
membrane (PPROM), sedangkan bila usia kehamilan lebih dari 37 minggu
diistilahkan sebagai KPD premature rupture of the membrane.2,4
I.2. Epidemiologi
Insidens KPD aterm berkisar antara 8-10%, sedangkan insidens KPD
preterm terjadi kurang lebih sekitar 1% dari seluruh kehamilan dan berkaitan
dengan 30-40% kelahiran prematur.1,2
70% kasus KPD terjadi pada kehamilan aterm. Namun apda rumah sakit rujukan,
lebih dari 50% kasus terjadi pada kehamilan preterm.1
I.3. Mekanisme Ketuban pecah dini
Ketuban pecah dalam perslainan secara umum disebabkan ileh kontraksi
uterus dan peregangan berulang. Selaput ketuban pecah karena pada daerah tertentu
terjadi perubahan biokimia yang menyebabkan selaput ketuban inferior rapuh,
bukan karena seluruh selaput ketuban rapuh.
Terdapat keseimbangan antara sintesis dan degradasi ekstraseluler matriks.
Perubahan struktur, jumlah selm dan katabolisme kolagen menyebabkan aktivasi
kolagen berubah dan menyebabkan selaput ketuban pecah
Faktor resiko untuk terjadinya ketuban pecah dini adalah berkurangnya asam
askorbik sebagai komponen kolagen dan kekurangan tembaga maupun asam
askorbik yang berakibat pertumbuhan struktur abnormal karena antara lain
merokok.
Degradasi kolagen dimediasi oleh matriks metalloproteinase (MMP) yang
dihambat oleh inhibitor jaringan spesifik dan in inhibitor protease. Mendekati waktu
proteolitik dari matriks ekstraseluler dan membrane janin dan aktivasi degradasi
proteolitik ini meningkat menjelang persalinan.
Ketuban pecah dini pada kehamilan premature disebabkan adanya faktorfaktor eksternal, misalnya infeksi yang menjalar dari vagina , polihidramnion,
inkompeten plasenta maupun solusio plasenta.
darah
vagina
dapat
menyamarkan
gambaran
ferning.4
lanjutan karena kedua temuan yang positif dapat memberikan hasil falsepositive. pH alkaline pada tes nitrazine dapat ditemukan pada infeksi vagina,
adanya darah atau cairan semen pada sampel. Mukus pada serviks dapat
memberikan gambaran ferning.3 Sensitivitas saat dilakukan pemeriksaan kertas
nitrazine dan pemeriksaan ferning mencapai 90%.4
Jika akumulasi cairan vagina cukup banyak, maka dapat dilakukan
pemeriksaan untuk menentukan kematangan paru janin. Tes lain yang dapat
dilakukan adalah observasi adanya cairan yang keluar pada saat pasien batuk
atau melakukan manuver valsava saat pemeriksaan dengan spekulum dan
adanya oligohydroamnion pada pemeriksaan USG. 3
Jika diagnosis belum dapat ditegakkan, pada pasien dengan dugaan
ketuban pecah dini (berdasarkan anamnesis) dapat dilakukan amniocentesis dan
injeksi cairan evans blue atau indigo carmine dye. Tindakan ini dilakukan
setelah pengambilan cairan amnion untuk menilai maturitas fisiologis janin,
jumlah leukosit, kultur, dan sensitivitas. Pada ketuban pecah dini, pemeriksaan
dengan spekulum 15-20 menit kemudian akan ditemukan pewarnaan biru pada
vagina. 3
1.4.3.
Pemeriksaan lain
Pemeriksaan Laboratorium
I.1.5. Komplikasi
o
Persalinan premature
Infeksi
o Pastikan diagnosis
o Tentukan umur kehamilan
o Evaluasi ada tidaknya infeksi maternal maupun janin
o Apakah dalam keadaan inpartu, terdapat kegawatan janin
I.1.6.1 Penanganan5
o Konservatif
Rawat dirumah sakit berikan antibiotic (ampisilin 4x500mg atau
eritromisin dan metronidazol 2x500mg selama 7 hari)
o < 32-34 minggu dirawat selama air ketuban masih keluar atau
sampai air ketuban tidak lagi keluar.
o 32-37 minggu belum inpartu, tidak ada infeksi, tes busa
negative: beri deksametasonm observasi tanda-tanda infeksi
dan kesejatraan janin dan terminasi pada 37 minggu
o 32-37 minggu, inpartu, tidak ada infeksi: beri tokolitik,
deksametason dan induksi sesudah 24 jam
o 32-37 minggu ada infeksi beri antibiotic dan lakukan induksi,
nilai tanda-tanda infeksi.
o Aktif
Kehamilan >37 minggu induksi dengan oksitosin, bila gagal
seksio sesarea dapat pula diberikan misoprostol 25 g-50g
intravaginal selama 6 jam maksimal 4 kali. Bila ada tanda-tanda
infeksi berikan antibiotic dosis tinggi dan persalinan diakhiri.
Flora
normal
vagina
meliputi
Corinebacterium,
Bacteroides,
flour albus patologik yang disebabkan oleh adanya infeksi bakteri. Sebagai
berikut:
II.2.1 Gonore6
Gonoroe
adalah
semua
infeksi
yang
disebabkan
oleh
Neisseria
traktus
genitourinarius
bawah
yang
paling
sering
adalah
bertambahnya duh genital, disuria yang kadang kadang disertai poliuria, perdarahan
anata masa haid, dan menoragia. Daerah yang paling sering terinfeksi adalah serviks.
Pada pemeriksaan, serviks tampak hiperemis denga erosi dan secret mukopurulen.
Komplikasi yang sangat erat hubungannya dengan susunan anatomi dan faal
genitalia. Infeksi pada serviks dapat menimbulkan komplikasi salpingitis atau
penyakit radang panggul (PRP). PRP yang simptomatik ataupun asimptomatik dapat
mengakibatkan jaringan parut pada tuba sehingga menyebabkan infertilitas atau
kehamilan ektopik.
Diagnosis gonoroe dapat dipastikan dengan menemukan N. gonorrhoeae
sebagai penyebab, baik secara mikroskopik maupun kultur (biakan). Sensitivitas dan
spesifitas dengan pewarnaan gram dari sediaan serviks hanya berkisar antara 45-65
%, 90-99%, sedangkan sensivitas dan spesifitas dengan kultur sebesar 85-95%,>
99%. Oleh karena itu, untuk menegakkan diagnosis gonoroe pada perempuan perlu
dilakukan kultur. Secara epidemologi pengobatan yang dianjurkan untuk infeksi
gonoroe tanpa komplikasi adalah pengobatan dosis tunggal. Pilihan terapi yang
direkomendasi oleh CDC adalah sefiksim 400 mg per oral, seftriakson 250 mg
intramuscular, siprofloksasin 500 mg per oral, ofloksasin 400 mg per oral,
levofloksasin 250 mg per oral, atau spektinomisin 2 g dosis tunggal intramuscular.
Infeksi gonoroe selama kehamilan telah diasosiasikan dengan pelvic inflammatory
disease (PID). Infeksi ini sering ditemukan pada trimester pertama sebelum korion
berfusi dengan desidua dan mengisi kavum uteri. Pada tahap lanjut, Neisseria
gonorrohoeae diasosiasikan dengan ruftur membrane yang premature, kelahiran
premature,korioamnionitis, dan infeksi pascapersalinan. Konjungtivitis gonokokal,
manifestasi tersering dari infeksi perinatal, umumnya ditransmisikan selama proses
persalinan. Jika tidak diterapi, kondisi ini dapat mengarah pada perforasi kornea dan
panoftalmitis. Infeksi neonatal lainnya yang lebih jarang termasuk meningitis sepsis
diseminata dengan arthritis, serta infeksi genital dan rekatal.
Oleh karena itu, untuk perempuan hamil dengan resiko tinggi dianjurkan untuk
dialakukan skrining terhadap infeksi gonoroe pada saat dating untuk pertama kali
antenatal care dan juga trimester ketiga kehamilan. Dosis dan obat obatan yang
diberikan tidal berbeda dengan keadaan tidak hamil. Akat tetapi, perlu diingatkan
pemberian golongan kuinolon pada perempuan hamil tidak dianjurkan.
Bila terjadi konjungtivitis gonoroe pada neonates, pengobatan yang diajurkan adalah
pemberian seftrikason 50 100 mg/kg BB, intamuskular, dosis tunggal dengan dosis
maksimum 125 mg.
II.2.2 Klamidiasis 6
Klamidiasis genital adalah infeksi yang disebabakan oleh bakteri Chlamydia
trachomatis, berukuran 0,2 1,5 mikron, berbentuk sferis, tidak bergerak, dan
merupakan parasit intrasel obligat.
Kutur
Deteksi antigen secara : direct fluorescent antibody (DFA), enzyme
immune assay/enzyme linked immunororbent assay (EIA/ELISA) dan
rapid atau point of care test
Pemeriksaan serologi
Untuk pengobatan, obat yang diberikan terutama yang dapat mempengaruhi
sintesis protein CT, misalnya golongan tetrasiklin dan eritromisin. Obat yang
dianjurkan adalah doksisiklin 100 mg per oral, 2 kali sehari selama 7 hari atau
azitromisin 1 g per oral, dosis tunggal, atau tetrasiklin 500 mg, per oral 4 kali per hari
selama 7 hari, atau eritromisin 500 mg per oral 4 kali sehari selama 7 hari atau
ofloksasin 200 mg, 2 kali sehari selama 9 hari. Untuk kehamilan obat golongan
kuinolon dan tetrasiklin tidak dianjurkan pemakainnya.
Untuk pengobatan konjungtivitis pada neonates atau pneumonia infantile dianjurkan
pemberian sirop eritromisin, 50 mg per kg BB per oral, per hari dibagi dalam 4 dosis
dan diberikan selama 14 hari.
II.2.3 Trikomoniasis 6
Trikomoniasis merupakan penyakit infeksi protozoa yang disebabkan oleh
Trichomonas Vaginalis (TV), biasanya ditularkan melalui hubungan seksual dan
sering menyerang traktus urogenitalis bagian bawah baik pada perempuan maupun
pria. Dari berbagai penelitian di Indonesia yang dilakukan pada tahun 1987-1997
pada perempuan beresiko rendah, dijumpai kasus trikomoniasis sebesara 1,6 7,3 %.
Gejala yang dikeluhkan oleh perempuan dang trikomoniasis adalah keputihan, gatal
gatal dan iritasi. Tanda dari infeksi tersebut meliputi duh tubuh vagina (42%), bau
(50%) dan edema atau eritema (22-27%). Duh tubuh yang klasik berwarna kuning
kehijauan dan berbusa, tetapi keadaan ini hanya ditemukan pada 10-30 % kasus.
Kolopitis makularis (strawberry cerviks) merupakan tanda klinik yang spesifik untuk
infeksi ini, tetapi jarang ditemukan pada pemeriksaan rutin.
Gejala klinik pada perempuan hamil tidak banyak berbeda dengan keadaan tidak
hamil. Akan tetapi, bila ditemukan infeksi TV pada trimester kedua kehamilan dapat
mengakibatkan premature rupture membrane, bayi berat lahir rendah (BBLR) dan
abortus. Oleh karena itu, pemeriksaan skrining pada pertama kali antenatal perlu
dilakukan.
Diagnosis trikomoniasis paling sering ditegakkan dengan melihat trikomonad hidup
pada sediaan langsung duh tubuh penderita dalam larutan NaCl fisiologik. Baku emas
untuk diagnostic adalah kultur. Namun media kultur diamond tidak mudah didapat
dan penggunaanya terutama untuk penelitian.
Untuk pengobatan hingga saat ini metronidazol merupakan antimikroba yang
efektif untuk mengobati trikomoniasis yang dianjurkan adalah dosis tunggal 2 g
secara oral atau dapat jdiberikan dalam dosis harian 2 x 500 mg/hari selama 7 hari.
Pemberian metronodazol telah direkomendasikan oleh FDA selama masa kehamlian.
II.2.4 Vaginosis bacterial 6
Vaginosis bacterial adalah sindrom klinik akibat pergantian lactobasillus spp
penghasil H2O2yang merupakan flora normal vagina dengan bakteri anaerob dalam
DAFTAR PUSTAKA
1. Gibbs RS. Premature rupture of the membranes. In: Scott JR, Gibbs RS,
Karlan BY, Haney AF, David N. Danforth's obstetrics and gynecology. 9th
edition. Lippincott Williams & Wilkins Publishers.
2. Parry S, Trauss JFS. Premature rupture of the membranes. NEJM ; 338:663670.
3. Roman AS, Pernoll ML. Late pregnancy complications. In: DeCherney AH,
Nathan L. Current obstetric & gynecologic diagnosis & treatment. 9th edition.
McGraw-Hill: 2003
4. Medina TM, Hill DA. Preterm premature rupture of membranes: diagnosis
and management. Am Fam Physician 2006;73:659-64, 665-6.
5. Soetomo Soewarto. Ketuban Pecah Dini. editor. Ilmu Kebidanan. Edisi
keempat. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 2010.
6. Sjaiful FD. Infeksi Menular Seksual. editor. Ilmu Kebidanan. Edisi keempat.
Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 2010.