No.
Bagian Laut
1
2
Perairan pedalama
Perairan kepulauan
3
4
Laut territorial
Zona tambahan
Status Hukum
Kedaulatan
Kedaulatan
Kedaulatan
Yurisdiksi
terbatas
Zona Ekonomi Ekslusif Hak-hak
berdaulat
Yuridikasi
Laut lepas
Kebebasan
Landas Kontingen
Hak hak
berdaulat
Warisan
bersama umat
Permasalahan yang berhubungan dengan kadaster laut untuk pengelolaan potensi dan sumberdaya
perikanan antara lain
1.
Terjadinya ketimpangan tingkat pemanfaatan stok ikan antar kawasan perairan laut. Di satu
pihak terdapat kawasan yang mengalami over fishing seperti Selat Malaka, Pantai Utara Jawa,
Selat Bali, dan Selatan Sulawesi, dan sebaliknya masih banyak kawasan perairan yang tingkat
pemanfaatannya belum optimal.
2. Terjadi kerusakan lingkungan ekosistem laut seperti ekosistem hutan mangrove, terumbu
karang, dan padang lamun, dimana ketiga ekosistem tersebut digunakan sebagai tempat
(habitat) ikan dan organisme laut lainnya berpijah, mencari makan, atau membesarkan diri
(nursery ground).
3. Lemahnya data perikanan, khususnya untuk data perikanan tangkap. Hingga saat ini, data
perikanan tangkap Indonesia diperoleh dari pendaratan hasil tangkapan.
4. Pelayanan perizinan usaha perikanan yang berbelit-belit dan syarat dengan pungutan liar.
Dengan demikian, sudah dapat dipastikan miliaran rupiah uang siluman yang berkeliaran sejak
dikeluarkannya Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No 46/Men/2001 tentang
Pendaftaran Ulang Perizinan Usaha Penangkapan Ikan. Padahal, izin itu bisa diselesaikan dalam
jangka waktu 16 hari tanpa biaya tambahan sesuai Pasal 9 Kepmenlutkan No 10 Tahun 2003
tentang Perizinan Usaha Penangkapan Ikan.
5. Permasalahan illegal fishing (pencurian ikan) dan lemahnya penegakkan hukum. illegal fishing
juga merugikan nelayan tradisional karena mereka menggunakan alat tangkap jenis trawl yang
menyebabkan kerusakan lingkungan laut yang berujung pada penciptaan rendahnya
pendapatan nelayan.
Permasalahan tersebut sangat kompleks sehingga dibutuhkan penyelesaiannya. Adapun
penyelesaiaannya yang dilakukan oleh Departemen perikanan dan kelautan antara lain
1. Ditetapkan pembagian wilayah yang dikenal dengan WPP (Wilayah Pengelolaan Perikanan)
dengan mempertimbangkan aspek biologi dan lingkungan sumberdaya ikan.
2. Menyusun dan mengimplementasikan tata ruang kelautan nasional guna menjamin kepastian
dan efisiensi investasi di bidang kelautan serta kelestarian ekosistem pesisir dan laut yang harus
dilindungi.
3. Penataan kembali sistem perikanan nasional dengan tindakan pengelolalaan sumberdaya ikan
secara rasional (pembatasan hasil tangkapan, dan upaya tangkapan).
4. Pengelolaan sumberdaya ikan secara bertahap dan terkontrol, diikuti dengan monitoring yang
seksama demi keberlanjutan sumberdaya ikan yang lestari.
5. Diadakan kegiatan pengawasan, pengendalian, dan pemantauan seksama terhadap armada, alat
tangkap dan nelayan untuk mengurangi resiko kegiatan IUU Fishing yang merugikan negara.
jika dikaitkan dengan kadaster selanjutnya dikenal dengan istilah kadaster dasar laut (seabed
cadastre). Hal ini memungkinkan untuk terjadinya multi pemakaian dalam suatu persil laut,
seperti yang diilustrasikan dalam gambar:
Sedangkan kadaster dasar laut dapat diartikan sebagai sebuah sistem yang memungkinkan
pencatatan batas-batas dasar laut beserta kepentingannya, dengan leluasa diatur secara
spasial, dan secara fisik menggambarkan hubungan antar batas yang bertetanggaan atau yang
bertampalan baik untuk hak dan kepentingan (LINZ, 1999).
Tujuan kadaster kelautan adalah sebagai berikut :
1. Memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada pemegang hak atas
suatu persil di laut.
2. Mengadakan infrastruktur data spasial yang menyeluruh di mana batas-batas persil,
hak-hak yang melekat padanya, batasan pemanfaatan, kewajiban, dan tanggung
jawab di lingkungan laut dapat diatur, diadministrasikan, dan dikelola dengan baik.
3. Terselenggaranya tertib administrasi kelautan.
Kepastian dan perlindungan hukum dalam pemanfaatan sumber daya kelautan sangat
dibutuhkan demi menjaga agar tidak terjadi konflik dan tentu saja agar pihak yang berhak
tidak dirugikan. Hal ini harus didukung oleh data dan informasi kelautan yang lengkap dan
akurat. Untuk itu maka perlu dilakukan administrasi data dan informasi kelautan melalui
pengumpulan data, penyimpanan data, dan pengelolaan data. Administrasi kelautan juga harus
dilakukan dalam suatu standar yang seragam secara Nasional, dan dibentuk infrastruktur data
spasial nasional (IDSN). Sehingga akan tercipta suatu sistem yang dapat menyajikan semua data
atau informasi secara menyeluruh, akurat, dan terbarui dalam bentuk spasial.
Istilah kadaster dalam bidang pertanahan di Indonesia tidak dikenal lagi sejak
berlakunya Undang-Undang Pokok Agraria No.5 Tahun 1960 dan diperkenalkan
istilah Pendaftaran Tanah. Konsep Kadaster pada umumnya adalah konsep
pendaftaran dari Tanah Negara yang dipartisi dan diberikan kepada
perorangan/badan usaha dengan berbagai hak perdata, seperti hak milik, hak guna
bangunan, hak guna usaha dan hak pakai. Kadaster juga diartikan sebagai Daftar
Publik (Public Register) dari persil Persil dengan informasi kuantitas (ukuran dan
luas), nilai persil dan hak-hak pemilik/pengguna/pengusaha dalam suatu negara.
Sejak lama laut juga telah dipartisi untuk berbagai kegiatan ekonomis dan
perlindungan lingkungan, seperti eksplorasi minyak dan gas bumi, kawasan
konservasi dan kawasan lindung, alur pelayaran, budidaya perikanan, rumput laut,
mutiara , dsb. Demikian juga dasar laut telah dikapling-kapling untuk penambangan
pasir, peletakan pipa-pipa gas, listrik dan kabel komunikasi bawah laut.. Di banyak
negara maju sudah diperkenalkan adanya kadaster taut (marine cadastre). Dalam
era otonomi daerah, partisi laut selain untuk kepastian hukum tentang hak
masyarakat atas pemanfaatan dan pengelolaan ruang laut, sudah waktunya juga
memperkenalkan konsep kadaster di wilayah laut yang mengatur registrasi objek
dan subjek atas persil di laut.
Konsep Kadaster Laut
Untuk memahami konsep kadaster laut, diperlukan pengetahuan tentang berbagai
kepentingan pemangku kepentingan dari berbagai perspektif. Konseptualisasi
kadaster laut dapat dicontohkan dengan puzzle yang mempunyai banyak komponen
yang terdiri dari batas-batas kewenangan, hak, larangan dan kewajiban yang di
organisir sebaik mungkin. Istilah lainnya adalah membuat urutan dan keteraturan
dari berbagai aktivitas yang ada. Meskipun keliahatan sederhana secara teoritis,
sebenarnya sangat kompleks dan tidak mudah dalam kenyataanya karena di
dalamnya terdapa banyak kepentingan. Untuk memecahkan permainan tersebut kita
harus mempelajari dengan seksama bentuk dan urutan dari puzzle dan mengeliminir
adanya ketidakpastian terjadi ditempat yang sama.
Selanjutnya, puzzle yang sudah benar mengillustrasikan konsep kadaster laut yang
sempurna dan ideal. Puzzle yang benar tersebut mewakili kadaster laut dimana
semua masalah kewenangan,hak,larangan dan kewajiban persis berada di lokasi
spasial trsebut tanpa keragu-raguan atau ketidakpastian. Sebagai pendukung
kadaster laut, dapat berupa system informasi spasial meliputi aspek spasial dan
karakter dari hak dan kewenanga, terkait dengan kepemilikan, nilai ekonomi dan
pemanfaatannya dari perspektif kelautan. Peran kadaster laut dapat dibagi sebagi
berikut:
a) Alokasi tentang hak pemanfaatan di antara masyarakat, swasta dan instansi
pemerintah
b) Kepemilikan dan pengaturan sumberdaya laut
c) Pengawasan dan penegakan hukum dari otoritas yang berwenang
Seperti yang ditunjukkan gambar di bawah ini suatu pola dan mekanisme suatu
aktivitas di perairan yang sudah mengintegrasikan kadaster laut sebagai suatu
system pendukung di dalam mengelola pesisir dan laut. Begitu juga di laut, bahwa
permukaan dapat dipartisi menjadi persil-persil laut untuk berbagi usaha, seperti
budidaya rumput laut, mutiara, perikanan, dsb, juga persil-persil laut yang dilindungi
dan dikonservasi serta partisi laut untuk keperluan publik, seperti taman nasional
laut, alur navigasi dan sebagainya.
Konsep kadaster darat dapat diterapkan atas permukaan laut juga atas permukaan
dasar laut,seperti pertambangan pasir peletakan kabel dasar laut . Dengan demikian
ataspenggunaan muka laut, dasar laut dan di bawah dasar laut tentunya ada hakhak perdata yangdapat dimiliki oleh pengusaha atau untuk publik, seperti hak pakai,
hak guna usaha, dan hak gunabangunan. Hanya hak milik tidak diberikan di wilayah
laut berdasarkan adagium di abad ke-17 bahwa the ocean space as a commons,
available to all, but owned by non, diartikan sebagai ruang laut adalah milik
bersama, tersedia untuk semua tetapi tidak dimiliki, sebagai amanat bahwa laut
adalah,titipan warisan umat manusia. Penataan ruang di laut memerlukan batasbatas persil laut yang jelas oleh karena itu konsep kadaster laut perlu diterapkan di
Indonesia dan peraturan perundang-undangan perlu dibuat, termasuk pajak bumi
dan bangunan juga dapat diterapkan terhadap persil laut yang diusahakan secara
komersial. Dalam lima tahun terakhir ini, kadaster laut telah berkembang di
Australia(Collier et al. 2002), Amerika Serikat (Fowler dan Treml 2001), New
Zealand (Grant1999), di Kanada (Nichols 1999;Nichols et al. 2000). Dalam suatu
pertemuan UN Permanent Committee on Geographic Information for Asia and the
Pacific (UN PCGIAP) dalam pertemuannya di Penang 2002 telah mengadopsi
Kadaster Laut dalam Kelompok Kerja III , sebagai salah satu kegiatan regional di
Asia Pasifik (Resolusi UN PCGIAP No.6/1999).
http://jchkumaat.wordpress.com/2009/01/11/kadaster-laut-marine-cadastre-serta-hubungannyadengan-penataan-kawasan-perikanan/